BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Interaksionisme Simbolik Karakteristik teori ini adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu. Interaksi yang terjadi antara-individu berkembang melalui simbol-simbol yang merekan ciptakan. Realitas sosial merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi pada beberapa individu dalam masyarakat. Interaksi yang dilakukan antar-individu itu berlangsung secara sadar. Interaksi simbolik juga berkaitan juga dengan gerak tubuh, antara lain suara atau vokal, gerakan fisik, eksperesi tubuh, yang semuanya itu mempunyai maksud dan disebut dengan “simbol” (Wirawan: 2012; 123). George Herbert Mead merupakan pelopor dari konsep interasi simbolik dimana pola piker, konsep diri dan komunitas sosial yang kita miliki dibentuk melalui komukasi. Interaksi simbolik itu sendiri memiliki makna sebagai sebuah proses berkelanjutan baik berupa bahasa maupun tingkah laku (nonverbal) sebagai antisipasi dari reaksi yang diberikan oleh orang lain (Wirawan: 2012; 123). Manusia mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan memanipulasi simbol-simbol.Kemampuan itu diperlukan untuk komunikasi antarpribadi dan pikiran subjektif.Geroge Herbert Mead (1863-1931) menyatakan, bahwa pikiran atau kesadaran manusia sejalan dengan kerangka evolusi Darwinis. Berpikir, bagi Mead, sama artinya setara dengan melakukan perjalanan panjang yang berlangsung dalam masa antargenerasi manusia yang bersifat subhuman. Dalam “perjalanan” itu ia terus-menerus terlibat dalam usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga sangat memungkinkan terjadinya perubahan bentuk atau karakteristiknya (Wirawan, 2012; 123). Komunukasi melalui isyarat-isyarat sederhana adalah bentuk yang paling sederhana dan yang paling pokok dalam berkomunikasi, tetapi manusia tidak terbatas pada bentuk komunikasi ini. Bentuk yang lain adalah komunikasi simbol. Karakteristik khusus dari komunikasi simbol manusia adalah tidak terbatas pada isyarat-
23 Universitas Sumatera Utara
isyarat fisik.Sebaliknya, menggunakan kata-kata dan simbol-simbol suara yang mengandung arti yang dipahami bersama dan bersifat standar. Kemampuan manusia menggunakan simbol suara yang dimengerti bersama memungkinkan perluasan dan penyempurnaan komunikasi jauh melebihi apa yang mungkin melalui isyarat fisik saja (Wirawan, 2012; 123-124). Seperti pada mahasisiwi yang tinggal
di
asrama
puteri
baru
USU,
dimana
mahasiswi
berkomunikasi dengan simbol-simbol etnis mereka masing-masing yang menunjukkan identitas mereka.Simbol atau identitas mahasiswi terus-menerus terlibat dalam usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya yaitu asrama puteri baru USU, sehingga sangat memungkinkan terjadinya perubahan bentuk atau karakteristiknya.
2.1.2
Konsep Diri Herbert Blumer memiliki 3 prinsip dari interaksi simbolik
yang berhubungan dengan pesan, bahasa, dan pola pikir dan mengarah pada pembentukan konsep “diri” yang dimiliki individu serta pola sosialisasi (pengenalan nilai dan norma) dalam masyarakat. 1. Pesan: Dasar Dari Realitas Sosial (Meaning : The Construction Of Social Reality) Toeri pertama Blumer menyatakan bahwa “individu berperilaku kepada masyarakat atau objek berdasarkan apa yang mereka pahami secara mendasar mengenai masyarakat atau objek tersebut” (human act toward people or things on the basis of the meaning they assign to those people or things). Individu bertindak sesuai dengan apa yang dia maknai dalam sebuah situasi yang sedang ia hadapi. Dalam
24 Universitas Sumatera Utara
kasus ini persepsi atau anggapan yang kita hasilkan mengenai seseorang, situasi dan objeklah yang membentuk pola perilaku kita dalam Realitas Sosial yang terjadi (Ritzer: 2004).
2. Bahasa: Sumber Dari Makna/Pesan (Language : The Source Of Meaning) Teori kedua Blumer menyatakan bahwa “makna tumbuh melalui interaksi sosial antara satu sama lain atau antara individu yang satu dengan individu yang lain” (meaning arises out of the social interaction that people have with each other).Pada point ini Bahasa memiliki peran yang sangat besar dalam memaknai berbagai hal seperti orang, benda maupun situasi. Bahasa merupakan sumber dari makna yang disampaikan oleh seseorang terhadap sesuatu hal yang terjadi atau yang ada dihadapannya, walau Bahasa tidak sepenuhnya dapat memaknai realitas yang sebenarnya namun setidaknya bahasa dapat menjadi wakil dari realitas itu sendiri (Ritzer: 2004). 3. Berpikir: Proses Pengambilan Peran Orang Lain. (Thought : The Process Of Taking The Role Of Other) Teori ketiga Blummer menyatakan bahwa “interpretasi individu mengenai simbol dibentuk oleh pemikirannya sendiri” (individual’s interpretation of symbols is modified by his or her own thought processes). Blumer dalam teorinya yang ketiga menggambarkan manusia sebagai individu yang memiliki kapasitas untuk “mengambil peran dari orang lain” yang berarti proses dimana kita secara sadar menilai diri sendiri melalui pandangan orang lain. Kita menciptakan sebuah standar yang harus dicapai oleh diri kita sendiri yaitu kesuksesan, kebahagiaan, dan lainnya (Ritzer: 2004). Dalam lingkungan yang berbeda etnis 3 prinsip tersebut yaitu pesan, bahasa, pola pikir memiliki hubungan yang sangat erat dan sangat di perlukan dalam berinteraksi di lingkungan yang berbeda etnis agar individu tersebut yaitu mahasiswi yang tinggal di asrama puteri baru USU dapat mengenal bagaimana berinteraksi dengan etnis lainnya dalam realitas kehidupan yang baru mereka jalani. 2.1.3
Teori Cermin Diri (Looking Glass Self)
Menurut pemikiran dari Charles Horton Cooley (1864-1929), seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain ini oleh
25 Universitas Sumatera Utara
Cooley diberi namalooking-glass self. Namun demikian diberikan olehnya karena ia melihat analogi antara pembentukan diri seseorang dengan perilaku orang yang sedang bercermin; kalau cermin memantulkan apa yang terdapat di depannya, maka menurut Cooley diri seseorang pun memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadapnya (Sunarto, 2004: 23).
Cooley berpendapat bahwa looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap, yaitu; 1. Seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya. 2. Seseorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap penam-pilannya. 3. Seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu (dalam Horton dan Hunt, 1984:94-97). Seperti mahasiswi asrama puteri baru USU yang dimana mereka
berinteraksi
dengan
etnis
lainnya,
seperti
etnis
Papua.Mereka yang beretnis Papua terkadang melihat bahwa etnis lainnya kurang menyukai etnis mereka yaitu Papua. Namun apa yang mereka lihat itu tidak semuanya benar.
2.1.4
Teori Dramaturgi
Erving Goffman mengungkapakan teori tentang kehidupan seseorang yang disebut sebagai Dramaturgi. Menurut Erving Goffman, kehidupan sosial seperti pertunjukan drama pentas atau film. Dalam hal ini gambaran dari peran seseorang yang berinteraksi dan berhubungan dalam kenyataan sosial melalui jalan cerita yang telah dibuat oleh orang yang menentukan jalan cerita pementasan drama tersebut atau di dalam film. Jadi, kehidupan sosial digambarkan seperti panggung sandiwara. Individu menampilkan suatu pertunjukan kepada orang lain dan kesan yang dihasilkan adalah berbeda-beda. Jadi, ketika orang sedang memainkan peran sebagai orang lain dalam pentas drama belum tentu kehidupan nyata yang Ia alami sama dengan cerita yang dibuat dalam pementasan drama tersebut. Karena yang mengetahui sifat dan kehidupan seseorang adalah diri sendiri (Ritzer: 2004).
26 Universitas Sumatera Utara
Menurut Goffman, teori dramaturgi ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: 1. Panggung depan (front stage) Front mencakup setting, personal front (penampilan diri), dan peralatan untuk mengekspresikan diri (Ritzer: 2004). Pangung depan juga merupakan seseorang memainkan peran yang bukan asli di hadapan seseorang.Panggung depan dibagi menjadi dua, yaitu front pribadi dan setting front pribadi. Front pribadi mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh pelaku. Misal mahasiswi asrama puteri baru USU berbicara sopan kepada mahasiswi etnis lainnya, padahal yang sebenarnya mahasiswi tersebut lebih suka berbicara keras dan pelaku juga pintar mengekspresikan dirinya sesuai tempat dan lawan bicaranya. Seperti juga mahasisiwi etnis Batak yang identik dengan berbicara keras namun ketika di depan mahasiswi yang etnis lain mereka berbicara lembut dan sopan. Sedangkan setting front pribadi yaitu seperti peralatan yang dibawa oleh pelaku dalam pementasan tersebut. Misal seorang mahasiswi yang memakai baju sopan ketika ke kampus, namun ketika sudah di asrama mereka memakai pakaian rumahan yang sederhana. 2. Panggung belakang (back stage). Panggung belakang atau juga disebut the self seseorang yang dapat mengetahui kehidupan sosial sesungguhnya adalah dirinya sendiri bukan orang lain. Jadi ketika orang bertanya kepada
27 Universitas Sumatera Utara
orang lain bagaimana sifat pelaku yang sesungguhnya itu bisa jadi adalah front stage dari pelaku untuk mengetahui dirinya melalui orang lain (Ritzer: 2004). Namun pada kenyataannya yang mengetahui sifat seseorang adalah diri sendiri seperti mahasiswi asrama puteri baru USU itu sendiri. Sehingga dalam melakukan interaksi, mahasiswi yang tinggal di asrama puteri USU baru melakukan dramaturgi yang dimana agar mahasiswi yang berbeda etnis tersebut berinteraksi dengan sopan dan menciptakan suasana yang baik dalam berinteraksi antar etnis.
2.1.5
Bentuk Interaksi Sosial Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama
(cooperation), persaingan (competition), dan bahkan juga dapat berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertikaian mungkin akan mendapat suatu penyelesaian, namun penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, yang dimana hal tersebut dinamakan akomodasi. Ini berarti kedua belah pihak
belum
tentu
puas
sepenuhnya
dalam
penyelesaian
permasalahan tersebut.Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial. Keempat bentuk pokok dari imteraksi sosial tersebut tidak perlu merupakan suatu kontinuitas, di dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan kerja sama kemudian menjadi
28 Universitas Sumatera Utara
persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi. Gilin dan Gilin mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka, ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interkasi (Soekanto: 2009). 1. Proses-Proses Asosiatif a. Kerjasama (Cooperation) Timbulnya kerjasama menurut Charles H. Cooley adalah apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama, dan pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan tersebut melalui kerja sama. Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama.Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerjasamanya dapat terlaksana dengan baik. Kerjasama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (in group) dan kelompok lainnya (out group). Kerjasama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya. Fungsi kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley “kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna (Soekanto: 2009). Dalam teori-teori sosiologi dapat dijumpai beberapa bentuk kerjasama yang biasa diberi nama kerjasama (cooperation). Kerjasama tersebut lebih lanjut dibedakan lagi dengan: a. Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) Kerjasama yang sertamerta. b. Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) Kerjasama yang merupakan hasil perintah atasan atau penguasa. c. Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation)
29 Universitas Sumatera Utara
Kerjasama atas dasar tertentu. d. Kerjasama Tradisional (Traditional Cooperation) Kerjasama sebagian dari atau unsur dari sistem sosial. Ada 5 bentuk kerjasama: 1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong. 2. Bargaining, yaitu pelaksana perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara organisasi atau lebih. 3. Kooptasi (Cooptation) yakni suatu proses penerimaan unrus-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan 4. Koalisi (Coalition) yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi yang dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya kooperatif. 5. Joint venture, yaitu kerjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batu bara, perfilman, perhotelan, dan lainlain (Seokanto: 2009). b. Akomodasi (Akomodation). Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua arti: menunjukkan pada suatu keadaan atau untuk menunjukkan pada suatu proses. Akomodasi menunjukkan pada keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi anatar orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan. Soejono Soekanto menyatakan bahwa akomodasi itu menunjuk pada dua arti atau maknanya, yang pertama akomodasi menunjuk pada suatu keadaan dan kedua akomodasi menunjuk pada suatu proses. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha sebagai suatu keadaan, akomodasi menunjuk pada suatu kondisi selesainya pertikain tersebut (Seokanti: 2009).
30 Universitas Sumatera Utara
Menurut Gilin dan Gilin, akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi (adaptation)
yang dipergunakan
oleh ahli-ahli bilogi untuk menunjuk pada suatu proses dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya. Maksudnya, sebagai suatu proses dimana orang atau kelompok manusia yang mulanya saling bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan, seperti mahasiswi yang bertempat tinggal di Asrama Puteri Baru USU memulai interaksi mereka dengan mengetahui apa yang disukai atau tidak disukai oleh etnis lainnya. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak
lawan
sehingga
lawan
tidak
kehilangan
kepribadiannya. Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu: 1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang atau kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham 2. Mencegah
meledaknya
suatu
pertentangan
untuk
sementara waktu atau secara temporer 3. Memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok sosial yang hidupnya terpisah akibat faktor-faktor sosial
31 Universitas Sumatera Utara
psikologis dan kebudayaan, sperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta 4. Mengusahakan peleburan antara kelompok sosial yang terpisah Bentuk-bentuk Akomodasi, antara lain: a. Corecion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan b. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaiaan terhadap perselisihan yang ada c. Arbitration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri d. Mediation, pada mediation diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada e. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama f. Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya g. Stalemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada satu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya h. Adjudication, penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan Hasil-hasil Akomodasi a. Akomodasi dan Intergrasi Masyarakat b. Akomodasi dan intergrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk menghindarkan masyarakat dari benihbenih
pertentangan
laten
yang
akan
melahirkan
pertentangan baru c. Menekankan Oposisi Sering kali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu dan kerugian bagi pihak lain
32 Universitas Sumatera Utara
d. Koordinasi
berbagai
kepribadian
yang
berbeda
Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah e. Perubahan-perubahan dalam kedudukan f. Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi, Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan
timbulnya benih-benih toleransi mereka
lebih mudah untuk saling mendekati (Soekanto: 2009).
c. Asimilasi (Asimilation) Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaanperbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan prosesproses mental dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Proses Asimilasi timbul bila ada: a. Kelompok-kelompok
manusia
yang
berbeda
kebudayaannya b. Orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga
33 Universitas Sumatera Utara
c. Kebudayaan-kebudayaan
dari
kelompok-kelompok
manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri Beberapa bentuk interaksi sosial yang memberi arah ke suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif) bila memilii syarat-syarat berikut ini: a. Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, dimana pihak yang lain tadi juga berlaku sama b. Interaksi sosial tersebut tidak mengalami halanganhalangan atau pembatasan-pembatasan c. Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer d. Frekuaensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan
antara
pola-pola
tersebut.
Artinya,
stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan
tertentu
harus
dicapai
dan
dikembangankan. Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah: a. Toleransi b. Kesempatan-kesempatan
yang seimbang di bidang
ekonomi c. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
34 Universitas Sumatera Utara
d. Sikap tebuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat e. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan f. Perkawinan campuran (amaigamation) g. Adanya musuh bersama dari luar Faktor umum penghalangan terjadinya asimilasi a. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat b. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi
dan
sehubungan
dengan
itu
seringkali
menimbulkan faktor ketiga c. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapiperasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya d. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi e. In-Group-Feeling
yang
kuat
menjadi
penghalang
berlangsungnya asimilasi. In Group Feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan
35 Universitas Sumatera Utara
f. Gangguan dari golongan
yang berkuasa terhadap
minoritas lain apabila golongan minoritas lain mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa g. Faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi. Asimilasi
menyebabkan
perubahan-perubahan
dalam
hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut terakhir biasa dinamakan akulturasi. Perubahan-perubahan dalam pola adat istiadat dan interaksi sosial kadangkala tidak terlalu penting dan menonjol (Soekanto: 2009). 2. Proses-Proses Disosiatif Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional proccesses, yang persis halnya dengan kerjasama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan. Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence).Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahan, oposisi proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu: a. Persaingan (competion) Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang
36 Universitas Sumatera Utara
kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunya dua tipe umum: a. Bersifat Pribadi : Individu, perorangan, bersaing dalam memperoleh kedudukan. Tipe ini dinamakan rivalry. b. Bersifat Tidak Pribadi : Misalnya terjadi antara dua perusahaan besar yang bersaing untuk mendapatkan monopoli di suatu wilayah tertentu. Bentuk-bentuk persaingan 1. Persaingan ekonomi : timbul karena terbatasnya persediaan dibandingkan dengan jumlah konsumen 2. Persaingan kebudayaan : dapat menyangkut persaingan bidang keagamaan, pendidikan, dst 3. Persaingan kedudukan dan peranan : di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan terpandang 4. Persaingan ras : merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Hal ini disebabkan karena ciri-ciri badaniyah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya. Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi : a. Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif b. Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilainilai yang pada suatu masa medapat pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing c. Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial. Persaingan berfungsi untuk mendudukan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya. d. Sebagai alat menyaring para warga golongan karya (”fungsional”) (Soekanto: 2009). Menurut Horton dan Hunt, fungsi persaingan adalah: a. Persaingan boleh dianggap sebagai suatu alat pendistribusian yang tidak sempurna b. Persaingan dapat membentuk sikap tertentu bagi yang melakukan pesaingan ( competetors) c. Persaingan dapat memberikan stimulasi atau ransangan kepada setiap orang untuk melakukan prestasi yang baik. Ransangan dari suatu persaingan pada dasarnya dan bagaimana pun paling sedikit terbatas dalam tiga hal yaitu: a. Persaingan dapat memberikan efek kemunduran bagi masyarakat
37 Universitas Sumatera Utara
b. Persainagan hanya dapat membangkitkan semangat pada beberapa macam kegiatan c. Persaingan mempunyai tedensi atau kecurangan yang mengarah pada pertikaian atau conflict Hasil suatu persaingan terkait erat dengan berbagai faktor berikut ini: a. Kerpibadian seseorang: seperti dikemukakan oleh Charles H.Cooley, apabila persaingan dilakukan secara jujur, persaiangan akan dapat mengembangkan rasa social dalam diri seseorang b. Kemajuan: Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja keras dan memberikan sahamnya untuk pembangunan masyarakat c. Solidaritas kelompok: Persaingan yang jujur akan menyebabkan para individu akan saling menyesuaikan diri dalam hubungan-hubungan sosialnya hingga tercapai keserasian d. Disorganisasi: Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam masyarakat akan mengakibatkan disorganisasi pada struktur sosial (Soekanto: 2009). b. Kontravensi ( contravention) Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi di tandai oleh gejala-gejala adanya ketidak puasan mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang di sembunyikan, kebencian, atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang.Bentuk kontraversi menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker ada 5 : a. Yang umum meliputi perbuatan seperti penolakan, keenganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguang-gangguan, kekerasan, pengacauan rencana b. Yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki melalui surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian pada pihak lain, dst c. Yang intensif, penghasutan, menyebarkan desas desusyang mengecewakan pihak lainyang rahasia, mengumumkan rahasian orang, berkhianat d. Yang taktis, mengejutkan lawan, mengganggu dan membingungkan pihak lain. Menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 3 tipe umum kontravensi: a. Kontraversi generasi masyarakat: lazim terjadi terutama pada zaman yang sudah mengalami perubahan yang sangat cepat
38 Universitas Sumatera Utara
b. Kontraversi seks: menyangkut hubungan suami dengan istri dalam keluarga c. Kontraversi Parlementer: hubungan antara golongan mayoritas dengan golongan minoritas dalam masyarakat.baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan, dst. Tipe Kontravensi, antara lain: a. Kontravensi antarmasyarakat setempat, mempunyai dua bentuk: Kontavensi antarmasyarakat setempat yangberlainan (intracommunity struggle) dan kontravensi antar golongan-golongan dalam satu masyarakat setempat (intercommunity struggle)
b. Antagonisme keagamaan c. Kontravensi Intelektual: sikap meninggikan diri dari mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi atau sebaliknya d. Oposisi moral: erat hubungannya dengan kebudayaan (soekanto: 2009). c. Pertentangan (pertikaian atau conflict) Pribadi maupun kelompok menyadari adanya perbedaanperbedaan misalnya dalam ciri-ciri badaniyah, emosi, unsurunsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan seterusnya dengan pihak lain.pertentangan atau pertiakain merupakan proses social di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian (Soekanto: 2009). Sebab musabab pertentangan adalah : 1. Perbedaan antara individu 2. Perbedaan kebudayaan 3. Perbedaan kepentingan 4. Perubahan sosial Pertentangan dapat pula menjadi sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Timbulnya pertentangan merupakan pertanda bahwa akomodasi yang sebelumnya telah tercapai.Pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus: a. Pertentangan pribadi b. Pertentangan Rasial: dalam hal ini para pihak akan menyadari betapa adanya perbedaan antara mereka yang menimbulkan pertentanga c. Pertentangan antara kelas-kelas sosial: disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan
39 Universitas Sumatera Utara
d. Pertentangan politik: menyangkut baik antara golongangolongan dalam satu masyarakat, maupun antara negaranegara yang berdaulat e. Pertentangan yang bersifat internasional: disebabkan perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan Negara Akibat-akibat bentuk pertentangan, antara lain: a. Tambahnya solidaritas in-group b. Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan kelompok tersebut c. Perubahan kepribadian para individu d. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia e. Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak (Soekanto: 2009)
2.1.6
Adaptasi Sosial Budaya
Membahas suatu konsep dalam sebuah penelitian perlu adanya suatu kejelasan terlebih dahulu terhadap konsep tersebut sehingga dapat diperoleh batasan dan koridor yang jelas akan definisi yang berlaku dalam bidang akademis maupun publik. Ada beberapa tokoh yang mendefinisikan tentang adaptasi budaya, adaptasi budaya terdiri dari dua kata yang masing-masing mempunyai makna yakni kata adaptasi dan budaya, adaptasi adalah kemampuan atau kecenderungan makhluk hidup dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap hidup dengan baik, adaptasi juga bisa diartikan sebagai cara-cara yang dipakai oleh perantau untuk mengatasi rintangan-rintangan yang mereka hadapi dan untuk memperoleh keseimbangan-keseimbangan positif dengan kondisi latar belakang perantau (Usman Pelly, 1998: 83). Dalam adaptasi sosial budaya terdapat juga nilai dan norma sosial dalam tata cara bagaimana masyarakat menyesuaikan diri di lingkungannya. Seperti mahasiswi asrama puteri baru USU yang bertempat tinggal dalam lingkungan yang berbeda etnis sehingga timbul nilai-nilai yang baik taua tidak baik. Nilai sosial merupakan sikap dan perasaan yang diterima oleh masyarakat sebagai dasar untuk merumuskan apa yang benar dan penting di masyarakat
40 Universitas Sumatera Utara
(Wartono: 2006; 27). Mahasiswi di asrama puteri baru USU harus menyesuaikan diri mereka dengan lingkungan yang berbeda etnis agar mereka dapat diterima di kehidupan sosial asrama puteri baru USU, seperti menyesuaikan tata karma dan tutur bahasa dalam setiap etnis.
2.1.7
Strategi Sosial Budaya Lingkungan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
terhadap pembentukan dan pembentukan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosiopsikologis, termasuk di dalamnya belajar.Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutkan sebagai empiric yang berarti pengalaman, Karen dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya.Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia disekitarnya. Ada dua pengaruh lingkungan itu bagi diri individu, yaitu lingkungan membuat individu sebagai makhluk sosial dan lingkungan membuat wajah budaya bagi individu (Tumanggor: 2010; 192). Seperti mahasiswi asrama puteri baru USU yang dimana mahasiswi menempatkan diri pada lingkungan yang baru mereka jumpai yaitu lingkungan yang berbeda etnis sehingga mahasiswi asrama puteri baru USU berupaya untuk bisa mengikuti interaksi yang dilakukan etnis lainnya.Seperti bahasa, agar diterima dalam
41 Universitas Sumatera Utara
lingkungan yang berbeda etnis mahasiswi berusaha agar dapat memahami bahasa etnis lainnya.
2.1.8
Kelompok Sosial Secara sosiologis istilah kelompok mempunyai pengertian
sebagai suatu kumpulan dari orang-orang yang mempunyai hubungan
dan
berinteraksi,
di
mana
dapat
mengakibatkan
tumbuhnya perasaan bersama. Kelompok-kelompok sosial tersebut merupakan kesatuan-kesatuan dari manusia yang hidup bersama, punya keinginan sama, bekerja bersama, bertujuan sama, dan berperasaan sama. Jadi perasaan persatuan dalam kelompok sosial akan tercapai apabila setiap anggota kelompok mempunyai pandangan yang sama tentang masa depan yang bersama, dan dengan sadar di antara mereka mengetahui tugas-tugas dan syaratsyarat untuk mewujudkan masa depannya itu.Pengertian kelompok sosial menurut beberapa ahli: 1. Wila Huky (1982) Kelompok merupakan suatu unit yang terdiri dari dua orang atau lebih yang saling berinteraksi atau saling berkomunikasi.Menurut Huky ada beberapa ciri dasar dari suatu kelompok, antara lain: a. Kelompok selalu terdiri dari paling sedikit dua orang dan dapat bertambah lebih dari itu. b. Di antara para anggotanya terdapat interaksi dan komunikasi. c. Komunikasi dan interaksi yang terjadi harus bersifat timbal balik.
42 Universitas Sumatera Utara
d. Kelompok-kelompok itu bisa sepanjang hidup atau jangka panjang, namun juga dapat bersifat sementara atau jangka pendek. e. Pengalaman kelompok manusia adalah unik. Dikatakan seperti itu karena meskipun dalam kehidupan binatang juga terjadi kelompokkelompok, namun kelompok yang mereka bentuk tidak ada kelanjutan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. f. Terdapat minat dan kepentingan bersama. g. Pembentukan kelompok dapat berdasarkan pada situasi yag beraneka-ragam, di mana dalam situasi itu manusia dituntut untuk bersatu ( Secara
teoritis
dalam
pembentukan
kelompok
sosial
dikemukakan beberapa teori; 1. Teori Hubungan Pribadi Teori ini disebut juga sebagai teori FIRO-B (Fundamental Interpersonal Relation Orientation Behavior) yang dikemukakan oleh W.C. Schutz. Inti teori FIRO-B ialah bahwa manusia berkelompok untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam hubungan antar pribadi, yakni : a) Kebutuhan inklusi, yakni kebutuhan untuk terlibat dan tergabung dalam suatu kelompok. b) Kebutuhan kontrol, yaitu kebutuhan akan arahan, petunjuk, serta pedoman berperilaku dalam kelompok. c) Kebutuhan afeksi, yakni kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian dalam kelompok (Schutz: 1925-2002).
43 Universitas Sumatera Utara
Sejalan dengan itu, W.C. Schutz membagi anggota kelompok atas dua tipe, yaitu : a) Tipe yang membutuhkan (wanted), yaitu membutuhkan inklusi (ingin diajak, ingin dilibatkan), membutuhkan kontrol (ingin mendapat arahan, ingin dibimbing), dan membutuhkan afeksi (ingin diperhatikan, ingin disayangi). b) Tipe yang memberi (expressed), yakni memberi inklusi (mengajak, melibatkan
orang
lain),
memberi
kontrol
(mengarahkan,
memimpin, membimbing), dan memberi afeksi (memperhatikan, menyayangi) (Schutz: 1925-2002).
2. Teori Identitas Sosial Teori ini menegaskan bahwa kelompok terbentuk karena adanya sekumpulan orang-orang yang menyadari atau mengetahui adanya satu identitas sosial bersama. Adapun identitas sosial dapat dimaknai sebagai proses yang mengikatkan individu pada kelompoknya dan menyebabkan individu menyadari diri sosial (social self) atau status yang melekat padanya. Kesamaan identitas lantas menjadi faktor pemersatu individu hingga membentuk suatu kelompok sosial. Orang memperoleh identitas mereka sebagian besar merupakan kategori sosial darimana mereka berasal.Individu memiliki banyak kategori sosial yang berbeda dan dengan demikian berpotensi memiliki identitas yang berbeda.Ini dapat dibayangkan bahwa pengalam hidup dua orang dapat identic,
44 Universitas Sumatera Utara
sehingga tidak dapat dihindari bahwa kita semua memiliki kejadian unik dan berbeda. Dengan cara ini kita dapat menjelaskan keunikan yang jelas pada setiap individu manusia; setiap individu secara unik ditempatkan dalam struktur sosial dan dengan demikian unik (Berger: 1971).
3. Teori Identitas Kelompok Teori yang dikembangkan oleh D.L. Horowitz ini mengemukakan bahwa individu-individu dapat mengelompok karena memiliki kesamaan identitas etnis atau suku bangsa. Identitas etnis tersebut, misalnya, mewujud pada ciri fisik (baik bawaan lahir maupun akibat perlakuan tertentu seperti dikhitan), kebiasaan hidup, bahasa, atau ekspresi budaya (Horowitz: 1939)
45 Universitas Sumatera Utara