BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajar Gagne dalam Suprijono (2009: 2) belajar adalah “perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas, perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah”. Harold Spears dalam Suprijono (2009: 2) menyatakan sebagai berikut: “Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction”. Yang artinya bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikti arah tertentu. Menurut Reber dalam Efi (2007) ”mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan yang dapat mengubah kemampuan bereaksi seseorang yang bersifat permanen jika dilakukan dengan suatu latihan”. Surya dalam Rachmawati (2011: 5) berpendapat bahwa “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”. Baharuddin dan Wahyuni (2007: 5) mengemukakan bahwa belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya baik, pengetahuan, sikap maupun keterampilan melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu prubahan tingkah laku yang baru secra keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
7
8
Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar menurut Slameto (2003: 3) adalah: a. Perubahan terjadi secara sadar. seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu sekurangkuranggya ia merasakan telah terjadi suatu perubahan pada dirinya. b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional Perubahan
yang
berkesinambungan,
terjadi
dalam
diri
seseorang
berlangsung
tidak
statis.
Satu
perubahan
yang
terjadi
secara akan
menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya. c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perbahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri, d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berati bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar bersifat menetap atu permanen. e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Perubahan tingkah itu terjadi karena adanya tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya. Berdasarkan pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berdasarkan pengalaman dan latihan dengan membutuhkan periode waktu tertentu dan bersifat permanen. Perubahan-
9
perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku yang meliputi tiga aspek yaitu perubahan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. 2.1.2. Hasil Belajar Menurut Suprijono (2009: 5) “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Menurut Bloom dalam Suprijono (2009: 6) “hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi pada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan belajar. Informasi guru digunakan untuk menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan klasikal maupun individual. (Agus Marleviandra, 2009) Anni dalam Deden (2010) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan. Hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan murid dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah murid sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar menurut pandangan Oemar (2009: 27) hasil belajar adalah “apabila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku orang tersebut”. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai individu atau siswa setelah siswa tersebut mengalami atau melakukan suatu proses aktivitas belajar dalam waktu jangka waktu yang tertentu. Hasil belajar atau prestasi belajar itu merupakan kecakapan aktual (actual Ability) yang diperoleh siswa, kecakapan potensial (potencial ability) yaitu kemampuan dasar yang berupa disposisi yang dimiliki individu untuk mencapai prestasi.
10
Klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom dalam Nana Sudjana (2011: 22) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah yaitu: 1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. 2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3) Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kmampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Gagne dalam Suprijono (2009: 5) menyatakan bahwa hasil belajar berupa: 1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. 2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. 3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. 4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasakan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari setiap individu menurut (Agus Marleviandra, 2009) adalah sebagai berikut : 1) Faktor Internal (faktor dari dalam diri individu yang belajar) Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan
11
tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya. 2) Faktor Eksternal (faktor dari luar individu yang belajar) Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hasil belajar merupakan bukti usaha yang dicapai yang berupa pengetahuan, ketrampilan, dan sikap seseorang dalam memahami serta menyelesaikan permasalahan dan juga kemampuan yang dimiliki seseorang setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting
dalam
proses
pembelajaran.
Hasil
belajar
merupakan
tingkat
perkembangan mental yang lebih baik dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah melakukan usaha-usaha belajar. 2.1.3. Pembelajaran IPA IPA merupakan fenomena dan gejala
mata pelajaran yang berhubungan dengan seluruh yang terjadi di alam. Dalam kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP), ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah. (Depdiknas, 2006) “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang fenomena dan gejala alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.
12
Sehingga dalam hal ini perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan meningkatkan rasa ingin tahu siswa. Dengan demikian, pembelajaran merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki pemahaman konsep yang baik. Tujuan Pembelajaran IPA menurut Muslichah dalam Kurnia Septa (2008) tujuan pembelajaran IPA di SD adalah “untuk menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam, sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif “. Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaban, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahamankonsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat di tetrapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Dalam kurikulum KTSP selain dirumuskan tentang tujuan pembelajaran IPA juga dirumuskan tentang ruang lingkup pembelajaran IPA, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan arah pengembangan pembelajaran IPA untuk
13
mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sehingga setiap kegiatan pendidikan formal di SD harus mengacu pada kurikulum tersebut. Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD menurut BSNP meliputi aspekaspek: 1). Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2). Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas. 3). Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. 4). Bumi dan alam semesta meliputi : tata surya, dan benda-benda langit lainnya. 2.1.4. Pembelajaran Konvensional Menurut Sanjaya (2011) model pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Pada pola pembelajaran konvensional, kegiatan proses belajar mengajar lebih sering diarahkan pada aliran informasi dari guru ke siswa, serta penggunaan metode ceramah terlihat sangat dominan. Pola mengajar kelihatan baku, yakni menjelaskan sambil menulis di papan tulis serta diselingi tanya jawab, sementara itu peserta didik memperhatikan penjelasan guru sambil mencatat di buku tulis. Pembelajaran konvensional didalamnya meliputi berbagai metode yang berpusat pada guru. Metode-metode tersebut meliputi ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Menurut Winarno dalam Nomleni (2006) metode ceramah yaitu metode pengajaran dalam penuturan dan penerangannya secara lisan oleh guru terhadap kelasnya. Selama berlangsungnya ceramah, guru bisa menggunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar bagan, agar uraiannya menjadi lebih jelas. Tetapi metode utama dalam perhubungan guru dengan siswa adalah berbicara. Sedangkan peranan siswa dalam metode ceramah yang penting adalah mendengarkan dengan teliti serta mencatat materi yang dianggap pokok atau utama yang dikemukakan guru.
14
Kelebihan metode ceramah menurut Roestiyah (2008: 138) yaitu: a. Guru akan lebih mudah mengawasi ketertiban siswa dalam mendengarkan pelajaran, disebabkan mereka melakukan kegiatan yang sama. b. Bagi guru perhatiannya tidak akan terbagi-bagi atau terpecah-pecah, karena kegiatan siswa yang sejenis guru tidah perlu membagi-bagi perhatian. Kelemahan metode ceramah menurut Roestiyah (2008: 138) yaitu: a. Guru tidak mampu mengontrol sejauh mana siswa telah memahami pelajaran yang telah disampaikan oleh guru. b. Siswa yang tenang dan diam ketika pembelajaran belum tentu memahami dan mengerti tentang materi pelajaran. c. Dalam menangkap pengertian pelajaran dapat memberi pengertian yang berbeda mengenai apa yang dijelaskan oleh guru kepada siswa. Menurut Roestiyah (2008: 139) cara atau usaha untuk mengatasi kelemahan metode cermah yaitu: a. Selama guru melakukan ceramah, guru perlu mengajukan pertanyaan – pertanyaan. b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan, di tengah-tengah guru sedang berceramah atau ketika pelajaran telah selesai dijelaskan. c. Metode ceramah yang digunakan oleh guru dapat dikombinasikan dengan alatalat peraga agar tidak menimbulkan salah pengertian atau penafsiran. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah proses pembelajaran yang terpusat pada guru dan siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru, dalam hal ini metode ceramah terlihat dominan dalam pembelajaran. Metode ceramah merupakan usaha guru untuk memberikan pengetahuan kepada siswa dengan cara penuturan atau penegasanny secara lisan. 2.1.5. Pembelajaran Kooperatif Menurut Isjoni (2011: 14) pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa
15
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Slavin dalam Isjoni (2011: 22) menyatakan sebagai berikut: “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif. Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud (Suprijono, 2009: 54). Anita Lie dalam Isjoni (2011: 23) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif dengan istilah gotong royong, yaitu suatu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling bekerjasama dengan siswa lain dalam mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur. Menurut Wina dalam Deden (2010) model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu adanya peserta dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai. Pembelajaran kooperatif menurut Mohamad Nur (2011: 1) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam pembelajaran, mulai dari keterampilanketerampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks. Johnson & Johnson dalam Isjoni (2011: 23) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.
16
Karakteristik pembelajaran kooperatif menurut Indrawati dan Wanwan (2009) antara lain: a. Tanggung jawab individu, yaitu dimana setiap individu di dalam kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok, sehingga keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh tanggung jawab setiap anggota. b. Keterampilan sosial, meliputi seluruh kehidupan sosial, kepekaan sosial dan mendidik peserta didik untuk menumbuhkan pengekangan diri dan pengarahan peserta didik untuk belajar memberi dan menerima, mengambil dan menerima tanggung jawab, menghormati hak orang lain dan membentuk kesadaran sosial. c. Ketergantungan yang positif, adalah sifat yang menunjukkan saling ketergantngan satu terhadap yang lain di dalam kelompok secara positif. Keberhasilan kelompok sngat ditentukan oleh peran serta setiap anggota kelompok, karena setiap anggota dianggap memiliki kontribusi. Jadi peserta didik berkolaborasi bukan berkompetisi. d. Group processing, proses perolehan jawaban permasalahan dikerjakan oleh kelompok secara bersama-sama. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas (2007) tujuan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : 1) Tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja murid dalam tugas-tugas akademiknya. Murid yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi murid yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. 2) Tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar murid dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. 3) Tujuan
penting
ketiga
dari
pembelajaran
mengembangkan keterampilan sosial murid.
kooperatif
ialah
untuk
17
4) Pembelajaran kooperatif adalah yang menekankan pada pembelajaran kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran, sehingga unsur penting dalam strategi. Berdasarkan pengertian pembelajaran kooperatif di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menekankan pada adanya kerja sama antar siswa dan kelompoknya untuk mencapai tujuan belajar bersama. Pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa agar berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat. Pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling membantu dalam mengatasi tugas yang dihadapinya. 2.1.6. Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkin. Slavin (2010: 8) menyatakan bahwa STAD merupakan “Pembelajaran dimana siswa di tempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat-enam siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan rendah atau variasi jenis kelamin, kelompok ras dan etnis atau kelompok sosial lainnya”. Menurut Predy Karuru dalam Efi (2007) Student Team Achievment Division (STAD) merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Pelaksanaan strategi belajar ini, siswa ditugaskan untuk bekerja dalam satu kumpulan yang terdiri dari 4-5 orang setelah guru menyampaikan bahan pelajaran dan mengharuskan semua anggota menguasai pelajaran itu. Setelah melakukan kegiatan diskusi setiap anggota kelompok akan diberi ujian atau kuis secara individu. Nilai yang diperoleh setiap anggota dikumpulkan untuk memperoleh nilai kelompok. Sehingga untuk mendapatkan penghargaan, setiap siswa dalam kelompok harus membantu kelompoknya.
18
Pada pembelajaran kooperatif teknik STAD (Student Team Achievement Division) siswa belajar dan membentuk sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman dan kerjasama setiap siswa dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada mereka, pada pembelajaran ini siswa dilatih untuk bekerjasama dan bertanggung jawab terhadap tugas mereka sedangkan guru pada model pembelajaran ini berfungsi sebagai fasilitator yang mengatur dan mengawasi jalannya proses belajar. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement) ini adalah model yang menekankan pada aktivitas dan interaksi siswa untuk saling memotivasi dan membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai hasil yang maksimal melalui kerja tim atau kelompok. Komponen STAD (Student Team Achievement Division) menurut Slavin (2010: 143) adalah sebagai berikut: a. Presentasi kelas. Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Presentasi kelas ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan dalam pelajaran yang dipimpin oleh guru. b. Belajar dalam tim. Murid dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. Fungsi utama dar tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan dapat membahas permasalahan bersama. Jika ada kesulitan, murid yang merasa mampu membantu yang kesulitan. c. Tes individu. Setelah pembelajaran selesai ada tes individu (kuis), para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. d. Skor pengembangan individu. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya. Setiap siswa diberikan skor awal, yang diperoleh dari kinerja rata-rata siswa pada kuis serupa sebelumnya. Kemudian siswa memperoleh poin untuk timnya berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
19
e. Penghargaan tim. Tim dapat memperoleh sertifikat atau penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka melampaui kriteria tertentu. Berdasarkan langkah-langkah penerapan pembelajaran STAD (Student Team Achievement Division) di atas, dapat disimpulkan bahwa: a. Guru menerangkan mengenai topik pembahasan. Pada tahap ini di gunakan untuk penyajian materi oleh guru. Sebelum menyajikan materi pelajaran guru dapat menjelaskan tujuan pelajaran, memberi motivasi untuk berkooperatif, menggali pengetahuan siswa. Pada tahap ini guru memulai materi dengan menyampaikan indikator, dilanjutkan dengan apersepsi dan penyajian materi energi. b. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari empat sampai lima orang. c. Guru memberikan lembaran tugas siswa untuk masing-masing kelompok untuk didiskusikan bersama dan saling membantu untuk menguasai materi. Kemudian hasil diskusi tersebut dipresentasikan. d. Guru memberikan evaluasi secara individu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar yang di capai. e. Setiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaanya terhadap bahan ajar, dan pada individu atau kelompok yang mendapat prestasi paling tinggi diberi penghargaan. 1) Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division): a. Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan kerjasama kelompok. b. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok d. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat. 2) Kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division):
20
a. Sejumlah murid mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tipe STAD. b. Membutuhkan waktu yang lama dalam pelaksanaannya. c. Pada permulaan penerapan model pembelajaran ini, guru akan merasa kesulitan dalam pengelolaan kelas. 3) Solusi untuk mengatasi kekurangan model pembelajran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division): a. Dalam memilih masalah mempertimbangkan aspek kemampuan dan perkembangan anak didik. b. Siswa terlebih dahulu dibekali pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan. c. Bimbingan secara kontinu dan persediaan alat-alat/sarana pengajaran yang perlu diperhatikan. d. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar dapat terampil dalam menerapkan model ini. 2.1.7. Efektivitas STAD (Student Team Achievement Division) Efektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu Effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Efektivitas menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya (Lestari, 2011). Menurut Hidayat dalam Danfar (2009) menjelaskan bahwa “Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”. Sedangkan pembelajaran STAD (Student Team Achievement Division) menurut Slavin (2010: 8) yaitu “Pembelajaran dimana siswa di tempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat-enam siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan rendah atau variasi jenis kelamin, kelompok ras dan etnis atau kelompok sosial lainnya”. Dalam pembelajaran dengan menggunakan model STAD mengharuskan setiap siswa mampu menguasai materi yang telah diberikan oleh guru, dimana penguasaan
21
materi tersebut berdasarkan kerjasama setiap siswa dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada mereka, pada pembelajaran ini siswa dilatih untuk bekerjasama dan bertanggung jawab terhadap tugas mereka. Jadi efektivitas dalam hal ini dapat dikaitkan dengan pembelajaran STAD (Student Team Achievement Division) yaitu dimana dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team Achievement Division) dapat menunjukkan tercapainya suatu hasil/tujuan yang diperoleh siswa dari belajar kelompok atau kelompok belajar. Hasil tersebut berupa keberhasilan setiap anggota kelompok untuk mampu menguasai materi pelajaran dan menyelesaikan tugas yang diberikan kepada kelompoknya dengan baik, dalam hal ini hasil yang dicapai juga dapat berupa hasil belajar siswa dalam aspek kognitif. 2.2. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan penelitian lain yang dapat dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun penelitian terdahulu yang hampir sama diantaranya: Samiyati (2011) dengan judul “Pengaruh Metode Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) Terhadap Pencapaian Kompetensi Dasar IPA Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi Siswa (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas V Semester I di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Karanganyar,Kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011)”. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Karanganyar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri di Kecamatan Karanganyar dengan jumlah 26 sekolah. Dikarenakan luasnya wilayah populasi maka dalam penelitian ini diambil sub populasi sebanyak 3 sekolah yang memiliki kesetaraan prestasi ditinjau dari nilai ujian nasional. Sampel terdiri 3 sekolahan yaitu SD Negeri 01 Gedong dipakai sebagai sekolah eksperimen untuk metode STAD sebanyak 40 siswa, SD Negeri 02 Gedong dipakai sebagai sekolah kontrol untuk metode jigsaw sebanyak 40 siswa, dan SD Negeri 03 Gedong dipakai sebagai sekolah uji coba validitas dan reliabiitas instrumen sebanyak 30 siswa.Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis anava dua jalan. Hasil penelitian ini adalah (1) Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara pembelajaran menggunakan
22
metode STAD dan Jigsaw terhadap prestasi belajar siswa di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Karanganyar. (2) Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara motivasi berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi rendah terhadap prestasi belajar siswa di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Karanganyar. (3) Terdapat interaksi pengaruh penggunaan metode pembelajaran dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Karanganyar. Nomleni (2006) dengan judul
“Perbedaan Prestasi Belajar Matematika
Diantara Siswa Yang Diajar Dengan Metode Ceramah dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dalam meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA Kristen 1 SoE”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar matematika yang signifikan diantara siswa yang diajar dengan menggunakan metode ceramah dengan siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran STAD. Hasil penelitian diuji denga uji-t dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar matematika yang signifikan antara siswa yang diajar dengan metode ceramah dengan model pembelajaran STAD yang signifikan pada taraf α = 0,05 yaitu sebesar 17,39. Yang berati samakin sering siswa diajar dengan model pembelajaran STAD maka semakin tinggi prestasi belajar matematika siswa bila dibandingkan dengan prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan metode ceramah. 2.3. Kerangka Pikir Untuk memperoleh keterampilan dan ilmu pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya yaitu melalui pembelajaran, dimana pembelajaran
dapat
diartikan
sebagai
kegiatan
yang
ditunjuk
untuk
membelajarkan siswa. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajarnya. Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal diperlukan berbagai faktor yang mendukung. Diantaranya kurikulum, model pembelajaran, serta sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar mengajar di sekolah. Pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran yang berbeda bisa mengurangi kondisi yang monoton dalam proses belajar mengajar, selaian itu
23
pembelajaran dapat berlangsung secara aktif dan menarik minat siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA adalah dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division). Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) ini diharapkan dapat menarik minat dan semangat siswa dalam pembelajaran serta membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini siswa diharapkan mampu bekerjasama dengan siswa lainnya untuk memahami materi maupun saat kerja kelompok. Sehingga dalam kegiatan belajar tidak monoton secara individu saja, tetapi siswa belajar secara interaksi dengan cara mengelompok dan melakukan kegiatan antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Dengan begitu pemahaman terhadap materi pelajaran dapat berlangsung dengan optimal, sehingga hasil belajar siswa juga menjadi optimal. Berikut ini adalah kerangka pikir ”Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor 01 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”:
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
1) 2) 3) 4)
Presentasi kelas Belajar dalam tim Tes individu Pemberian skor pengembangan individu 5) Penghargaan tim
Hasil Belajar Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
1) Ceramah 2) Tanya jawab 3) Evaluasi
Hasil Belajar Pembelajaran Konvensional
Kegiatan Belajar Mengajar Kelas IV
Pembelajaran Konvensional
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
24
2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan : H0:
Tidak ada perbedaan hasil belajar IPA kelas IV yang signifikan antara pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dan pembelajaran konvensional.
H1:
Ada perbedaan hasil belajar IPA kelas IV yang signifikan antara pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dan pembelajaran konvensional.