BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kajian Teori
2.1.1 Hasil Belajar Hasil adalah buah usaha yang dilakukan seseorang. Hasil belajar berartii buah dari kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan seperangkat kemampuan yang harus dikuasai dan dicapai oleh peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar dapat pula diartikan sebagai kondisi akhir yang harus dicapai peserta didik setelah proses pembelajaran berlangsung.. Sebagian orang sering mengartikan hasil belajar sama dengan prestasi belajar, padahal sebenarnya hasil belajar berbeda dengan prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan kumpulan dari beberapa hasil belajar yang telah dicapai dan yang telah dilakukan (Kamus Besar bahasa Indonesia). Prestasi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan untuk mendapatkan hasil yang dicapai dari apa yang telah dilakukan. Prestasi belajar adalah tujuan dari belajar. Menurut Ishak Abduhak hasil belajar berupa kapabilitas, baik berupa pengetahuan, sikap, ataupun keterampilan tertentu (Universitas Terbuka, 2006: 3.34). Kapabilitas tersebut diperoleh melaluii dua cara, yaitu: 1) Melalui stimulasi atau rangsangan yang datang dari lingkungan 2) Melalui proses kognitif yang dilakukan peserta didik. Menurut Gagne ada lima hasil belajar berupa kapabilitas yang diperoleh peserta didik yaitu: 1) Informasi verbal, berupa kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan melalui bahasa baik secara lisan ataupun tulisan 2) Keterampilan intelektual, berupa kecakapan yang berfungsi untuk berinteraksi dengan lingkungan. Keterampilan intelektual ini antara lain berupa kemampuan dalam memahami konsep, kaidah, ataupun prinsip. 3) Strategi kognitif berupa kemampuan strategis dalam menggunakan konsep, kaidah ataupun teori guna pemecahan masalah yang dihadapi. 5
4) Keterampilan motorik, berupa kemampuan untuk melakukan ragam kegiatan yang sifatnya fisik atau jasmani 5) Sikap, yang direfleksikan dalam kemampuan menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan kriteria penilaian yang dilakukannya. Hasil belajar sebagaimana tersebut di atas pada akhirnya bermuara pada pencapaian tujuan pendiidikan nasional dalam UU No 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan dirujuk dalam Tap MPR Nomor II / MPR / 1993 tentang GBHN. Pendidikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, menumbuhkan jiwa patriotik, dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan, dan kesetiakawaan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta berorientasi ke masa depan. Jika disimpulkan tujuan pendidikan nasional adalah terbentuknya manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan pandangan hidup Pancasila. Karakteristik manusia Indonesia seutuhnya yang dimaksud adalah: 1) Karakteristik manusia berkualitas,yang bercirikan antara lain: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, memiliki ilmu pengetahuan, maju tangguh dan cerdas. 2) Karakteristik manusia yang kompetitif, yang bercirikan antara lain: beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, sehat jasmani dan sehat rohani, berjiwa patriotik, meningkatkan kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta berorientasi ke masa depan. Hasil belajar yang dicapai siswa secara individu berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan karena peserta didik memiliki karakteristik individual yang berbedabeda pula. Faktor yang mempengaruhinya bisa berasal dari luar siswa (faktor eksternal) bisa pula berasal dari diri siswa sendiri (faktor internal). Pandangan konvergensi yang dikembangkan oleh Wiliam Stern berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, faktor bawaan ataupun faktor lingkungan memberikan kontribusi yang sepadan. Jadi Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi : fisiologi dan psikologi sedangkan faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. 6
Guru sebagai model dalam pembelajaran di kelas memegang peranan sebagai faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Pemilihan metode, penggunaan alat peraga, pendekatan yang digunakan guru serta kecermatan guru mengorganisasikan potensi dan minat siswa menjadi kunci keberhasilan siswa. 2.1.2. Hakikat Matematika Dipandang dari segi sistem proses belajar mengajar, Matematika sekolah merupakan masukan instrumental, yang memiliki obyek dasar abstrak dan berlandaskan kebenaran konsistensi, untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan berdasarkan kurikulum terbaru KTSP Permendiknas No.22 tahun 2006, Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi insormasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan Matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan Matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan Matematika yang kuat sejak dini. Dua ciri penting dari Matematika adalah: Memiliki obyek kejadian yang abstrak, dan berpola pikir deduktif dan konsisten. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Menurut Jerome S. Bruner, ahli psikologi kognitif mengemukakan bahwa dalam mempelajari Matematika seorang anak perlu secara langsung menggunakan bahan-bahan manipulatif yaitu benda konkrit yang dirancang khusus dan dapat diotakatik oleh siswa dalam berusaha memahami suatu konsep Matematika. Mata pelajaran Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Secara khusus pendidikan Matematika di SD bertujuan untuk: 7
a. Menumbuhkembangkan keterampilan berhitung sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari. b. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan Matematika. c. Mengembangkan pengetahuan dasar Matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di SMP. d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. Tujuan Matematika menurut kurikulum KTSP adalah: a. Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atu menjelaskan gagasan dan pernytaan Matematika. c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e. Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet, dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Ruang lingkup mata pelajaran untuk SD/MI yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Bilangan b. Geometri dan pengukuran c. Pengolahan data 2.1.3 Penerapan Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Matematika a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Berarti, bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami siswa sebagai anak didik.
8
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. (Daryanto, 2009: 2). Perubahan yang terjadi pada seseorang banyak sekali sifat maupun jenisnya. Oleh karena itu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Sebagai contoh, kalau tangan seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar, kalau tangan seorang anak bengkok karena patah tertabrak, maka perubahan semacam itu tidak dapat digolongkan ke dalam perubahan dalam arti belajar. Termasuk seseorang yang dalam keadaan mabuk, perubahan yang terjadi dalam aspek kematangan, pertumbuhan dan perkembangan tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar. Menurut Daryanto (2009: 2-4), belajar memiliki ciri: (1) perubahan terjadi secara wajar; (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional; (3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif; (4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara; (5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah; dan (6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Belajar adalah suatu proses psikologis yaitu perubahan tingkah laku peserta didik baik pengetahuan, sikap ataupun keterampilan (Din Wahyudin. 2006: 3.30). Menurut Skinner (dalam Din Wahyudin, dkk, 2006: 3.31), belajar adalah suatu perubahan perilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya apabila seseorang tidak belajar maka responnya cenderung menurun. Pandangan Skinner ini terkenal dengan teori Skinner yaitu ”Conditioning operant”. Ada dua hal penting yang menjadi ciri teori ini yaitu: pertama, pemilihan stimulus yang diskriminatif, dan kedua, penggunaan penguatan. Gagne (dalam Din Wahyudin, dkk, 2006: 3.31), berpendapat bahwa, belajar merupakan proses dari yang sederhana ke yang kompleks. Oleh sebab itu proses belajar selalu bertahap mulai dari belajar melalui tanda (signal), kemudian melalui rangsangan–reaksi (stimulus respons), belajar berangkai (chaining), belajar secara verbal, belajar membedakan (discrimination), belajar konsep, sampai kepada cara belajar prinsip dan belajar untuk pemecahan masalah. Hasilnya berupa kapabilitas, baik berupa pengetahuan, sikap ataupun keterampilan tertentu. Gagne berpendapat bahwa kapabilitas diperoleh melalui beberapa cara, antara lain: 9
a) Melalui stimulasi atau rangsangan yang datang dari lingkungan. b) Melalui proses kognitif yang dilakukan peserta didik. Sund (dalam Din Wahyudin, dkk, 2006: 3.33), mengutamakan proses penemuan (discovery) dalam belajar. Proses penemuan adalah proses mental, intelektual, dan emosional yang dapat melibatkan siswa dalam mengolah bahan belajar. Melalui suatu proses discovery siswa akan sampai pada penemuan sesuatu oleh dirinya atas bantuan minimal dari guru. Suatu kegiatan penemuan ini harus dirancang sebelumnya sehingga siswa dapat menemukan konsep. Sebelum siswa menemukan sesuatu, ia akan melakukan terlebih dahulu berbagai kegiatan seperti: pengamatan, analisis sampai pada kesimpulan sementara. Itulah sebabnya proses penemuan ini lebih merupakan proses interaksi siswa dengan lingkungannya menuju proses belajar yang lebih bermakna (meaningful learning). Menurut Dinn Wahyudin (2006: 3.30), pembelajaran diartikan sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang mengondisikan seseorang untuk belajar. Dengan demikian pembelajaran lebih memfokuskan diri agar peserta didik dapat belajar secara optimal melalui berbagai kegiatan edukatif yang dilakukan pendidik. Oemar Hamalik (1995: 57), menyebut pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran. Lebih lanjut Oemar Hamalik
(dalam Din wahyudin, 2006: 3.33)
mengemukakan adanya ciri pembelajaran, yaitu: 1) Adanya rencana. Rencana ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang merupakan unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus 2) Saling Ketergantungan (interdependence) antara unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masingmasing memberi sumbangannya kepada sistem pembelajaran. 3) Tujuan Sistem pembelajaran memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat manusia dengan sistem yang alami (natural). Tujuan sistem pembelajaran adalah agar siswa dapat belajar. Dengan demikian tugas seorang perancang sistem pembelajaran adalah
10
mengorganisasi tenaga, material, dan prosedur agar peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisien. Proses belajar mengajar dapat dikatakan bermakna serta mempunyai kadar keaktifan semua dalam belajar, apabila terdapat ciri-ciri sebagai berikut: a. Ada keterlibatan siswa dalam menyusun atau membuat perencanaan dalam proses belajar mengajar. b. Adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok untuk berlangsungnya proses belajar mengajar di kelas . Situasi dan kondisi kelas tidak kaku dan terikat dengan suasana yang mati, tetapi sewaktu-waktu bisa diubah sesuai dengan kebutuhan siswa dengan situasi yang cocok. c. Keinginan, keberanian peserta didik untuk menampilkan minat kebutuhan dan permasalahannya. Dengan keberanian dalam mengajukan pendapatnya, maka segala permasalahan dalam kegiatan belajar mengajar dapat teratasi atau terselesaikan. d. Peserta didik lebih banyak mencari dan memberi informasi, e. Peserta didik banyak mengajukan pertanyaan, baik kepada guru maupun kepada peserta didik lainnya yang lebih mengetahui. f. Peserta didik memberikan respon terhadap stimulus belajar yang diberikan oleh guru, seperti membaca mengerjakan tugas, mendiskusikan pemecahan masalahnya dengan teman se kelas, bertanya kepada guru bila peseta didik mendapat kesulitan. g. Peserta didik berkesempatan melakukan penilaian sendiri terhadap hasil pekerjaannya, sekaligus memperbaiki dan menyempurnakan pekerjaan yang dianggap belum sempurna. h. Peserta didik membuat sendiri kesimpulan belajar dengan bahan dan cara masing-masing, baik secara mandiri maupun secara kelompok. Bila mencermati uraian di atas, maka proses belajar mengajar yang menempatkan peserta didik sebagai titik pusat kegiatan belajar ini akan dapat menghasilkan suatu proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Dengan demikian, maka cara belajar siswa aktif di sini adalah salah satu strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subyek didik seoptimal mungkin, sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien.
11
Sedangkan keaktifan dalam belajar adalah aktif dalam mendengarkan, memperhatikan, mencatat, menanyakan, membaca, berlatih, menyelesaikan tugas serta dapat memecahkan masalah yang bersangkutan dengan masalah pendidikan. Macam-macam, keaktifan dalam belajar ini melibatkan kondisi jasmani dan rohani yang di antaranya meliputi: a. Keaktifan akal Keaktifan akal terjadi ketika berpikir atau menyelesaikan masalah. Karena dalam belajar selalu melibatkan akal untuk berpikir. Dengan berpikir orang akan memperoleh penemuan baru. b. Keaktifan indera Dalam belajar melibatkan seluruh fungsi indera untuk melakukan kegiatan seperti membaca, mendengar dan lain-lain. Apabila aktivitas-aktivitas itu didorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai suatu tujuan, maka akan memperoleh perubahan dalam tingkah laku. c. Keaktifan ingatan Pada waktu belajar, siswa harus aktif dalam menerima apa yang disampaikan oleh guru dan berusaha menyampaikan atau mengingatnya dalam otak dan ketika diperlukan bisa mengutarakannya kembali. d. Keaktifan emosional Dalam belajar selalu melibatkan perasaan senang atau tidak senang. Namun hendaknya seorang anak didik senantiasa berusaha menyukai apa yang telah dipelajari, karena merupakan tanggung jawab diri sendiri. b. Pengertian Metode Demonstrasi Metode merupakan salah satu unsur yang dalam proses pembelajaran. Peran metode sangat penting karena penggunaan metode yang kurang tepat di dalam proses pembelajaran akan mengaburkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Begitu besar dan pentingnya metode maka guru harus tepat di dalam pemilihan metode dan penerapannya juga harus dikuasai dengan baik agar kegiatan pembelajaran berlangsung baik. Metode adalah merupakan cara atau teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksi dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.
12
Demonstrasi adalah melakukan sesuatu yang bertujuan untuk membuktikan secara ilmiah sebuah permasalahan dalam pembelajaran. Metode demonstrasi artinya cara /teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksi dengan siswa yang tergabung pada saat proses pembelajaran melalui peragaan ilmiah dalam kelompok untuk mencari kebenaran. Keunggulan metode demontrasi adalah: 1) Suasana kelas lebih hidup 2) Meningkatkan daya pikir dan kepribadian siswa (toleransi, demokrasi, berpikir kritis, dan sistematis serta obyektif. 3) Dapat membantu siswa membuktikan secara
ilmiah terhadap ilmu yang
dipelajari. Langkah-langkah metode demonstrasi: a.
Perencanaan Dalam perencanaan hal-hal yang dilakukan ialah 1. Merumuskan tujuan yang baik dari sudut kecakapan atau kegiatan yang di harapkan dapat tercapai setelah metode demontrasi berakhir 2. Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan di laksanakan 3. Memperhitungkan waktu yang di butuhkan 4. Selama demonstrasi berlangsung guru haru intropeksi diri apakah: Keterangan-keterangan dapat di dengar dengan jelas oleh siswa Apakah semua media yang di gunaka telah di tempatkan pada posisi yang baik, hingga semua siswa dapat melihat semuanya dengan jelas Siswa di sarankan membuat catatan yang dianggap perlu 5. Menetapkan rencana penilaian terhadap kemampuan anak didik
b.
Pelaksanaannya: Hal-hal yang mesti di lakukan adalah: 1. Memeriksa hal-hal tersebut di atas untuk kesekian kalinya 2. Melakukan demonstrasi dengan menarik perhatian siswa 3. Mengingat pokok-pokok materi yang akan di demonstrasikan agar mencapai sasaran 4. Memperhatikan kedaan siswa, apakah semuanya mengikuti demonstrasi dengan baik 13
5. Memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif 6. Menghindari ketegangan c.
Evaluasi: Dalam kegiatan evaluasi ini dapat berupa pemberian tugas, seperti membuat laporan, menjawab pertanyaan, mengadakan latihan lebih lanjut, baik di sekolah ataupun di rumah.
d.
Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penggunaan metode demonstrasi tersebut adalah: 1. Rumuskan secara spesific yang dapat di capai oleh siswa. 2. Susun langkah-langkah yag akan dilakukan dengan demontrasi secara teratur sesuai dengan skenario yang telah di rencanakan. 3. Menyipkan peralatan yang di butuhkan sebelum demonstrasi dimulai. 4. Usahakan dalam melakukan demonstrasi tersebut sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
2.1.4. Pengertian Media Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ’tengah’, ’perantara’, atau ’pengantar’. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Di samping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator menurut Fleming (1987: 234) adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Dengan istilah mediator, media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar, yaitu siswa dan isi pelajaran. Ringkasnya, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran. (Arsyad, 2003: 3) Yudhi Munadi (2008 :5), memberi batasan bahwa media pembelajaran adalah sumber-sumber belajar selain guru sebagai penyalur atau penghubung pesan ajar yang diadakan dan atau diciptakan secara terencana oleh para guru atau pendidik..
14
Mulyasa (2007:48), menyatakan, bahwa sumber belajar dapat dirumuskan sebagai sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan, dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber belajar dapat berupa manusia, bahan, lingkungan, alat, dan aktifitas. Apabila dikaitkan dengan mata pelajaran bahasa Indonesia, maka sumber belajar mata pelajaran bahasa Indonesia di SD (Sekolah Dasar) dapat berupa buku, hasil penelitian, jurnal/majalah, media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronika, kamus, sanggar/ laboratorium, lingkugan/fenomena alam, narasumber. a. Fungsi Media Levie & Lentz mengemukakan empat fungsi media pengajaran, khususnya media visual, yaitu (a) fungsi atensi, (b) fungsi afektif, (c) fungsi kognitif, dan (d) fungsi kompensatoris. Fungsi atensi media merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. 1) Fungsi Afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. 2) Fungsi Kognitif media visual yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. 3) Fungsi Kompensatoris media pengajaran memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Dengan kata lain, media pengajaran berfungsi untuk mengakomodasi siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal. (Yudhi Munadi, 2008: 43). b. Kriteria Pemilihan Media Kriteria pemilihan media bersumber dari konsep bahwa media merupakan bagian dari sistem instruksional secara keseluruhan. Untuk itu ada beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media, yaitu:
15
1) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. 2) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara afektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa. 3) Praktis, luwes, dan bertahan. Kriteria ini menuntun para guru/instruktur untuk memilih media yang ada, mudah diperoleh, atau mudah dibuat sendiri oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan dimana pun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia disekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana. 4) Guru terampil menggunakannya. Ini merupakan salah satu kriteria utama. Apa pun media itu, guru harus mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran. 5) Pengelompokan sasaran. Media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. Ada media yang tepat untuk jenis kelompok besar, kelompok sedang, kelompok kecil, dan perorangan. 6) Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya, visual pada slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang berupa latar belakang. (Arsyad, 2003 : 72).
C.
Penggunaan Media Kartu Bilangan Media kartu di dalam pembelajaran Matematika merupakan suatu media yang memuat instruksi-instruksi yang berupa pertanyaan dan latihan yang digunakan untuk mempelajari ide mereka dalam bentuk kartu angka”. (Herman Hudojo (1988 : 136)). Media kartu yang digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar Matematika anak kelas 1 dalam penelitian ini dikemas dalam bentuk permainan, sebab permainan dapat membuat suasana lingkungan belajar menjadi senang, bahagia, santai namun tetap memiliki suasana yang kondusif. Melalui permainan siswa juga dilatih untuk bekerja sendiri, tabah, percaya diri tidak mudah putus asa dan pantang menyerah. 16
Menurut Jean Piaget dalam John D. Latuheru, (1988 : 109), yang menyatakan bahwa :Salah satu dasar proses-proses mental menuju kepada intelektual adalah melalui permainan, sebab anak-anak tidak akan terasa menghadapi kesukaran apabila dijaring dalam bentuk permainan, karena permainan memiliki beberapa kelebihan diantaranya permainan dirancang untuk bisa menjadikan konsep-konsep yang abstrak menjadi konsep konkret, dapat dimengerti dan menyenangkan, membantu ingatan anak terhadap pelajaran yang diberikan, permainan merupakan suatu selingan pemberian media atau alat peraga yang secara rutin berlangsung di kelas dari hari ke hari. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indianto dan kawankawan {2003 : 46} yang menunjukkan bahwa metode pembelajaran permainan dapat menumbuhkan rasa senang terhadap pelajaran Matematika.Permainan Matematika apabila digunakan secara berencana dengan tujuan instruksional, jelas, tepat, penggunaanya serta sesuai dengan waktunya dapat menjadi metode yang efektif untuk meningkatkan prestasi belajar Matematika. Permainan kartu untuk mengajarkan Matematika dalam penelitian ini digunakan untuk menerangkan penjumlahan dan pengurangan dari bilangan 1-20 dengan cara memberikan kartu kepada anak kelas 1. Permainan kartu ini digunakan sebagai salah satu media pembelajaran supaya anak kelas 1 termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam proses kegiatam belajar Matematika. Permainan kartu ini dibuat sesuai kemampuan dan kondisi anak kelas 1 sehingga mempermudah untuk memahami pelajaran Matematika. Pengetahuan dan pemahaman konsep metematika yang diperoleh dari permainan kartu ini diharapkan memberikan bantuan motivasi untuk belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika anak kelas 1. Dengan menggunakan media kartu bilangan ini, siswa akan lebih paham tentang konsep penjumlahan. Permainan ini sangat mudah dan menyenangkan dalam pembelajaran konsep pembagian untuk siswa kelas 1. Dan siswa pun akan cepat memahami konsep penjumlahan dan pengurangan yang kita sampaikan. Siswa pun bisa memainkannya kapan saja dan di mana saja, misalnya pada waktu istirahat atau pulang sekolah. Siswa pun bisa memainkannya bersama temannya atau keluarganya. Kartu bilangan ini juga sangat efektif dalam pembelajaran konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 20 ini. Guru bisa menerapkan 17
konsep penjumlahan dan pemngurangan dengan cara yang menyenangkan dan juga mudah dimengerti oleh para siswa. Kartu bilangan ini juga dapat dibawa kemanamana karena bentuknya yang tidak terlalu besar, seukurang dengan kartu “gapleh” pada biasanya. Mata pelajaran Matematika biasanya menjadi mata pelajaran yang ditakuti para siswa SD karena mereka berpikir Matematika itu akan selalu membosankan dengan mengutak-atik angka dengan bermacam-macam operasi. Misalnya operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan lain-lain. Padahal Matematika itu bisa menjadi menyenangkan apabila gurunya bisa membawakan materi dengan baik. Tapi dengan penggunaan media kartu bilangan kita bisa memperlihatkan bahwa Matematika itu mudah dan menyenangkan. Matematika itu tidak sesusah dan serumit yang mereka bayangkan, jika kita sebagai guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan menyenangkan. Jadi siswa bisa mudah memahami pembelajaran yang kita sampaikan. 2.2
Kajian Penelitian yang Relevan 2.2.1 Penelitian Slamet yang dimuat pada jurnal Pendidikan Widyatama berjudul” Upaya meningkatkan Hasil Belajar Pengurangan Bilangan Bulat dengan Menggunakan Manik-Manik dan Garis Bilangan melalui Demonstrasi pada Siswa Kelas VI Semester 2 SD Negeri Tompomulyo 01 Tahun Pelajaran 2008/2009”. Hasil Penelitian Slamet menunjukkan bahwa melalui Demonstrasi ada peningkatan terhadap perhatian siswa pada proses pembelajaran. Pada siklus I siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru 25 %, pada siklus II semua siswa memperhatikan penjelasan guru. Selain itu terdapat peningkatan hasil belajar siswa. Pada kondisi awal nilai rata-rata 55, pada siklus I rata-rata 65, siklus II rata-rata 76,66, dan pada siklus III nilai rata-rata 87,50. 2.2.2
Penelitian I Made Kusumawinata , 1102403036 (2009), berjudul Pemanfaatan Media Permainan Kartu Angka dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika dalam Operasi Hitung Bilangan Cacah Di SD (Studi di Kelas II SD Negeri Girimargo 1 Kecamatan Miri Kabupaten Sragen). Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Pada siklus I persentase ketuntasan belajar individual siswa masih sangat rendah 18
yaitu 25%, sedangkan persentase ketuntasan belajar kelas juga masih rendah yaitu 76%. Setelah dilakukan diskusi dan saran-saran perbaikan, nampak dalam tampilan siklus II ada perubahan-perubahan. Pada siklus II ini, persentase ketuntasan belajar individual siswa terendah mulai mengalami peningkatan yaitu menjadi 40%, sedangkan persentase ketuntasan belajar kelas meningkat hingga mencapai 82%. Namun siklus II ini masih dipandang belum berhasil, sehingga perlu diadakan pelaksanaan siklus III. Dalam pelaksanaan siklus III didapatkan bahwa nampak adanya perubahan kemampuan siswa dalam belajar. Pada siklus III ini persentase ketuntasan belajar individual siswa terendah yaitu 68%, sedangkan persentase ketuntasan belajar kelas mencapai 83%. Meningkatnya keaktifan siswa dan meningkatnya hasil prestasi siswa dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika dalam penjumlahan dan pengurangan dengan permainan kartu angka pada kelas II SD Negeri Girimargo 1 Miri telah berhasil. 2.3
Kerangka Berpikir
Kondisi awal
Tindakan
Kondisi akhir
Guru/peneliti belum menerapkan metode metode demonstrasi dan media kartu bilangan
Guru/peneliti sudah menerapkan metode demonstrasi dan media kartu bilangan
Diduga melalui penerapan metode demonstrasi dan media kartu bilangan meningkatkan hasil belajar Matematika bagi siswa kelas I SDN 1 Terkesi
19
Siswa yang diteliti hasil belajarnya rendah
Siklus I Penerapan metode demonstrasi tanpa media kartu bilangan
Siklus II Penerapan metode metode demonstrasi dengan media kartu bilangan
Sebelum diadakan penelitian guru belum menerapkan metode demonstrasi dan media kartu bilangan dalam proses pembelajaran Matematika. Hal ini menyebabkan perhatian dan minat belajar siswa rendah sehingga hasil belajar yang dicapai tidak sesuai dengan harapan. Peneliti melakukan perbaikan dengan tindakan dalam dua siklus. Pada siklus I peneliti menerapkan metode demonstrasi. Setelah proses pembelajaran diadakan ulangan ternyata hasilnya ada peningkatan dibanding sebelumnya, meskipun belum sesuai harapan. Pada siklus kedua peneliti menerapkan metode demonstrasi disertai penggunaan media kartu bilangan, dan pada akhir pembelajaran diadakan ulangan ternyata hasil belajar yang dicapai siswa lebih baik dari hasil yang didapat pada siklus pertama. Ini adalah hal baik yang dicapai siswa. Berarti usaha guru tidak sia-sia. Setelah diadakan penelitian ternyata kondisi akhir siswa mengalami perubahan dan peningkatan, yaitu prosentase siswa yang tuntas mencapai 72% (tujuh puluh dua persen). Peningkatan tersebut diduga karena guru menerapkan metode demonstrasi dan media kartu bilangan. 2.4
Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir tersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan sementara (hipotesis) sebagai berikut : ”Bahwa melalui penerapan metode demosntrasi dan media kartu bilangan dapat meningkatkan hasil belajar Matematika kompetensi dasar menjumlahkan dan mengurangkan bilangan sampai 20 bagi siswa kelas I SD Negeri 1 Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan pada semester 1 tahun 2011/2012”.
20