10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Terapi Suara a. Definisi Terapi Suara Menurut Al Jauziyah (2004), Terapi itu seluruhnya ada dua macam, pertama, yaitu tindakan preventif, dan yang kedua, yaitu perlindungan terhadap kesehatan tubuh. Tindakan preventif atau pencegahan itu sendiri ada dua jenis, yaitu pencegahan dari hal-hal yang dapat menimbulkan sakit, dan pencegahan dari hal-hal yang memperparah penyakit yang sudah ada sehingga setidaknya penyakit tidak ber tambah. Sedangkan oleh Abduddaim (2010), Suara diartikan sebagai rangkaian gelombang yang menyebar di udara. Dan gelombang tersebut adalah kumpulan dari getaran yang menggerakkan udara. Getaran-getaran suara itu masuk melalui telinga dan menggerakkan gendang telinga yang kemudian bergerak menuju tulang-tulang kecil, lalu menuju saraf pendengaran dan berubah menjadi getaran elektromagnetik yang diterima oleh otak. Selanjutnya otak akan menganalisanya dan memberikan perintah kepada tubuh untuk memberikan respons bersama-sama. b. Tujuan Terapi Suara Selain suara manusia, para ilmuwan juga menemukan bahwa banyak makhluk kecil yang menjadi sumber frekuensi suara, seperti sel, virus, dan bakteri, bahkan partikel DNA yang ada dalam inti sel. Oleh karena itu makhluk-makhluk itu menjadi sumber suara, logis pula jika mudah terpengaruh oleh efek suara.
10
11
Menurut Abduddaim Kahel (2010), terapi suara mempunyai beberapa tujuan, antara lain : 1) Mendiagnosis Dini Berbagai Penyakit Kesimpulan ini lahir setelah para ilmuwan membuktikan bahwa virus dan bakteri mengeluarkan suara dengan frekuensi yang berbeda-beda. 2) Mendeteksi Zat-Zat Beracun dalam Tubuh Hal itu karena zat-zat beracun menyerang sel-sel tubuh. Karena itu, sel-sel tersebut akan melemah frekuensi dan aktivitasnya. Dengan media suara, dapat diketahui faktor-faktor timbulnya penyakit dalam tubuh dengan tingkat akurasi tinggi. 3) Membuat Tubuh Lebih Stabil Pada kondisi tersebut, sel-sel yang dasarnya memang bergetar terpengaruh oleh getaran yang sampai pada mereka melalui perantara telinga. Selanjutnya, sel-sel yang memberi perintah kepada tubuh untuk khawatir, misalnya akan terpengaruh oleh frekuensi tertentu dan memberi perintah kepada tubuh untuk lebih rileks. 2. Bacaan Al Qur’an a. Definisi Menurut Departemen Agama RI (2009), Al Qur’an secara bahasa arab yaitu Qara’a-Yaqra’u-Qur’anan yang berarti bacaan. Sedangkan secara istilah, Al Qur’an adalah kalam Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang diturunkan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah. Sedangkan menurut Syekh Muhammad Abduh, Al Qur’an ialah bacaan yang tertulis dalam mushaf yang terjaga dalam hafalan-hafalan umat islam. Sedangkan bacaan Al Qur’an merupakan istilah dari kumpulan sejumlah frekuensi suara bacaan ayat Al Qur’an yang sampai ke telinga, lalu berpindah dan berpengaruh pada sel-sel otak
12
melalui saluran listrik yang dilahirkan di dalam sel-sel, sehingga selsel itu memberikan respons terhadap saluran itu dan berubah karena getaran-getaran saluran tersebut. Perubahan dalam getaran itu adalah sesuatu yang di rasakan dan dipahami setelah di lakukan eksperimen dan pengulangan (Abduddaim, 2010). Murottal Al-Qur’an adalah bacaan Al-Qur’an yang dibacakan oleh Qori’ atau Qori’ah sesuai dengan tartil dan tajwid yang mengalun indah yang dikemas dalam media audio seperti kaset, CD atau data digital (Syarbini, 2012). b. Tujuan membaca Al Qur’an Dalam Q.S Al Israa’ (17) ayat ke 82 Allah SWT berfirman :
Artinya: “Dan kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.” Penjelasan dari ayat diatas yaitu bahwa ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan dapat menjadi penawar hati dari berbagai penyakit, seperti keragu-raguan, kemunafikan, dan kebodohan. Suatu yang menjadi penyembuh badan dengan azimatnya serta apa yang menjadi penyebab keberuntungan karena rahmat Allah dengan keimanan yang ada, Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang kafir ketika mendengarnya selain kekafiran dan kesesatan, lantaran mereka mendustakannya dan tidak beriman.
13
Dalam Q.S Az Zumar (39) ayat ke 23 Allah SWT berfirman :
Artinya: “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab ini Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya.” Penjelasan dari Q.S Az Zumar ayat 23 yaitu bahwa Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, yaitu Al Qur’an yang agung, serupa mutu ayat-ayatnya, keindahan ayat-ayatnya, kandungan hukumhukumnya, dan tidak ada perselisihan antara satu ayat dengan ayat lainnya dan lagi berulang-ulang ayat-ayat yang mengandung kisahkisah dan hukum-hukumnya agar lebih meresap, dan gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah. Dengan Al Qur’an Dia menunjuki siapa yang dikehendakiNya. Dan siapa pun yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seorang penolong pun yang menolong dari siksa neraka.
14
Beberapa tujuan dari membaca Al Qur’an menurut Khalid Ibnu Abdul Karim (2010), adalah sebagai berikut : 1) Membaca Al Qur’an untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, yaitu dengan maksud yang sangat penting, terbesar dari diturunkannya Al Qur’an dan perintah membacanya. Bahkan, bagi yang membacanya mendapat pahala. 2) Membaca Al Qur’an untuk mengamalkannya, yaitu membaca ayatayat Al Qur’an dengan niat mengamalkannya, mengkaji ilmu untuk mengamalkannya. 3) Membaca Al Qur’an dengan maksud munajat kepada Allah SWT, yaitu disaat membaca Al Qur’an hendaknya memunculkan tujuan ini,
supaya
ia
merasakan
nikmatnya
membaca
ketika
memunculkannya, bahwa Allah SWT melihatnya, mendengarkan bacaannya. 4) Membaca Al Qur’an dengan maksud untuk mendapat pahala, yaitu dengan membaca Al Qur’an, pelakunya dinilai sebagai ibadah, dan bacaan Al Qur’an tersebut akan datang sebagai penolong pada hari kiamat. 5) Mambaca Al Qur’an sebagai obat, di maksudkan bahwa Al Qur’an adalah obat hati dari berbagai penyakit, syubhat dan kesamaran serta syahwat. c. Manfaat Membaca Al Qur’an Bacaan Al-Qur’an dapat memberikan manfaat kepada mereka yang mengimaninya (Syarbini, 2012). Berikut adalah manfaat mendengarkan ataupun membaca Al Qur’an: 1) Motivasi, hal yang hanya bisa dilahirkan dengan perasaan tertentu, apabila ada motivasi, semangat pun akan muncul. 2) Berbagai penelitian dan literatur menerangkan manfaat Al Qur’an untuk kesehatan, baik untuk kesehatan fisik maupun mental, beberapa penyakit yang dapat ditangani dengan bacaan Al Qur’an
15
antara lain: kanker, stroke, demensia, nyeri, gangguan kemampuan belajar, dan tumbuh kembang janin. 3) Refresing, pada saat pikiran seseorang lagi kacau atau jenuh, dengan mendengarkan ataupun membaca Al-Qur’an walaupun sejenak, terbukti dapat menenangkan dan menyegarkan pikiran kembali. 4) Al-Qur’an yang dapat meningkatkan intelegensia seseorang dan daya juang otak. 5) Untuk meredakan rasa sakit yang berkaitan dengan anestesi atau pengurangan sakit, untuk menenangkan pasien, untuk mengurangi kegelisahan. 6) Sebagai bentuk ibadah, mengingatkan dan menghubungkan kita kepada Allah SWT. Sedangkan menurut Khalid (2010), manfaat membaca Al Qur’an antara lain : 1) Mendapatkan ilmu pengetahuan yang sangat luas. Ilmu yang dimaksudkan adalah yang bisa menjadikan sukses dalam kehidupan (najah), bahagia (sa’adah), dan kehidupan yang lebih baik, jiwa yang tenang, rezeki yang halal dan luas, serta menjadikan kehidupan kita aman tenteram dunia dan akhirat. 2) Mendapatkan
petunjuk
praktis
untuk
mempergunakan
dan
menyibukkan jiwa dan menjaganya dengan tenang. 3) Pendidikan jiwa dengan membaca Al Qur’an dengan maksud munajat kepada Allah SWT. 4) Mendapatkan pahala dari Allah SWT. 5) Menjadi obat dari berbagai penyakit fisik maupun jiwa. d. Kekuatan Terapi Al Qur’an 1) Keserasian yang sempurna dalam kalimat-kalimat dan huruf-huruf al qur’an. Sebagai contoh adalah pada surat Al Fatihah, jika kita menghitung huruf-huruf asma Allah, yaitu huruf alif, lam, dan ha’, kita akan
16
mendapati 49 huruf. Jumlah tersebut sama dengan hasil pengalian dengan 7 (7x7). Sedangkan kita pun tidak lupa bahwa surah Al Fatihah merupakan tujuh ayat yang berulang-ulang. 2) Ritme Kalimat-kalimat Al Qur’an yang Serasi. Ketika kita mendengarkan Kalamullah, kita merasakan kalam tersebut tidak menyerupai syair, narasi, atau jenis perkataan manusia yang lain, tetapi kita mendapatkan ritme yang unik yang tidak kita dapatkan didalam jenis perkataan yang lain. 3) Makna yang Kaya yang dikandung Setiap Ayat Al Qur’an. Merenungkan ayat-ayat Al Qur’an, maka kita akan mendapatkan bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang segala sesuatu. Bahkan, kita mendapatkan makna dalam ayat-ayat tersebut untuk mengobati seluruh jenis penyakit. e. Pengaruh Bacaan Al Qur’an terhadap Stres Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunan-nya, dari hadits Abu Said Al-Khudri bahwa ia menceritakan, Rasulullah saw bersabda: “Kalau kalian menjenguk orang sakit, maka hiburlah dalam menghadapi takdir. Itu memang tidak akan menolak sesuatu, tetapi akan bisa memperbaiki kondisi jiwa si sakit”. Sementara dalam musnad Imam Ahmad dari Ibnu Mas’ud diriwayatkan dari Nabi saw bahwa beliau bersabda: “Bila seorang hamba tertimpa kesedihan atau duka lara, lalu ia berkata. “Ya Allah, aku ini adalah hambaMu (dan anak hambaMu), dan anak dari hambaMu yang perempuan, ubun-ubunku berada ditanganMu, berjalan diatas (selalu mengikuti) hukumMu yang Engkau Maha Adil takdirMu, aku memohon kepadaMu melalui setiap namaMu yang Engkau sebutkan sendiri atau Engkau cantumkan dalam kitabMu, atau Engkau ajarkan kepada salah seorang hambaMu, atau Engkau sembunyikan di alam keghaibanMu, agar Engkau menjadikan Al Qur’an ini sebagai penyejuk hatiku, cahaya dalam dadaku, pelenyap kesedihanku,
penghilang
kegundahanku.
Bila
seorang
hamba
17
melakukan itu, pesti kesedihan dan kedukaannya akan lenyap dan berganti dengan kegembiraan.” Penemuan yang telah Allah SWT anugerahkan kepada kita, tentu bersumber dari Al Qur’an, dan tidak disebabkan faktor utama lainnya, atau dalam kalimat sederhana, satu-satunya pengaruh terhadap proses penyembuhan adalah Al Qur’an. Allah telah meniupkan daya penyembuh dan penawar dari segala penyakit pada setiap ayat Al Qur’an. Hal ini tidak berarti kita langsung meninggalkan cara penyembuhan medis dan sarana penyembuhan di kedokteran modern. Akan tetapi, sebagai awal yang baik, hendaknya kita memulai usaha penyembuhan itu dari Al Qur’an. Setelah itu, kita baru berupaya dan mencoba penyembuhan medis yang dipandang paling sesuai. Salah satu kajian dan penelitian medis yang dilakukan dalam konteks ini adalah yang dilakukan oleh Dr. Ahmad Al Qadhi, direktur utama Islamic Medicine Institute For Education and Research yang berpusat di Amerika. Ia meneliti pengaruh Al Qur’an pada manusia dalam prespektif fisiologi dan psikologi yang terbagi menjadi dua tahapan, Pertama, bertujuan untuk menentukan kemungkinan adanya pengaruh Al Qur’an pada fungsi organ tubuh sekaligus mengukur intensitas pengaruhnya jika memang ada. Hasilnya, membuktikan bahwa 97% responden
mengalami
beberapa
perubahan
fisiologis
yang
menunjukkan tingkat ketegangan saraf yang reflektif, hasilnya membuktikan bahwa Al Qur’an memiliki pengaruh yang mampu merelaksasi ketegangan urat saraf tersebut. Sementara pada tahap Kedua, diarahkan guna mengetahui apakah efek relaksasi yang ditimbulkan Al Qur’an pada ketegangan saraf beserta perubahanperubahan fisiologis yang mengiringinya benar-benar disebabkan oleh kalimat-kalimat Al Qur’an sendiri secara definitif, tanpa memandang apakah kalimat-kalimat itu dapat dipahami oleh pendengar atau tidak. Para responden non-muslim yang tidak memahami bahasa arab, diperdengarkan bacaan Al Qur’an dan teks berbahasa arab yang
18
dilantunkan dengan kesamaan instrumental dari aspek lafal, bentuk, dan melodi, sehingga para responden tidak bisa membedakan keduanya, dan hasilnya positif. Tingkat efek relaksasi dari bacaan Al Qur’an dalam menurunkan ketegangan saraf mencapai 56%, sementara bacaan-bacaan bahasa arab selain Al Qur’an hanya 53%. Menurut Dr. Subhi Sulaiman (2009), bahwa meningkatnya stres akan menyebabkan penyempitan atau pengerasan pembuluh darah, sehingga kadar darah yang mengalir di pembuluh darah bagian kulit pun akan menurun, begitu juga tingkat suhu kulit, sementara detak jantung akan semakin cepat. Sedangkan relaksasi atau penurunan ketegangan akan melonggarkan pembuluh darah dan menambah kadar darah di kulit, diiringi dengan peningkatan suhu kulit dan penurunan frekwensi detak jantung. Selain itu, sudah benar adanya bahwa stres berpotensi menurunkan imunitas tubuh, kemungkinan disebabkan oleh sekresi cortizol atau zat lain sebagai reaksi antara sistem saraf dan sistem kalenjar endokrin. Para ilmuwan menegaskan, otak manusia terpengaruh oleh setiap informasi yang terucap atau terdengar. Bahkan, penemuan yang terpenting menunjukkan bahwa wilayah ubun-ubunlah yang bertanggungjawab atas suatu kedustaan. Sementara itu, Al Qur’an lebih berpengaruh pada wilayah itu, karena Kalamullah merupakan senjata yang paling utama untuk mengobati kedustaan, sebagaimana wilayah tersebut bertanggungjawab pada pengendalian, perbuatan dosa, dan pengambilan keputusan. Dengan begitu, kesalahan, perbuatan dosa, dan perbuatan keji berpengaruh pada otak, disamping membebani otak dan membuat letih otak. Hal ini karena sel-sel otak dalam kondisi seperti menanggung beban yang berat. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, beban itu semakin menumpuk dan merusak sistem kerja sel-sel otak, juga dapat menyebabkan lahirnya banyak penyakit jiwa dan raga. Karena itulah, dibutuhkan cara atau sesuatu untuk mengembalikan keseimbangan sel-sel itu pada kondisi semula. Cara yang terbaik untuk mengembalikan keseimbangan tersebut adalah
19
dengan memberikan asupan energi terhadap sel-sel itu dengan bacaan Al Qur’an yang memang di fitrahkan oleh Allah SWT. 3. Stres a. Definisi Menurut Hans Selye (1950), stres merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stres apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespons dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stres. Sebaliknya apabila seseorang yang dengan beban tugas yang berat tetapi mampu mengatasi beban tersebut dengan tubuh berespons dengan baik, maka orang tersebut tidak mengalami ketegangan. Stres itu sendiri juga dapat dikatakan sebagai stimulus dimana penyebab stres diangggap sebagai sesuatu hal yang biasa. Stres juga dikatakan sebagai respons, artinya dapat merespons apa saja yang terjadi, juga disebut sebagai transaksi yakni hubungan antara stresor dianggap positif karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan (Alimul, 2008). b. Pandangan tentang Stres Stres
dipahami
oleh
para
ahli
dengan
berbeda-beda
mendefinisikannya karena memiliki pandangan teori yang tidak sama. Untuk lebih jelas tentang stres sebenarny a, maka dapat diketahui beberapa pandangan diantaranya : 1) Sebagai Respons Mengidentifikasikan stres sebagai respon individu terhadap stresor yang diterima, di mana ini sebagai akibat respon fisiologi dan emosional atau juga sebagai respon yang non-spesifik tubuh terhadap tuntutan lingkungan yang ada.
20
2) Sebagai Stimulus Pandangan ini menyatakan stres sebagai suatu stimulus yang menuntut, dimana semakin tinggi besar tekanan yang dialami seseorang, maka semakin besar pula stres yang dialami. Pandangan ini didasari hukum elastisitas Hooke yang menjelaskan semakin berat beban satu logam, maka semakin besar pula stres yang dialami, melalui pandangan ini, maka dianalogikan pada manusia apabila semakin besar tekanan yang dialami, makin besar pula stres yang dialaminya. 3) Sebagai Transaksional Pandangan ini merupakan suatu interaksi antara orang dengan lingkungan dengan meninjau dari kemampuan individu dalam mengatasi masalah dan terbentuknya sebuah koping. Dalam interaksi dengan lingkungan ini dapat diukur situasi yang potensial mengandung stres dengan mengukur dari persepsi individu terhadap masalah, mengkaji kemampuan seseorang atau sumber-sumber yang tersedia yang diarahkan mengatasi masalah (Alimul, 2008). c. Macam-Macam Stres Menurut Alimul (2008), ditinjau dari penyebab, maka stres dibagi menjadi 6 (enam) macam, di antaranya : 1) Stres Psikis atau Emosional Stres yang disebabkan karena gangguan stimulus psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan. 2) Stres Mikrobiologik Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau parasit.
21
3) Stres Fisik Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau karena tegangan arus listrik. 4) Stres Kimiawi Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat beracun asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia. 5) Stres Fisiologik Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain. 6) Stres Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Stres
yang
disebabkan
karena
proses
pertumbuhan
dan
perkembangan seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia. Sedangkan
menurut
Kozier
(2010),
bahwa
indikator
fisiologis stres antara lain : 1) Pupil dilatasi untuk meningkatkan persepsi visual ketika muncul ancaman serius terhadap tubuh. 2) Produksi keringat meningkat untuk mengendalikan peningkatan panas tubuh akibat peningkatan metabolisme. 3) Frekuensi jantung dan curah jantung meningkat untuk transport nutrien dan produk sisa metabolisme secara lebih efisien. 4) Kulit pucat karena kontriksi pembuluh darah perifer yang merupakan pengaruh norepinefrin. 5) Retensi
natrium
dan
air
meningkat
akibat
pelepasan
mineralokortikoid, yang mengakibatkan volume darah meningkat. 6) Kecepatan dan kedalaman respirasi meningkat karena dilatasi bronkiolus yang meningkatkan hiperventilasi. Haluaran urin menurun.
22
7) Mulut kering. 8) Peristaltik usus menurun mengakibatkan kemungkinan konstipasi. 9) Ketegangan otot meningkat untuk mempersiapkan pertahanan atau aktivitas motorik yang cepat. 10) Gula darah meningkat karena pelapasan glukokortikoid dan glukoneogenesis d. Sumber Stresor Sumber stresor merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat mempengaruhi sifat dari stresor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikologis maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat berupa fasilitas-fasilitas seperti air minum, makanan, atau tempattempat umum. Sedangkan lingkungan psikologis dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada disekitarnya, dan lingkungan spiritual dapat berupa tempat pelayanan keagamaan seperti fasilitas ibadah atau lainnya. Sumber stresor yang lain adalah diri sendiri yang dapat berupa perubahan fisiologis dalam tubuh, seperti adanya operasi, obat-obatan atau lainnya. Sedangkan sumber stresor dari pikiran adalah berhubungan dengan penilaian seseorang terhadap status kesehatan yang dialami serta pengaruh terhadap dirinya. Selain sumber stresor di atas, menurut Alimul (2008), stres yang dialami manusia dapat berasal dari berbagai sumber dari dalam diri seseorang, keluarga dan lingkungan. Sumber-sumber stres yang terjadi antara lain yaitu : 1) Sumber Stres dalam Diri Sumber stres dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah berbagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres.
23
2) Sumber Stres dalam Keluarga Stres ini bersumber dari masalah keluarga ditandai dengan adanya perselisihan masalah keluarga, masalah keuangan serta adanya tujuan yang berbeda diantara keluarga. Permasalahan ini akan selalu menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan stres. 3) Sumber Stres dalam Masyarakat dan Lingkungan Sumber stres ini dapat terjadi di lingkungan atau masyarakat pada umumnya, seperti lingkungan pekerjaan, secara umum disebut sebagai stres pekerja karena lingkungan fisik, dikarenakan kurangnya
hubungan
interpersonal
serta
kurangnya
adanya
pengakuan di masyarakat sehingga tidak dapat berkembang. e. Model Stres Kesehatan Menurut Alimul (2008), bahwa model stres kesehatan merupakan suatu model dimana stres dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang, model ini terdiri dari beberapa unsur diantaranya : 1) Unsur
langsung,
dimana
stres
dapat
menghasilkan
atau
mempengaruhi secara langsung dari perubahan fisiologis dan psikologis, seperti adanya ketegangan akan menyebabkan terjadinya proses pelepasan hormon secara langsung yaitu hormon kotekolamin dan kortikosteroid yang kondisi berdebar-debar, denyut nadi cepat dan lain-lain. 2) Unsur kepribadian, bahwa stres dapat dipengaruhi karena adanya tipe kepribadian yang memudahkan timbulnya kesakitan. 3) Unsur interaktif, bahwa stres dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh sehingga tubuh akan menjadi mudah terjadi gangguan pada tubuh baik biologis maupun psikologis. Proses ini dikarenakan adanya interaksi antara faktor dari luar dan faktor dari dalam untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. 4) Unsur perilaku sehat, dimana stres dapat secara tidak langsung mempengaruhi kesakitan akan tetapi dapat merubah perilaku terlebih
24
dahulu seperti adanya peningkatan konsumsi alkohol, rokok dan lain-lain. 5) Unsur perilaku sakit, bahwa stres dapat mempengaruhi secara langsung terhadap kesakitan tanpa menyebabkan adanya perilaku sakit seperti mencari bantuan pengobatan. f. Faktor Pengaruh Respons terhadap Stresor Menurut Alimul (2008), respons terhadap stresor yang diberikan setiap
individu
akan
berbeda
berdasarkan
faktor
yang
akan
mempengaruhi dari stresor tersebut, dan koping yang dimiliki individu , di antara stresor yang dapat mempengaruhi respon tubuh antara lain : 1) Tipe Kepribadian Tipe kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi respon terhadap stresor. Apabila seseorang yang memiliki tipe kepribadian A, maka akan lebih rentan terkena stres dibandingkan dengan tipe kepribadian B. tipe kepribadian A memiliki ciri ambisius, agresif, kompetitif, kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung, mudah marah, memiliki kewaspadaan yang berlebihan, bekerja tidak kenal waktu, pandai berorganisasi dan memimpin atau memerintah, lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan, kaku terhadap waktu, ramah, tidak mudah dipengaruhi, bila berlibur pikirannya ke pekerjaan. Sedangkan tipe kepribadian B memiliki ciri tidak agresif, ambisinya wajar-wajar, penyabar, senang, tidak mudah tersinggung, tidak mudah marah, cara bicara tidak tergesagesa, perilaku tidak interaktif, lebih suka kerjasama, mudah bergaul. 2) Sifat Stresor Sifat stresor merupakan faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap stresor. Sifat stresor ini dapat berupa tiba-tiba atau berangsur-angsur, sifat ini pada setiap individu dapat berbeda tergantung dari pemahaman tentang arti stresor.
25
3) Durasi Stresor Lamanya stresor yang dialami klien akan mempengaruhi respons tubuh. Apabila stresor yang dialami lebih lama, maka respons yang dialaminya juga akan lebih lama dan dapat mempengaruhi dari fungsi tubuh yang lain. 4) Jumlah Stresor Jumlah stresor yang dialami seseorang dapat menentukan respon tubuh. Semakin banyak stresor yang dialami pada seseorang, dapat menimbulkan dampak yang besar bagi fungsi tubuh juga sebaliknya dengan jumlah stresor yang dialami banyak dan kemampuan adaptasi baik, maka seseorang akan memiliki kemampuan dalam mengatasinya. 5) Pengalaman Masa lalu Pengalaman ini juga dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap stresor yang dimiliki, semakin banyak stresor dan pengalaman yang dialami dan mampu menghadapinya, maka semakin baik pula dalam mengatasi sehingga kemampuan adaptifnya akan semakin baik pula. 6) Tingkat Perkembangan Tingkat perkembangan pada individu ini juga dapat mempengaruhi respons tubuh dimana semakin matang dalam perkembangannya, maka semakin baik pula kemampuan untuk mengatasinya. g. Tahapan pada Stres Menurut Suliswati (2005), Elizabeth (2010), dan Townsend (2006) menyatakan bahwa, bila faktor penyebab stres tidak dapat diatasi dan faktor penyebab tersebut terlalu besar, maka reaksi tubuh yaitu General Adaptation Syndrome (GAS) mulai bekerja untuk melindungi individu agar dapat bertahan hidup. Reaksi individu tersebut untuk melindungi dari stres antara lain:
26
1) Tahap Waspada Pada tahap ini dapat terlihat reaksi psikologis “fight or flight syndrome” dan reaksi fisiologis. Tahap ini, individu mengadakan reaksi pertahanan terekspos pada stresor. Tanda fisik yang akan muncul adalah curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, denyut nadi meningkat, dan daya tubuh berkurang. 2) Tahap Melawan Pada tahap ini, individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi untuk mengatasi stresor. 3) Tahap Kelelahan Tahap ini terjadi ketika ada suatu perpanjangan tahap awal stres yang tubuh individu telah terbiasa. Energi penyesuaian terkuras, dan individu tersebut tidak dapat lagi mengambil berbagai sumber untuk penyesuaian yang digambarkan pada tahap kedua. Gejala-gejala fisik yang akan muncul seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit jantung koroner. Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan, menurut Alimul (2008), tahapan stres dapat terbagi menjadi enam tahap diantaranya : 1) Tahap Pertama Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada umumnya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti biasanya, kemudian merasa senang akan pekerjaannya akan tetapi kemampuan yang dimiliknya semakin berkurang. 2) Tahapan Kedua Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut, adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah setelah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung
27
berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk semakin tegang dan tidak bisa santai. 3) Tahap Ketiga Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan pola tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga. 4) Tahap Keempat Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara adekuat, tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya gangguan pola tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya. 5) Tahap Kelima Stres tahap ini ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan kecemasan semakin meningkat. 6) Tahap Keenam Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung semakin keras, susah bernapas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.
28
h. Pengukuran Tingkat Stres Menurut Lovibond, SH & Lovibond, Pf pada tahun 1995 didalam bukunya yang berjudul Manual untuk pengukuran skala kecemasan, depresi dan stres. Edisi kedua yang di terbitkan oleh Psikologi Foundation Sydney. Data Normatif tersedia pada sejumlah sampel di Australia. Dari sampel 2.914 orang dewasa (standar deviasi) adalah 6.34 (6.97), 4,7 (4.91), dan 10.11 (7.91) untuk depresi, kecemasan, dan skala stres, masing-masing. A sampel klinis melaporkan (standar deviasi) sebesar 10,65 (9,3), 10.90 (8.12), dan 21,1 (11,15) untuk tiga langkah. Langkah-langkah penilaian Depression Anxiety and Stress Scale (DASS) dari Sebuah pusat keunggulan didukung oleh Government Australia Depression Anxiety and Stress Scale (DASS) atau Skala Depresi, Kecemasan dan Stres. DASS merupakan alat ukur yang terdiri dari 42 item yang mencakup tiga skala laporan diri yang dirancang untuk mengukur keadaan emosional negatif berupa Depresi, Kecemasan dan Stres. Masing-masing tiga timbangan berisi 14 item, dibagi menjadi sub-skala dari 2-5 item dengan konten serupa. Skala depresi menilai dysphoria, putus asa, devaluasi hidup, bantahan diri, kurangnya minat/ keterlibatan, anhedonia, dan inersia. Skala kecemasan menilai gairah otonom, efek otot rangka, kecemasan situasional, dan pengalaman subjektif yang mempengaruhi cemas. Skala stres (item) adalah tentang sensitif terhadap tingkat gairah nonspesifik. Ini menilai tentang kesulitan santai, gairah saraf, dan menjadi mudah marah/ gelisah, mudah tersinggung/ over reaktif dan tidak sabar. Responden yang diminta untuk menggunakan skala keparahan/ frekuensi 4 poin untuk menilai sejauh mana mereka memiliki pengalaman pada masing-masing wilayah selama seminggu terakhir.
29
Skala
Depresi,
Kecemasan
dan
Stres
dihitung dengan
menjumlahkan skor untuk item yang relevan, item skala depresi meliputi nomor 3, 5, 10, 13, 16, 17, 21, 24, 26, 31, 34, 37, 38, 42. item skala kecemasan adalah 2, 4, 7, 9, 15, 19, 20, 23, 25, 28, 30, 36, 40, 41. Item skala stres adalah 1, 6, 8, 11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, 39. Untuk menggunakan Skala, maka dapat dilihat pada tabel dibawah. Skor tersebut untuk masing-masing responden atas masing-masing subskala, kemudian dievaluasi sesuai dengan indeks tingkat keparahannya. Tabel. 2.1 Skala Depresi, Kecemasan, dan Stres Normal Ringan Sedang Berat Sangat Berat
Depresi 0-9 10-13 14-20 21-27 28+
Kecemasan 0-7 8-9 10-14 15-19 20+
Stres 0-14 15-18 19-25 26-33 34+
Langkah-langkah penilaian umum Depression Anxiety and Stress (DASS), Silahkan baca setiap pernyataan dan lingkaran nomor 0, 1, 2 dan 3 yang menunjukkan berapa banyak pernyataan yang diterapkan untuk anda selama seminggu terakhir, tidak ada jawaban yang benar atau salah. Jangan menghabiskan terlalu banyak waktu pada pernyataan apapun. Skala Peringkat dalam menjawab pernyataan dalam instrumen penelitian ini adalah sebagai berikut: 0 : Tidak berlaku untuk saya sama sekali (tidak pernah) 1 : Diterapkan pada saya untuk beberapa tingkat, atau beberapa waktu (kadang-kadang) 2 : Diterapkan kepada saya ke tingkat yang cukup, atau sebagian dari waktu (sering) 3 : Diterapkan pada saya sangat banyak, atau sebagian besar waktu (selalu)
30
Tabel. 2.2 Item Pernyataan untuk Mengetahui DASS No Item Pernyataan 1 Saya merasa kecewa dengan hal-hal yang cukup sepele 2 Saya menyadari mengalami kekeringan mulut 3 Saya tampaknya tidak bisa mengalami perasaan positif sama sekali 4 Saya mengalami kesulitan bernapas (misalnya, terlalu cepat bernapas, sesak napas tanpa adanya tenaga 5 Saya tampaknya tidak bisa pergi kemanapun 6 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap situasi 7 Saya punya perasaan bergoyang (misalnya, kaki bergerak memberikan arah) 8 Saya merasa sulit untuk bersantai 9 Saya menemukan diri saya dalam situasi yang membuat begitu cemas, saya paling lega ketika mereka berakhir 10 Saya merasa bahwa saya tidak punya apa-apa untuk melihat ke depan 11 Saya merasa menjadi lebih mudah marah 12 Saya merasa menggunakan banyak energi untuk berfikir 13 Saya merasa sedih dan tertekan 14 Saya merasa mulai tidak sabar ketika saya tertunda dalam perjalanan (misalnya, lift, lampu lalu lintas, terus menunggu) 15 Saya punya perasaan mudah pingsan 16 Saya merasa bahwa saya telah kehilangan pada hampir semua minat 17 Saya merasa tidak layak bagi orang banyak 18 Saya merasa agak sensitif 19 Saya merasa mudah berkeringat (misalnya, tangan berkeringat) tanpa suhu tinggi atau aktivitas fisik 20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas 21 Saya merasa bahwa hidup ini tidak berharga 22 Saya merasa sulit untuk istirahat 23 Saya mengalami kesulitan dalam menelan 24 Saya tidak bisa mendapatkan kenikmatan dari setiap hal yang saya lakukan 25 Saya menyadari setiap tindakan tanpa adanya tenaga fisik (misalnya, rasa peningkatan denyut jantung) 26 Saya merasa sakit hati dan sedih 27 Saya merasa sangat marah 28 Saya merasa panik
Skala 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3
0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3
0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1
2 2 2 2 2
3 3 3 3 3
0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3
31
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Saya merasa sulit untuk tenang setelah marah Saya takut bahwa akan "dibuang" dan merasa terasingkan Saya tidak mampu untuk antusias tentang apa pun Saya merasa sulit untuk menerima teguran untuk apa yang saya lakukan Saya dalam keadaan ketegangan saraf Saya merasa cukup berharga Saya tidak toleran terhadap apa pun yang sudah didapatkan dan yang saya lakukan Saya merasa takut Saya tidak bisa melihat apa-apa untuk berharap tentang masa depan Saya merasa bahwa hidup ini berarti Saya merasa diri saya semakin gelisah Saya sangat khawatir tentang situasi di mana membuat panik Saya mengalami gemetar (misalnya, di tangan) Saya merasa sulit untuk bekerja atas inisiatif sendiri untuk melakukan sesuatu
0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3
i. Reaksi Tubuh terhadap Stres Menurut Alimul (2008), Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan reaksi yang ada pada tubuh baik secara fisiologis maupun psikologi. Di antara reaksi tubuh tersebut seperti terjadi perubahan warna rambut yang semula hitam lambat laun dapat mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan dan kusam, perubahan ketajaman mata seringkali menurun karena kekenduran pada otot-otot mata sehingga akan mempengaruhi fokus lensa mata, pada telinga terjadi gangguan seperti adanya suara berdenging, pada daya pikir sering kali ditemukan adanya penurunan konsentrasi dan keluhan sakit kepala dan pusing, ekspresi wajah tampak tegang, mulut dan bibir terasa kering, kulit reaksi yang dapat dijumpai sering berkeringat dan kadang-kadang panas, dingin dan juga akan dapat menjadi kering atau gejala lainnya seperti urtikaria, pada sistem pernapasan dapat dijumpai gangguan seperti terjadi sesak karena penyempitan pada saluran pernapasan, sedangkan pada sistem kardiovaskuler terjadi gangguan seperti
32
berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit kadangkadang terjadi kepucatan atau kemerahan pada muka dan terasa kedinginan dan kesemutan pada daerah pembuluh darah perifer seperti pada jari-jari tangan atau kaki, sistem pencernaan juga dapat mengalami gangguan seperti lambung terasa kembung, mual, perih, karena peningkatan asam lambung, pada sistem perkemihan terjadi gangguan seperti adanya frekuensi buang air kecil yang sering, pada otot dan tulang terjadi ketegangan dan terasa ditusuk-tusuk, khususnya pada persendian dan terasa kaku. Pada sistem endokrin dan hormonal sering kali dijumpai adanya peningkatan kadar gula dan terjadi penurunan libido dan penurunan kegairahan pada seksual. Tubuh selalu berinteraksi dan mengalami sentuhan langsung dengan lingkungan, baik lingkungan internal seperti pengaturan peredaran darah, pernapasan, maupun lingkungan eksternal seperti cuaca dan suhu yang kemudian menimbulkan respons normal atau tidak normal. Keadaan di mana terjadi mekanisme relatif untuk mempertahankan fungsi normal disebut homeostasis. Beberapa respons tubuh terhadap stres, antara lain : 1) Respons Fisiologis Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yaitu respons lokal tubuh terhadap stresor, misalnya kalau kita menginjak paku maka secara refleks kaki akan diangkat atau misalnya ada proses peradangan maka reaksi lokalnya dengan menambahkan sel darah putih pada lokasi peradangan, dan Genital Adaptation Symdrome (GAS) yaitu reaksi menyeluruh terhadap stresor yang ada. Dalam proses Genital Adaptation Syndrome (GAS) terdapat tiga fase. Pertama, reaksi peringatan ditandai oleh peningkatan aktivitas neuroendokrin yang berupa peningkatan pembuluh darah, nadi, pernapasan, metabolisme glukosa dan dilatasi pupil. Kedua, fase resisten di mana fungsi kembali normal, adanya Local Adaptation Syndrome (LAS), adanya
33
koping dan mekanisme pertahanan, dan ketiga, fase kelelahan ditandai dengan adanya vasodilatasi, penurunan tekanan darah, panik dan krisis (Wartonah, 2008). 2) Respons psikologis Respons psikologis terhadap stres dapat berupa depresi, marah dan kecemasan.
Kecemasan
adalah
respons
emosional
terhadap
penilaian, misalnya cemas mengikuti ujian karena khawatir nilainya buruk. Gejala umum kecemasan berupa ketegangan, kekhawatiran, perasaan tak nyata, takut pada kematian, takut menjadi gila, takut kehilangan kontrol, gemetar, berkeringat, pusing, diare, gelisah, sesak nafas, vertigo, kesemutan. Keluhan ini tidak semuanya muncul pada seseorang yang mengalami kecemasan, melainkan seseorang hanya merasakan beberapa keluhan saja. j. Manajemen Stres Stres merupakan sumber dari berbagai penyakit pada manusia. Apabila stres tidak cepat ditanggulangi atau dikelola dengan baik, maka akan berdampak lebih lanjut seperti mudah terjadi gangguan atau terkena penyakit. Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara: 1) Pengaturan Diet dan Nutrisi Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi atau mengatasi stres melalui makan yang teratur, menu bervariasi, hindari makan daging yang monoton karena dapat menurunkan kekebalan tubuh. 2) Istirahat dan Tidur Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak.
34
3) Olahraga atau Latihan Teratur Olahraga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olahraga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran. 4) Berhenti Merokok Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan status kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh. 5) Menghindari Konsumsi Minuman Keras Minuman
keras
merupakan
faktor
pencetus
yang
dapat
mengakibatkan terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol. 6) Pengaturan Berat Badan Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres, keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres. 7) Pengaturan Waktu Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari, pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta melihat aspek produktivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk menghasilkkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
35
8) Terapi Psikofarmaka Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengatasi stres yang dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psikoneuro dan imunologi, sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif, afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi. 9) Terapi Somatik Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh yang lain. 10) Psikoterapi Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi re-edukatif, di mana psikoterapi suportif ini memberikan motivasi atas dukungan agar pasien mengalami percaya diri,
sedangkan
psikoterapi
re-edukatif
dilakukan
dengan
memberikan pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif, dan lain-lain. 11) Terapi Psikoreligius Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan
psikologis
mengingat
dalam
mengatasi
atau
mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi. Menurut Dadang Hawari (2009), manajemen stres yang lain adalah dengan cara meningkatkan strategi koping yaitu koping yang berfokus pada emosi dan koping yang berfokus pada masalah. Sedangkan
strategi
koping
berfokus
pada
masalah
dengan
mempelajari cara-cara atau keterampilan yang dapat menyelesaikan masalah seperti merencanakan problem solving dan meningkatkan
36
dukungan sosial, teknik lain dalam mengatasi stres adalah relaksasi, retrukturisasi kognitif, meditasi, terapi multi model dan lain-lain. Menurut Sja’bani (2012), pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis atau tidak, mengalami beberapa kelainan neuropsikiatri seperti emosi labil, dilusi, insomnia, cemas, dan depresi sering dijumpai. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai, dan tergantung dari dasar kepribadiannya. Gejala ini merupakan suatu fenomena universal terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yang mengalami gangguan fungsi progresif gagal ginjal kronik dan tidak dapat diperbaiki lagi. Pasien dengan gagal ginjal kronik harus dapat menerima fakta bahwa terapi penggantian ginjal akan di perlukan untuk sepanjang hidupnya. Ketidakberdayaan serta kurangnya penerimaan diri pasien menjadi faktor psikologis yang mampu mengarahkan pasien pada tingkat stres, cemas bahkan depresi. 4. Penderita Penyakit Ginjal Kronik a. Definisi Menurut PERNEFRI (2011), penderita penyakit ginjal kronik (PGK) adalah setiap penderita yang mengalami kerusakan ginjal (kidney damage) atau penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)/ estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR) <60 ml/menit/ 1,73m2 untuk jangka waktu >3 bulan. Kerusakan ginjal adalah setiap kelainan patologis, atau petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan dalam darah, urin atau studi pencitraan. Sedangkan menurut Roesli (2013), menyatakan bahwa penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kelainan struktur atau gangguan fungsi ginjal, berlangsung selama >3 bulan, sehingga menyebabkan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
37
uremia. Klasifikasi penyakit ginjal kronik (PGK) menurut Roesli (2013), PERNEFRI (2011) adalah sebagai berikut : Tabel 2.3: Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan LFG Stadium Deskripsi 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat 2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan 3 Penurunan LFG sedang 4 Penurunan LFG berat 5 Gagal ginjal
LFG (ml/mnt/1,73 m2) > 90 60-89 30-59 15-29 <15 (atau dialisis)
Tabel 2.4: PGK Berdasarkan Albuminuria. Kategori AER (mg/24jam) A1 <30
ACR (atau ekuivalennya) (mg/mmol) (mg/g) <3
A2
30-300
3-30
A3
>300
>30
Istilah Normal sampai peningkatan ringan Peningkatan sedang Peningkatan berat
Tabel 2.5: Klasifikasi PGK Berdasarkan Kriteria Penanda kerusakan Albuminuria (AER >30 mg/24 jam, ACR >20 ginjal (satu atau lebih) mg/g [>3 mg/mmol]). Kelainan sedimen urin. Gangguan elektrolit dan kelainan lainnya akibat kerusakan di tubulus. Kelainan gambaran histologis. Kerusakan struktur dari pemeriksaan radiologis. Riwayat transplantasi ginjal. Penurunan LFG LFG <60 ml/mnt/1,73 m2 (LFG kategori G3a-G5) Keterangan: AER, albumin excretion rate; ACR, albumin-creatinin ratio; LFG, laju filtrasi ginjal.
38
b. Etiologi Pada awalnya beberapa penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama menyerang tubulus ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal) atau dapat juga mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Tetapi bila proses penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan jaringan parut. Meskipun penyebabnya banyak, gambaran kilinis gagal ginjal kronik sangat mirip satu dengan yang lain oleh karena gagal ginjal progresif dapat didefinisikan secara sederhana sebagai defisiensi jumlah nefron yang berfungsi dan kombinasi gangguan yang pasti tidak dapat dicegah lagi. Menurut Price dan Wilson (2005), klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut: 1) Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau refluks nefropati. 2) Penyakit peradangan; Glomerulonefritis. 3) Penyakit
vaskuler
hipertensif;
Nefrosklerosis
benigna,
Nefrosklerosis maligna, Stenosis arteria renalis. 4) Gangguan jaringan ikat; Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif. 5) Gangguan kongenital dan herediter; Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal. 6) Penyakit metabolik; Diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis. 7) Nefropati toksik; Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah. 8) Nefropati obstruktif; Traktus urinarius bagian atas (batu/kalkuli, neoplasma, fibrosis, retroperitaneal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, struktur uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra).
39
c. Patofisiologi Menurut Sudoyo (2006), bahwa penyakit Ginjal Kronik (PGK) pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih samar. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Patofisiologi gagal ginjal kronik yaitu fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. Gangguan klirens renal, banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan glomeruli dalam menjalankan fungsinya, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitive dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan medikasi secara steroid.
40
Terjadinya resistensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Klien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis reninangiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Klien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk
status
uremik.
Asidosis,
dengan
semakin
berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan.
Penurunan
sekresi
asam
terutama
akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi ammonia (NH3-) dengan mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Anemia, terjadi sebagai akibat dari produksi eritroprotein yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi
nutrisi
dan
kecenderungan mengalami perdarahan akibat status uremik klien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropotein, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal produksi eritroprotein menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan nafas sesak.
41
d. Manifestasi Klinis Sistem didalam tubuh manusia sebagian besar dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme pengaturan ginjal normal. Letargi serta mual persisten, muntah dan diare. Kulit dan membran mukosa kering akibat dehidrasi, dan nafas mungkin berbau urin (faktor uremik). Manifestasi saraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan, dan kejang. Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2006), dapat dilihat dari berbagai fungsi sistem tubuh yaitu : 1) Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi, perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer. 2) Gejala dermatologis/ sitem integumen; gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar dan purpura. 3) Manifestasi pada pulmoner yaitu; krekels, edema pulmoner sputum kental dan liat, nafas dangkal, pernafasan kusmaul, pneumonitis. 4) Gejala gastrointestinal; nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal. 5) Perubahan muskuloskeletal; kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, kulai kaki (foot drop). 6) Manifestasi pada hematologi yaitu; anemia, penurunan kualitas trombosit,
masa
pembekuan
kecenderungan perdarahan.
memanjang,
peningkatan
42
7) Manifestasi kardiovaskuler; hipertensi, pitting edema. Edema periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif. 8) Manifestasi pada sistem reproduksi; amenore, atropi testikuler, impotensi, penurunan libido, kemandulan. 9) Manifestasi pada sistem imun yaitu penurunan jumlah leukosit, peningkatan resiko infeksi. 10) Manifestasi pada sistem urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih, hematuria, proteinuria, nokturia, aliguria. 11) Manifestasi pada sistem endokrin yaitu hiperparatiroid dan glukosa. 12) Manifestasi pada sistem metabolik yaitu peningkatan urea dan serum kreatinin (azotemia), kehilangan zodium sehingga terjadi; dehidrasi,
asidosis,
hiperkalemia,
hipermagnesemia
dan
hipokalsemia. 13) Fungsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif.
5. Hemodialisis a. Definisi Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksin uremik dan mengatur cairan akibat penurunan laju filtrasi glomerulus dengan mengambil alih fungsi ginjal yang menurun menggunakan membran dialiser dengan teknik dialisis atau filtrasi, dapat dilakukan pada kondisi akut ataupun kronik (renal support & renal replacement) (PERNEFRI, 2013). Sedangkan menurut Lubis (2006), menyatakan bahwa Dialisis adalah merupakan terapi pengganti ginjal (TPG), terapi ini dapat membantu atau mengambil alih fungsi ginjal yang telah rusak. Unit hemodialisis adalah sarana pelayanan hemodialisis yang didukung dengan fasilitas pemurnian air, mesin hemodialisis, sumber daya manusia yang terlatih dan sarana penunjang yang memenuhi ketentuan
43
berdasarkan rekomendasi PERNEFRI dan telah mendapatkan ijin operasional dari pihak yang berwenang. b. Tujuan Hemodialisis Menurut Harves dan Tarra (2005), tujuan dari hemodialisis yaitu: 1) Mengeluarkan sisa metabolisme tubuh atau zat toksik lain dari dalam tubuh. 2) Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. 3) Memperbaiki keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa. 4) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal. 5) Menjaga fungsi ginjal jika terjadi penyumbatan atau obstruksi. c. Persiapan dan Inisiasi Pasien Hemodialisis Menurut PERNEFRI (2011) adalah sebagai berikut : 1) Penjelasan dan edukasi pasien Penderita PGK stadium 4, sebaiknya mendapat penjelasan mengenai penyakitnya dan pilihan TPG di kemudian hari. Edukasi pre-dialisis terdiri dari : a. Penjelasan mengenai perjalanan alamiah penyakit ginjal b. Pilihan terapi pengganti ginjal (TPG) c. Perencanaan evaluasi nutrisi dan fungsi ginjal sisa d. Perencanaan pemasangan akses vaskular bagi pasien yang akan menjalani hemodialisis e. Pertimbangan sosial ekonomi. 2) Seleksi pasien Kontradiksi relatif tindakan hemodialisis antara lain : a. Hemodinamik tidak stabil b. Keganasan lanjut c. Pasien dengan masalah akses vaskuler berat
44
d. AIDS stadium lanjut Faktor sosial ekonomi yang patut dipertimbangkan sebelum hemodialisis adalah : a. Akses ke fasilitas hemodialisis b. Dukungan keluarga c. Pembiayaan d. Keinginan pasien 3) Persiapan hemodialisis a. Pemasangan akses vaskular permanen pada waktu yang tepat, sebaiknya dilakukan pada PGK stadium 4. b. Penilaian kelayakan akses vaskular permanen c. Pemeriksaan serologi HbsAg, anti-HCV, anti-HIV d. Penilaian
klinis
kelayakanuntuk
menjalani
tindakan
hemodialisis. 4) Inisiasi Hemodialisis a. Estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG) <5 ml/menit, walaupun tanpa gejala uremikum. b. eLFG <10 ml/menit dengan gejala uremikum atau malnutrisi. d. Komplikasi Hemodialisis Menurut Indonesia Kidney Care Club (IKKC) dan PERNEFRI (2013), dilaporkan bahwa dalam jangka kurang lebih tiga bulan pertama, penderita penyakit ginjal kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis mengalami frustasi dan gairah hidup hilang karena belum menerima kenyataan yang dihadapinya. Terdapat beberapa komplikasi terapi hemodialisis dapat mencakup hal-hal sebagai berikut : 1) Komplikasi Dialisis a. Emboli udara, merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien. Gejala dan tanda yang muncul tegantung dari volume udara yang masuk kedalamsistem pembuluh darah dan posisi pasien. Jika pasien
45
duduk tegak, maka udara akan masuk kedalam sistem saraf pusat dan mengakibatkan kejang, jika pasien tidur maka udara akan masuk ke jantung dan menyebabkan penurunan curah jantung dan sesak nafas mendadak, batuk, serta sianosis sentral. b. Gangguan keseimbangan dialisis, terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. c. Hipotensi, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan. d. Sindrom dis-ekuilibrium, serangkaian gejala sistemik dan neurologis yang dapat terjadi selama atau setelah dialisis. Tanda dan gejala yang muncul meliputi mual, muntah, sakit kepala, pandangan kabur, kejang, dan koma. e. Nyeri dada, dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh. f. Pruritus, dapat terjadi karena terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit. g. Kram otot dan nyeri, terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel. Disebabkan pula oleh perfusi ke otot yang menurun, serta kontraksi volume intravaskuler yang muncul sebagai akibat proses ultrafiltrasi yang berlebihan. h. Perdarahan, penyebabnya meliputi disfungsi
platelet atau
gangguan interaksi platelet-endotelium, pemakaian antikoagulan selama hemodialisis. i. Kontaminasi mikroba, terjadi karena disebabkanoleh proses pakai ulang dialiser yang tidak benar atau dialisat yang terkontaminasi. 2) Komplikasi Jangka Panjang Termasuk anemia renal, gangguan mineral dan tulang, toksisitas alumunium, serta amiloidosis terkait dialisis.
46
B. Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan teori menurut Al Jauziyah (2004), Kahel (2010), Alimul (2008), PERNEFRI (2013), Wilkinson (2007).
Penderita PGK; Hemodialisis
Dipengaruhi Oleh : -
Tingkat Stres
Usia Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan Tingkat Perkembangan Tipe Kepribadian Pengalaman Masa Lalu Jumlah Stresor Durasi Stresor Sifat Stresor
-
Terapi dan Manajemen Stres 1. Farmakologi 2. Non Farmakologi
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sangat Berat Berat Sedang Rendah Normal
Terapi Bacaan Al Qur’an
47
C. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka teori diatas, maka dikembangkan dalam kerangka konsep sebagai berikut : Hemodialisis
Tingkat stres Pre-test - Sangat Berat - Berat - Sedang - Ringan - Normal
Terapi Bacaan Al Qur’an
Tingkat stres Post-test - Sangat Berat - Berat - Sedang - Ringan - Normal
Dipengaruhi Oleh : -
Usia Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan Tingkat Perkembangan Tipe Kepribadian Pengalaman Masa Lalu Jumlah Stresor Durasi Stresor Sifat Stresor
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Keterangan : : Yang diteliti : Yang tidak diteliti
48
D. Hipotesa Penelitian Merujuk pada penelitian yang akan dilakukan, maka dapat diambil hipotesa sebagai berikut : 1.
Ha: Terdapat Efektivitas Terapi Bacaan Al Qur’an terhadap Perubahan Tingkat Stres pada Pasien Hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Gombong.