BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Model Pembelajaran SAVI a. Pengertian Model Istilah model tidak hanya ada pada dunia fashion, tetapi dalam pembelajaran pun ada istilah model. Menurut Hosnan (2014: 337) model adalah prosedur sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Ini berarti sebuah model dapat mempermudah pengajar dalam menyusun dan melaksanakan kegiatan pembelajaran agar lebih tepat sasaran. Senada dengan pendapat di atas, menurut Sutikno (2014: 57) model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Mills (Suprijono, 2014: 45) juga berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Dengan demikian setiap model memberikan manfaat yang membuat orang terutama pendidik berkeinginan untuk mencoba model tersebut. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa model merupakan suatu konsep yang digunakan sebagai pedoman untuk melaksanakan suatu kegiatan. Model juga sebagai acuan atau pedoman dalam mempresentasikan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. b. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan suatu istilah yang berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Pembelajaran yang baik akan menghasilkan output yang baik pula. Menurut Ibnu (2014: 19) pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan peserta didiknya dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Sejalan
8
9
dengan pendapat di atas, menurut Sujarwo (2011: 4) pembelajaran dilakukan oleh pendidik adalah untuk membelajarkan peserta didik dalam melakukan aktivitas belajar, cara memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dari kedua pendapat tersebut terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang terarah dan intens menuju pada suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sementara itu, menurut Suprijono (2014: 13) pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan mempelajari. Dalam pembelajaran titik beratnya bukan hal mengajar, tetapi pada semua kejadian yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap kegiatan belajar. Menurut Suprijono, pembelajaran adalah dialog interaktif. Dengan demikian, dialog interaktif dapat terjadi apabila proses komunikasi berjalan dengan baik, proses komunikasi merupakan rangkaian kegiatan setiap unsur yang terlibat dalam suatu komunikasi dan bagaimana interaksi antar unsur tersebut. Oemar Hamalik (Sitiatava, 2013: 17) juga mengatakan bahwa pembelajaran ialah suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dari pendapat tersebut jelas terlihat bahwa pembelajaran tidak semata-mata menyampaikan materi saja tetapi terdiri dari beberapa unsur yang saling mempengaruhi satu sama lain demi mencapai tujuan pembelajaran. Dari pembelajaran
beberapa bersifat
pendapat
di atas,
membangun
dan
dapat disimpulkan
bahwa
sistematis
dalam
dimana
pelaksanaannya berdasar pada proses, interaksi, cara/prosedur yang saling mempengaruhi dan bertujuan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif demi tercapainya tujuan yang ditetapkan. c. Pengertian Model Pembelajaran Usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian terpenting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Salah satu usaha guru yang dapat dilakukan adalah dengan memilih model
10
pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran menurut Suprijono (2014: 46) adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Selanjutnya, Joyce (Trianto, 2014: 52) juga mengatakan bahwa “each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”. Maksud dari kutipan tersebut adalah setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa, sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Dengan demikian, model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Menurut Sujarwo (2011: 32) model pembelajaran bisa mengandung berbagai variasi strategi, metode dan teknik pembelajaran. Lebih lanjut, Shoimin (2014: 24) mengatakan bahwa model pembelajaran memiliki makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Pendapat tersebut diperkuat oleh Kardi dan Nur (Shoimin, 2014: 24) yang mengatakan bahwa model pembelajaran memiliki 4 ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode dan prosedur yakni 1) rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; 2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran); 3) tingkah laku mengajar yang dibutuhkan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; 4) lingkungan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Model Pembelajaran menurut Daryanto (2012: 241) merupakan pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi terarah dan tujuan dapat dicapai dengan optimal. Senada dengan pendapat di atas, menurut Trianto (2014: 52) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dengan demikian, aktivitas pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan dan tertata secara
11
sistematis. Hal ini sejalan dengan pendapat Eggen dan Kauchak (Ibnu, 2014: 24) yang mengatakan bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar. Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu prosedur atau rancangan sistematis yang telah diprogram dan digunakan sebagai pedoman dalam mendesain pembelajaran yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan. d. Model Pembelajaran SAVI Gaya belajar sebagai modalitas awal dalam belajar menurut Deporter dan Hernacki (2007: 112) adalah visual, auditori, dan kinestetik. Dalam SAVI terdapat satu lagi modalitas belajar anak yaitu intelektual. Dave Meier menyajikan suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima indera dan emosi dalam proses belajar yang merupakan cara belajar secara alami yang dikenal dengan SAVI (Rusman, 2014: 373). SAVI adalah singkatan dari Somatic, Auditory, Visualization, and Intellectualy. Menurut Ngalimun (2014: 166) pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa. Pembelajaran yang baik adalah mengarahkan peserta didik untuk menggunakan seluruh tubuh dan semua alat indera untuk belajar, sehingga tidak hanya duduk diam dan menekankan pada kesadaran rasional saja untuk menuju pikiran. Selanjutnya menurut Shoimin (2014: 177-178) istilah SAVI kepanjangan dari: 1) Somatic (belajar dengan berbuat dan bergerak) bermakna gerakan tubuh; 2) Auditory (belajar dengan berbicara dan mendengar) bermakna belajar haruslah melalui mendengar, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi; 3) Visualization (belajar dengan mengamati dan menggambarkan) bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan indera mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga; 4) Intellectualy (belajar dengan memecahkan masalah dan berpikir) bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir.
12
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Rusman (2014: 373) Somatis, artinya belajar dengan bergerak dan berbuat. Auditori, belajar dengan berbicara dan mendengar. Visual, artinya belajar mengamati dan menggambarkan. Intelektual, artinya belajar dengan memecahkan masalah dan menerangkan. Dengan demikian belajar tidak hanya berproses dalam kehampaan melainkan belajar melibatkan berbagai aktivitas raganya yang disesuaikan dengan situasi belajar yang disebut dengan aktivitas belajar. Menurut Bahri (2008: 38) belajar bukanlah berproses dalam kehampaan, tidak pula pernah sepi dari berbagai aktivitas. Menurutnya, terdapat beberapa aktivitas belajar yang mendukung berhasilnya sebuah pembelajaran antara lain, mendengarkan (Auditori), memandang (Visual), Berpikir (Intelectual) dan Latihan atau praktek (Somatic). Dengan demikian, adanya model pembelajaran SAVI dapat mendukung terciptanya berbagai aktivitas belajar yang mempermudah siswa dalam menerima materi yang diberikan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa SAVI adalah model pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua alat inderanya. Dalam penelitian ini, SAVI adalah model pembelajaran yang melibatkan keaktifan seluruh tubuh baik fisik maupun intelektualnya di setiap kegiatan pembelajaran untuk mewujudkan kegiatan belajar yang aktif dan efektif. Berdasarkan definisi di atas, pembelajaran dengan model SAVI dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Belajar Somatis Belajar somatis berarti melibatkan tubuh dalam belajar. Tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Untuk merangsang hubungan pikirantubuh, perlu diciptakan suasana belajar yang dapat membuat peserta didik bangkit berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu kewaktu. Namun, tidak semua pembelajaran memerlukan aktivitas fisik, tetapi dengan berganti-ganti menjalankan aktivitas belajar aktif dan pasif secara fisik, dapat membantu pembelajaran setiap orang. Dalam hal ini sangat dihindari pembelajaran yang membiasakan siswanya
13
untuk duduk diam dan hanya mendengarkan saja melainkan siswa harus bergerak terutama pada pembelajaran IPS yang memuat banyak teori maka menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk membuat siswa bergerak. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain, guru dapat mengajak siswa bernyanyi, tepuk-tepuk yang membuat siswa semangat dan permainan belajar yang membuat siswa aktif bergerak sekaligus berpikir. 2) Belajar Auditori Perlu diketahui bahwa pikiran auditori setiap manusia lebih kuat dari yang disadari. Telinga manusia terus-menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori bahkan tanpa disadari dan diluar kehendak yang bersangkutan. Dalam pembelajaran, usaha mengaktifkan saluran auditori yang kuat dalam diri peserta didik dapat dilakukan dengan mengajak mereka membicarakan apa yang sedang mereka pelajari. Lebih lanjut Gilakjani dalam International Journal of in Education (2012: 105-106) menjelaskan bahwa these individuals discover information through listening and interpreting information by the means of pitch, emphasis and speed. These individuals gain knowledge from reading out loud in the classroom and may not have a full understanding of information that is written. Pendapat ini menjelaskan bahwa orang dengan gaya belajar auditory memperoleh informasi dengan mendengarkan dan menafsirkannya dari nada, penekanan suara, dan kecepatan suara. Mereka memperoleh informasi dari membaca dengan keras di dalam kelas dan tidak memungkinkan memperoleh informasi secara penuh jika informasi tersebut dalam bentuk tulisan. Maka dari itu, ceramah saja tidak cukup bagi siswa dengan gaya belajar ini karena dapat membuat siswa bosan dan tidak fokus dalam menangkap materi yang disampaikan melainkan guru dapat meminta peserta didik untuk menerjemahkan pengalaman mereka dengan suara. Misalnya dengan meminta mereka membaca keras-keras pokok bahasan atau hasil pekerjaan mereka, menghafalkan suatu pokok
14
bahasan dengan suara yang keras, bermain tebak kata, mengajak berbicara saat memecahkan masalah, mengumpulkan informasi dan menciptakan makna-makna pribadi bagi diri mereka sendiri. 3) Belajar Visual Pembelajar visual belajar paling baik jika mereka dapat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran dari segalam macam hal ketika mereka sedang belajar. Teknik lain yang bisa dilakukan semua orang, terutama orang-orang dengan keterampilan visual yang kuat adalah meminta mereka mengamati situasi dunia nyata lalu memikirkan serta membicarakan situasi itu, menggambarkan proses, prinsip, atau makna yang dicontohkannya. Sejalan dengan hal tersebut Gilakjani dalam International Journal of Studies in Education (2012: 105-106) mengatakan bahwa, visual learners think in pictures and learn best in visual images. They depend on the instructor’s or facilitator’s non-verbal cues such as body language to help with understanding. Sometimes, visual learners favour sitting in the front of the classroom and take descriptive notes over the material being presented. Gilakjani menjelaskan bahwa siswa dengan gaya belajar visual berpikir dengan melalui gambar dan sesuatu yang dapat dilihat. Mereka bergantung pada instruktur nonverbal seperti bahasa tubuh dan kadang-kadang mereka lebih suka duduk di depan dan mencatat materi yang disajikan. Dengan demikian beberapa teknik yang dapat dilakukan guru untuk mendukung pembelajar visual ini adalah dengan menggunakan media atau alat peraga, seperti gambar, video, presentasi powerpoint yang menarik, kegiatan menyusun bagan, dan lain-lain. 4) Belajar Intelektual Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran. Sarana yang digunakan
manusia
untuk
berpikir,
menyatukan
pengalaman,
menciptakan jaringan saraf baru, dan belajar. Peserta didik dapat menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional, dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru bagi dirinya sendiri. Itulah saran
15
yang digunakan pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman. Intelektual merupakan bagian dari seseorang untuk merenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun makna. Dalam hal ini, pembelajaran harus tetap melibatkan sisi intelektual secara mendalam. Misalnya saat melakukan permainan belajar, intelektual diperlukan untuk memecahkan masalah dalam permainan tersebut sehingga siswa dengan sendirinya dapat membangun makna dari apa yang dia pelajari. e. Cara Penerapan SAVI Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat diterapkan untuk membuat aktivitas sesuai dengan gaya belajar peserta didik dalam mengoptimalkan pembelajaran SAVI (Meier, 2003: 94): 1) Aktivitas Somatis Orang dapat bergerak ketika mereka: a) b) c) d)
Membuat model dalam suatu proses atau prosedur. Menciptakan piktogram dan periferalnya. Memeragakan suatu proses, sistem atau seperangkat konsep. Mendapatkan pengalaman lalu menceritakannya dan merefleksikannya. e) Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar, dan lain-lain) f) Melakukan kajian lapangan. Lalu tulis, gambar dan bicarakan tentang apa yang dipelajari. Dalam pembelajaran IPS terutama materi proklamasi kemerdekaan Indonesia, kegiatan somatis dapat dioptimalkan dengan: a) Menemukan pasangan kartu yang dimiliki dengan pasangan kartu yang berhubungan. b) Menyusun gambar peristiwa hingga menjadi urutan cerita yang runtut bersama dengan kelompoknya. c) Menjawab pertanyaan teman dengan melakukan permainan belajar “pameran soal” d) Mencontohkan sikap menghargai jasa para pahlawan. 2) Aktivitas Auditori
16
Berikut ini gagasan-gagasan awal untuk meningkatkan sarana auditori dalam belajar, antara lain: a) Mengajak peserta didik membaca keras-keras dari buku panduan dan komputer. b) Menceritakan kisah-kisah yang mengandung materi pembelajaran yang terkandung di dalam buku pembelajaran yang mereka baca. c) Meminta peserta didik berpasang-pasangan membincangkan secara terperinci apa yang baru saja mereka pelajari dan bagaimana akan menerapkannya. d) Meminta peserta didik memperagakan suatu fungsi sambil mengucapkan secara singkat dan terperinci apa yang sedang mereka kerjakan. e) Meminta peserta didik berkelompok untuk memecahkan suatu masalah. Dalam pembelajaran IPS terutama materi proklamasi kemerdekaan Indonesia, kegiatan auditori dapat dioptimalkan dengan: a) Mengajak peserta didik membaca keras-keras apa saja peristiwa yang terjadi di sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia. b) Menghafalkan 2 tokoh proklamasi selama 10 menit nonstop. c) Melakukan tebak kata atau tebak peristiwa dengan menyebutkan clue suatu peristiwa atau tokoh dalam memproklamasi kemerdekaan Indonesia. d) Meminta peserta didik membacakan hasil pencarian kecocokan kartu soal dan jawaban di depan kelas. e) Peserta didik secara berpasangan atau kelompok memecahkan permasalahan dari video persiapan kemerdekaan yang sudah mereka lihat dan dengarkan. 3) Aktivitas Visual Berikut
ini
hal-hal
yang
dapat
dilakukan
untuk
meningkatkan
pembelajaran visual, antara lain: a) b) c) d) e) f) g)
Menggunakan bahasa yang penuh gambar (metafora, analogi) Menampilkan grafik presentasi yang hidup. Menggunakan benda 3 dimensi. Menggunakan bahasa tubuh yang dramatis. Menyampaikan cerita yang hidup. Membuat kreasi piktogram. Mengadakan pengamatan lapangan.
17
h) Menampilkan dekorasi warna-warni. i) Menggunakan ikon alat bantu kerja. Dalam pembelajaran IPS terutama materi proklamasi kemerdekaan Indonesia, kegiatan visual dapat dioptimalkan dengan: a) Menyusun dan menempel urutan peristiwa atau gambar tokoh pahlawan yang berperan dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. b) Mengamati video tentang peristiwa sekitar proklamsi kemerdekaan Indonesia. c) Menggunakan tampilan presentasi powerpoint yang berwarna-warni dan menarik. 4) Aktivitas Intelektual Aktivitas intelektual akan terlatih jika guru mengarahkan peserta didik untuk melakukan aktivitas seperti berikut ini : a) b) c) d) e) f) g) h) i)
Memecahkan masalah. Menganalisis pengalaman. Mengerjakan perencanaan strategis. Memilih gagasan kreatif. Mencari dan menyaring informasi. Merumuskan pertanyaan. Menerapkan gagasan baru pada pekerjaan. Menciptakan makna pribadi. Meramalkan implikasi suatu gagasan. Dalam pembelajaran IPS terutama materi proklamasi kemerdekaan
Indonesia, kegiatan intelektual dapat dioptimalkan dengan: a) Merumuskan kesimpulan pembelajaran dengan menggunakan katakatanya sendiri. b) Menjawab pertanyaan melalui sebuah permainan. c) Memecahkan permasalahan bersama kelompoknya. d) Mencontohkan cara menghargai jasa tokoh-tokoh kemerdekaan. f. Kelebihan dan Kelemahan SAVI Tiap-tiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Tidak ada satu model yang sempurna yang dapat memecahkan semua masalah. Sobry Sutikno (2014: 70) menjelaskan bahwa kebaikan suatu
18
model terletak pada ketepatan memilih. Ini berarti makin tepat model yang digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar, diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan pembelajaran. Adapun kelebihan SAVI menurut Aris Shoimin (2014: 182) antara lain: 1) Membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual. 2) Siswa tidak mudah lupa karena siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya. 3) Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena siswa merasa diperhatikan sehingga sehingga tidak cepat bosan untuk belajar. 4) Memupuk kerja sama karena siswa yang lebih pandai diharapkan dapat membantu yang kurang pandai. 5) Mampu membangkitkan kreativitas dan meningkatkan kemampuan psikomotor siswa. 6) Memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa. 7) Siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik. 8) Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat dan berani menjelaskan jawabannya. 9) Merupakan variasi yang cocok untuk semua gaya belajar. Namun model pembelajaran SAVI juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain: 1) Model pembelajaran SAVI menuntut adanya guru yang sempurna sehingga dapat memadukan keempat komponen dalam SAVI secara utuh. 2) Model pembelajaran ini membutuhkan kelengkapan sarana dan prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan disesuaikan dengan kebutuhannya. 3) Model ini cenderung menuntut keaktifan siswa sehingga bagi siswa yang kemampuannya lemah bisa merasa minder. Mengingat bahwa setiap model memiliki kelemahan maka guru harus mampu memilah dan memilih dengan tepat model yang digunakan agar hasil pembelajaran bisa efektif dan dapat meningkatkan keaktifan peserta didik. g. Alasan Penerapan Model Pembelajaran SAVI Salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan model sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan kegiatan pembelajaran. Jarolimek (Solihatin dan Raharjo, 2012:
19
1) juga mengatakan bahwa ketepatan memilih model pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar siswa. Model yang dipilih berkaitan langsung dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pembelajaran diperoleh secara optimal. Model pembelajaran SAVI merupakan suatu kemasan yang lengkap untuk melibatkan seluruh indera dalam proses belajar. SAVI adalah model pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua alat indera (Meier, 2003: 91). Dengan demikian, model ini mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Di sisi lain, menurut Djamarah (2008: 39) terdapat beberapa aktivitas belajar dalam pelaksanaan pembelajaran, diantaranya 1) mendengarkan; 2) memandang; 3) berpikir; 4) latihan atau praktek. Aktivitas belajar tersebut dapat dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran SAVI. Menurut M. Hosnan (2014: 82) dalam aktivitas atau kegiatan belajar, guru harus menyadari bahwa setiap orang mempunyai cara yang optimal dan berbeda-beda untuk mempelajari dan memahami informasi baru. Dengan demikian, kepekaan guru sangat dibutuhkan dalam menyajikan suatu pembelajaran agar tidak hanya satu atau dua peserta didik yang sangat memahami materi yang disampaikan tetapi mengena ke semua peserta didik. Salah satu perbedaan individual tersebut ialah gaya belajar peserta didik yang berbeda satu sama lain. Gaya belajar juga disampaikan oleh Meier (2003: 50), menurutnya orang belajar dalam cara yang berbeda-beda dan satu jenis cara belum tentu tepat untuk semua orang. Adapun menurut Deporter dan Hernacki (2007: 110-112) gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap lalu mengatur serta mengolah informasi. Dengan demikian gaya belajar dapat dijadikan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah dan dalam situasi-situasi tertentu. Gaya belajar dapat menjadikan belajar dan berkomunikasi lebih mudah dan efektif. Dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah cara seseorang yang paling efektif dalam menyerap dan mengolah informasi.
20
Memadukan gaya belajar peserta didik bukanlah hal yang mudah namun dengan diterapkannya model SAVI dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk memecahkan masalah perbedaan karakteristik peserta didik seperti gaya belajar. Belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam satu peristiwa pembelajaran. Adapun alasan pemilihan model pembelajaran SAVI berikutnya adalah berkaitan dengan materi proklamasi kemerdekaan Indonesia yang banyak memuat peristiwa dan tokoh yang berperan dalam memproklamasikan kemerdekaan, maka diperlukan suatu model yang dapat mempermudah peserta didik dalam memahami konsep materi tersebut dengan memadukan berbagai gaya belajar dan menciptakan aktivitas-aktivitas belajar sehingga kemampuan siswa dalam memahami materi dapat dimaksimalkan. Lebih lanjut, menurut Sapriya (2009: 184) belajar IPS tidak cukup hanya dalam bentuk
hafalan
atau melatih
daya
ingat peserta
didik
melainkan
memberdayakan peserta didik. Memberdayakan peserta didik melalui segala potensi
dan
kemampuannya,
baik
pengetahuannya,
sikap
maupun
keterampilan. Dalam hal ini belajar bisa optimal jika keempat unsur SAVI yaitu Somatic, Auditory, Visualization dan Intelectually ada dalam satu peristiwa pembelajaran IPS. Maka dari itu model pembelajaran SAVI dirasa cocok diterapkan untuk meningkatkan pemahaman konsep proklamasi kemerdekaan Indonesia. h. Langkah-langkah Penerapan SAVI Dalam menerapkan model pembelajaran tentu harus memperhatikan tahapan atau sintaks terlebih dahulu agar pembelajaran berjalan sesuai yang diharapkan. Menurut Meier (2003: 106-108) terdapat empat tahapan dalam model pembelajaran SAVI, sebagai berikut: 1) Tahapan persiapan. Tujuan tahap persiapan adalah untuk menimbulkan minat para peserta didik, memberi mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. 2) Tahapan penyampaian. Tujuan tahap ini adalah membantu peserta didik menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang
21
menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindera dan cocok untuk semua gaya belajar. 3) Tahapan pelatihan. Tujuan tahap ini adalah membantu peserta didik mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. 4) Tahapan penampilan hasil. Tujuan tahap ini untuk membantu peserta didik menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan, sehingga hasil belajar akan melekat dan terus meningkat. Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran IPS materi proklamasi kemerdekaan Indonesia disesuaikan dengan tahap-tahap model pembelajaran SAVI, sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan Pada tahap ini siswa dikondisikan untuk siap belajar dan diberikan sugesti yang positif dengan bernyanyi dan variasi tepuktepuk untuk membangkitkan semangat mereka dan menghilangkan anggapan bahwa IPS materi sejarah itu sulit dan membosankan. Apersepsi dan tujuan pembelajaran juga disampaikan dan sesuai dengan indikator dan materi yang dipelajari. 2) Tahap penyampaian Penjelasan materi melalui media yang menarik perhatian siswa yaitu dengan video setiap peristiwa proklamasi dan biografi tokohtokoh yang terlibat dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Selain itu juga tampilan powerpoint berwarna-warni tentang proklamasi kemerdekaan baik peristiwa maupun tokohnya dilengkapi dengan kata kunci yang sudah diberikan warna berbeda sehingga siswa mudah dalam menghafalkan dan memahami (visual dan auditory). 3) Tahap pelatihan Tahap ini merupakan inti dari pembelajaran yang dilakukan, siswa diajak untuk mengintegrasikan penjelasan materi yang sudah di terima pada tahap penyampaian. Dalam pembelajaran IPS materi proklamasi kemerdekaan Indonesia ini, siswa di bagi dalam beberapa kelompok atau pasangan untuk mengintegrasikan pengetahuannya
22
melalui permainan belajar yang dilakukan (somatic). Menghafalkan 2 tokoh
proklamasi
selama
10
menit
(auditory),
memecahkan
permasalahan dari LKS yang diberikan oleh guru, antara lain melengkapi
peristiwa
proklamasi,
menjelaskan
peran
tokoh,
menjelaskan setiap peristiwa melalui gambar telah yang disusun dan membuat soal untuk teman (visual and intellectualy). 4) Tahap penampilan hasil Siswa mempresentasikan hasil kerja dan hasil diskusi yang dilakukan bersama denagn kelompoknya atau pasangannya dengan suara yang keras (auditory). Pada tahap ini guru juga memberikan umpan balik dan refleksi tentang apa yang sudah dipelajari dan penguatan terhadap hasil kerja siswa. Pada khir pembelajaran siswa mengerjakan
soal
evaluasi
pemahaman
konsep
proklamasi
kemerdekaan Indonesia dan memberikan pesan moral dari materi yang dipelajari yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 2. Hakikat Pemahaman Konsep Proklamasi Kemerdekaan Indonesia a. Pengertian Pemahaman Pemahaman yang baik mengenai suatu materi sangat diperlukan untuk mencapai pembelajaran yang optimal. Dalam taksonomi Bloom (Djaali, 2008: 77) pemahaman adalah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri. Dalam hal ini, guru akan mengetahui sejauh mana peserta didik memahami apa yang disampaikan guru melalui kalimat yang disusun oleh peserta didik itu sendiri. Selanjutnya menurut Winkel (2005: 274) pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan dan mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain. Menurut Nana Sudjana (2012: 24) pemahaman dapat dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu: 1) Pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya. 2) Pemahaman penafsiran, menghubungkan bagian-
23
bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. 3) Pemahaman ekstrapolasi, mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsukuensi atau dapat memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus ataupun masalahnya. Sementara itu menurut Purwanto (2010: 51) kemampuan pemahaman adalah kemampuan untuk melihat hubungan fakta dengan fakta. Menghafal tidak lagi cukup karena pemahaman menuntut pengetahuan akan fakta dan hubungannya. Dengan demikian, apa yang disampaikan guru harus ada kesesuaian antara konsep dan makna yang ditimbulkan sehingga memberikan suatu pengetahuan yang berharga bagi peserta didik. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap makna dari informasi atau materi yang dipelajari dan dapat mentransformasikan apa yang dipelajari dengan bahasanya sendiri. b. Pengertian Konsep Konsep selalu dijadikan dasar dari materi yang akan diajarkan. Konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan. Jika konsep sudah terbangun maka akan mempermudah peserta didik dalam mengikuti suatu pembelajaran. Carrol (Trianto Ibnu, 2014: 185) berpendapat bahwa konsep sebagai suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok objek atau kejadian. Dengan demikian maka setiap orang dapat membentuk konsep sendiri melalui pengalaman. Sedangkan menurut Winkel (2005: 75) konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Sejalan dengan pendapat Winkel, Dahar (Arif, 2011: 130) mengatakan bahwa konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek, kejadian dan kegiatan yang memiliki atribut-atribut sama. Dengan demikian konsep membutuhkan abstraksi terhadap objek-objek atau kejadian yang dihadapi, kemudian objek-objek tersebut dapat ditempatkan pada golongan tertentu. Sedangkan menurut Sumaatmadja (2007: 12.15) konsep merupakan kumpulan fakta-fakta yang memiliki interelasi kuat satu sama lain sehingga
24
membentuk suatu pengertian yang bulat. Dapat diketahui bahwa konsep menempatkan informasi dalam kategori-kategori atau kelompok-kelompok berupa fakta yang mempertimbangkan hubungan antar data untuk membentuk sebuah pengertian yang lebih mudah dipahami. Dengan demikian, untuk membentuk sebuah konsep orang harus terlebih dahulu mengadakan abstraksi dalam semua objek yang meliputi benda maupun kejadian. Abstraksi berarti suatu proses pemusatan perhatian seseorang pada situasi tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu serta mengabaikan elemen yang lain. Untuk menguasai konsep seseorang harus mampu membedakan antara benda yang satu dengan benda yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa lain. Berdasarkan pengertian-pengertian konsep di atas dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan suatu bentuk pemikiran manusia berupa abstraksi yang terbentuk dari sekumpulan fakta dan memiliki interelasi kuat satu sama lain yang mewakili sejumlah obyek dengan ciri-ciri yang saling berkaitan. c. Pengertian Pemahaman Konsep Ada beberapa cara memahami konsep, menurut Hamalik (2008: 140) diantaranya yakni: 1) Ia dapat menyebutkan nama contoh-contoh konsep bila dia melihatnya. 2) Ia dapat menyatakan ciri-ciri konsep tersebut. 3) Ia dapat memilih, membedakan antara contoh-contoh dari yang bukan contoh. 4) Ia mungkin lebih mampu memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep tersebut. Dengan demikian, seorang guru harus mampu menciptakan suasana melalui model ataupun media pembelajaran yang dapat membantu peserta didik memahami konsep agar ia dengan mudah memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan konsep tersebut seperti nama, ciri-ciri dan contoh dari suatu materi yang dibahas. Sementara itu, Flavell (Syaiful Sagala, 2009: 72) menyatakan bahwa pemahaman terhadap konsep-konsep dapat dibedakan dalam tujuh dimensi, yaitu: 1) Atribut, setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda, contohcontoh konsep harus mempunyai atribut-atribut yang relevan. Atribut
25
dapat berupa fisik, seperti warna, tinggi atau bentuk, dan dapat juga atribut-atribut itu berupa fungsional. 2) Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut itu. Ada tiga macam struktur yang dikenal, yaitu konsep-konsep konjungtif, konsep-konsep disjungtif dan konsep-konsep relasional. 3) Keabstrakan, yaitu konsep-konsep dapat dilihat dan konkret. 4) Keinklusifan (Inclusiveness), yaitu ditunjukkan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat dalam konsep itu. 5) Generalitas atau keumuman, yaitu bila diklasifikasikan, konsep-konsep dapat berbeda dalam posisi superordinate atau subordinatnya. 6) Ketepatan, yaitu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan untuk membedakan contoh-contoh dari noncontoh-noncontoh suatu konsep; dan 7) Kekuatan (power), yaitu kekuatan suatu konsep oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu penting. Sedangkan menurut Trianto (2014: 60) proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu objek sangat bergantung pada pengetahuan yang sudah dimiliki anak sebelumnya. Dengan demikian gagasan baru akan muncul jika pengetahuan yang diberikan selalu berkaitan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya, sehingga anak akan lebih mudah untuk membangun sendiri pemahaman terhadap konsep baru. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah suatu proses bertahap dari kelanjutan penanaman konsep. Pemahaman konsep adalah kemampuan untuk mengerti apa yang diajarkan, dapat menangkap maknanya dan mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk lain serta mengaplikasikannya untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan konsep tersebut. d. Pengertian Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan sesuatu yang sangat dinantikan oleh rakyat Indonesia saat masa penjajahan dulu. Menurut Lukman (1991: 790) proklamasi adalah pemberitahuan resmi kepada seluruh rakyat sedangkan kemerdekaan artinya keadaan berdiri sendiri, bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dsb. Proklamasi kemerdekaan adalah sebuah deklarasi kepada seluruh rakyat dan negara-negara di dunia akan adanya kemerdekaan. Proklamasi
26
kemerdekaan meningkatkan taraf kehidupan bangsa Indonesia untuk sederajad dengan bangsa-bangsa lain di dunia (Darini, 2014: 285). Sejalan dengan Darini, menurut Rusyanti, dkk (2004: 69) proklamasi kemerdekaan sebagai tanda dimulainya kehidupan baru, kehidupan yang bebas menentukan nasib bangsanya sendiri yang terlepas dari tekanan, penindasan, dan ancaman dari bangsa penjajah. Proklamasi kemerdekaan Indonesia menurut Wayan (2006: 9) merupakan titik puncak perjuangan pergerakan bangsa Indonesia yang telah dapat menghantarkan ke pintu gerbang kebebasan. Lebih lanjut, menurut Susilaningsih
dkk
(2008:
177),
proklamasi
kemerdekaan
Indonesia
merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia dan menandai lahirnya negara Indonesia. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah pemberitahuan atau pengumuman kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa negara Indonesia telah bebas dari belenggu penjajahan bangsa lain. e. Pemahaman Konsep Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Memproklamasikan kemerdekaan Indonesia adalah salah satu materi yang diajarkan di SD Negeri 01 Kiringan Boyolali kelas V semester 2. Materi tersebut sesuai dengan silabus kelas V semester 2 Kompetensi Dasar 2.3 menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Materi tersebut mengajarkan peserta didik agar dapat memahami sejarah perjuangan bangsanya dan menyadari bahwa setiap keberhasilan pasti ada perjuangan dan rangkaian persiapan yang dilakukan terlebih dahulu. Dengan adanya materi ini, peserta didik diharapkan dapat memaknai apa itu proklamasi kemerdekaan dan menghargai peran tokohtokoh perjuangan dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia serta menumbuhkan rasa cinta tanah air terhadap bangsanya. Berikut ini adalah ringkasan materi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia: Kedudukan Jepang mulai terdesak oleh pasukan Sekutu. Akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 14 Agustus 1945. Ini merupakan
27
kesempatan emas
bagi
bangsa
Indonesia
untuk
memproklamasikan
kemerdekaan. Namun, untuk memproklamasikan kemerdekaan bukanlah hal yang mudah. Tokoh-tokoh bangsa golongan muda dan golongan tua berbeda pendapat tentang cara memproklamasikan kemerdekaan. Golongan muda menginginkan proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan tanpa bantuan dan campur tangan pihak Jepang sedangkan golongan tua masih mempunyai keyakinan terhadap janji Jepang yang akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Pertentangan kedua golongan memuncak pada peristiwa penculikan. Soekarno-Hatta diculik oleh para pemuda dan dibawa ke Rengasdengklok. Pada akhirnya terjadi kesepakatan setelah Ahmad Soebarjo datang untuk menengahi perdebatan di Rengasdengklok, proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Naskah proklamasi dirumuskan oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta dan Ahmad Subarjo di rumah Laksamana Muda Maeda. Konsep naskah proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno kemudian diketik oleh Sayuti Melik. Proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan di kediaman Ir. Soekarno yaitu di Jalan Pegangsaan Timur No. 56.
Sekitar
pukul
memproklamasikan
10.00
Bung
kemerdekaan
Karno
didampingi
Indonesia.
Setelah
Bung itu,
Hatta
dilakukan
pengibaran Sang Saka Merah Putih diiringi lagu Indonesia Raya. (Sudiyo, 2002: 98-109) Sejalan dengan pendapat diatas, Samlawi dan Bunyamin (2001: 221223) menjelaskan bahwa dalam bulan Agustus telah terjadi beberapa peristiwa penting menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Setelah mengetahui berita kekalahan Jepang, para pemuda Indonesia menuntut agar proklamasi kemerdekaan Indonesia segera dilakukan. Terjadilah peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945. Peristiwa tersebut terjadi karena adanya perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda untuk menentukan waktu proklamasi kemerdekaan. Golongan tua berpendapat bahwa proklamasi kemerdekaan itu tanpa
28
pertumpahan darah dan tetap bekerja sama dengan Jepang, oleh karena itu golongan
tua
sangat
mengharapkan
peran
PPKI
agar
proklamasi
kemerdekaaan benar-benar dipersiapkan dengan matang dan terorganisir dengan
baik
sedangkan
golongan
muda
menginginkan
proklamasi
kemerdekaan dilakukan sesegera mungkin tanpa ada pengaruh dari pihak Jepang. Maka dari itu, untuk mengindari hal-hal yang tidak diinginkan terutama gangguan pihak Jepang, para pemuda membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok. Akhirnya, perdebatan mencapai kesepakatan yakni proklamasi kemerdekaan akan diadakan tanggal 17 Agustus 1945. Di kediaman Laksamana Maeda pukul 04.00 dini hari, Bung Karno, Bung Hatta dan Mr. Ahmad Subarjo berhasil menyusun naskah proklamasi. Naskah tersebut kemudian diketik rapi oleh Sayuti Melik. Tepat pukul 10.00 pagi, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 naskah Proklamasi Kemerdekaan dibacakan oleh Ir. Soekarno dengan didampingi Drs. Moh. Hatta. Sehari setelah Proklamasi, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI bersidang untuk menyusun kelengkapan negara. Sidang PPKI tersebut menghasilkan beberapa keputusan, yaitu 1) mengesahkan UUD hasil rancangan BPUPKI menjadi UUD 1945. 2) menetapkan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Adapun tokoh yang berperan dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan antara lain, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta. Mr. Ahmad Soebarjo, dan Fatmawati. Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat serangkaian peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan berawal dari kekalahan Jepang melawan Sekutu yang beritanya terdengar oleh golongan muda. Golongan muda bertindak cepat dengan mendesak Bung Karno dan Bung Hatta sebagai golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan sebelum Sekutu datang namun terjadi perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda. Baik golongan tua maupun golongan muda sama-sama berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia harus segera diproklamasikan, namun caranya berbeda. Golongan tua berpandangan bahwa
29
proklamasi kemerdekaan tetap harus dipersiapkan dengan baik dan terorganisir dengan tetap mengharapkan peran PPKI sedangkan golongan muda menginginkan kemerdekaan itu tanpa pengaruh dan campur tangan pihak Jepang. Kemudian pada tanggal 16 Agustus Bung Karno dan Bung Hatta dibawa ke Rengasdengklok untuk menjauhkan mereka dari pihak Jepang. Pada akhirnya, setelah Ahmad Subarjo ke Rengasdengklok dan menengahi perbedaan pendapat di antara mereka, semua pihak setuju untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta tepatnya di Jl. Pegangsaan Timur No. 56. Bung Karno, Bung Hatta dan Ahmad Subarjo kemudian merumuskan naskah proklamasi kemerdekaan di rumah Laksamana Maeda. Pada tanggal 17 Agustus 1945, rakyat menyambut gembira kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan oleh Ir. Soekarno, didampingi oleh Drs. Moh. Hatta di Jl. Pegangsaan Timur No. 56. Sehari setelah proklamasi, PPKI mengadakan sidang untuk menyusun kelengkapan negara. Sejak tanggal 18 Agustus 1945, secara sah telah lahir Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tokoh yang berperan dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia antara lain, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta. Mr. Ahmad Soebarjo, dan Fatmawati. Disetiap peristiwa yang terjadi tidak lepas dari peran dan jasa tokoh yang ada di dalamnya. Menurut Arif (2011: 108) manusia adalah sebagai objek sejarah. Maka dari itu, peran manusia sangat mempengaruhi bagaimana sejarah itu terjadi. Adapun tokoh-tokoh yang berperan dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia antara lain, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ahmad Subarjo, Ibu Fatmawati, Sutan Syahrir, Laksamana Maeda, Chaerul Saleh, Darwis dan Wikana. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah kemampuan untuk mengerti dan menangkap makna dari peristiwa proklamasi kemerdekaan dan mendiskripsikan peristiwa-peristiwa seputar proklamasi kemerdekaan serta mampu memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
30
f. Pengertian IPS IPS adalah salah satu mata cxpelajaran yang dipelajari di Sekolah Dasar. Dengan adanya IPS peserta didik dapat mempelajari lebih dari satu displin ilmu. Menurut Trianto (2014: 171) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Saidiharjo (Hidayati dkk, 2009: 1-7) juga menegaskan bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik. Dengan demikian, ciri khas dari pelajaran ini adalah sifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran dengan tujuan agar mata pelajaran ini lebih bermakna bagi peserta didik sehingga pengorganisasian materi atau bahan pelajaran disesuaikan dengan lingkungan, karakteristik dan kebutuhan peserta didik. Menurut Sapriya (2009: 20) adalah mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan. Senada dengan Sapriya, mata pelajaran IPS menurut Kartono (2009: 32) adalah gabungan ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi atau terpadu. Dengan demikian bahan atau materi IPS diambil dari ilmu-ilmu sosial yang diintegrasikan, dipadukan dan tidak terpisah-pisah dalam kotak disiplin ilmu. Peserta didik belajar tentang segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya, kegiatan manusia, lingkungan geografi dan kehidupan masa lampau. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Ilmu
Pengetahuan
Sosial
adalah
mata
pelajaran
yang
kajiannya
mengintegrasikan bidang-bidang ilmu sosial dan humaniora. IPS mempelajari kehidupan manusia dan segala sesuatu yang berhubungan antara manusia dengan manusia yang lain. g. Ruang Lingkup IPS SD Menurut Sumaatmadja (2007: 1.17) sebagai bidang pengetahuan, ruang lingkup IPS berkaitan dengan kehidupan manusia dalam masyarakat
31
atau manusia sebagai anggota masyarakat atau dapat juga dikatakan manusia dalam konteks sosial. Sedangkan menurut Isriani Hardini dan Puspitasari (2012: 174) ruang lingkup pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1) manusia, tempat dan lingkungan; 2) waktu, keberlanjutan dan perubahan; 3) sistem sosial dan budaya; 4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Materi IPS digali dari segala aspek kehidupan praktis sehari-hari di masyarakat. Menurut Kartono, dkk (2009: 32) mempelajari IPS pada hakekatnya menelaah interaksi antara individu dan masyarakat dengan lingkungan (fisik, sosial, budaya). Dalam hal ini, siswa SD diajak untuk mengenal dan mempelajari lingkungan disekitarnya baik lingkungan fisik, sosial maupun budayanya sehingga nantinya siswa dapat menjadi individu yang dapat berinteraksi baik dengan lingkungannya. Lebih lanjut, menurut Hidayati, dkk (2009: 1-26) ada 5 macam sumber materi IPS. Pertama, segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas yaitu negara dan dunia. Kedua, kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi. Ketiga, lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh. Keempat, kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokohtokoh dan kejadian-kejadian besar. Kelima, anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan dan keluarga. Dalam pendidikan sekolah dasar 5 sumber materi IPS tersebut dipelajari dan diintegrasikan dalam mata pelajaran IPS yang memiliki lebih dari satu disiplin ilmu. Dengan demikian, belajar IPS hendaknya dapat memberdayakan peserta didik, dalam hal ini adalah siswa sekolah dasar sehingga segala potensi dan kemampuannya, baik pengetahuan, sikap maupun keterampilan dapat berkembang. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh
32
peserta didik dari mata pelajaran IPS dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya dalam masyarakat. Berdasarkan silabus KTSP SD Negeri 1 Kiringan Kelas V Semester 2 ada beberapa ruang lingkup IPS yang diajarkan seperti yang tertera pada tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2. 1 Ruang Lingkup Pembelajaran IPS di SD Kelas V Semester 2 STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR
2. Menghargai peranan tokoh 2.1 pejuang
dan
masyarakat
pejuang pada masa penjajahan Belanda dan
dalam mempersiapkan dan mempertahankan
Mendeskripsikan perjuangan para tokoh
Jepang. 2.2
kemerdekaan Indonesia.
Menghargai perjuangan
jasa
dan
dalam
peranan
tokoh
mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia. 2.3
Menghargai
jasa
perjuangan
dalam
dan
peranan
tokoh
memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. 2.4
Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan.
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada tabel 2.1 di atas, dapat dilihat bahwa materi mata pelajaran IPS kelas V semester 2 adalah materi mengenai sejarah. Dari keempat Kompetensi Dasar tersebut materi yang diteliti dalam penelitian ini sesuai dengan KD 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Peserta didik dapat dikatakan paham terhadap konsep IPS materi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia apabila peserta didik mampu untuk: 1) Menyebutkan peristiwa yang terjadi di sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia.
33
2) Menjelaskan peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. 3) Memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan materi proklamasi kemerdekaan Indonesia. 4) Memaknai arti dari proklamasi kemerdekaan Indonesia. 5) Menyebutkan tokoh-tokoh yang terlibat dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. 6) Menjelaskan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. 7) Menghargai jasa tokoh-tokoh proklamasi kemerdekaan. h. Tujuan Pendidikan IPS Setiap bidang studi harus memiliki tujuan yang hendak dicapai, seperti halnya mata pelajaran IPS. Tujuan pendidikan yang jelas dan terarah dapat menentukan usaha apa yang dilakukan oleh pendidik dan bahan pelajaran apa yang seharusnya diberikan kepada peserta didik. Tujuan harus dikaitkan dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan tantangan-tantangan kehidupan yang akan dihadapi peserta didik. Menurut Trianto (2014: 176) tujuan utama IPS adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian dalam kehidupan
bermasyarakat,
peserta
didik
akan
dihadapkan
berbagai
permasalahan sosial yang tidak bisa untuk dihindari, maka dari itu pengetahuan akan IPS penting untuk dipelajari. Sementara itu, Gross (Trianto, 2014: 173) mengatakan bahwa tujuan IPS adalah “to prepare students to be well functioning citizens in a democratic society”. Tujuan IPS untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat. Lebih lanjut, Nursid Sumaatmadja (Kartono dkk, 2009: 31) mengatakan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian soisal yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan bangsa.
34
Berdasarkan kurikulum 2004 untuk tingkat SD, Pengetahuan Sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004), bertujuan untuk: 1) Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis dan psikologis; 2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan sosial; 3) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; 4) Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global. (Hidayati dkk, 2009: 1.24) Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan IPS adalah mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan peserta didik untuk peka terhadap kehidupan sosial di sekitarnya agar kelak menjadi warga negara yang baik. i. Pengertian sejarah Sejarah berkaitan dengan masa lalu, seperti yang dijelaskan James Bank (Hidayati dkk, 2009: 2-4) yang mengatakan bahwa sejarah merupakan semua peristiwa masa lampau. Lebih lanjut, menurut Arif (2011: 108) peristiwa tentang kehidupan pada masa lampau itu amat luas. Namun tidak semua hal tentang masa lalu dapat disebut sebagai sejarah. Sejarah yang dimaksut yaitu menceritakan tentang orang dan kejadian dalam semangat pengkajian sehingga mendorong pendengar atau pembaca untuk berpikir kritis tentang apa yang benar-benar terjadi, mengapa dan apa artinya. Menurut Nursid Sumaatmadja (2007: 3.12) sejarah adalah gambaran masa lampau tentang manusia sebagai makhluk sosial dan lingkungan hidupnya, yang disusun secara sistematis dan logis yang meliputi urutan fakta-fakta pada masa lampau. Sementara itu, sejarah menurut Arif (2011: 82) pada dasarnya mengkaji kehidupan manusia dan peristiwa lampau. Dengan mempelajari sejarah dapat membantu peserta didik memahami perilaku manusia pada masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang, dengan kata lain manusia menghadapi kenyataan hidup bahwa waktu bergerak terusmenerus
35
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sejarah merupakan pengetahuan masa lampau yang berupa rangkaian peristiwa dan kejadian yang disusun secara sistematis dan dilakukan oleh manusia yang dapat dibuktikan kebenarannya. Di samping itu, konsep utama sejarah adalah waktu dan kejadian. 3. Penelitian Yang Relevan Ada beberapa penelitian yang dipandang relevan dengan penelitian ini, antara lain: a. Penelitian Devi Novitasari yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Model Pembelajaran Somatic, Auditory, Visualization, and Intellectualy (SAVI) Pada Siswa Kelas V SD
Negeri Tegalsari No. 60
Laweyan Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015”. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan menulis deskripsi melalui penerapan model pembelajaran Somatic, Auditory, Visualization, and Intellectualy (SAVI) pada kelas V SD Negeri Tegalsari No. 60 Laweyan Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Penelitian ini termasuk pada Penelitian Tindakan Kelas. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan keterampilan menulis deskripsi pada siswa kelas V SD Negeri Tegalsari No. 60 Laweyan Surakarta tahun ajaran 2014/2015. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan nilai keterampilan menulis deskripsi yaitu pada pratindakan nilai rata-rata keterampilan menulis deskripsi siswa sebesar 66,35 dengan persentase ketuntasan sebesar 28,60%. Pada siklus I nilai rata-rata keterampilan menulis deskripsi meningkat menjadi 71,28 dengan persentase ketuntasan sebesar 65,71% kemudian di siklus II meningkat lagi menjadi 76,42 dengan persentase ketuntasan sebesar 88,57%. Simpulan dari penelitian ini adalah penerapan model Somatic, Auditory, Visualization, and Intellectualy (SAVI) dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi pada siswa kelas V SD Negeri Tegalsari No. 60 Laweyan Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015.
36
1) Penelitian Devi Novitasari memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu terletak pada variabel bebas yang sama-sama menggunakan model pembelajaran Somatic, Auditory, Visualization, and Intellectualy (SAVI). 2) Perbedaan penelitian Devi Novitasari dengan penelitian ini terletak pada variabel terikatnya, penelitian Devi Novitasari adalah untuk meningkatkan keterampilan menulis deskripsi pada siswa kelas V SD Negeri Tegalsari No. 60 Laweyan Surakarta tahun ajaran 2014/2015 tetapi dalam penelitian ini
adalah
untuk
meningkatkan
pemahaman
konsep
proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kiringan Boyolali tahun ajaran 2015/2016. b. Dwi Hartanto dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode Guided Note Taking Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Pada Siswa Kelas V SDN 03 Waru Kebakkramat, Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012.” Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep proklamasi kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V SDN 02 Bolong, Karanganyar Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian ini termasuk pada Penelitian Tindakan Kelas. Berdasarkan hasil penelitian ini kesimpulannya adalah penerapan metode Guided Note Taking dapat meningkatkan pemahaman konsep Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada siswa Kelas V. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan rata-rata dari siklus I yaitu 68,67 kemudian meningkat pada siklus II yaitu menjadi 88,64. Sebelum dilaksanakan penelitian, siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 13 siswa (368,23%), pada siklus I menjadi 24 siswa (70,59%) dan pada siklus II meningkat menjadi 30 siswa (88,24%). Simpulan dari penelitian ini adalah penerapan metode Guided Note Taking dapat meningkatkan pemahaman konsep Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada siswa Kelas V SDN 03 Waru Kebakkramat, Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012. 1) Penelitian Dwi Hartanto memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu terletak pada variabel terikatnya yang sama-sama untuk meningkatkan pemahaman konsep proklamasi kemerdekaan Indonesia.
37
2) Perbedaan penelitian Dwi Hartanto dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas. Penelitian Devi Novitasari menerapkan Metode Guided Note Taking pada siswa kelas V SDN 03 Waru Kebakkramat, Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012 tetapi dalam penelitian ini menerapkan model pembelajaran Somatic, Auditory, Visualization, And Intellectualy (SAVI) pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kiringan Boyolali tahun ajaran 2015/2016. c. Risna Isnaeni Wardani (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Model Pembelajaran Somatic, Auditory, Visualization, And Intellectualy (SAVI) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Gaya Pada Siswa Kelas V MI Nurul Islam Kawedusan, Kebumen Tahun Ajaran 2012/2013.” Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep gaya pada siswa Kelas V MI Nurul Islam Kawedusan, Kebumen Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini termasuk pada Penelitian Tindakan Kelas. Berdasarkan hasil penelitian ini kesimpulannya adalah model SAVI dapat meningkatkan pemahaman konsep gaya pada siswa kelas V. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai rata-rata siswa dari kondisi awal yaitu 55,25 kemudian pada siklus I yaitu 66,3 dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 84. Sebelum dilaksanakan penelitian, siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 5 siswa (29,4%), pada siklus I menjadi 12 siswa (70,6%) dan pada siklus II meningkat menjadi 16 siswa (94,1%). Simpulan dari penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran Somatic, Auditory, Visualization, and Intellectualy (SAVI) dapat meningkatkan pemahaman Konsep Gaya pada Kelas V MI Nurul Islam Kawedusan, Kebumen Tahun Ajaran 2014/2015. 1) Penelitian Risna Isnaeni Wardani mempunyai persamaan dengan penelitian ini yaitu pada variabel bebas yang sama-sama menerapkan model pembelajaran Somatic, Auditory, Visualization, and Intellectualy (SAVI). 2) Perbedaan penelitian Risna Isnaeni Wardani dengan penelitian ini terletak pada variabel terikat, penelitian Risna Isnaeni Wardani adalah untuk
38
meningkatkan pemahaman konsep gaya siswa kelas V MI Nurul Islam Kawedusan, Kebumen tahun ajaran 2014/2015 tetapi dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep proklamasi kemerdekaan Indonesia siswa kelas V SD Negeri 1 Kiringan Boyolali tahun ajaran 2015/2016. B. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan sintesis tentang hubungan antarvariabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. (Suwandi, 2009: 52). Berdasarkan kajian teori di atas maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran. Kondisi awal kegiatan pembelajaran IPS materi proklamasi kemerdekaan pembelajaran cenderung didominasi oleh guru dan aktivitas belajar dalam pembelajaran IPS juga belum bervariasi sehingga pembelajaran cenderung monoton dan membosankan. Hal ini mengakibatkan antusiasme peserta didik juga sangat kurang saat pembelajaran
berlangsung,
sehingga
mengakibatkan
pemahaman siswa mengenai proklamasi kemerdekaan rendah. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil tes awal diperoleh fakta bahwa hanya 26,67% atau 8 siswa dari 30 siswa yang mendapat nilai memenuhi KKM ≥70. Bertolak dari permasalahan di atas, maka peneliti melaksanakan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visualization, and Intellectualy) pada pembelajaran IPS materi proklamasi kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan melalui model siklus untuk mencapai indikator kinerja yang ditentukan. Adapun pelaksanaan masing-masing siklus melalui 4 tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Di kondisi akhir, melalui penerapan model pembelajaran Somatic, Auditory, Visual and Intellectual (SAVI), pemahaman konsep proklamasi kemerdekaan Indonesia pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kiringan Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016 meningkat. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut:
39
Gambar 2. 1 Alur Kerangka Berpikir
1. Aktivitas pembelajaran kurang bervariasi. 2. Guru cenderung masih mendominasi kelas. 3. Kurangnya antusiasme siswa.
KONDISI AWAL
TINDAKAN
KONDISI AKHIR
Guru menerapkan model SAVI dalam pembelajaran IPS materi proklamasi kemerdekaan Indonesia
Melalui penerapan model SAVI dapat meningkatkan pemahaman konsep proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Pemahaman konsep proklamasi kemerdekaan siswa kelas V SDN 1 Kiringan rendah
Siklus I Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan Refleksi
Siklus II Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan Refleksi
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: Penerapan Model Pembelajaran Somatic, Auditory, Visualization, and Intellectualy (SAVI) diduga dapat meningkatkan pemahaman konsep Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (PTK Pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Kiringan Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016).