BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Metode Pembelajaran a. Pengertian Metode Pembelajaran Metode berasal dari dua kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan”, dengan demikian metode berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan (Darmadi, 2010 :42). Senada dengan Sanjaya (2010 :127) yang mengatakan bahwa, metode adalah cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sesuai dengan pendapat tersebut Dick dan Carey dalam Suroso (2003) juga mengatakan bahwa, metode pembelajaran adalah suatu prosedur dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga peserta didik dapat mencapai isi pelajaran atau mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Metode pembelajaran banyak ditentukan oleh tujuan yang dirumuskan guru. Kompetensi guru sangat diperlukan dalam memilih metode yang efektif dan efisien agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut Peters dalam Darmadi (2010), proses dan hasil belajar peserta didik bergantung kepada kompetensi guru dan ketrampilan mengajarnya. Agar proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran, guru sebaiknya menentukan metode yang akan digunakan sebelum melakukan proses belajar mengajar. Pemilihan suatu metode tentu harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan sifat materi yang akan menjadi objek pembelajaran. Menurut Sanjaya (2010 :130) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan yaitu: tujuan yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran tersebut; lingkungan dan media pembelajaran yang telah tersedia; waktu yang akan dihabiskan dalam proses pembelajaran; kebutuhan siswa, karena kebutuhan masing–masing tingkatan kelas dan tiap–tiap siswa berbeda satu sama lain; kemampuan guru yang bersangkutan, karena sangat tidak sesuai jika seorang guru mengajarkan hal–hal yang ada diluar kemampuannya. Seorang pendidik juga harus memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian dari 6
7 keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Metode yang digunakan oleh guru sangat erat kaitannya dengan keberhasilan proses belajar mengajar yang menentukan prestasi belajar yang akan diraih siswa (Darmadi, 2010 :39). Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam setiap kali pertemuan dikelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang berkesesuaian dengan perumusan tujuan instruksional khusus. Kegiatan belajar mengajar ini, guru tidak harus terpaku menggunakan satu metode tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi yang sesuai dengan materi ajar agar jalan pengajaran itu tidak membosankan, tetapi menarik perhatian siswa. Berdasarkan pengertian metode pembelajaran diatas, maka dalam penelitian ini menggunakan teori Sanjaya (2010 :127) yang menyatakan bahwa, metode adalah cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. b. Unsur–Unsur dalam Metode Pembelajaran Menurut Sagala (2006 :168-169), unsur–unsur dalam metode pembelajaran yaitu : uraian apa yang akan dipelajari; diskusi dan pertukaran pikiran; kegiatan–kegiatan yang menggunakan alat instruksional, laboratorium, dan lain–lain; kegiatan–kegiatan dalam lingkungan sekitar sekolah seperti kunjungan, kerja lapangan, eksplorasi, dan penelitian; kegiatan–kegiatan dengan menggunakan sumber belajar seperti buku perpustakaan, alat audio visual, dan lain–lain; kegiatan kreatif seperti drama, seni rupa, musik, pekerjaan tangan, dan lain–lain. 2. Metode Inkuiri a. Pengertian Metode Inkuiri Ahli yang menyusun metode inkuiri adalah Richard Suchman (Moedjiono dan Dimyati, 1993 :118), yang berpendapat bahwa setiap individu memiliki keinginan meneliti secara alamiah. Keinginan yang ada pada individu tidak terarah. Metode ini dirancang untuk memperbesar keberanian meneliti secara terarah serta bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan disiplin dalam berfikir. Metode ini juga memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan karena pembelajaran dilakukan secara alamiah sehingga siswa dapat mempraktekan secara langsung apa–apa yang dipelajarinya. Menurut Sanjaya (2010 :196-197), ada beberapa hal yang menjadi ciri utama metode inkuiri. Pertama, metode inkuiri menekankan kepada
8 aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya metode inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Proses pembelajaran ini, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri. Metode inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Ketiga, tujuan dari penggunaan metode inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Menurut Sumantri (1999 :164), metode inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan guru. Metode Inkuiri memungkinkan para siswa menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya, karena metode inkuiri melibatkan siswa dalam proses–proses mental untuk penemuan suatu konsep berdasarkan informasi–informasi yang diberikan guru. Melalui proses ini siswa akan merasakan pentingnya belajar dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang akan dipelajarinya. Berbeda dengan pendapat Burden (1998: 103) yang menyatakan bahwa “inquiri is open–ended and creative way of seeking knowledge” yang artinya inkuiri adalah cara terbuka dan kreatif untuk mencari pengetahuan. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta dari hasil mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Guru dalam proses perencanaan bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Menurut Webster’s dalam Kovalik (1994 :189) metode inkuiri adalah “the act or an instance of seeking truth, information, or knowledge about something; examination into facts or principles; research, investigation”. Yang artinya metode inkuiri adalah suatu tindakan atau suatu keadaan dalam mencari kebenaran, keterangan atau pengetahuan tentang sesuatu; pemeriksaan fakta atau prinsip; penelitian, investigasi. Hal ini senada dengan Sanjaya (2010 :265) yang menyatakan bahwa,
9 metode inkuiri adalah suatu kegiatan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Berdasarkan pengertian metode inkuiri diatas, maka dalam penelitian ini menggunakan teori Sanjaya (2010 :265) yang menyatakan bahwa metode inkuiri adalah suatu kegiatan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. b. Jenis–Jenis Metode Inkuiri Metode inkuiri terdiri atas beberapa jenis. Ada jenis metode penemuan yang masih banyak dibimbing atau diarahkan guru, tetapi ada pula jenis metode inkuiri di mana siswa banyak diberi kebebasan dan dilepas oleh guru dalam melakukan kegiatan–kegiatan belajarnya. Amin (1987) menguraikan jenis–jenis metode inkuiri yang dapat dilakukan seperti berikut: 1. Guided Inquiry (inkuiri terbimbing) Pembelajaran dengan pendekatan guided inquiry sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru. Selain itu guru menyediakan kesempatan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Kegiatan pembelajarannya siswa tidak merumuskan problema, sementara petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru. Umumnya guided inquiry dilaksanakan dengan cara problema untuk masing-masing kegiatan dapat dinyatakan sebagai pertanyaan atau pernyataan biasa; konsep–konsep atau prinsip–prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan belajar harus dituliskan dengan jelas dan tepat; alat/bahan harus disediakan sesuai dengan kebutuhan setiap siswa, untuk melakukan kegiatan; diskusi pengarahan berupa pertanyaan– pertanyaan yang diajukan kepada siswa (kelas) untuk didiskusikan sebelum para siswa melakukan kegiatan inkuiri; kegiatan metode inkuiri oleh siswa berupa kegiatan percobaan penyelidikan yang dilakukan oleh siswa untuk menemukan konsep–konsep dan atau prinsip–prinsip yang telah ditetapkan oleh guru; proses berpikir kritis dan ilmiah menunjukkan tentang mental operation siswa yang diharapkan selama kegiatan berlangsung; pertanyaan yang bersifat open–ended harus berupa pertanyaan yang mengarah kepada pengembangan tambahan kegiatan
10 penyelidikan yang dapat dilakukan oleh siswa; catatan guru berupa catatan–catatan yang meliputi, penjelasan tentang hal–hal atau bagian– bagian yang sulit dari kegiatan–kegiatan/pelajaran, isi/materi pelajaran yang relevan dengan kegiatan, faktor-faktor variabel yang dapat mempengaruhi hasil–hasilnya terutama penting sekali apabila kegiatan percobaan/penyelidikan tidak berjalan (gagal). 2. Modified inquiry Guru dalam metode ini hanya memberikan problema saja. Biasanya disediakan pula bahan atau alat-alat yang diperlukan, kemudian siswa diundang untuk memecahkannya melalui pengamatan, eksplorasi dan atau melalui prosedur penelitian untuk memperoleh jawabannya. Pemecahan masalah dilakukan atas inisiatif dan caranya sendiri secara kelompok atau perseorangan. Guru berperan sebagai pendorong, narasumber (resourse person), dan bertugas memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin kelancaran proses belajar siswa. Kegiatan– kegiatan belajar siswa terutama ditekankan dengan eksplorasi, merancang, dan melaksanakan eksperimen. Siswa pada waktu melakukan proses belajarnya untuk mencari pemecahan atau jawaban masalah itu, bantuan yang dapat diberikan guru ialah dengan teknik–teknik pertanyaan, bukan berupa penjelasan. Ini dimaksudkan agar siswa tetap dirangsang berpikir untuk mencari dan menemukan cara-cara penelitian yang tepat. 3. Invitation into inquiry Siswa dilibatkan dalam proses pemecahan problema sebagaimana cara–cara yang lazim diikuti oleh ilmuwan. Suatu undangan (invitation) memberikan suatu problema kepada siswa, dan melalui pertanyaan masalah yang telah direncanakan dengan hati–hati mengundang siswa untuk melakukan beberapa kegiatan atau kalau mungkin semua kegiatan, seperti merancang eksperimen; merumuskan hipotesis; menetapkan kontrol; menentukan sebab dan akibat; menginterpretasi data; membuat grafik; menentukan peranan diskusi dan simpulan dalam merencanakan penelitian; mengenal bagaimana kesalahan eksperimental mungkin dapat dikurangi atau diperkecil 4. Pictorial riddle Pendekatan dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu teknik atau metode untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam situasi kelompok kecil maupun besar. Gambar, peragaan, atau
11 situasi yang sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berpikir kritis dan kreatif siswa. Suatu riddle biasanya berupa gambar di papan tulis, papan poster, atau diproyeksikan dari suatu transparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riddle tersebut. Rancangan (design) dalam membuat suatu riddle, guru harus mengikuti langkah yaitu : memilih beberapa konsep atau prinsip yang akan diajarkan atau didiskusikan; melukiskan suatu gambar, menunjukkan ilustrasi, atau menggunakan foto (gambar) yang menunjukkan konsep, proses, atau situasi; suatu proses bergantian adalah untuk menunjukkan sesuatu yang tidak sewajarnya, dan kemudian meminta siswa untuk mencari dan menemukan mana yang salah dengan riddle tersebut; membuat pertanyaan–pertanyaan berbentuk divergen yang berorientasi proses dan berkaitan dengan riddle (gambar dan sebagainya) yang akan membantu siswa memperoleh pengertian tentang konsep atau prinsip apakah yang terlibat di dalamnya. Jenis metode inkuiri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Modified inquiry, yang dalam penerapan siswa dibagi dalam kelompok– kelompok. c. Langkah–Langkah Metode Inkuiri Menurut Sagala (2006 :197) ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan metode inkuiri yakni : perumusan masalah untuk dipecahkan siswa; menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis; siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan/hipotesis; menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi; mengaplikasikan kesimpulan/generalisasi dalam situasi baru. Supartin (2008) juga mengatakan ada lima tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode inkuiri yaitu : memilih dan menetapkan permasalahan; menelaah permasalahan; merumuskan hipotesis; menyusun dan mengelompokkan data; membuktian hipotesis. Berdasarkan penjelasan langkah–langkah pelaksanaan metode inkuiri diatas, dapat disimpulkan sintaks pembelajaran yang akan dilakukan dengan menggunakan metode inkuiri yaitu : menetapkan permasalahan, disini guru menampung secara terbuka dan berfikir positif terhadap semua pernyataan–pernyataan atau pendapat siswa kemudian merumuskan
12 kembali pernyataan atau pendapat tersebut sesuai dengan sifat dan kategori masalahnya apakah penting atau tidak terhadap materi yang akan disampaikan; merumuskan hipotesis, disini siswa mencari alternatif pemecahan masalahnya; menyusun dan mengelompokkan data, sebagai bahan untuk membuktikan hipotesis yang telah diajukan, disini siswa mencari, menyusun dan mengelompokkan data sesuai dengan masalah yang dihadapi. Guru menjadi fasilitator dalam kegiatan ini; pembuktian hipotesis, data yang telah tersusun digunakan untuk menguji hipotesis, disini siswa menelaah data, menghubungkan data–data terhadap hipotesis dan mengambil keputusan; kesimpulan, siswa bersama guru membuat kesimpulan serta guru memberikan penguatan kembali terhadap materi yang telah disampaikan. d. Kelebihan Metode Inkuiri Kelebihan menggunakan metode inkuiri yaitu : metode pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui metode ini dianggap lebih bermakna; memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka; metode yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman; penemuan–penemuan yang diperoleh siswa dapat menjadi kepemilikannya dan sulit untuk melupakannya; membuat konsep diri siswa bertambah dengan penemuan–penemuan yang diperolehnya. 3. Kreativitas a. Pengertian Kreativitas Kata kreativitas berasal dari bahasa Inggris yaitu creativity, yang berarti daya cipta. Kreativitas merupakan satu kata yang sering kita dengar dan kita pahami manfaatnya, sekaligus konsep yang sering kita lupakan. Kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan cara–cara baru dalam memecahkan suatu permasalahan (Safaria, 2005 :11-12). Menurut Munandar (2002 :10), kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan gagasan, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Siswa memiliki kebebasan berpikir untuk menyatakan gagasan dan pendapat seluas– luasnya tanpa aturan–aturan. Hawadi, dkk (2001 :5) juga menyatakan,
13 kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri–ciri aptitude maupun non-aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal–hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Amabile dalam Munandar (2002 :24) mendefinisikan, kreativitas sebagai produksi suatu respons atau karya baru sesuai dengan tugas yang dihadapi. Menurut Langgulung dalam widodo (2004) kreativitas tidak lepas dari asal ilahi. Kreativitas manusia yaitu merubah suatu bentuk kebentuk lain atau merupakan sebuah proses pikir unik yang berpangkal pada fleksibilitas dan originalitas. Semiawan (2009 :31) mengungkapkan bahwa pengertian kreativitas itu memiliki perspektif yang baru yaitu yang bersifat orisinil, tak diduga, berguna, serta adaptif terhadap kendala–kendala tugas. Berdasarkan pengertian kreativitas diatas, maka dalam penelitian ini menggunakan teori Hawadi, dkk (2001 :5) yang menyatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri – ciri aptitude maupun non-aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal – hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. b. Proses Kreativitas Wallas (Munandar, 2002 :59; Hawadi, dkk. 2001 :23; Safaria, 2005:18) yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap, yaitu : tahap persiapan, adalah tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Percobaan–percobaan atas dasar berbagai pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi terjadi pada tahap ini; inkubasi (incubation), adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar; iluminasi (illumination), yaitu tahap munculnya inspirasi atau gagasan–gagasan untuk memecahkan masalah; verifikasi (verification), adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi terhadap gagasan secara kritis yang sudah mulai dicocokkan dengan kenyataan nyata atau kondisi realita. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan proses kreatif yaitu : tahap persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Tahap inkubasi merupakan tahap yang sangat penting, karena berlangsung proses refleksi yang memerlukan ketenangan dan waktu yang cukup.
14 c. Ciri–Ciri Kreativitas Guilford (Munandar, 2002 :12; Hawadi, 2001 :3) mengemukakan ada empat ciri yang menjadi sifat kreativitas, yaitu: kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk memproduksi banyak gagasan; kelenturan atau keluwesan (fleksibility) merupakan kemampuan untuk mengajukan bermacam–macam pendekatan dan atau pemecahan masalah; orisinalitas dalam berfikir merupakan kemamapuan untuk melahirkan gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri dan tidak klise; elaborasi adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terinci. d. Ciri–Ciri Kepribadian Kreatif Csikszentmihalyi (Munandar, 2002 :51-53 ; Safaria, 2005 :33) mengemukakan sepuluh pasang karakteristik individu yang kreatif, yang seakan–akan serba paradoks tetapi saling terkait satu sama lain. Karakteristik tersebut yaitu : pribadi kreatif mempunyai kekuatan energi fisik yang memungkinkan mereka bekerja berjam–jam dengan konsentrasi penuh, tetapi mereka juga bisa tenang dan rileks, bergantung pada situasinya; pribadi kreatif cerdas dan cerdik, tetapi pada saat yang sama mereka juga naif. Mereka di satu pihak memiliki kebijakan (wisdom), tetapi juga bisa seperti anak–anak (childlike). Insight yang mendalam dapat tampak bersama–sama dengan ketidakmatangan emosional dan mental. Mereka mampu berfikir konvergen dan divergen; kreativitas memerlukan kerja keras, keuletan, dan ketekunan untuk menyelesaikan suatu gagasan atau karya baru dengan mengatasi rintangan yang sering dihadapi; pribadi kreatif dapat berselang–seling antara imajinasi dan fantasi, namun tetap bertumpu pada realitas. Keduanya diperlukan untuk dapat melepaskan diri dari kekinian tanpa kehilangan sentuhan dengan masa lalu; pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan baik introversi maupun ekstroversi. Seseorang perlu dapat bekerja sendiri untuk dapat “berkreasi” menulis, melukis, melakukan eksperimen dalam laboratorium, tetapi juga penting baginya untuk bertemu dengan orang lain, bertukar pikiran, dan mengenal karya–karya orang lain; orang kreatif dapat bersikap rendah diri dan bangga akan karyanya pada saat yang sama. Mereka puas dengan prestasi mereka tetapi biasanya tidak terlalu ingin menonjolkan apa yang telah mereka capai, dan mereka juga mengakui adanya factor keberuntungan dalam karier mereka. Mereka lebih berminat terhadap apa yang masih akan mereka lakukan; pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan
15 androgini psikologis, yaitu mereka dapat melepaskan diri dari stereotip gender (maskulin-feminim). Lepas dari kedudukan gender, mereka bisa sensitif dan asertif, dominan dan submisif pada saat yang sama. Perempuan kreatif pada umumnya cenderung lebih dominan daripada perempuan lain dan pria kreatif cenderung lebih sensitif dan kurang agresif daripada pria lainnya; orang kreatif cenderung mandiri bahkan suka menentang, tetapi dilain pihak mereka bisa tetap tradisional dan konservatif. Bagaimanapun, kesedian untuk mengambil risiko dan meninggalkan keterikatan pada tradisi juga perlu; kebanyakan orang kreatif sangat bersemangat (passionate) bila menyangkut karya mereka, tetapi juga sangat objektif dalam penilaian karyanya. Tanpa “passion” seseorang bisa kehilangan minat terhadap tugas yang sangat sulit, tetapi tanpa objektivitas, karyanya bisa menjadi kurang baik dan kehilangann kredibilitasnya; sikap keterbukaan dan sensitivitas orang kreatif sering membuatnya menderita jika mendapat banyak kritik dan serangan terhadap hasil jerih payahnya, namun disaat yang sama ia juga merasakan kegembiraan yang luar biasa. Torrance (Munandar, 2002 :55 ; Safaria, 2005 :34) mengemukakan ciri–ciri lain dari anak yang kreatif, yaitu : berani dalam pendirian dan keyakinannya, artinya anak tidak takut untuk berbeda dalam segala hal dengan orang lain. Mereka memegang teguh pendirian dan keyakinannya sekaligus berani mengungkapkannya; memiliki rasa ingin tahu yang tinggi; mandiri dalam berfikir dan dalam memberikan pertimbangan. Anak menunjukkan kemauan untuk memecahkan masalahnya secara mandiri. Tidak mudah meminta saran pada orang lain, sebelum dia sendiri mencoba untuk memecahkannya; mampu berkonsentrasi secara terus–menerus dalam proyek kreatifnya, artinya anak memiliki semangat dan energi yang besar dalam melakukan kegiatan yang diminatinya. Anak tidak mudah teralihkan oleh hal lain sebelum tugasnya selesai; intuatif artinya dalam memecahkan suatu masalah anak tidak hanya berdasar pemikiran rasional, tetapi juga alam bawah sadarnya; memiliki keuletan yang tinggi, artinya mereka tidak pernah putus asa; mereka tidak begitu saja menerima pendapat orang lain (termasuk figur otoritas) jika tidak sesuai dengan pendirian dan keyakinannya; memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi. anak kreatif berani mengekspresikan dirinya dan memiliki keyakinan bahwa mereka bisa menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
16 e. Fungsi Kreativitas Menurut Munandar (2002 :43-44), fungsi kreativitas dalam kehidupan ada empat yaitu: perwujudan diri, karena dengan berkreasi orang dapat mewujudkan dirinya; kreativitas atau berfikir kreatif, yaitu kemampuan untuk melihat bermacam–macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah; aktif-kreatif, menyibukkan diri secara kreatif selain bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungan, tetapi lebih–lebih juga memberikan kepuasan kepada individu; peningkatan kualitas hidup, kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Tukimin, dkk (2003) juga mengatakan bahwa, fungsi kreativitas yaitu : dalam kadar dan tingkatan tertentu, kretivitas dimiliki oleh setiap orang. Dengan demikian, setiap orang memiliki kemampuan untuk melahirkan suatu yang baru dalam bentuk gagasan maupun bentuk karya nyata. Kreativitas akan menjadi lebih berguna apabila dikelola dan dikembangkan secara benar, sehingga memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi dalam kehidupan manusia; tingkat kualitas kinerja, karya, gagasan, dan perbuatan manusia dapat diantisipasi dari sejauh mana seseorang memiliki tingkat kreativitas tertentu; karya kreatif seseorang dapat menimbulkan kepuasan pribadi yang tak terhingga, dan hal itu merupakan perwujudan dari sepenuhnya bagi seseorang; kreativitas perlu dipahami bagi guru, terutama dalam kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab profesionalnya sebagai pendidik dan pengajar; peningkatan sumber daya manusia dalam era globalisasi dan era reformasi menunjukkan betapa pentingnya kreativitas diprioritaskan untuk dikelola dan dikembangkan secara optimal; lebih bermakna dalam tugas perkembangannya bagi para pelajar khususnya bagi siswa–siswa sekolah unggulan, apabila pengelola, pengembangan dana peningkatan kreativitas mencakup potensi aptitude dan non-aptitude. Dengan itu diharapkan potensi–potensi kreatif siswa akan dapat tersalur dan teraktualisasi secara optimal. f. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas Perkembangan potensi kreatif anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan pola asuh orang tua (Safaria, 2005 :51). Mengapa demikian, Karena perkembangan potensi kreatif anak berproses melalui interaksi antara pribadi anak dan lingkungannya. Faktor berikutnya adalah peran guru dan sekolah. Mengapa demikian, karena masa anak disekolah, baik sekolah dasar, menengah pertama maupun menengah atas adalah
17 masa–masa yang penting dalam perkembangan kreatif anak. Pada usia emas ini bibit potensi kreativitas mulai tumbuh dan berkembang, sehingga membutuhkan lingkungan yang kondusif. Sistem pengajaran disekolah kurang mampu memfasilitasi potensi anak kreatif. Sistem yang hanya menekankan keseragaman, kepatuhan, hafalan, terlalu mengarahkan anak (direktif) dan kurang memberikan otonomi pada anak, menjadi penghambat perkembangan kecerdasan kreatif anak (Safaria, 2005 :58). Berdasarkan faktor yang dapat menghambat kreativitas anak diatas, juga ada beberapa kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas anak, menurut Hurlock dalam Halimah (2003) yaitu : kebebasan waktu bagi anak untuk bermain dengan gagasan, konsep dan mencobanya dalam bentuk baru dan orisinil; kesempatan menyendiri agar anak dapat mengembangkan imajinasinya; dorongan kepada anak agar menjadi kreatif; sarana untuk merangsang kreativitas; lingkungan sekolah dan keluarga yang merangsang kreativitas; hubungan orang tua dan anak yang tidak menekan; cara mendidik anak yang demokratis dan permisif dan memberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan. 4. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh siswa, Hasil belajar bukan hanya sekedar angka yang dihadiahkan oleh guru untuk siswa atas kegiatan belajarnya. Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan–kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Belajar menunjuk pada aktivitas atau proses yang dilakukan oleh siswa. Hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar (Purwanto, 2011 :46). Perubahan perilaku disebabkan karena siswa mencapai penguasaan
18 atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Menurut Winanto (2011) hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam menuntut suatu pelajaran yang menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar pada waktu tertentu sesuai kurikulum yang ditentukan. Sudjana (2005 :22) menyatakan, hasil belajar adalah kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Howard Kingsley dalam Sudjana, membagi tiga macam hasil belajar, yakni keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita–cita. Menurut Winkel (1999), hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Darmadi (2010 :175) juga menyatakan, hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan, yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan. Mawardi dan Puspa (2011) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap baik dilihat dari unsur segi kognitif, afektif, dan psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu, yang dihasilkan dari usaha yang dilakukan dengan cara latihan dan pengalaman belajar. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dalam penelitian ini menggunakan teori Winanto (2011) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai siswa dalam menuntut suatu pelajaran yang menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar pada waktu tertentu sesuai kurikulum yang ditentukan. b. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi merupakan hasil berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Menurut Dimyati (1999 :238) Faktor–faktor tersebut yaitu : 1) Faktor internal (faktor yang datang dari dalam diri), yakni keadaan/kondisi jasmani atau rohani siswa. Faktor- faktor internal mencakup : faktor fisiologis, yang menyangkut keadaan jasmani atau fisik individu, yang dapat dibedakan menjadi dua macam
19 yaitu keadaan jasmani pada umumnya dan keadaan fungsi–fungsi jasmani tertentu terutama pada panca indera. faktor psikologis, yang termasuk dalam faktor-faktor psikologis antara lain: intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap tinggi rendahnya hasil belajar. Jika tingkat intelegensinya tinggi maka kecenderungan hasil yang dicapainya tinggi, namun sebaliknya jika tingkat intelegensinya rendah maka kecenderungan hasil yang dicapainya juga rendah; sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (respon tendency) dengan cara yang relative tetap, baik secara positif maupun negatif; minat yaitu kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu; motivasi merupakan keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. 2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar siswa. Adapun yang termasuk faktor-faktor ini antara lain; faktor sosial, yang terdiri dari: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat; faktor non sosial, yang meliputi keadaan dan letak gedung sekolah, keadaan dan letak rumah tempat tinggal keluarga, alat–alat dan sumber belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa; faktor guru, dalam hal ini efektifitas pengelolaan faktor bahan, lingkungan, dan instrumen. c. Taksonomi Hasil Belajar 1) Taksonomi Hasil Belajar Kognitif Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (Purwanto, 2011 :45; Sudjana, 2005 :22-23; Sagala, 2006 :156-158) hasil belajar kognitif (intelektual) secara hirarkhis terdiri dari 6 aspek yaitu: pengetahuan/ingatan (knowledge) merupakan kemampuan memanggil kembali fakta yang disimpan dalam otak digunakan untuk merespons suatu masalah; pemahaman (comprehension) adalah kemampuan untuk melihat hubungan fakta dengan fakta; penerapan/aplikasi (application) adalah kemampuan kognitif untuk memahami aturan, hukum, rumus dan sebagainya dan menggunakan untuk memecahkan masalah; analisis (analysis) adalah kemampuan memahami sesuatu dengan menguraikannya kedalam unsur–unsur; sintesis (synthesis) adalah
20 kemampuan memahami dengan mengorganisasikan bagian–bagian kedalam kesatuan; penilaian/evaluasi (evaluation) adalah kemampuan membuat penilaian dan mengambil keputusan dari hasil penilaiannya. 2) Taksonomi Hasil Belajar Afektif Krathwohl (Purwanto, 2011 :51-52; Suparno, 2001 :9-11; Sagala, 2006 :158-159), membagi hasil belajar afektif menjadi lima tingkat yaitu: penerimaan (receiving) adalah kesedian menerima rangsangan dengan memberikan perhatian kepada rangsangan yang datang kepadanya; menjawab/pemberian respons (responding) adalah kesediaan memberikan respons dengan berpartisipasi; penilaian (valuing) adalah kesediaan untuk menentukan pilihan sebuah nilai dari rangsangan tersebut; pengorganisasian (organization) adalah kesediaan mengorganisasikan nilai–nilai yang dipilihnya; karakterisasi (characterization) adalah menjadikan nilai–nilai yang diorganisasikan untuk tidak hanya menjadi pedoman perilaku tetapi juga menjadi bagian dari pribadi dalam perilaku sehari–hari. 3) Taksonomi Hasil Belajar Psikomotorik Simpson (Purwanto, 2011: 52-53; Sagala, 2006: 160-161) mengklasifikasikan hasil belajar psikomotorik menjadi enam yaitu: persepsi (perception) adalah kemampuan membedakan suatu gejala dengan gejala lain; kesiapan (set) adalah kemampuan menempatkan diri untuk memulai suatu gerakan; gerakan terbimbing (guided response) adalah kemampuan melakukan gerakan meniru model yang dicontohkan; gerakan terbiasa (mechanism) adalah kemampuan melakukan gerakan tanpa ada model Contoh; gerakan kompleks (adaptation) adalah kemampuan melakukan serangkaian gerakan dengan cara, urutan dan irama yang tepat; kreativitas (origination) adalah kemampuan menciptakan gerakan–gerakan baru yang tidak ada sebelumnya atau mengkombinasikan gerakan–gerakan yang ada menjadi kombinasi gerakan baru yang orisinil. B. Penelitian yang Relevan Kajian teori perlu didukung dengan penelitian yang relevan. Penelitian–penelitian ini yaitu : Budi, dkk (2011) dengan judul ”penggunaan metode inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV tentang energi bunyi di bimbingan belajar, desa Ploso, Randuacir Salatiga” menunjukkan dari hasil analisis statistika diperoleh informasi mengenai penggunaan metode inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar
21 siswa berdasarkan perbedaan signifikan sebesar 0,001 antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Perbedaan yang signifikan pula antara rata–rata tes akhir kelompok eksperimen sebesar 79 dan kelompok kontrol sebesar 64. Menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh treatmen menggunakan metode inkuiri memiliki rata–rata hasil tes akhir lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak memperoleh treatmen menggunakan metode inkuiri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Tristinah (2011) dengan judul ”upaya meningkatkan prestasi belajar hubungan antara struktur dengan mobilitas sosial melalui strategi pembelajaran inkuiri terbimbing” memperoleh hasil bahwa strategi pembelajaran inkuiri terbimbing terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar sosiologi kompetensi hubungan struktur sosial dengan mobilitas sosial pada siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 6 Kota Surakarta. Hal ini dapat dilihat pada pretest rata–rata 40,278 kemudian pada siklus I rata–ratanya meningkat menjadi 67,227 dan jumlah siswa yang sudah tuntas sebanyak 23 dari 36 serta ketuntasan belajar siswa secara klasikal mencapai 63,89%. Pada siklus II nilai rata – rata 74,537 dan jumlah siswa yang sudah tuntas sebanyak 31 dari 36 mencapai 86,11%. Senada dengan penelitian tersebut Supartin (2008) juga melakukan penelitian yang berjudul ”peningkatan prestasi belajar mata pelajaran Sejarah melalui metode inkuiri pada siswa kelas XII di SMK Negeri 5 Surakarta” menunjukkan bahwa penerapan metode inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar sejarah. Hal ini dapat dilihat pada siklus I dari 35 siswa diperoleh nilai sebanyak 2449, nilai rata – rata 69,971 dengan standar deviasi 8,933 kemudian meningkat pada siklus II yaitu diperoleh jumlah nilai sebanyak 2585, nilai rata – rata 73,857 dengan standar deviasi 8,473. Berbeda dengan Sujarwo (2008) yang melakukan penelitian dengan judul ”pembelajaran kreatif kritis dengan menggunakan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran mata kuliah program pendidikan orang dewasa” memperoleh kesimpulan Partisipasi mahasiswa dalam pembelajaran ternyata sangat tinggi. Keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran secara kuantitatif cukup besar, mencapai rata-rata lebih dari 70%. Partisipasi yang dilakukan mahasiswa melalui proses persiapan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Para mahasiswa juga terbiasa berfikir secara kreatif-kritis, belajar mengemukakan pendapat secara teratur, toleran terhadap pendapat orang lain, berusaha untuk
22 mencari informasi yang baru, Mampu menganalisis masalah menurut sudut pandang lain, mampu membandingkan realita dengan konsep yang dimiliki, mampu memberikan tanggapan yang belum pernah dipikirkan sebelumnya, memberikan alternatif pemecahan masalah secara rinci dan sistematis. Kemampuan berpikir kreatif-kritis tersebut mendorong dimilikinya hardskills dan softskills yang applicable. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh keempat peneliti tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa metode inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar maupun prestasi belajar siswa serta metode inkuiri juga melibatkan secara aktif serta dapat menumbuhkan kreativitas siswa. Hal ini menempatkan kreativitas dan hasil belajar siswa pada posisi yang penting dalam kegiatan proses pembelajaran. Kreativitas dan hasil belajar dapat tercapai dengan optimal apabila menggunakan metode inkuiri, sehingga dalam penelitian ini hanya dibatasi pada metode inkuiri. C. Kerangka Berfikir Berdasarkan kajian teori dan penelitian yang relevan, akan dijelaskan kerangka berfikirnya yaitu : Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran, kreativitas dan hasil belajar yang lebih baik adalah penggunaan metode pembelajaran ke dalam kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien apabila ditunjang dengan penggunaan metode yang sesuai dengan materi dan tujuan yang ingin dicapai. Penggunaan metode yang melibatkan siswa secara aktif dapat mengarah pada tercapainya kreativitas dan hasil belajar yang optimal. Salah satu metode yang bisa digunakan guru adalah metode inkuiri. Proses pembelajaran menggunakan metode inkuiri, siswa dilibatan secara aktif dan efektif, mencari, memeriksa dan merumuskan konsep dan prinsip matematika, sehingga materi tersebut menjadi lebih mudah untuk dikuasai oleh siswa. Siswa setelah mengikuti proses pembelajaran akan dengan mudah mengerjakan soal–soal yang berkaitan dengan luas dan keliling lingkaran, sehingga akan berdampak pada hasil belajar yang akan meningkat. Keterlibatkan siswa secara aktif juga dapat menumbuhkan kreativitas secara optimal. Kerangka berpikir ini dapat dilihat pada Gambar 1.
23
Materi (lingkaran) PenggunaanMetode Inkuiri (lingkaran)
Materi menjadi mudah
Kreativitas dan hasil belajar meningkat
Gambar 1. Kerangka berfikir D. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir maka hipotesis penelitian ini adalah : 1. Terdapat pengaruh metode inkuiri terhadap kreativitas siswa kelas VIII A SMP Negeri 7 Salatiga. 2. Terdapat pengaruh metode inkuiri terhadap hasil belajar siswa kelas VIII A SMP Negeri 7 Salatiga.