BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 2.1.1 Pengertian Anak Usia Dini Pengertian tentang istilah anak usia dini atau ada pula yang mengatakan dini usia sangat bervariasi, namun pada intinya anak usia dini merupakan anak yang berusia sebelum memasuki lembaga pendidikan formal, yakni Sekolah Dasar atau madrasah Ibtidaiyah. Biasanya mereka tinggal lebih banyak memperoleh layanan pendidikan dari orang tua di lingkungan keluarga atau mengikuti layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dan pemerintah. Wynn (1970:126-127) memberi batasan anak usia dini dimulai dari periode kelahiran sampai dengan usia sekolah dasar, yaitu antara nol sampai enam (0-6 tahun) atau tujuh tahun. Pengertian ini dimaksudkan bahwa sejak anak lahir sampai dengan usia tujuh tahun memerlukan program-program pendidikan yang bervariasi agar anak dapat berkembang optimal. UU Nomor 20 tahun 2003 memberikan batasan anak usia dini mulai dari anak usia sejak lahir sampai usia enam tahun. Landasan berpikir yang digunakan dalam memberikan batasan ini adalah berkenaan dengan pemberian layanan pendidikan yang dikelola secara formal, informal dan non formal. Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Abdulhak (2003:2) bahwa anak usia dini merupakan anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Anak pada usia ini memerlukan upaya sadar untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani melalui penyediaan pengalaman dan stimulasi yang kaya, terpadu, dan menyeluruh agar dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. Sedangkan Slavin (1994:73) mendefinisikan anak usia dini dimulai dari usia 3 tahun sampai 6 tahun. Landasan berfikir yang digunakan utuk memberikan batasan ini adalah: (a) Anak mencapai usia tersebut mengalami perubahan yang sangat cepat disegala bidang perkembangan; (b) Anak telah menguasai beberapa keterampilan motorik pada akhir periode usia tersebut dan dapat menggunakan keterampilan fisik untuk mencapai tujuan; (c) Secara kognitif, anak mulai mengembangkan pemahaman tentang kelompok, hubungan antar hal dan menyerap banyak informasi tentang dunia fisik dan sosial; (d) Pada akhir usia 6 tahun, anak telah mampu menggunakan kematangan kecakapannya untuk mengungkapkan keinginan dan kebutuhannya serta berbagi gagasan dan pengalaman; dan (e) Secara sosial anak belajar berperilaku dan aturan sederhana, serta semakin mampu berinteraksi dengan anak dan atau orang lain (Sudarmadji, 2007:90). Anak usia dini merupakan anak yang berusia lebih dari 3 tahun sampai 6 tahun, pengertian ini secara kategori digunakan untuk membatasi layanan pendidikan yang diberikan oleh penitipan anak dan usia pendidikan sekolah dasar (Direktorat PAUD, 2002:2). Berdasarkan pada variasi pengertian tersebut, pengertian anak usia dini dalam
penelitian ini diartikan sebagai anak yang berusia 3 – 6 tahun. Anak yan telah mencapai usia ini umumnya telah mengikuti pendidikan anak usia dini yang dikelola secara formal seperti PAUD, taman kanak-kanak, Bustanul Athfal, Roudatul Athfal dan kelompok bermain. Demikian pula dalam derajat tertentu anak usia enam tahun telah mampu menguasai ketrampilan motorik, mampu memahami lingkungan dan mampu mengembangkan perilaku dalam berinteraksi sosial serta telah terdidik secara teratur. 2.1.2 Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia dini
didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakkan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahaptahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. 2.1.3 Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Secara khusus tujuan pendidikan anak usia dini dalam (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 42 – 43) adalah: 1) Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai sesamanya. 2) Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima rangsangan sensorik.
3) Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar. 4) Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat. 5) Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat dan menghargai keragaman sosial dan budaya serta mampu mngembangkan konsep diri yang positif dan kontrol diri. 6) Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya kreatif. Pendapat lain menyebutkan bahwa terdapat dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu: 1) Tujuan utama adalah untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu
anak
yang
tumbuh
dan
berkembang
sesuai dengan
tingkat
perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa. 2) Tujuan penyerta adalah untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah. 2.1.4 Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut (Forum PAUD, 2007:23) : 1) Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional. 2) Belajar melalui bermain Bermain merupakan sarana belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya. 3) Menggunakan lingkungan yang kondusif Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain. 4) Menggunakan pembelajaran terpadu Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak. 5) Mengembangkan berbagai kecakapan hidup Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri,
mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri. 6) Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru. 7) Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang berulang. Menurut Wijana (2008:17) fungsi pendidikan anak usia dini yang utama meliputi : 1) Fungsi adaptasi Berperan dalam membantu anak melakukan penyesuaian diri dengan berbagai kondisi lingkungan dan menyesuaikan diri dengan keadaan dalam dirinya sendiri. 2) Fungsi sosialisasi Berperan dalam mebantu anak agar memiliki keterampilan-keterampilan social yang berguna dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari dimana ia berada. 3) Fungsi pengembangan Berperan dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak serta menumbuh-kembangkan potensi tersebut kearah perkembangan yang optimal sehingga bemanfaat bagi dirinya dan lingkungan. 4) Fungsi bermain Berkaitan dengan kesempatan bermain karena hakekat bermain merupakan
hak anak sepanjang rentang kehidupannya. 2.1.5 Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini Ada tiga hal yang dijadikan landasan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang dikutip peneliti dalam website (http://ebekunt.wordpress.com/2010/06/30/ konsep-konsep-dasar-pendidikan-anak-usia-dini-), yaitu : 1) Landasan Yuridis 2) Landasan Filosofis 3) Landasan Keilmuan 1) Landasan Yuridis Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2)
Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.” 2) Landasan Filosofis Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang baik berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan. Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya. Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang berhak untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Bangsa Indonesia yang menganut
falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa
pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya. Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung. 3) Landasan Keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD dibangun dari interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin ilmu, diantaranya: psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi, humaniora, kesehatan, dan gizi serta neuro sains atau ilmu tentang perkembangan otak manusia (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 10). Berdasarkan tinjauan secara psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini merupakan masa peletak dasar atau fondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apa yang diterima anak pada masa usia dini, apakah itu makanan, minuman, serta stimulasi dari lingkungannya memberikan kontribusi yang sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa itu dan berpengaruh besar pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan struktur otak. Dari segi empiris banyak sekali penelitian yang
menyimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting, karena pada waktu manusia dilahirkan, menurut Clark (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009:21) kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100 – 200 milyard sel otak yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan optimal, tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa hanya 5% potensi otak yang terpakai karena kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi otak. 2.1.6 Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini Seringkali orang tua menganggap masa awal kanak-kanak sebagai usia mainan karena anak muda menghabiskan sebagian besar waktunya bermain dengan mainan. Penyediaan tentang permainan menunjukkan bahwa bermain dengan mainan mencapai puncaknya pada tahun-tahun awal masa kanak-kanak, kemudian mulai menurun saat anak mencapai usia sekolah. Selanjutnya Hurlock (1994:15) tentang pentingnya masa pra sekolah yaitu pada saat anak berusia antara 2 – 5 tahun dan ia mengemukakan bahwa “Kurun usia ini merupakan periode keemasan (golden age) dalam proses perkembangan seorang anak manusia. Dalam proses perkembangan anak membutuhkan orang lain. Orang tua adalah pihak yang sangat berperan dalam keseluruhan perkembangan anak. Dalam hal ini Gunarsa (1975:28), mengemukakan “anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya dan orang lain yang paling utama yang bertanggung jawab adalah orang tua”. Disini jelas terlihat bahwa yang bertanggung jawab dalam perkembangan fisik dan psikis anak adalah orang tua. Menurut Taqiyuddin (2008:204) bahwa manfaat Pendidikan Anak Usia Dini
yaitu : a) Belajar berkumpul dengan anak-anak yang lain. Anak – anak usia ini tidak lagi senang bermain dalam kamarnya sendiri, seperti waktu mereka masih bayi. Mereka ingin berkumpul bersama anak-anak yang lain dan meski mereka tidak sedang bermain bersama, mereka tetap merasa lain bila sedang bersama-sama. b) Belajar bergaul dengan yang lain. Dengan berkumpul bersama anak berarti belajar bergaul dengan yang lain, dan dari sini akan terpupuk jiwa kesabaran. Pelajaran terpenting mereka dapatkan dari sikap teman-temannya sendiri, yakni bila ada seorang anak yang bermain maka yang lain sabar menunggu giliran. c) Menghantar anak untuk mandiri. Dengan mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini anak-anak senang bermain dengan teman-temannya tanpa dihantui rasa takut, cemas atau tekanan emosi termasuk lupa terhadap kehadiran mereka di sisinya, dengan demikian anak-anak terbiasa bermain sendiri atau bersama kelompoknya serta dibimbing oleh guru dengan serius dan rasa senang. Hal ini membuat anak semakin percaya diri akan kemampuannya, serta dapat beradaptasi dengan orang lain di luar lingkungan keluarga. d) Mengenal figur selain ibu. Hal ini penting bagi perkembangan anak terutama dalam menanamkan pondasi yang baik dalam diri anak, kaitannya untuk menjalin hubungan dengan orang dewasa lainnya. Anak akan mendapatkan
sjumlah pengalaman dari berbagai cara berbicara, berperilaku, bersikap dan sebagainya.
Adapun pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah sebagai berikut: a) PAUD
memegang
peranan
penting
dan
menentukan
bagi
sejarah
perkembangan anak selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi kepribadian anak. b) PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan sangat fundamental. c) Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik maupun mental yang akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar, etos kerja, produktivitas, pada akhirnya anak akan mampu lebih mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. d) Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari perkembangan otak manusia, maka tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni mencapai 80% perkembangan otak. e) Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang mendapatkan layanan baik semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih besar untuk meraih keberhasilan dimasa mendatang. Sebaliknya anak yang
tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai membutuhkan perjuangan yang cukup berat untuk mengembangkan hidup selanjutnya.
2.2 Hakikat Keterlibatan Masyarakat 2.2.1 Pengertian Keterlibatan Masyarakat Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan komunikasi menjadi lebih cepat dan mudah. Ditambah lagi sejalan dengan era globalisasi dimana dunia ini seolah-olah ruang kecil tanpa sekat maka komunikasi dan pertukaran informasi dapat dilakukan dimanapun dan kapan pun dengan segera. Akibat berikutnya adalah timbulnya perubahan yang cepat diseluruh aspek kehidupan. Salah satu perubahan itu adalah perubahan sikap dan perilaku seseorang baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat termasuk sebagai anggota suatu organisasi di lingkungan pendidikan. Dalam situasi yang demikian dimana lingkungan serba tidak menentu dan persaingan semakin ketat maka inovasi dalam suatu organisasi menjadi sangat penting. Inovasi dalam organisasi pada prakteknya membutuhkan perencanaan strategis yang tidak hanya ditentukan oleh pimpinan organisasi tetapi harus melibatkan seluruh jajaran organisasi termasuk didalamnya keterlibatan orang tua dalam pelaksanaan program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) keterlibatan masyarakat harus dilakukan supaya komitmen dan tanggung jawab masyarakat dapat terjaga. Disamping itu, seperti telah dikemukakan di depan bahwa dalam suatu
organisasi banyak sekali kepentingan yang terlibat. Kepentingan ini dapat dibagi dalam dua kelompok yakni kelompok kepentingan individu dalam organisasi dan kepentingan organisasi itu sendiri. Dengan keterlibatan diharapkan dapat mencegah dan menghadapi conflict of interest dimana pihak-pihak yang terkait dilibatkan untuk mewakili kepentingan departemennya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari organisasi secara keseluruhan (Popalo, 2007:23). Menurut Davis dan Newstrom (1990:179) keterlibatan didefinisikan sebagai keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab dalam mencapai tujuan tersebut. Ada tiga gagasan penting dalam definisi itu yakni keterlibatan, kontribusi dan tanggung jawab. Keterlibatan mental dan emosional dimaksudkan sebagai keterlibatan psikologis dan egonya yang melebihi keterlibatan fisik. Seseorang yang berketerlibatan berarti orang tersebut termotivasi untuk memberikan kontribusi yang diwujudkan dalam bentuk menyalurkan sumber inisiatif dan kreativitasnya guna mencapai tujuan organisasi lebih dari itu seseorang yang ber-keterlibatan akan terdorong untuk menerima tanggung jawab dalam aktivitas kelompok. Pada saat orang-orang mulai menerima tanggung jawab aktivitas kelompok maka mereka melihat adanya peluang untuk menemukan hal-hal yang mereka inginkan yakni merasa bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaannya. Situasi yang demikian akan membawa kepada suatu sistem kerja tim yang berhasil. Dalam pandangan Brown dan Moberg (1990:180) keterlibatan merupakan
proses dimana dua orang atau lebih saling mempengaruhi dalam membuat keputusan, yang akan berguna pada waktu mendatang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam proses keterlibatan terkandung tiga hal mendasar, yakni pengarahan (direction), konsultasi (consultation) dan delegasi (delegation). Sedangkan Kramer dan Specht (1983:103) mendefinisikan keterlibatan adalah pembagian dan keikutsertaan dalam proses pembuatan keputusan kelompok. Keterlibatan yang dimaksud berkaitan dengan siapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana. Pendefinisian di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Siagian (1995:113) bahwa pimpinan organisasi bersedia melibatkan bawahannya dalam proses pengambilan keputusan bukan hanya yang menyangkut diri sendiri, seperti pekerjaan, jabatan dan penghasilan tetapi mengenai semua aspek kehidupan dalam organisasi. Keterlibatan menurut Schermerhorn (1996:140) diwujudkan dalam bentuk pegawai bekerja bersama-sama menanggapi dan menaruh perhatian terhadap sasaran maupun tujuan organisasi. Anthony, seperti dikutip oleh Sutarto (1996:143) menambahkan apabila para manager dan bawahan sama-sama menanggung wewenang, pengaruh sinergetik akan timbul, artinya dalam kesatuan ada kekuatan. 2.2.2 Indikator Keterlibatan Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program PAUD Pengertian keterlibatan dalam penelitian ini memiliki makna yang hampir sama dengan partisipasi. Hal ini berdasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Ach. Wazir Ws., et al. (1999: 29) partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu,
seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama." Sehingga dalam penelitian ini kata partisipasi dan keterlibatan digunakan secara bergantian disesuaikan dengan konteks kalimat yang mengikutinya. Berdasarkan teori-teori di atas dapatlah disimpulkan peneliti bahwa yang dimaksud dengan keterlibatan masyarakat terhadap pelaksanaan program PAUD adalah peran serta masyarakat baik secara mental maupun emosional dengan indikator (1) Keterlibatan dalam bentuk ekonomi (2) Keterlibatan dalam bentuk Tenaga (3) Keterlibatan dalam bentuk fikiran / gagasan. 1) Keterlibatan dalam hal ekonomi Bentuk keterlibatan masyarakat berikutnya terlihat dari partisipasi masyarakat dalam hal ekonomi. Keterlibatan masyarakat dalam bentuk pemberian dana/ekonomi ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan bentuk lainnya karena disebabkan wujud uang lebih bersifat fleksibel, sehingga dapat digunakan pada bermacammacam keperluan seperti pembelian Alat Permainan Edukatif (APE), pembelian buku-buku, media pembelajaran dan berbagai hal yang dapat menunjang pelaksanaan program PAUD tersebut. 2) Keterlibatan dalam hal Tenaga Pada sebagian masyarakat yang mau ikut terlibat dalam suatu pelaksanaan program di Desa termasuk program pendidikan anak usia dini, mereka cenderung untuk terlibat dan berpartisipasi dalam bentuk menyumbang tenaga dibandingkan
dengan bentuk-bentuk lainnya. Keterlibatan masyarakat dalam hal sumbangan tenaga dapat juga diartikan bahwa bentuk partisipasi masyarakat berkaitan dengan kemampuannya untuk berkontribusi. Hal ini dapat dipahami dengan jelas oleh karena pola hidup masyarakat desa masih kental dengan sistem kegotong royongan, dimana apabila ada sesuatu kegiatan yang melibatkan sekelompok warga tertentu, maka dengan spontan warga masyarakat lainnya akan ikut membantu, apalagi bila kegiatan tersebut adalah kegiatan pembangunan infrastruktur yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat. Jadi yang dimaksud keterlibatan masyarakat dalam bentuk tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). 3) Keterlibatan dalam hal fikiran / gagasan Keterlibatan masyarakat berikutnya dalam bentuk partisipasi fikiran / gagasan dimana lebih merupakan partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program PAUD maupun untuk memperlancar pelaksanaan program PAUD tersebut dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya. Beberapa aspek penting dalam keterlibatan masyarakat dalam proses pendidikan anak usia dini yaitu: 1. Terlibatnya masyarakat, serta ikut serta dalam menentukan arah, strategi dan kebijakan pendidikan anak usia dini.
2. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang konsisten dengan arah, strategi dan rencana yang telah ditentukan dalam pendidikan anak usia dini. 3. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipasi dalam pendidikan anak usia dini berencana, yang secara langsung memberikan dan menyangkut pendidikan anak usia dini.
2.3 Keterlibatan Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program PAUD Pendidikan merupakan proses transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek perilaku-perilaku lainnya kepada generasi ke generasi. Dengan pengertian tersebut, sebenarnya upaya diatas sudah dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang dipelajari adalah hasil dari hubungan individu dengan orang lain, baik dirumah, sekolah, tempat bermain, pekerjaan dan lainnya. Dengan kata lain dimanapun kita berada kita pasti akan belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Pendidikan anak usia dini merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah, orangtua, dan masyarakat. Tanpa dukungan masyarakat,
pendidikan
anak usia dini tidak akan berhasil dengan maksimal. Bagi suatu masyarakat, hakikat pendidikan diharapkan mampu berfungsi menunjang kelangsungan kemajuan hidupnya, agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata perilaku lainnya bagi generasi muda. Tiap masyarakat selalu berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses
adaptasi tertentu sesuai coraknya masing-masing periode zamannya kepada generasi muda melalui pendidikan atau secara khusus melalui interaksi sosial. Aktifitas pendidikan terutama pendidikan anak usia dini sebenarnya sudah dimulai sejak anak dilahirkan kedunia yaitu keluarga. Didalam keluargalah anak pertama menerima pendidikan dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga ini merupakan pendidikan utama atau terpenting terhadap perkembangan pribadi anak. Pada didalam kehidupan keluarga memberi corak pola kepribadian anak yang hidup di dalam keluarga. Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama sejak timbulnya adapt kemanusiaan hingga sekarang, hidup keluarga itu selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia (Dewantara dalam Suwarno, 1972 : 72). Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula ternyata masyarakat dunia secara global telah ikut mempengaruhi iklim Pendidikan Anak Usia Dini. Pengaruh modernisasi di berbagai sektor kehidupan telah melahirkan karakter pendidikan yang hampir sama di seluruh dunia, memiliki mempunyai ciri khas tertentu di tiap- tiap Negara. Dalam masyarakat yang sudah maju, proses pendidikan untuk anak usia dini sebagian dilaksanakan dalam lembaga pendidikan yang disebut lembaga PAUD dan pendidikan dalam lembaga tersebut merupakan suatu kegiatan yang lebih teratur dan terprogram dengan baik. Bentuk aktualisasi dan pernyataan penyadaran diri masyarakat secara kolektif dapat berupa keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
kebutuhan
pelaksanaan
program
PAUD
dalam
komunitas
yang
melingkupinya. Bentuk – bentuk keterlibatan masyarakat bisa teraktualisasikan dalam bentuk musyawarah dan juga terbentuknya institusi lokal oleh masyarakat itu sendiri. Dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan dan partisipasi
masyarakat dalam kegiatan pembangunan disegala bidang adalah untuk : 1. Memiliki tanggung jawab bersama di dalam rangka mensukseskan programprogram pendidikan anak usia dini melalui dukungan sepenuhnya terhadap cita-cita pendidikan anak usia dini, sehingga tercipta masyarakat yang kreatif dan aktif. 2. Menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan masyarakat tentang kegiatan pendidikan anak usia dini sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menghadapi hari esok. 3. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam mensukseskan setiap program-program pendidikan anak usia dini yang bersifat partisipatif untuk mencapai kesejahteraan sosial yang lebih baik. Peran serta keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program pendidikan bagi anak usia dini diantaranya adalah memfasilitasi lembaga PAUD yang telah ada agar orang tua dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak dengan mengikutkan anak mereka dalam kegiatan belajar dan bermain yang diselenggarakan oleh lembaga PAUD tersebut. Selama ini pemahaman orangtua tentang perkembangan anak masih sangat tradisional, kurang mau berubah, masih sangat konkret dalam berpikir, motivasi yang rendah karena kebutuhan yang masih sangat mendasar, serta masih sangat dipengaruhi oleh budaya setempat yang sempit. Rendahnya tingkat kesadaran orang tua agar anak usia dini dapat mengikuti
pendidikan prasekolah dipengaruhi oleh beberapa hal antara lainkarena masih terbatas dan tidak meratanya lembaga layanan PAUD yang ada di masyarakat terutama di pedesaan. Pada umumnya orang tua memandang pendidikan belum perlu diberikan kepada anak usia dini. Hal ini sangat wajar mengingat bahwa pemahaman orang tua terhadap pentingnya PAUD masih sangat rendah serta pada umumnya mereka berpandangan bahwa pendidikan identik dengan sekolah, sehingga bagi anak usia dini pendidikan
dipandang
belum
perlu.
Keterlibatan
masyarakat
hendaknya
didayagunakan karena dapat membantu pelaksanaan pendidikan anak usia dini, baik dalam bentuk pembinaan moral, bakat, pengajaran, maupun budaya. Dengan demikian masyarakat akan ikut menaruh kepentingan dan bertanggungjawab terhadap kelangsungan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini disatuan-satuan pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya masyarakat itu sendiri juga perlu meningkatkan keterlibatannya secara aktif dalam pelaksanaan, pembinaan, dan pelembagaan program Anak Usia Dini. Karena program PAUD ini menjadi sangat penting dilaksanakan sebab kualitas generasi mendatang sangat bergantung kepada kualitas anak-anak usia dini pada masa sekarang.