BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pada bab ini, diuraikan konsep-konsep yang melatari penelitian ini. Pertama, adalah tentang konsep topik-tema. Dalam konsep ini, pembahasan meliputi topik sebagai unsur tematik, topik sebagai gabungan unit gramatikal, dan topik sebagai acuan. Kedua, konsep topik, meliputi properti topik dan jenis-jenis topik. Ketiga, konsep kesinambungan topik. Keempat, konsep skala kesinambungan topik. Kelima, konsep keteridentifikasian. Keenam, konsep tema-rema.
2.1.1
Konsep Topik - Tema Menurut sejarah, pemikiran-pemikiran teoritis tentang tema dan topik berasal
dari penelitian aliran Praha, seperti (Danes 1974; Firbas 1974; Mathesius 1939, 1975). Menurut Mathesius tema adalah titik awal ujaran, yaitu informasi yang sudah dipahami bersama antara penutur-petutur, sekaligus titik pisah kalimat secara keseluruhan. Firbas berpendapat informasi dalam ujaran berkontribusi terhadap perkembangannya secara berkesinambungan. Dia menekankan suatu skala tentang informasi kalimat yang dikenal dengan kedinamisan komunikasi communicative dynamism (CD), informasi dalam ujaran berada pada suatu skala ketersinambungan, dimulai dari unsur-unsur yang paling bawah yang memiliki CD terendah
dan
bergerak melalui ucapan yang memiliki CD tertinggi. Menurutnya, unsur-unsur tematis yang memiliki derajat CD yang paling rendah.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian
penelitian tentang tema dilakukan oleh Halliday (1985) yang
terkenal dengan tata-bahasa sistemik. Halliday (1967b;1976) memperlakukan tema bukan sebagai titik awal ujaran tetapi sebagai unsur klausa yang sebagian dari klausa tersebut adalah predikat. Selanjutnya, Dijk (1978) dengan teori tata-bahasa fungsionalnya menggunakan kedua istilah topik dan tema sekaligus. Menurutnya, dalam satu kalimat terdiri dari tema dan topik. Sebuah tema adalah unsur ekstraklausa yang dipraposisikan pada klausa itu sendiri, sekaligus menunjukkan keuniversalan wacana sehubungan dengan predikat berikutnya yang dianggap relevan. Tema yang dikemukakan Dik diilustrasikan dengan penempatan adverbia As for pada awal kalimat, seperti contoh berikut ini : As for Professor Smith, she’s always helpful to students Adverbia praposisi (As for) adalah tema yang mencirikan keuniversalan wacana (Professor Smith) terhadap predikat yang dianggap relevan (always helpful to students). Dalam tata-bahasa fungsional, istilah topik memiliki pemahaman yang berbeda. Sebuah topik menunjukkan entitas yang predikatnya mempredikasi sesuatu dalam konteks yang ada. Jadi, jawaban untuk pertanyaan berikut ini adalah tentang John, yang dimulai dengan John sebagai topiknya. To whom did John give the book ? JOHN gave the book to MARY TOPIK FOKUS Dalam ujaran-ujaran individual istilah tema dan topik dapat digunakan sekaligus, seperti berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
As for shusi, my favorite is made with fresh tuna TEMA TOPIK Tema praposisi As for menspesifikan keuniversalan wacana my favorite dan predikat yang relevan is made with tuna. Topik tersebut menunjukkan entitas tertentu, yaitu apa yang dibicarakan predikasi. Chafe (1976, 1980a; 1994) membahas topik dengan menggunakan istilah topik sebagai titik awal ‘starting point’. Menurutnya topik merupakan awal informasi konseptual yang terdapat dalam wacana. Istilah topik digunakan secara luas untuk membuat ide-ide yang sama dengan tema pada level klausa, seperti tiga pemahaman topik yang berbeda berikut ini : 1. Topik sebagai unsur tematik. Dalam beberapa tulisan, pada tingkat klausa topik sama dengan tema. Kedua istilah ini
dianggap bersinonim. Dari sekian banyak pendapat yang sama,
diantaranya dapat dilihat pada Sgall (1987) dan Dahl (1969). 2. Topik sebagai gabungan unit gramatikal. Istilah topik digunakan untuk membuat kata keterangan yang ekstra klausa, umumnya dipraposisikan dalam klausa tersebut. Dalam model wacana yang mengadopsi strategi ini, sebuah topik menunjukkan suatu penggabungan antara tema dalam pengertian pragmatik dengan struktural yang merefleksikan pengertian tersebut, biasanya pada posisi awal. Oleh karena itu, sebuah topik dapat dibedakan dari tema atau subjek.
Universitas Sumatera Utara
3. Topik sebagai referensi. Pemaknaan istilah topik secara lebih luas dapat dilihat dalam literatur tentang kesinambungan topik yang ditulis oleh Givon (1983; 1989). Menurutnya, istilah topik berkaitan erat dengan keteraksesan suatu referensi dalam sebuah representasi konseptual. Semakin terakses suatu referensi, semakin tinggi topikalitasnya. Selama topikalitas ditentukan oleh suatu skala maka seluruh unsur-unsur referensial dalam ujaran pada prinsipnya dapat diarahkan pada suatu jenis nilai topikalitas.
2.1.2
Konsep Topik Istilah topik dapat didefinisikan dalam beberapa pengertian yang berbeda,
yaitu a) frasa dalam satu klausa yang terpahami, b) frasa dalam satu wacana yang terpahami, c) memiliki posisi khusus dalam satu wacana (sudut paling kanan atau sudut kiri klausa). Secara umum dapat dikatakan topik sama dengan subjek, seperti contoh berikut ini : 1. Kucing itu mencuri ikan semalam. 2. Ikan dicuri kucing itu semalam. Kedua kalimat di atas memiliki makna yang sama, berfungsi sebagai subjek. Tetapi memiliki topik yang berbeda. Kalimat pertama, yang menjadi topik adalah kucing sedangkan pada kalimat kedua yang menjadi topik adalah ikan. Topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Topik merupakan partisipan atau argumen dalam suatu proposisi. Paragraf biasanya memiliki satu
Universitas Sumatera Utara
topik atau tema utama, bahkan mungkin memiliki beberapa subtopik lagi. Dan secara keseluruhan, wacana memiliki banyak topik, salah satunya ada yang diutamakan, yaitu topik atau tema. Pada tingkat kalimat, istilah ini selalu merujuk pada masalah subjek kalimat dan secara tradisional dihubungkan dengan tatabahasa. Tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Kalimat bisa saja memiliki lebih dari satu topik, meskipun salah satunya diberikan penonjolan lebih dari yang lainnya, melalui struktuk sintaksis. Givon (1983)
menyatakan topikalisasi adalah sesuatu yang agak samar,
bernosi skala, dan dihirarkikan berdasarkan derajatnya dalam kalimat. Hal ini akan jelas terlihat dalam kalimat yang mengandung subjek, objek langsung, dan objek tidak langsung. Bentuk-bentuk datif ini mengalami pergeseran sehingga objek tidak langsung dipromosikan menjadi objek utama dan objek langsung mengalami penurunan posisi. Masing-masing entitas ini merupakan topik kalimat dengan derajat masing-masing dan urutan derajat setiap entitas dapat berubah misalnya melalui proses pergeseran datif ini, seperti berikut ini : a. NetraL
: we saw John yesterday Top Sub
b. Dislokasi-kiri
: John, we saw him, yesterday Top Sub
c. Dislokasi-kanan
: we saw him, yesterday, John Top primer & Sub Topik sekunder
d. Pergeseran-datif : John gave Mary the book Top primer Top sekunder topik ketiga
Universitas Sumatera Utara
Pada contoh (a), we adalah topik sekaligus sebagai subjek kalimat, pada (b), we turun posisi menjadi subjek dan John menjadi topik. Pada (c), we naik posisi menjadi topik sekaligus topik kalimat sedangkan John turun posisi menjadi topik sekunder. Pada (d), John sebagai topik utama, lalu bergeser ke Marry sebagai topik kedua dan the book sebagai topik ketiga. Dalam penelitian ini, istilah topik tidak mengacu pada tema atau subjek dalam kalimat, paragraf ataupun wacana, tetapi merujuk pada entitas-entitas yang terdapat dalam wacana yang dikodekan melalui pronomina persona.
2.1.3
Properti Topik Topik sebagai sesuatu yang dibicarakan dan ditonjolkan memiliki beberapa
properti sebagai berikut, yaitu : Properti 1. : Topik adalah suatu kesinambungan yang tidak terpisahkan atau suatu skala yang multi poin. Bisa saja dalam satu klausa terdapat lebih dari satu topik. Contoh : a. Posisi netral : manolah tuan Nangkodoh Baha, jan disabuik aja maaja...(30: 7) topik & subjek ‘ wahai tuan Nangkodoh Baha, jangan disebut ajar mengajar...’ b. Pergeseran ke kiri: mandeh kanduang ambo, iyo mandeh Ganto ambo lahia, baliau bapulang. (88:1) topik subjek ‘… ibu kandungku, ibu Ganto Pamai, saya lahir beliau meninggal.’
Universitas Sumatera Utara
c. Pergeseran ke kanan : ambo cari mamak nan baduo, iyo mamak Patiah Mangkudun jo Mamak Katik top primer & subjek top kedua ‘ saya cari kedua paman, paman Patiah Mangkudun dengan paman Katik’(89:4) Properti 2. : Sejumlah topik lebih mudah terakses atau terprediksi daripada yang lainnya. Contoh : Mandanga curito nantun, lalu manangih pulo Nan Gondoriah, buah tangih baibo-ibo, janji lah ungkai dek Nan Tongga, satiah lah babukak dek Nan Tongga, bungo kambang lah diambiaknyo, ayia nan janiah lah diminumnyo, urak janji dek Nan Tongga, dek Gondo baitu pulo. (135;2) ‘Mendengar cerita itu, lalu menangis pula Nan Gondoriah, tangisnya beribaiba, janji sudah dilanggar oleh Nan Tongga, sumpah sudah dilanggar oleh Nan Tongga, bunga kembang sudah diminumnya, air jernih sudah diminumnya, ingkar janji oleh Nan Tongga, Gondo pun begitu juga’. Topik
Nan
Gondoriah
sebagai
kata
nama
tentu
lebih
mudah
terakses/terprediksi karena tidak memiliki material linguistik lainnya dalam lingkungan klausa tersebut. Sedangkan topik Nan Tongga memiliki material linguistik lain, yaitu nyo sehingga lebih sulit terprediksi. Properti 3 Topik yang lebih mudah terakses/teridentikasi dinyatakan dengan material linguistik yang lebih sedikit. Sedangkan topik yang lebih sulit terakses/teridentifikasi dinyatakan dengan material linguistik yang lebih banyak. Contoh :
Universitas Sumatera Utara
tahulah urang maso nantun, tuan jurumudi alah khianat, Ø alah mangguntiang dalam lipatan, Ø alah manuhuak kawan sairiang, parentahnyo tidak diikuti lagi, dikatakanyo Tongga lah mati, kironyo Tongga lah pulang pulo.(143:4) tahulah orang waktu itu, tuan jurumudi sudah berkhianat, dia sudah menggunting dalam lipatan, dia sudah menusuk kawan seiring, perintahnya tidak diikuti lagi, dia mengatakan Tongga sudah mati, rupanya Tongga sudah kembali pula’. Topik tuan jurumudi memiliki material linguistik yang lebih banyak,yaitu pronomin kosong (Ø), posesif nyo, orang ketiga nyo. Properti 4 Topik umumnya mengandung informasi lama dan informasi baru, tetapi terdapat juga kekecualian. Contoh : Tuan Tongga lah duduak ateh kasua, di ateh kasua manggalo (187:2) informasi lama informasi baru ‘Tuan Tongga sudah duduk di atas kasur, di atas kasur manggalo’. Properti 5 Topik primer selalu dinyatakan dalam bentuk subjek suatu kalimat. Contoh : Tongga lahgilo buruang ameh,tidak takana Tiku Pariaman, lah lupo sajo Gondoriah.
Top.primer & subjek (127:2) ‘Tongga sudah tergila-gila dengan burung nuri, tidak teringat Tiku Pariaman, Gondo sudah terlupakan’ Topik Tongga adalah topik utama sekaligus sebagai subjek kalimat.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4
Jenis-jenis Topik Pemahaman istilah topik sering menjadi perdebatan. Sampai saat ini tidak
satupun definisi yang memuaskan untuk istilah ini. Pernyataan yang diangap paling umum mengatakan, suatu topik mengatur suatu konteks yang didalamnya mengandung predikat, Chafe (1976). Selanjutnya, Myhill (1992) mengklasifikasikan topik menjadi tiga, yaitu topik yang lazim (unmarked topic), topik yang tidak lazim (marked topic) dan topik yang berkontras (contrastive topic). Setiap tipe dicirikan oleh properti wacana tertentu. 1. Topik yang tidak lazim Topik yang tidak lazim merujuk pada suatu entitas yang tidak muncul sebelumnya dalam wacana terdekat tetapi entitas tersebut hanya ada dalam arsip wacana
yang
tidak
aktif
‘inactive
discourse
file’.
Dalam
hal
ini
pembaca/pendengar sadar akan kemunculannya, tetapi mengabaikannya untuk sesaat. Biasanya entitas ini berada pada posisi awal dan selalu diikuti dengan nada jeda. Dalam bahasa Inggeris, topik yang tidak lazim diwujudkan dalam konstruksi dislokasi kiri (left-dislocation). Contoh : a. ….That guy, I just can’t stand him. He’s always doing thing like that Pada contoh (a) that guy merujuk pada entitas yang sudah dipahami keberadaanya, meskipun tidak langsung disebutkan pada wacana sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Topik yang lazim Topik yang lazim merujuk pada entitas yang sudah muncul dalam wacana sebelumnya. Pada umumnya merujuk pada bentuk-bentuk pronomina termasuk zero-pronomina yang dianggap sudah dapat dipahami keberadaannya dalam konteks. Topik yang lazim ‘unmarked’ tidak sama dengan topik yang tidak lazim ‘marked’ atau topik yang kontrastif, yang kemunculannya selalu dalam posisi awal kalimat. Topik yang berada pada posisi normal kalimat. Kemunculannya dikaitkan dengan peran sintaksisnya dalam kalimat tersebut. Entitas-entitas tidak lazim yang dirujuknya tidak akan terpisah dari wacana terdekat sebelumnya sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan lagi terhadap entitas tersebut, seperti contoh berikut ini; b. That guy, I just can’t stand him. He’s always doing things like that. ‘Orang itu, saya tidak dapat mencegahnya. Dia selalu melakukan hal-hal seperti itu’ Pada contoh (b) he langsung merujuk pada that guy, dan perannya sebagai pronomina orang ketiga. 3. Topik yang berkontras Dalam topik yang kontrastif, entitas merujuk pada entitas yang secara umum sudah disebutkan sebelumnya tetapi merupakan bagian dari entitas lain yang dikontraskanya. Setiap entitas yang dikontraskannya memiliki peran dan nilai yang sama, seperti berikut ini;
Universitas Sumatera Utara
c. I had fish and vegetables. The fish was good. The vegetables were terrible. ‘Saya mempunyai ikan dan sayur-sayuran. Ikan rasanya enak. Sayur-sayuran tidak enak’ Pada (c), terlihat dua konstruksi topikalisasi yang berkontras. Pertama, antara ikan sebagai topik, yang kedua sayur-sayuran sebagai topik. Ikan diberi nilai enak sedangkan sayur-sayuran diberi nilai tidak enak. Istilah topik pada umumnya merujuk pada topik-topik yang tidak lazim bukan pada topik-topik yang lazim atau topik-topik yang berkontras. Oleh karena itu, suatu frasa nomina yang dianggap memiliki topikalitas tinggi, sudah disebutkan sebelumnya dalam wacana terdekat. Sedangkan frasa nomina yang memiliki topikalitas rendah, belum disebutkan sebelumnya dalam wacana terdekat.
2.1.5
Konsep Kesinambungan Topik Menurut Givon (1983) kesinambungan topik berfungsi menciptakan dan
mempertahankan
koherensi
linear
suatu
wacana.
Koherensi
linear
adalah
keterhubungan semantis antara jalinan proposisi secara berurutan. Martin (1982) mengatakan kesinambungan topik adalah keterhubungan kata ganti diri dengan benda atau partisipan yang telah disebutkan sebelumnya, misalnya dalam teks “ Ali di Medan. Dia menjumpai pamannya. Dalam hal ini dia, nya mengacu kepada Ali dan pada saat yang bersamaan menjalin pernyataan Ali pada klausa pertama. Menurut Givon (1983), terdapat tiga jenis kesinambungan dalam wacana: kesinambungan tematik, kesinambungan tindakan dan kesinambungan topik. Kesinambungan tematik
Universitas Sumatera Utara
mencakup unit wacana yang lebih luas, karena merujuk pada tema utama dalam suatu paragraf. Kesinambungan tindakan mencakup sejumlah urutan kejadian dalam suatu paragraf. Pada umumnya, urutan kejadian ditandai dengan subsitem kala-aspekmodalitas. Kesinambungan topik merujuk pada topik-topik yang dibicarakan dalam suatu urutan klausa. Dari ketiga jenis kesinambungan di atas, kesinambungan topik yang dianggap paling konkrit, sekaligus menjadi acuan dalam penelitian ini. Selanjutnya, dia mengatakan dalam suatu paragraf tematik, urutan perlakuannya melibatkan satu topik sebagai penanda kesinambungan dan topik dalam suatu paragraf tematik berkaitan erat dengan ‘tema’ paragraf itu sendiri. Selanjutnya konsep kesinambungan topik dapat dilihat sebagai berikut : 1. Konteks : Once there was a wizard Ganti nama anaforik : he lived in Africa 2. Konteks : Once there was a wizard. He was married to a beautiful witch. They had two sons. The first was tall and brooding, he spent his days in the forest hunting snails, and his mother was afraid of him. The second was short and vivacious, a bit crazy but always game. Ganti nama anaforik : *he lived in Africa (Givon, 1976) Pada contoh (1) penggunaan pronomina orang ketiga he tidak menimbulkan masalah karena pembaca dapat dengan mudah mengaitkan he dengan apa yang dirujuknya yaitu wizard yang telah disebutkan dalam klausa sebelumnya. Pada contoh (2) he yang digunakan akan menimbulkan permasalahan karena sukar bagi pembaca menafsirkan rujukan manakah yang dimaksudkan, apakah the wizard atau
Universitas Sumatera Utara
the son, dari kedua contoh di atas ditemukan
bahwa pada kalimat (1) terdapat
kesinambungan topik sedangkan pada kalimat (2) tidak terdapat kesinambungan topik.
2.1.6
Analisis Wacana Konsep analisis wacana pertama sekali diperkenalkan oleh Zellig S.Harris
(1952). Dikatakannya bahwa analisis wacana adalah pemenggalan satu-satu wacana terhadap unsur-unsur dasar atau bagian-bagian komponennya melalui kaidah penyebaran baku. Maksudnya, unsur-unsur dasar ini mengandung kalimat-kalimat inti atau dasar yang sejajar dengan kandungan proposisi murni suatu wacana. Pendekatan analisis wacana digunakan untuk mengkaji bahasa melalui peringkat kalimat. Urutan kalimat dalam bentuk lisan maupun tulisan merupakan azas kajian analisis wacana. Selain itu kajian analisis wacana tidak terlepas dari peranan suatu unsur bahasa dalam suatu struktur serta hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya. Selanjutnya, Stubbs (1983) mengatakan analisis wacana merujuk pada upaya mengkaji pengaturan bahasa di atas klausa dan kalimat, dan karenanya juga mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas, seperti pertukaran percakapan atau bahasa tulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial, khususnya interaksi antara penutur dan petutur. Dalam penelitian ini digunakan istilah wacana narasi (narrative discourse), yaitu wacana yang menceritakan suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa secara
Universitas Sumatera Utara
kronologis dan berorientasi pada tokoh. Wacana narasi dalam bahasa Minangkabau, memiliki ciri yang sama dengan wacana narasi dalam bahasa pada umumnya, Pertama, ciri wacana narasi dapat dilihat pada proposisi-proposisinya yang berorientasi pada tokoh. Kedua, ciri wacana narasi dapat dilihat pada proposisiproposisinya yang memiliki hubungan kronologis atau hubungan rangkaian waktu. Ketiga, ciri wacana narasi dapat dilihat pada strukturnya yang disebut struktur stimulus-respon, yaitu ada proposisi yang mengungkapkan ’rangsangan’ terhadap tindakan tokoh dan ada proposisi yang mengungkapkan ’tanggapan’ terhadap rangsangan itu. Keempat, ciri wacana narasi dapat dilihat pada wujudnya yang bervariasi, seperti cerita pendek, novel, kisah, riwayat, dan dongeng Sumadi (1998).
2.1.7
Konsep Informasi Lama vs Baru Pembahasan tentang informasi lama vs informasi baru sudah banyak
dilakukan (Halliday 1967, 1970; Chafe 1974; Haviland and Clark 1974, Prince 1981, 1992, Lambret 1994 dan lainnya), tetapi masing-masing menggunakan caranya sendiri untuk menginterpretasikan kedua istilah ini. Firbaus (1966) menyatakan adanya faktor perubahan linear dalam faktor konteks, dimana konstituen dalam, berfungsi sebagai pesan lama dan mempunyai kesinambungan yang rendah. Sedangkan dalam faktor semantik setiap konstituen diberikan ciri semantik yang menentukan tinggi rendahnya kesinambungan konstituen tersebut. Setiap bahasa memiliki sejumlah strategi yang halus untuk mengatur arus informasi. Informasi lama tidak diperlakukan sama dengan informasi baru, oleh karena itu, satu referensi
Universitas Sumatera Utara
atau ide tertentu
tidak dimanifestasikan secara persis setiap kali dipergunakan.
Kalaupun hal ini terjadi, jarak klausa pastilah terlalu panjang sehingga tidaklah praktis untuk mentransfer ide-ide secara efisien dan akurat. Bahasa-bahasa diorganisir agar penutur dapat merujuk pada informasi lama tanpa menghabiskan banyak waktu dan tenaga Halliday (1967) menggunakan istilah ketercakupan “recoverability“ untuk informasi lama dan keterprediksian “predictability” untuk informasi baru. Istilah ‘baru’ diinterpretasikan sebagai ‘kontrastif’. Menurutnya, informasi lama adalah apa yang diharapkan dalam konteks tertentu sedangkan informasi baru adalah apa yang tidak diharapkan, meskipun sudah disebutkan sebelumnya dalam wacana. Chafe (1974) mendefinikan istilah lama sebagai informasi yang dianggap pembicara sudah ada dalam pikiran pendengar pada saat informasi itu disebutkan. Informasi baru adalah informasi yang dianggap penutur baru diperkenalkannya pada pendengar saat dia berbicara. Selain itu dia menggunakan istilah sudah aktif already activated untuk informasi lama dan baru aktif
“newly activated” untuk informasi
baru. Selanjutnya dalam tulisannya terakhir, Chafe (1987) mengkategorikan status lama-baru dalam tiga istilah yaitu; 1) aktif, 2) semi- aktif, dan 3) tidak aktif. Konsep aktif (lama) mengacu pada sesuatu yang ada dalam pemikiran pendengar sedangkan konsep tidak aktif (baru) mengacu pada sesuatu yang tidak aktif dalam pemikiran pendengar. Konsep semi-aktif mengacu pada sesuatu yang dianggap kurang penting dalam pemikiran pendengar. Haviland dan Clark (1974) mendefinisikan informasi lama dan informasi baru sebagai
pengetahuan terpisah “shared knowledge”. Menurutnya, informasi lama
Universitas Sumatera Utara
adalah apa yang sudah diketahui pendengar dan informasi baru apa yang belum diketahui pendengar. Ketiga persepsi (Halliday, Chafe, Haviland dan Clark) tentang Informasi Lama dan Informasi Baru di atas, diilustrasikan dalam suatu pertanyaan dalam suatu percakapan “Bagaimana pendapatmu tentang SBY ?” Dalam hal ini, meskipun yang ditanya sudah sangat terbiasa dengan Presiden Indonesia, dia bisa saja tidak sedang memikirkan SBY pada saat pertanyaan itu diberikan. Menurut Haviland dan Clark, SBY merepresentasikan informasi lama (pengetahuan terpisah), tetapi Chafe dan Halliday mengatakannya informasi baru. Meskipun pengetahuan itu tersimpan cukup lama dalam ingatan pendengar, pembicara tidak dapat mengasumsikan pengetahuan pendengar tentang presiden tersebut bisa aktif dalam waktu yang singkat, apalagi dapat terprediksi.
2.1.8
Konsep Keteridentifikasian Istilah definit sudah sering digunakan untuk referensi tertentu, seorang penulis
mengasumsikan pembaca dapat mengidentifikasinya secara positif. Dalam bahasa Inggeris bentuk-bentuk referensi ini ditandai dengan penggunaan definit artikel atau penentu-penentu lainnya yang selalu menunjukkan kedefinitan. Selanjutnya Chafe (1976) mengatakan alasan memberikan status definit pada referensi berdasarkan asumsi penutur, pendengar mengetahui referensi tersebut. Chafe memberikan contoh satu referensi baru yang definit “ I talked to the carpenter yesterday “. The carpenter adalah definit karena dapat teridentifikasi, dan menjadi baru dalam wacana. Asumsi
Universitas Sumatera Utara
keteridentifikasian ini berhubungan erat dengan difinisi pengetahuan terbagi “shared knowledge” tentang informasi lama yang dikemukakan oleh Haviland dan Clark (1971). Tidak dapat disangkal lagi, kedefinitan atau keteridentifikasian cenderung sama dengan informasi lama.Chafe (1976), sedangkan tidak definit atau tidak teridentikasi cenderung sama dengan informasi baru.
2.1.9
Konsep Tema-Rema Halliday (1985) mengemukakan suatu model struktur tema yang berbasis
pada teori LSF (linguistics sistemic functional). Dalam komponen fungsi tekstual terdapat tiga jenis tema, yaitu tekstual, interpersonal dan topikal. Klausa dapat memiliki salah satu atau semua unsur tema di atas. Tema tekstual terdiri atas kata seru, seperti ya, tidak, baiklah, dan kata penghubung, seperti dan, atau, tetapi dan lainnya. Selain itu, kata penghubung juga menghubungkan antar klausa, seperti dengan kata lain, contohnya, sebagai penutup, sebenarnya dan lain sebagainya. Tema interpersonal mempunyai tiga unsur, pertama unsur modalitas, seperti menurut pendapat saya, biasanya, kemungkinan dan lainnya. Kedua, unsur kata tanya informasi, seperti, dimana, kapan, siapa dan lainnya. Ketiga, unsur kata tanya pemarkah, seperti adakah, apakah dan lainnya. Tema ideasional atau topikal adalah unsur pembawa makna eksperensial dalam sebuah klausa, seperti proses (kelompok verba), partisipan (kelompok nomina) dan sirkumstan (frase preposisi atau kelompok adverba) yang terdapat dalam klausa. Selanjutnya Halliday (1994) mengatakan :
Universitas Sumatera Utara
The theme is the element which serves as the point of departure of messages, it is which the clause is concerned. The remains of the messages, the part in which the theme is developed is called in Praque School terminology the rheme. As a messages structure, therefore, a clause of Theme accompanied by a Rheme;The structured is expressed by order – whatever is chosen as the Theme is put first. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa tema merupakan bahagian yang penting dalam sebuah klausa karena mengandung sejumlah pesan. Oleh karena itu, posisi tema ditempatkan pada awal kalimat. Selanjutnya, tema dapat diperluas lagi dan perluasan tersebut disebut rema. Syall (1975) menggunakan istilah topik-komentar atau topik-fokus untuk tema-rema. Dia mengatakan, faktor konteks tidak musti ko-tekstual saat mengklasifikasi suatu konstituen sebagai pesan lama dalam kalimat karena konstituen tersebut dapat menjadi bahagian teks yang sebelumnya. Sementara itu Kirkwood (1969, 1970) sependapat dengan Firbaus (1966) bahwa tema tidak harus menjadi titik awal sebuah klausa. Walaupun dalam bahasa Inggeris dan padanannya dalam bahasa Jerman la disebut tema, secara sistemik memang menjadi titik awal klausa dan secara prosodi ditandai dengan tanda (’). Lakoff (1971) menyatakan topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Predikat menghubungkan topik dengan hal yang dibicarakan tersebut. Adanya hubungan topik-predikat yang mengonotasi sesuatu hal ‘concerning’, misalnya concerning this violion, sonates are easy to play on it. Dalam Dijk (1980) diperkenalkan struktur makro sebagai struktur semantik, yang berhubungan dengan tema atau topik dalam wacana. Sebagai contoh the
Universitas Sumatera Utara
meeting went out forefer. Outside it was snowing. Kata meeting adalah tema atau topik sedangkan kalimat outside it was snowing tidak bermakna atau tidak relevan ....
2.2
Penelitian Terdahulu Penelitian yang sejalan dengan penelitian ini, telah dilakukan oleh Sumadi
(1998) dengan judul
Pengedepanan dan Kesinambungan Topik dalam Wacana
Narasi Bahasa Jawa. Dalam penelitiannya, dia mengidentifikasi topik yang mengisi fungsi subjek dalam wacana narasi bahasa Jawa. Pangkal tolak pengidentifikasian tersebut bermuara pada dua asumsi. Pertama, karena sentral kedudukannya, topik dalam suatu wacana ditonjolkan penampilannya dengan cara tertentu. Kedua, karena sentral kedudukannya, topik dalam suatu wacana dipertahankan dan diacu oleh seluruh bagian wacana itu. Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukannya dapat dikemukakan bahwa cara yang digunakan untuk menonjolkan topik dalam wacana narasi bahasa Jawa adalah pengedapanan (foregrounding). Menurutnya, dengan meletakkan topik pada bagian depan suatu wacana, topik akan kelihatan mencolok di antara unsure-unsur wacana yang lain, sehingga topik akan mudah diketahui oleh penerima atau pembaca wacana. Berikut diberikan contoh penonjolan topik yang dilakukakan dengan pengedepanan, dikutip dari penelitian Sumadi : (1) (a) Harjito miterang marang Pak Parijan magepokan karo ora tekone Waris ing kelurahan. (b) Sawise oleh keterangan kang banget ora gawe mareming piker, Harjito banjur pamitan mulih marang Pak Parijan. (c)
Universitas Sumatera Utara
Mangkono uga banjur pamitan mulih marang Supini, Wartini, Ian Karnani, (d) Harjito ora ndadak banjur mlebu Ian lungguh maneh. (e) Dheweke terus nyengklak sepedhane. ‘(a) Harjito meminta keterangan kepada Pak Parijan berkaitan dengan tidak hadirnya Waris di kelurahan. (b) Setelah memperoleh keterangan yang sangat tidak memuaskan hatinya, Harjito lalu berpamitan pulang kepada Pak Parijan. (c) Begitu pula, lalu berpamitan pulang kepada Supini, Wartini, dan Karnani.(d) Harjito tidak usah masuk (ke rumah) dan duduk lagi. (e) Dia terus menaiki sepedanya’. Pada contoh di atas, pengedepanan topik Harjito dilakukan pada awal kalimat. Kalimat pertama, Harjito bertindak sebagai topik, dan miterang marang Pak Parijan magepokan karo ora tekone Waris ing kelurahan ‘meminta keterangan kepada Pak Parijan berkaitan dengan tidak hadirnya Waris di kelurahan’ sebagai komen. Konstituen Harjito yang menjadi topik kalimat (1a) sekaligus menjadi topik kalimat (1b)-(1e). Kalimat (1b)-(1e) merupakan penjabaran terhadap topik kalimat (1a). Sehubungan dengan asumsi kedua, yakni pemertahanan dan pengacuan topik oleh seluruh bagian wacana, dimaksudkan untuk menciptakan kesinambungan topik wacana. Menurutnya, terdapat tiga alat untuk menciptakan kesinambungan topik dalam wacana narasi bahasa Jawa, yaitu (1) pelesapan, (2) penyulihan, dan (3) pengulangan. Berikut dikutip contoh kesinambungan topik yang tercipta dengan pelesapan, penyulihan dan pengulangan, yang dikemukakan Suriadi : a. Pelesapan (2) (a) Sapungkure bapake, Ratri isih tetep dheleg-dheleg ing lungguhe. (b) Ø dheleg-dheleg kaya tugu.(c)Nanging ora antara suwe Ø banjur tumuju ing kamare, kamar kang tansah setya ngancani dheweke ing wektu bungah Ian susah.
Universitas Sumatera Utara
‘(a) Sepulang ayahnya, Ratri masih tetap termenung di tempat duduknya. (b) Ø termenung seperti tugu. (c) Akan tetapi, tidak beberapa lama Ø lalu menuju ke kamarnya. Kamar yang selalu setia menemani dia dalam waktu senang dan susah’. Pada contoh di atas, bentuk-bentuk zero (Ø) mengacu hanya pada satu topik, yaitu Ratri (2a). Pelesapan terjadi untuk menjaga keterjalinan topik dalam wacana. Pelesapan ini memungkinkan, apabila tidak ada interferensi topik lain, sehingga tidak akan menimbulkan ketaksaan. b. Penyulihan Kiat lain untuk menciptakan kesinambungan topik dalam wacana narasi bahasa Jawa menurut Suradi adalah penyulihan. Penyulihan adalah penggantian suatu konstituen yang menandai topik dengan konstituen lain yang maknanya berbeda, tetapi antara konstituen tersulih dan konstituen penyulih memiliki acuan yang sama. Berikut contoh penyulihan yang dikutip dalam Suradi : (3) (a) Ari Sunandi kena diarani priya kreatif sing jenenge moncer ing desa Menganti, Kecamatan Kesugihan, Cilacap (Jateng). (b) Priya lulusan STM iki kasil ngrakit montor kanggo ngankut semangkane Ian palawija asile sing nggarap sawah Ian tegale. ‘(a) Ari Sumadi dapat disebut pria kreatif yang namanya terkenal di desa Mengganti, Kecamatan Kasugihan Cilacap(Jateng). (b) Pria lulusan STM ini berhasil merakit mobil untuk mengangkut semangka dan palawija hasil yang mengerjakan sawah dan ladangnya’. Pada contoh di atas, penyulihan dilakukan dengan konstituen senilai, topik Ari Sunadi (3a), disulih dengan konstituen yang senilai, yakni priya lulusan STM iki ‘pria lulusan STM ini’. Selama tidak ada interferensi dari topik lain, penyulihan ini bisa digunakan untuk tetap menjaga kesinambungan topik wacana.
Universitas Sumatera Utara
c. Pengulangan Kiat selanjutnya untuk menciptakan kesinambungan topik dalam wacana bahasa Jawa, dapat dilakukan dengan pengulangan. Pengulangan dimaksudkan untuk mengulang kembali konstituen yang menandai topik wacana pada kalimat-kalimat pembangun wacana tersebut’ Berikut contoh pengulangan yang dapat menciptakan kesinambungan topik wacana bahasa Jawa, yang dikutip dari Suriadi : (4) (a) Sang Putri Joharmanik lega penggalihe. (b) Sang Puti nuli enggalenggal tindak marani panggonane mantri sing methuk. (c)Nalika iku dumadakan Sang Putri mireng geretinglawang, nuli priksa ana wong obor-obor ing sajroning omahe Kyai Saudagar, kaya arep metu. (d) Sang Putri kuwatos selak konangan wong kang obor-obor mau. (e) Mula ora saranta, Sang Putri banjur nyengklak jaran dibandhangake. ‘(a) Sang Putri Joharmanik lega hatinya. (b) Sang Putri lalu segera berjalan mendekati tempat menteri yang menjemputnya. (c) Ketika itu tiba-tiba Sang Putri mendengar suara (tarikan) pintu lalu mengetahui ada orang menyalakan (api) obor di dalam rumah Kyai Saudagar, sepert akan keluar. (d) Sang Putri khawatir terburu dipergoki oleh orang yang menyalakan (api) obor tadi. (e) Oleh sebab itu, tidak berpikir panjang, Sang Putri lalu menaiki kuda, dipacu (meninggalkan rumah Kyai Saudagar)’. Pada contoh di atas, pengulangan topik dilakukan dengan pengulangan sebagian. Topik Sang Putri Joharmanik (4a) hanya diulang sebagian penyebutannya menjadi Sang Putri pada (4b)-(4e). Penelitian yang dilakukan oleh Suradi di atas berangkat dari dua asumsi, yaitu penonjolan topik dan kesinambungan topik. Pada umumnya, tiga piranti kesinambungan topik yang digunakannya, memungkinkan untuk menciptakan kesinambungan topik dalam wacana. Akan tetapi, perlu dipertimbangkan faktor-
Universitas Sumatera Utara
faktor yang bisa mempengaruhi kualitas kesinambungan itu sendiri, seperti jarak rujuk topik, dan kemungkinan-kemungkinan adanya interferensi dari topik lain. Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh Wong Khek Seng (1995). Dia meneliti tentang kesinambungan topik dalam bahasa Melayu. Permasalahan pokok kajiannya adalah tingkat kesinambungan topik dan peranan setiap bentuk topik dalam teks narasi bahasa Melayu. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang dikemukakan oleh Givon (1983), diperoleh hasil penelitian seperti berikut : (1). Dalam teks narasi bahasa Melayu, topik yang memiliki kesinambungan tertinggi pertama adalah ganti nama kosong. disusul ganti nama genitif, dan ganti nama penuh. Sementara itu, topik yang memiliki kesinambungan terendah pertama adalah frasa kata nama rencam, disusul, kata nama tak tentu dan kata nama tentu. (2). Dalam teks narasi bahasa Melayu, topik yang berperan sebagai alat pemula topik adalah frasa nama rencam, frasa kata nama tak tentu dan frasa kata nama tentu. Topik yang berperan sebagai alat penyambung topik adalah ganti nama nama kosong, ganti nama genitif, dan ganti nama penuh. Berdasarkan temuan penelitian dalam teks narasi bahasa Melayu di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan keenam bentuk topik memiliki alasan tersendiri karena setiap bentuk frasa kata nama tersebut membentuk satu ciri gramatikal tersendiri dan memiliki peran tersendiri pula, apakah sebagai alat pemula topik atau alat penyambung topik. Selain itu, pemilihan frasa kata nama juga dipengaruhi oleh
Universitas Sumatera Utara
informasi lama dan informasi baru. Frasa kata nama yang berperan sebagai alat penyambung topik, pada umumnya terkait dengan informasi lama. Sedangkan frasa kata nama yang berperan sebagai alat pembuka topik, terkait dengan informasi baru. Kedua penelitian yang telah di bicarakan di atas memiliki kesamaan dengan permasalahan
penelitian
ini,
yakni
mengkaji
masalah
topik
dari
sudut
kesinambungannya. Melihat dari hasil dan pembahasan penelitian di atas, peneliti berusaha mengkaji kesinambungan topik dari aspek lain, yang belum pernah dilakukan sebelumya. Dengan kata lain, peneliti memilih jenis teks dan pembahasan yang berbeda dari kedua penelitian di atas. Sejalan dengan penelitian Wong Khek Seng, peneliti mengembangkan pengidentifikasian topik pada faktor-faktor penentu kesinambungan topik lainnya, sehingga hasil yang diperolehpun akan berbeda.
Universitas Sumatera Utara