7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Individu Berkebutuhan khusus dan Tunagrahita a. Individu berkebutuhan khusus Individu berkebutuhan khusus (IBK) atau lebih sering kita dengan istilah Different Abilities People (Difabel) adalah Anak yang memiliki gangguan baik pada fisik, mental, tingkah laku atau indera yang akibatnya tidak bisa secara maksimal mengembangkan kemapuan yang dimilikinya. Istilah berkebutuhan khusus datang dari istilah unique needs (special needs), sedangkan individu berkebutuhan khusus berasal dari individuals eith unique needs. Istilah berkebutuhan khusus lebih ditujukan kepada individu penyandang cacat, meskipun demikian dalam tanda kutif
“ada juga
individu dari kalangan normal yang ingin diperlakukan secara khusus”. Individu berkebutuhan khusus ini adalah orang yang memerlukan penyesuaian atau adaptasi sebelum dapat bertindak secara normal. Dari beberapa literatur ditemukan beberapa kelompok individu berkebutuhan khusus, yaitu kelompok kekacauan berfikir yang terdiri dari: Kelainan intelektual/ tunagrahita (intellectual disorders); kelainan tingkah laku (tuna laras) (behavioral disability); ketidakmampuan menyerap pembelajaran (daya serap) (pervasive developmental disorders); kesulitan belajar khusus (spesific learning disabilities). Kelainan penglihatan/tunanetra (visual impairment); ketulian dan kebuta tulian/tunarungu (deafness and deaf blindness); kelumpuhan otak (cerebral palsy)/CP); Cedera otak traumatis (traumatic
brain
injury);
struk
(stroke);
Amputasi
(amputations);
(dwarfism); les autres (les autres); kelainan pada tulang belakang (spinal cord disabilities); tingkat kesehatan yang rendah (health impaired student); berkebutuhan khusus (unique/special need). Dari istilah diatas terdapat beberapa kata kunci yaitu: impairment, disability. Istilah diatas memiliki arti yang sama tetapi juga berbeda. Kesamaannya adalah ketiga istilah diatas 7
8 cenderung
menyebutkan
atau
mengungkapkan
tentang
kelainan,
keterbelakangan, kekurangan, dan ketidakmampuan atau keterbatasan kemampuan.
Sedangkan
perbedaannya
terletak
pada
saat
kita
mengekspresikan dalam bahasa dan kalimat. Impairment yang diungkapkan sebagai suatu keadaan kelainan, visual impairment, cognitive impairment, hearing impairment. Istilah hearing impairment tidak begitu disukai karena pendengaran dianggap tidak ada hubungannya dengan suatu penyakit (Winnick, 2005 dalam Hendrayana Y, 2007). Sementara itu istilah Disability atau kekurangan biasanya digunakan untuk menerangkan jenis impairment seperti yang telah disebutkan
diatas
misalnya,
intellectual
disabilities,
development
disabilities. Sedangkan Handicap berhubungan dengan tingkat kelemahan atau ketidakmampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan. Bila melihat dari ketiga masalah diatas tampak bahwa penyandang cacat pada dasarnya adalah orang yang memiliki kelainan pada fisik, mental tingkah laku (behavioral) atau indra nya memiliki kelainan sehingga untuk mengembangkan
kemampuannya
secara
maksimum
(capacity)
membutuhkan penyesuaian. b. Tunagrahita Istilah tunagrahita merupakan padanan kata yang telah ditetapkan pemerintah untuk menyebutkan kecacatan intelektual. Dalam beberapa literatur ada yang menyebutkan intellectual disabilities dan ada pula yang menyebutkan intellectual impairment atau mental retardation. Istilah mental retardation digunakan oleh AMMR (American Assosiation on Mental Retardation) dan IDEA (Individuals with Disabilities Education Act) dan beberapa kelompok dan individu. Beragamnya penyandang tunagrahita ini menuntut para pendidikan untuk mempersiapkan diri menerima dan mempelajarinya . Tunagrahita mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara signifikan berada dibawah rata-rata normal. Bersamaan dengan itu pula, tunagrahita mengalami kekurangan dalam tingkah laku dan
9 penyesuaian.
Semua
itu
berlangsung
atau
terjadi
pada
masa
perkembangannya. 1) Faktor Ketunagrahitaan Seorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga faktor, yaitu: (a) keterlambatan fungsi kecerdasan secara umum atau dibawah ratarata, (b) ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan (c) terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun. 2) Klasifikasi Tunagrahita System yang digunakan dalam mengelompokkan jenis atau tingkatan tuna grahita sangatlah banyak diantaranya adalah sebagai berikut : WHO dan ICD (International classification of disease) dan American Psychiatric Association’s diagnosis and statistic manual and mental disorder DSM – IV (2000) menggunakan skor tes intelegensi untuk menentukan level anak tunagrahita. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut : Tingkat ketunaan
Skor tes intelegensi
Tunagrahita Ringan
IQ 50 – 55 sampai dengan 70 – 75
Tunagrahita sedang
IQ 35 – 40 sampai dengan 50 – 55
Tunagrahita Parah (Severe)
IQ 20 – 25 sampai dengan 35 – 40
Tunagrahita berat
IQ dibawah 20 – 25
Tabel 1. Klasifikasi Tunagrahita (Krebs, 2005) Sementara itu pars ahli pendidikan luar biasa di Indonesia menggunakan klasifikasi ketentuan sebagai berikut: o Tunagrahita ringan IQ-nya 50-70 o Tunagrahita Sedang IQ-nya 30-50 o Tunagrahita berat dan sangat berat IQ-nya kurang dari 30
10 3) Karakteristik Tunagrahita Ada beberapa ciri yang membedakan antara peserta didik tunagrahita dan nontunagrahita antara lain: a)
Ciri Fisik Terkait dengan kesehatan seorang tunagrahita, kesehatannya sangat buruk, mereka mudah terserang kanker, kesehatan gigi yang buruk dari pada seseorang nontunagrahita
b)
Ciri Motorik Anak tunagrahita juga terjadi keterlambatan motorik, keterlambatan motorik terjadi pada seseorang tunagrahita seperti, berdiri, berjalan, dan lain lain, ini yang membuat dampak negatif untuk memperkuat motorik dan fisik mereka.
c)
Fungsi Kecerdasan Peserta didik tunagrahita
mempunyai IQ 50-70 juga
mengalami kesulitan berfikir abstrak, namun demikian mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang pengetahuannya setingkat SD, dalam penyesuaian sosial akhirnya dapat berdiri sendiri di masyarakat, dan kemampuan bekerja yang dapat mandiri sebagian atau sepenuhnya seperti orang dewasa (Astati, 2001:6). d)
Bahasa dan Penggunaannya Moh. Amin mengemukakan bahwa anak tunagrahita ringan memiliki kemampuan untuk berbicara tetapi perbendaharaan kata sangat kurang (Maria J. Wanta, 2007 : 10).
e)
Sosial, Emosi dan Kepribadian Biasanya peserta didik tunagrahita dalam kehidupan seharihari akan bergaul dengan anak di bawah umur kronologisnya. Anak tunagrahita juga ada kecenderungan merasa rendah diri, kurang percaya diri, mudah bingung, acuh tak acuh, mudah frustasi terutama kalau menghadapi persoalan yang berkait dengan pikir. Emosionalnya tidak stabil dan tidak jarang mereka mudah dipengaruhi orang lain, sebab mereka tidak mengetahui apa
11 akibatnya, mereka lebih sering mendemonstrasikan tanggapan yang tidak sesuai untuk situasi sosial masyarakat, sebab mereka mempunyai perbedaan generalisasi informasi atau belajar dari pengalaman masa lalu. f)
Daya Ingat Anak dengan tunagrahita memiliki kesulitan mengingat informasi seperti yang diharapkan, makin berat penurunan kognitif, makin besar defisit dalam memori.
g)
Perhatian Berbagai situasi belajar, faktor variabel perhatian amat penting. perhatian merupakan salah satu aspek perkembangan kognitif yang penting dalam perspektif pemrosesan informasi, dan mempunyai peranan dalam proses persepsi. Dalam kontek pembelajaran di sekolah, atensi jelas sangat penting. Tanpa adanya atensi dari peserta didik, maka materi pembelajaran yang disampaikan guru mustahil dipahami oleh peserta didik (Desmita, 2010:126).
4) Kebutuhan Pembelajaran Anak Tunagrahita a) Dalam belajar keterampilan membaca, keterampilan motorik, keterampilan lainnya adalah sama seperti anak normal pada umumnya. b. Perbedaan Tunagrahita dalam mempelajari keterampilan terletak pada karakteristik belajarnya. c) Perbedaan karakteristik belajar anak tunagrahita terdapat pada tiga daerah yaitu: 1) Tingkat kemahirannya dalam keterampilan tersebut. 2) Generalisasi dan tranfer keterampilan yang baru diperoleh. 3) Perhatian terhadap tugas yang diembannya. Doll Tepper (1994) memerinci kegiatan-kegiatan fisik yang dapat dilakukan oleh para tunagrahita meliputi beberapa hal seperti:
12 Pertama, aktivitas fisik yang dilakukan sebagai bagian dari rangkaian terapi atau rehabilitasi: kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi
pengendalian
diri
secara
perseorangan,
kompetensi
penyesuaian dengan lingkungan, dan kompetensi penyesuaian dengan masyarakat. Kedua, aktivitas pendidikan jasmani disekolah yang diperuntukan bagi penyandang tunagrahita. Ketiga, aktivitas rekreasi dan waktu luang. Keempat, aktivitas kompetensi olahraga untuk penyandang tunagrahita (Hendrayana Y, 2007 : 28). . 2. Gerak Dasar a. Hakekat Gerak Dasar Gerak (motor) sebagai istilah umum untuk berbagai bentuk perilaku gerak manusia, Sedangkan psikomotor khusus digunakan pada domain mengenai perkembangan manusia. Jadi gerak (motor) ruang lingkupnya lebih luas daripada psikomotorik. Meskipun secara umum sinonim digunakan dengan istilah motor (gerak) , sebenarnya psikomotor mengacu pada gerakan-gerakan yang dinamakan alih getaran elektorik dari pusat otot besar. Gerak dasar merupakan pola gerakan yang melibatkan bagian tubuh yang berbeda seperti kaki, lengan, dan kepala, dan termasuk keterampilan seperti berjalan, berlari, melompat, menangkap, melempar, memukul, dan lain-lain. Kemampuan gerak dasar menurut beberapa ahli
mempunyai
pengertian yang sama dengan kemampuan gerak ( motor ability), yang berarti keadaan segera dari seseorang untuk menampilkan berbagai variasi keterampilan gerak. Kemampuan gerak dasar itu sendiri merupakan kemampuan yang biasa siswa lakukan untuk meningkatkan kualitas hidup. Kemampuan gerak dasar dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Locomotor, non locomotor, dan manipulatif. Salah satu bagian terpenting dari pendidikan jasmani adaptif adalah pembelajaran gerak dasar, karena pembelajaran gerak dasar memberikan
13 landasan yang luas bagi kemampuan gerak yang lebih rumit agar keterampilan gerak yang lebih tinggi dapat dikembangkan. Tanpa memiliki gerak dasar yang baik sangat kecil kemungkinan siswa menguasai keterampilan gerak yang lebih komplek. b. Gerak Dasar Lokomotor 1) Pengertian Gerak Dasar Lokomotor Kemampuan lokomotor yaitu kemampuan yang digunakan untuk memindah tubuh dari satu tempat ke tempat lain atau untuk mengangkat tubuh keatas seperti lompat dan loncat. Keterampilan lokomotor melibatkan tubuh bergerak ke segala arah dari satu titik ke titik lain . Keterampilan gerak dalam sumber daya ini meliputi berjalan, berlari, menghindari, melompat, melompat dan melompat-lompat. Berdasarkan kebutuhan gerak dasar dan aktivitas fisik anak tunagrahita dalam kehidupan sehari-hari pada pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting untuk pemeliharaan fisik dan mental serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari, maka gerak dasar yang diteliti disini antara lain yaitu berlari, melompat, dan engklek. 2) Macam-macam Gerak Dasar Lokomotor a) Berlari Berlari merupakan gerak dasar lokomotor seperti berjalan, tetapi pada gerakan berlari ada saat dimana kaki melayang diudara. Keterampilan berlari ini meliputi seperti jogging, mengejar, menghindari, dan lain sebagainya. Gerak berlari ini penting untuk permainan dan olahraga misalnya atletik, dan kegiatan sehari-hari, misalnya berjalan untuk sampai ke sekolah tepat waktu. Adapun prinsip gerakan dalam berlari antara lain : Dalam berlari, semakin besar kekuatan yang dihasilkan dari telapak Kaki saat menyentuh tanah, semakin besar percepatan berlari. Dalam berlari lutut bergerak ke depan, dan lengan bergerak ke depan dan belakang.
14 Membungkuk, serta tekukan siku akan mempengaruhi kecepatan berlari. Dalam berlari terdapat 3 Fase belajar yaitu: (1) Fase menemukan, kegiatan dalam fase ini melibatkan anak-anak menemukan cara yang berbeda untuk berlari, melalui jalur dan tingkat yang berbeda, dan pada kecepatan yang berbeda-beda. (2) Fase mengembangkan, mempraktekkan berjalan efisien, pada kecepatan yang berbeda dan dalam berbagai arah. (3) Fase konsolidasi, anak-anak pada tingkat ini menerapkan keterampilan yang menjalankan dalam konteks yang berbeda, termasuk berjalan dan berlari berkelanjutan, menghindari lawan.
Gambar 1. Gerak dasar lokomotor berlari ( Sport New Zealand, 2012) b) Melompat Melompat adalah transfer berat dari satu atau kedua kaki ke kedua kaki. Melompat dibagi menjadi tiga tahap gerakan, yaitu lepas landas, terbang, dan pendaratan. Mendarat dengan baik merupakan hal penting dalam keterampilan melompat. Dalam hal ini, ada dua jenis melompat yaitu: Melompat untuk jarak, ini merupakan bagian penting dalam olahraga misalnya atletik lompat jauh,dan dalam permainan lainnya. Melompat untuk tinggi, ini juga digunakan
15 dalam banyak olahraga (misalnya lompat tinggi, rebound basket , dll). Untuk menghasilkan lompatan yang baik, sangat perlu urutan gerakan bagian tubuh yang benar. Adapun juga Fase belajar dalam melompat antara lain: (1) Fase Menemukan, anak-anak menemukan sendiri banyak cara dan kualitas yang berbeda dalam melompat. (2) Fase mengembangkan, anak-anak mengembangkan keterampilan melompat mereka dengan berlatih melompat untuk tinggi dan jarak, melompat ke irama serta melompat melewati tali dan hambatan. (3) Fase
Konsolidasi,
anak-anak
secara
konsisten
menampilkan
keterampilan melompat , dan menerapkan dalam berbagai konteks dengan orang lain.
Gambar 2. Gerak dasar lokomotor Melompat ( Sport New Zealand, 2012) c) Jingkat Jingkat adalah loncatan dari satu kaki dan mendarat pada yang kaki yang sama. Ini melibatkan keseimbangan dinamis , dengan kaki yang tidak melakukan loncatan menjadi penyeimbang dan kekuatan untuk membantu gerakan dengan terus menerus. Jingkat adalah komponen dari keterampilan dasar lainnya, misalnya dalam skipping dan menendang, dan dalam olahraga seperti atletik.
16 Adapun prinsip gerakan dari Jingkat diantaranya : (1) Keseimbangan :
tubuh akan seimbang ketika pusat gravitasi
bersumber atas dasar dukungan. Pengaruh utama adalah kaki yang melakukan gerakan meloncat, sementara kaki yang tidak melakukan loncatan menjadi penyeimbang dengan dibantu oleh kedua lengan dan tangan. (2) Angkatan : Faktor angkatan sangat berpengaruh untuk mencapai ketinggian atau jarak di loncatan . Fase belajar dalam gerakan Jingkat adalah : (1) Fase menemukan, pada fase ini anak-anak secara kreatif meloncat dengan perbedaan kualitas meloncat. (2) Fase mengembangkan, anak-anak mengembangkan teknik melncat melalui berlatih keterampilan meloncat di game dan juga kegiatan. (3) Fase konsolidasi, menerapkan keterampilan melompat ke berbagai konteks adalah fokus dari tahap ini.
Gambar 3. Gerak dasar lokomotor Jingkat ( Sport New Zealand, 2012)
17 3. Pendidikan Jasmani Adaptif untuk Anak Tunagrahita Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuannya adalah untuk membantu anak agar tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu menjadi manusia indonesia seutuhnya. Menurut Sherly (dalam Mulyani Sumantri dan Johar Permana , 1998: 40) merumuskan pengertian “strategi sebagai keputusan-keputusan bertindak yang diarahkan dan keseluruhannya diperlukan untuk mencapai tujuan”. “Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani”. Tujuan yang ingin dicapai bersifat menyeluruh, yaitu mencakup domain psikomotor, kognitif, dan afektif. Berkaitan dengan Pendidikan Jasmani, perlu ditegaskan bahwa anak berkebutuhan khsusus memiliki hak yang sama dengan murid biasa dalam memperoleh pendidikan. Menurut Undang Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (SPN) no. 20 tahun 2003 Bab IV Pasal 5 ayat 2 dinyatakan bahwa warga- warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Menurut Yudy Hendrayana dalam bukunya yang berjudul Pendidikan jasmani adaptif (Adapted Physical Aducation and Sport), Pendidikan jasmani adaptif adalah sebuah program yang bersifat individual yang meliputi fisik/jasmani, kebugaran gerak, pola dan keterampilan gerak dasar, keterampilan-keterampilan dalam aktivitas air, menari, permainan olahraga baik individu maupun beregu yang didesain bagi penyandang cacat. Secara khusus istilah adaptif berarti mengatur/penyesuaian atau membuat menjadi lebih baik, jadi pendidikan jasmani adaptif merupakan kegiatan yang didesain untuk memperbaiki, merehabilitasi kehidupan penyandang cacat. Pada
anak
tunagrahita
diperlukan
cara-cara
khusus
dalam
menyampaikan pembelajaran dan guru juga harus lebih sabar dalam mengajar, dalam menghadapi murid tunagrahita diperlukan cara-cara khusus karena seperti yang diketahui murid tunagrahita memiliki intelegensi dibawah rata-rata murid normal. Sebagaimana dijelaskan betapa besar dan strategisnya peran
18 Pendidikan Jasmani dalam mewujudkan tujuan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, maka Arma Abdoellah (1996: 4) memerinci tujuan pendidikan Jasmani adaptif bagi ABK sebagai berikut: Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi yang dapat diperbaiki, Untuk membantu siswa melindungi diri sendiri dari kondisi apapun yang memperburuk keadaannya melalui Penjas tertentu, Untuk memberikan kesempatan pada siswa mempelajari dan berpartisipasi dalam sejumlah macam olah raga dan aktivitas jasmani, waktu luang yang bersifat rekreatif, Untuk menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya, Untuk membantu siswa melakukan penyesuaian sosial dan mengembangkan perasaan memiliki harga diri, Untuk membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan apresiasi terhadap mekanika tubuh yang baik, Untuk menolong siswa memahami dan menghargai macam olah raga yang dapat diminatinya sebagai penonton. Adapun manfaat dari
pendidikan jasmani adaptif dilembaga
pendidikan adalah karena keuntungan yang diperoleh anak bila berpartisipasi dalam program pendidikan jasmani adaptif sama dengan keuntungan yang diperoleh anak tanpa kelainan dalam pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani adalah satu-satunya aspek dalam pendidikan anak seutuhnya yang langsung menekankan dan mengembangkan jasmani, keterampilan dan kesegaran jasmani. Ia dapat pula digunakan untuk meningkatkan perkembangan emosional, sosial dan kecerdasan. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Pendidikan Jasmani untuk anak yang normal dengan anak yang berkebutuhan khusus adalah sama, hanya saja seperti dalam pengertian adaptif yaitu mengatur/penyesuaian atau membuat menjadi lebih baik, jadi dalam pelaksanaannya kita harus mengadaptasi aktivitas – aktivitas yang rumit menjadi sederhana agar individu berkebutuhan khusus juga mampu bergerak tanpa mengalami kesulitan sehingga gerak dan aspek-aspek yang lain menjadi lebih baik.
19 4. Model Pembelajaran Aktivitas Fisik Adaptif (AFA) a. Aktivitas Fisik Adaptif Pengertian aktivitas fisik menurut WHO (2015) adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting untuk pemeliharaan fisik dan mental serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Pengertian aktivitas fisik tersebut di atas, mengandung makna bahwa aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka dan membutuhkan pengeluaran energi untuk pemeliharaan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar fisik dan mental dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pengertian adaptif adalah mengatur/penyesuaian atau membuat menjadi lebih baik. Dengan demikian aktivitas fisik adaptif yang dimaksud diatas merupakan aktivitas yang dirancang dan dimodifikasi secara khusus untuk individu yang mempunyai kemampuan terbatas. Selain itu manusia menurut Lutan (1997) juga cenderung menjadikan bermain sebagai salah satu kebutuhan dasar hakiki oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk bermain (homo ludens) (Hendrayana, 2007: 53). Bagi penyandang cacat, tidak saja memberi perasaan riang gembira, tetapi juga menyebabkan seseorang menjadi lincah, relaks dan membuat hidup menjadi lebih harmonis dan menggairahkan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fatma I Kerkej. (2011), permainanpermainan yang bersifat aktivitas fisik yang disajikan harus sesuai dengan perkembangan peserta didik dan juga terstruktur agar memberikan hasil yang baik terhadap keterampilan gerak dasar anak, mengingat peserta didik dengan kategori tunagrahita pada saat melakukan gerak dasar gerakannya lambat, refleknya pun juga lamban, tampak tidak harmonis, hal itu diakibatkan oleh adanya gangguan dalam keseimbangan, koordinasi, konsentrasi
dan
persepsi,
sehingga
untuk
merencanakan
aktivitas
menangkap benda yang bergerak membutuhkan waktu yang lama dibandingkan dengan nontunagrahita. Untuk itulah aktivitas fisik adaptif sangat diperlukan untuk meningkatkan keterampilan gerak dasar anak tunagrahita.
20 b. Model Pembelajaran Aktivitas Fisik Adaptif Model Pembelajaran Aktivitas Fisik Adaptif (AFA) yang digunakan oleh peneliti sifatnya holistik berupa berbagai aktivitas fisik adaptif materi gerak dasar yang dipadu
dengan
pengoptimalan indera
(audio, visual, dan perabaan), aktivitas fisik dibuat dengan situasi bermain, model dibuat tematik sesuai dengan umur mental peserta didik, sedapat mungkin dalam setiap pelaksanaan model dibarengi dengan lagu-lagu anak, dan menggunakan alat-alat pembelajaran yang aman, menarik, menantang dan juga ada unsur perpaduan pengetahuan pada bidang studi yang lain (Matematika, IPA, IPS ). Model AFA ini digunakan atas dasar atribusi kelemahan/hambatan intelektual, kemampuan motorik/gerak dasar rendah, respon yang lambat, rentang perhatian pendek, fokus perhatian terbatas. Aktivitas Fisik Adaptif (AFA) yang digunakan dalam penelitian ini adalah: gerak dasar lokomotor yang diantaranya kegiatan berjalan, berlari, menghindar, meloncat, melompat, dan sebagainya. Kerangka konseptual dalam model pembelajaran aktivitas adaptif ada dua komponen utama yaitu (1) disain (perencanaan) pembelajaran; (2) implementasi pembelajaran. Disain pembelajaran materi gerak dasar dikaji sebelum proses pelaksanaan pembelajaran yang meliputi tiga aspek yaitu: (1) isi materi gerak dasar; (2) peralatan pembelajaran; (3) penilaian hasil belajar. Dalam aspek materi gerak dasar harus sesuai dengan karakteristik peserta didik tunagrahita. Alat dan fasilitas yang digunakan dalam model AFA yaitu yang mempunyai nilai lebih,
alat tersebut mampu untuk membangkitkan
motivasi dan merangsang peserta didik untuk bergerak tanpa harus disuruh. Nilai lebih yang lain yaitu selain aman, menyenangkan, ada tantangan, sekaligus untuk pembelajaran tematik disertai dengan aktivitas fisik, serta bisa dipilih untuk tujuan terapi. Anak berkebutuhan khusus identik dengan kata bermain, maka dari itu dengan pemberian permainan kepada ABK akan membuatnya menjadi tertarik mengikuti pembelajaran. Dalam AFA juga diperlukan tema dalam pembelajaran, dengan adanya tema pembelajaran diharapkan lebih menarik minat serta antusias siswa dalam mengikuti
21 pembelajaran. Sarrwono, Priyonono & Ismaryanti (2012) menyebutkan bahwa pemilihan tema didasarkan pada prinsip 5K yaitu sebagai berikut: 1. Kedekatan, artinya tema dipilih mulai dari yang terdekat dari kehidup-an siswa hingga tema yang semakin menjauh. 2. Kesederhanaan, artinya tema dipilih mulai dari yang mudah menuju ke yang sulit, dan dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks. 3. Kekonkretan, artinya tema yang dipilih bersifat konkret menuju ke yang abstrak. 4. Kemenarikan, artinya tema yang dipilih hendaknya menarik dan memungkinkan terjadinya proses berpikir pada pribadi siswa, Yoyo Bahagia dan Adang Suherman (2000:15-16), menjelaskan beberapa keuntungan yang akan diperoleh melalui pemberian permainan dan olahraga, yaitu : 1) Menunjukkan kemampuan mengkombinasikan keterampilan manipulatif, lokomotor, dan non lokomotor baik yang dilakukan secara perorangan maupun dengan orang lain. 2) Menunjukkan kemampuan pada aneka ragam bentuk aktivitas jasmani. 3) Menunjukkan penguasaan pada beberapa bentuk aktivitas jasmani. 4) Memiliki kemampuan tentang bagaimana caranya mempelajari keterampilan baru. 5) Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pengembangan keterampilan gerak. 6) Mengetahui aturan, strategi, dan perilaku yang harus dipenuhi pada aktivitas jasmani yang dipilih 7) Memahami bahwa aktivitas jasmani memberi peluang untuk mendapatkan kesenangan, menyatakan diri pribadi, dan berkomunikasi. 8) Menghargai hubungan dengan orang lain yang diperoleh dari partisipasi dalam aktivitas jasmani c. Permainan “Kucing dan Tikus” dalam Pembelajaran Gerak Dasar Lokomotor 1) Pendahuluan Tema dari pembelajaran gerak dasar ini adalah “kucing dan tikus” yang menggabungkan gerak dasar lokomotor. Peserta didik melakukan gerak dimulai dari garis start berlari, melompat,dan jingkat dilintasan yang ditentukan,.
22 Tujuan yang ingin dicapai dalam permainan ini adalah : 1) Meningkatkan pola gerak dasar berlari 2) Meningkatkan pola gerak dasar melompat 3) Meningkatkan pola gerak dasar jingkat
1
2 Start Finish
3
Keterangan : Lingkaran 1 (sirkuit berlari). Lingkaran 2 (sirkuit melompat kedepan). Lingkaran 3 (sirkuit Finis jingkat). 2) Prosedur Pelaksanaan a) Peralatan
Hula hoop
Karet Gelang
Kardus berwarna hitam dan biru
Gambar 4. Peralatan Permainan “Kucing dan tikus”
23 b) Pemanasan catatan : pemanasan ini merupakan salah satu aktivitas fisik adaptif yang dikutif dari Disertasi Dr, Sumaryanti, FIK Jogjakarta (2013: 83)
Gerakan pemanasan merupakan bagian yang tidak kalah penting sebelum melakukan olah raga. Oleh karena itu, pemanasan bertujuan untuk menyiapkan otot dan sendi, sebelum melakukan aktivitas olahraga sebenarnya. Dengan pemanasan suhu tubuh akan meningkat kurang lebih satu derajat celcius. Kenaikan suhu ini akan diikuti dengan meningkatnya denyut jantung yang akan menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh menjadi lebih cepat sehingga pasokan oksigen ke dalam otot menjadi lebih banyak. 1) Peserta didik berdiri membentuk lingkaran. 2) Peserta didik saling bergandengan tangan dengan berjalan melingkar sambil bernyanyi “naik kereta api”, semakin lama semakin cepat jalannya dan dilanjutkan dengan berlari sesuai dengan irama lagu yang dipercepat. Manfaat dari aktivitas ini adalah menyiapkan tubuh khususnya jantung, paru dan peredaran darah, untuk menghadapi latihan berikutnya. 3) Peserta didik melakukan gerakan memegang kepala, pundak, lutut dan kaki, telinga, hidung, dan pipi sambil bernyanyi lagu “gundul pacul” sedang syairnya tetap kepala pundak lutut kaki. Pada gerakan di wajah, telinga ditarik-tarik dan dipijit-pijit, mata dieluselus, hidung ditarik-tarik dan pipi ditepuk tepuk. Aktivitas ini bermanfaat adalah menyiapkan persendian-persendian dan juga perangsangan indra dan otot pipi. c) Pelaksanaan permainan “Kucing dan Tikus” 1) Gerakan Berlari (a) Pilih satu orang sebagai kucing dan anak lainnya sebagai tikus, dibagi menjadi dua kelompok yang dipertandingkan untuk memindahkan bola dari satu tempat ke tempat yang lain. (b) Tugas dari kucing adalah mengganggu dua kelompok tikus yang sedang berusaha memindahkan semua bola.
24 (c) Kelompok tikus yang paling cepat memindahkan bola maka itu yang menjadi pemenang. (d) Aktivitas ini bermanfaat untuk perkembangan kognitif seperti menekankan praposisi sekeliling dan diantara. Perkembangan sosial mengikuti arahan dan kerjasama sesama teman satu kelompok. Perkembangan fisik melatih pola gerak dasar berlari, menghindar, dengan aktifitas fisik rendah hingga berat.
Selotip
Tempat Kucing menghalangi tikus
Tim A
Hulahup berisi bolatenis
Tim B Hulahup berisi bolatenis Arah lari tikus mengambil bola
Gambar 5. Permainan Gerak dasar berlari “Kucing dan Tikus” 2) Gerakan Melompat (a) Pilih dua anak sebagai kucing yang memegang tali karet yang sudah dirangkai, serta yang lainnya menjadi tikus. (b) Setiap tikus bergiliran melompati tali karet yang dipegang oleh kucing dan mendarat dikardus. (c) Apabia tikus mampu melompati ketinggian karet yang diberikan, maka tikus berkesempatan untuk mencoba lompatan kembali dengan ketinggian yang berbeda.
25 (d) Aktivitas ini bermanfaat untuk melatih perkembangan kognitif mengikuti arahan. Perkembangan sosial menunggu untuk bergiliran, Perkembangan melatih gerak dasar melompat.
Selotip
Tali karet gelang
Ket: : Kucing : Tikus : Kardus hitam : Kardus biru
Gambar 6. Permainan Gerak dasar melompat “Kucing dan Tikus” 3) Gerakan Jingkat (a) Satu anak ditunjuk sebagai kucing yang memimpin anak lainnya sebagai tikus. (b) Setelah peluit dibunyikan, anak yang ditetapkan sebagai tikus melakukan gerakan jingkat memasuki hula hop yang sudah disediakan dengan dipimpin oleh kucing. (c) Aktivitas ini bermanfaat untuk perkembangan kognitif menekankan
konsep
sekeliling,
dekat,
dan
dialam.
Perkembangan sosial menciptakan perasan saling memiliki, memimpin dan dipimpin. Perkembangan fisik berlatih gerak dasar meloncat.
26
Ket: : Hula Hop
Start
: Kadus warna hitam : Kardus warna biru
Finish Gambar 7. Permainan Gerak dasar Jingkat “Kucing dan Tikus” d) Pendinginan Setelah melakukan pemasan dan inti, tidak kalah pentingnya adalah melakukan pendinginan. Melakukan pendinginan ini bertujuan untuk mengembalikan suhu tubuh ke suhu normal dan juga untuk menurunkan tekanan darah, untuk melakukan relaksasi otot, persendian dan membantu memperlancar sisa metabolisme. Gerakan pendinginannya adalah sebagai berikut : (1) Peserta didik membentuk lingkaran (2)Peserta didik bernyanyi lagu lihat kebunku , gerakannya adalah berputar dari cepat ke lambat sampai berhenti. Gerakan ini dilanjutkan dengan menggerakkan tangan atas lewat depan badan, kemudian buka kesamping terus diturunkan lewat samping badan dengan disertai pengaturan pernafasan. e) Penilaian AFA “kucing dan tikus” Penilaian dengan teknik unjuk kerja dengan bentuk observasi (pengamatan).
27 Tugas: Peserta didik diminta untuk melakukan gerakan berlari, melompat, dan jingkat. 1) Pedoman Pengamatan Pola Gerak Dasar (a) Gerakan berlari memindahkan bola tenis. (1) Gerakan tidak selalu dilakukan, kadang mogok. (2) Gerakan dilakukan dengan dorongan penuh. (3) Gerakan dilakukan dengan sedikit dorongan. (4) Gerakan dilakukan tanpa dorongan. (b) Gerakan melompat melewati tali. (a) Gerakan tidak selalu dilakukan, kadang mogok. (b) Gerakan dilakukan dengan dorongan penuh. (c) Gerakan dilakukan dengan sedikit dorongan. (d) Gerakan dilakukan tanpa dorongan. (c) Gerakan jingkat melewati hula hop (a) Gerakan tidak selalu dilakukan, kadang mogok. (b) Gerakan dilakukan dengan dorongan penuh. (c) Gerakan dilakukan dengan sedikit dorongan. (d) Gerakan dilakukan tanpa dorongan. 2) Petunjuk Penskoran Pola Gerak Dasar Setiap tugas gerak yang ditampilkan dinilai. Guru atau pengamat terlatih akan memberikan skor: Beri skor 1, apabila gerakan tidak selalu dilakukan, kadang mogok. Beri skor 2, apabila gerakan dilakukan dengan dorongan penuh. Beri skor 3, apabila gerakan dilakukan dengan sedikit dorongan. Beri skor 4, apabila gerakan dilakukan tanpa dorongan. c) Lembar pengamatan Pola gerak dasar berlari, melompat, dan jingkat
28 Skor Indikator Psikomotor No .
Nama Peserta Didik
Jumlah
(1 – 4) Berlari
Melompat
Perolehan Skor
jingkat
Skor Akhir
Tuntas/ Tidak Tuntas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Rumus Penghitungan Skor Akhir Skor Akhir = Jumlah Perolehan Skor x 4 Skor Maksimal Skor Maksimal = Banyaknya Indikator x 4
5. Belajar, Pembelajaran, Bermain dan Hasil Belajar a. Belajar Belajar adalah suatu proses perubahan yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi hingga ke liang lahat. Salah satu tanda bahwa seorang belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya, perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) maupun menyangkut nilai dan sikap (afektif). Azhar Arsyad (2013: 1) menyatakan bahwa, “belajar adalah suatu proses yang
kompleks
yang
terjadi
pada
diri
setiap
orang
sepanjang
hidupnya”.Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan,
29 keterampilan, atau sikapnya (kognitif, afektif, dan psikomotorik) merupakan salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar. Proses belajar yang diselenggarakan secara formal atau yang dikenal sekolah memiliki maksud dan tujuan yaitu untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencana, baik dari dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono, “Belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Dalam belajar tersebut individu menggunakan ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Akibat belajar tersebut maka kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik makin bertambah baik”. (2010: 295) Berdasarkan pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa belajar adalah kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan, perilaku, dan keterampilan yang menyangkut ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik sehingga menjadi lebih baik. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, seseorang dikatakan belajar apabila kegiatan belajar tersebut disadari atau disengaja, berinteraksi dengan lingkungannya dan terjadi perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam dirinya. Perubahan dari hasil belajar inilah yang merupakan tujuan dari kegiatan belajar. Menurut Gagne yang dikutip dari Aunurrahman (2009: 47) bahwa ada lima macam tujuan atau hasil belajar yaitu: 1) Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang disajikan oleh guru di sekolah. 2) Startegi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalahmasalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, mengingat dan berpikir. 3) Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.
30 4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. 5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan serta faktor intelektual. Hal senada dikemukakan Bloom, Krathwol & Simpson yang dikutip Aunurrahman (209: 49-53) bahwa, tingkatan jenis perilaku belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan yaitu: 1) Kognitif terdiri enam jenis perilaku yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. 2) Ranah afektif terdiri lima perilaku yaitu: penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan pembentukan. 3) Ranah psikomotor, terdiri tujuh perilaku yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, tujuan kegiatan belajar meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang menyebabkan perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam belajar ketiga aspek tersebut menjadi satu kesatuan yang saling berkaitan satu sama lain. Seseorang dikakatakan telah belajar apabila terjadi perubahan yang lebih baik dari sebelumnya dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. b. Pembelajaran Menurut Depdiknas, 2003 dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sikdiknas pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Waluyo, 2013: 18). Ada 5 interaksi yang dapat berlangsung dalam proses belajar dan pembelajaran, yatu: 1) Interaksi antar pendidik dan peserta didik. 2) Interaksi antar sesama peserta didik atau sejawat. 3) Interaksi peserta didik dengan narasumber. 4) Interaksi peserta didik bersama pendidik dan sumber belajar yang sengaja dikembangkan, dan 5) Interaksi peserta didik bersama pendidik dengan lingkungan sosial dan alam (Miraso, 2008).
31 Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pembelajaran yaitu upaya yang direncanakan dan dilakukan untuk memungkinkan terjadinya kegiatan belajar pada peserta didik untuk mencapai tujuan belajar. c. Bermain Menurut Lutan Bermain penting bagi semua insan, tidak hanya untuk orang dewasa, tetapi juga bagi anak-anak tak terkecuali penyandang cacat. Bagi penyandang cacat bermain merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya dan cenderung merupakan kebutuhan dasar yang hakiki. Para ahli pendidikan mengatakan bahwa anak-anak identik dengan bermain, karena kehidupannya tidak terlepas dari bermain (Yudi Hendrayana, 2007). Manusia juga cenderung menjadikan bermain sebagai salah satu kebutuhan dasar hakiki oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk bermain. Bagi penyandang cacat, tidak saja memberi perasaan riang gembira, tetapi juga menyebabkan seseorang menjadi lebih lincah, relaks dan membuat hidup menjadi lebih harmonis dan menggairahkan. (Katzenbogner dalam Yudi Hendayana, 2007) mengatakan bahwa “kegairahan ini akan menyebabkan seseorang akan lebih terinspirasi, dan terobsesi untuk melakukan kegiatan tanpa harus dipaksakan. Melalui bermain, seseorang akan lebih mudah mengikuti suatu irama gerak sesuai dengan pola yang diharapkan”. Menurut M. Furqon Hidayatullah (2008: 4) dalam buku panduan guru SD bidang Jasmani mengatakan bahwa “bermain merupakan cara untuk bereksplorasi dan bereksperimen dengan dunia sekitar sehingga anak akan menemukan sesuatu dari pengalaman bermain”. Adapun juga pengaruh bermain perkembangan anak menurut M. Furqon Hidayatullah (2008: 5) dalam bukunya adalah : 1) 2) 3) 4)
Pengembangan Keterampilan Gerak Perkembangan fisik dan Kesegaran Jasmani Dorongan berkomunikasi Penyaluran bagi energi emosional yang terpendam
32 5) Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan 6) Sumber belajar 7) Rangsangan bagi kreativitas 8) Perkembangan wawasan diri 9) Belajar bermasyarakat 10) Perkembangan kepribadian. Permainan juga dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan keterampilan gerak dasar anak. Adapun permainan yang dipilih untuk meningkatkan kemampuan gerak lokomotor dan manipulasi memiliki karakteristik, yaitu: 1) Memberikan aktivitas maksimum 2) Mengembangkan inklusi daripada ekslusi 3) Mudah divariasi dan dimodifikasi 4) Membantu pengembangan berbagai kemampuan gerak, dan 5) Menyenangkan nagi anak bermain. Dari beberapa pengertian dan uraian diatas dapat dikatakan bahwa pengertian bermain
merupakan aktivitas yang menyenangkan dan
merupakan kebutuhan yang sudah melekat dalam diri setiap anak. Dengan demikian anak akan dapat belajar berbagai keterampilan dengan senang hati, tanpa paksaan dan sungguhan yang dilakukan dalam waktu luang tanpa terikat pada peraturan dan berupaya untuk membuat dirinya mendapatkan kesenangan dan kepuasan. d. Hasil Belajar “Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang diinginkan terjadi pada siswa setelah melalui proses belajar mengajar, perubahan tingkah laku tersebut mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor” (Nana Sudjana, 2009: 3). Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yaitu hasil dan belajar. Hasil menunjukan suatu perolehan, sementara belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan. Hasil belajar juga sering kali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Berdasarkan pengertian yang dijelaskan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah
33 laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila perubahan-perubahan yang terjadi pada siswa merupakan akibat dari proses belajar mengajar.
B. Kerangka Berpikir Pendidikan jasmani adaptif adalah sebuah program yang bersifat individual yang meliputi fisik/jasmani, kebugaran gerak, pola dan keterampilan gerak dasar, keterampilan-keterampilan dalam aktivitas air, menari, permainan olahraga baik individu maupun beregu yang didesain bagi penyandang cacat. Secara khusus istilah adaptif berarti mengatur/penyesuaian atau membuat menjadi lebih baik, jadi pendidikan jasmani adaptif merupakan kegiatan yang didesain untuk memperbaiki, merehabilitasi kehidupan penyandang cacat. Dalam menyelenggarakan pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan melalui aktivitas fisik yang diadaptasikan untuk peserta didik SDLB Tunagrahita
memiliki tujuan yang sangat penting dalam memberikan
pengalaman pola gerak dasar, dan dengan hal ini juga dapat dijadikan sebagai bekal dalam menjalani kehidupan sehari-hari untuk bertahan hidup. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan model pembelajaran aktivitas fisik adaptif materi gerak dasar pada peserta didik SDLB Tunagrahita. Gerak dasar merupakan pola gerakan yang melibatkan bagian tubuh yang berbeda seperti kaki, lengan, dan kepala, dan termasuk keterampilan seperti berjalan, berlari, melompat, menangkap, melempar, memukul, dan lain-lain. Sehingga sangat dibutuhkan bagi seorang anak pada saat masa perkembangan tak terkecuali pada anak berkebutuhan khusus. Kemampuan gerak dasar dibagi menjadi tiga kategori yaitu: gerak dasar lokomotor, gerak dasar non lokomotor, dan gerak dasar manipulatif. Gerak dasar lokomotor yaitu gerak yang digunakan untuk memindah tubuh dari satu tempat ke tempat lain atau untuk mengangkat tubuh keatas seperti lompat dan loncat. Keterampilan lokomotor melibatkan tubuh bergerak ke segala arah dari satu titik ke titik lain . Keterampilan gerak dalam
34 sumber daya ini meliputi berjalan, berlari, menghindari, melompat, melompat dan melompat-lompat. Berdasarkan berbagai kajian teori yang telah dipaparkan, faktor kurangnya
pengetahuan
dan
kreativitas
guru
dalam
mengajar
sangat
mempengaruhi hasil belajar gerak dasar anak tunagrahita, sehingga dalam proses pembelajaran situasi dan kondisinya monoton dan membosankan tanpa memikirkan hasil belajar siswa, sehingga siswa sering mengeluh dan malas untuk melakukan pelajaran penjasorkes. Penggunaan model pembelajaran aktivitas fisik adaptif dengan permainan “Kucing dan tikus” diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang ada pada siswa maupun guru. Model pembelajaran ini bertujuan untuk meningkatkan pola gera dasar lokomotor anak tunagrahita SDLB – C Setya Darma Surakarta. Aspek gerak dasar ini dilakukan dengan pendekatan bermain, dan juga sesuai dengan tujuan. Gerakan tersebut juga dirancang untuk menimbulkan kegembiraan, sehingga anak termotivasi untuk bergerak, karena pada umumnya peserta didik berkebutuhan khusus ini masih kurang aktif bergerak dan juga biasanya cepat bosan. Maka kerangka konseptual dalam model pembelajaran ini ada dua komponen utama yaitu Perencanaan dan implementasi model pembelajaran. Perencanaan pembelajaran materi gerak dasar dikaji sebelum proses pelaksanaan pembelajaran yang meliputi tiga aspek yaitu: (1) materi gerak dasar ( gerak dasar manipulatif ); (2) peralatan pembelajaran; (3) penilaian hasil belajar. Penggunaan model dengan model pembelajaran ini dalam pelaksanaan tindakan tiap siklusnya disesuaikan dengan topik atau materi yang dipelajari. Secara garis besar model pembelajaran aktivitas adaptif menggunakan peralatan seperti hulahup, bola, cun, dan peluit. Secara lebih rinci jenis – jenis media tersebut dijabarkan dalam RPP disetiap pertemuan.