1
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Perdagangan Elektronik Perkembangan teknologi telekomunikasi dan komputer menyebabkan
terjadinya perubahan budaya. Pada era yang disebut “information age” ini, media elektronik menjadi salah satu alternatif untuk melakukan komunikasi dan bisnis. E-commerce merupakan perluasan dari commerce dengan menggunakan media elektronik. Berkembangnya teknologi dan tuntuan bisnis menyebabkan para pelaku bisnis harus menggunakan media elektronik. Definisi e-Commerce adalah “e-Commerce is a dynamic set of technologies, applications, and business process that link enterprise, consumers, and communities through electronic transactions and the electronic exchange of goods, services, and information”. Artinya, e-Commerce merupakan seperangkat teknologi yang dinamis, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, pelanggan dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan dan informasi yang dilakukan secara elektronik (Baum dalam Rahardjo, 1999). Clarke (1999) menyatakan bahwa e-Commerce adalah “The conduct of commerce in goods and services, with the assistance of telecomunications and telecomunications-based
tools”.
Artinya,
e-Commerce
adalah
tata
cara
perdagangan barang dan jasa yang menggunakan bantuan telekomunikasi dan perangkat telekomunikasi.
2
E-Commerce digunakan sebagai transaksi bisnis antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, antara perusahaan dengan pelanggan atau antara perusahaan dengan institusi yang bergerak dalam pelayanan publik. Jika diklasifikasikan, sistem e-commerce terbagi menjadi tiga tipe aplikasi, yaitu: 1) Electronic Markets (EMs). EMs adalah sebuah sarana yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk melakukan atau menyajikan penawaran dalam sebuah segmen pasar, sehingga pembeli dapat membandingkan berbagai macam harga yang ditawarkan. Dalam pengertian lain, EMs adalah sebuah sistem informasi antar organisasi yang menyediakan fasilitas-fasilitas bagi para penjual dan pembeli untuk bertukar informasi tentang harga dan produk yang ditawarkan. 2) Electronic Data Interchange (EDI). EDI adalah sarana untuk mengefisienkan pertukaran data transaksitransaksi reguler yang berulang dalam jumlah besar antara organisasiorganisasi komersial. Secara formal EDI didefinisikan oleh International Data Exchange Association (IDEA) sebagai transfer data terstruktur dengan format standar yang telah disetujui, yang dilakukan dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain dengan menggunakan media elektronik. 3) Internet Commerce. Internet commerce adalah penggunaan internet yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk perdagangan. Kegiatan komersial ini 2
3
layaknya iklan dalam penjualan produk dan jasa. Transaksi yang dapat dilakukan di internet antara lain pemesanan atau pembelian barang atau jasa dimana barang atau jasa akan dikirim melalui pos atau sarana lain setelah uang ditransfer ke rekening penjual (www.ilmupedia.com). Sementara
itu,
Kalakota
dan
Whinston
(dalam
Putra,
2009)
mendefinisikan e-Commerce dari beberapa perspektif, yaitu: 1) perspektif komunikasi, e-commerce adalah pengiriman informasi, produk dan jasa, atau pembayaran melalui jaringan telepon, atau jalur komunikasi lainnya. 2) perspektif proses bisnis, e-commerce adalah aplikasi teknologi menuju otomatisasi transaksi bisnis dan aliran kerja perusahaan. 3) perspektif pelayanan, e-commerce adalah alat yang digunakan untuk mengurangi biaya dalam pemesanan dan pengiriman barang. 4) perspektif online, e-commerce menyediakan kemampuan untuk menjual dan membeli produk serta informasi melalui internet dan jaringan jasa online lainnya. Jadi dapat di katakan e-commerce adalah penggunaan jaringan komputer untuk melakukan komunikasi bisnis dan transaksi komersial. Kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen, manufaktur, penyedia jasa dan pedagang perantara dengan menggunakan jaringan internet. Seluruh komponen yang terlibat dalam proses e-commerce yaitu: customer service, produk yang tersedia, cara pembayaran, jaminan atas produk yang dijual, cara promosi dan sebagainya.
4
Perkembangan selanjutnya, banyak aktivitas yang mengadopsi ecommerce. Gambar 2.1 menunjukkan adopsi dari empat besar aktivitas eCommerce yang dapat dilakukan oleh pengguna internet, yaitu (1) belanja online (online shopping), (2) perbankan online (online banking), (3) investasi online (online investing), dan (4) pembayaran elektronik atas layanan internet (online service). Dijelaskan juga ada enam atribut secara umum yang membentuk model tersebut, yaitu: Penggunaan telepon dengan tujuan yang sama (prior use of telephone for the same activity), risiko yang dirasa (perceived risk), efesiensi diri
sendiri (self efficiency), penggunaan internet (internet use), kenyaman yang dirasa (perceived convenience), dan manfaat keuangan yang dirasa (perceived financial benefits) (Eastin dalam Saha dan Zhao, 2005). Overall adoption of e-commerce: 1. Shopping 2. Banking 3. Investing 4. Online service prior use of telephone for the same activity perceived risk self efficiency internet use perceived convenience perceived financial benefits
4
5
Gambar 2.1 Model Umum Adopsi Empat Aktivitas e-Commerce Sumber: Eastin (dalam Saha dan Zhao, 2005) 2.2
Kualitas Layanan Kualitas layanan (service quality) menjadi begitu penting penggunaannya
dalam ruang lingkup bisnis dengan meningkatnya persaingan yang terus berkelanjutan. Kotler dan Keller (2007:54) menyatakan bahwa pelanggan menciptakan harapan-harapan layanan dari pengalaman masa lalu, komunikasi word of mouth dan iklan. Pelanggan membandingkan jasa yang di persepsikan dengan jasa yang diharapkan. Jika jasa yang dipersepsikan berada dibawah jasa yang di harapkan, pelanggan akan kecewa. Jika persepsi jasa memenuhi atau melebihi harapan mereka, maka kecenderungan pelanggan mempergunakan lagi penyedia jasa tersebut. Setiap penelitian akademis yang telah dilakukan, mengidentifikasikan
faktor
kualitas
layanan
dapat
menjaga
keunggulan
persaingan dan berpengaruh terhadap hubungannya dengan pelanggan (Tjiptono dan Chandra, 2007:118). Menurut Asubonteng dkk. (1996) service quality adalah “the difference between customers expectations for service performance prior to the service encounter and their perceptions of the service received”. Artinya, kualitas layanan
merupakan perbedaan antara harapan pelanggan akan kinerja layanan sebelumnya terhadap timbal balik layanan dan persepsi jasa yang diterima. Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Parasuraman dkk. (1985) “Service quality is determined by the differences between customer’s expectations of services provider’s performance and their evaluation of the services they received”.
6
Artinya, bahwa kualitas layanan atau jasa ditentukan oleh perbedaan antara harapan pelanggan terhadap kinerja penyedia jasa dan hasil evaluasi dari jasa yang diterima. Ditemukan ada tiga hal yang mendasari penelitian sebelumnya tentang kualitas layanan, yaitu : 1) Kualitas layanan atau jasa lebih sulit dievaluasi oleh pelanggan dibandingkan kualitas barang, 2) Persepsi service quality dihasilkan dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan kinerja layanan yang sebenarnya, 3) Evaluasi kualitas tidak hanya berasal dari hasil layanan, tetapi juga melibatkan evaluasi dari proses layanan dan proses penyerahan. Kualitas layanan telah menjadi bahan pertimbangan yang menarik bagi praktisi dan peneliti di tahun-tahun terakhir ini. Beberapa studi berusaha mempelajari dan menemukan atribut layanan yang berkontribusi signifikan dan relevan dalam penilaian kualitas lingkungan jasa. Hasil penelitian menyatakan bahwa kualitas layanan memiliki tiga dimensi dasar, yaitu: 1) Kualitas teknikal dari hasil, yaitu hasil yang aktual berasal dari service encounter. Hasil layanan dapat juga di ukur oleh pelanggan secara objektif. 2) Kualitas fungsional dari service encounter, elemen kualitas ini secara terkait berhubungan dengan penyedia dan penerima layanan dan sering dirasakan oleh subjek.
6
7
3) Citra perusahaan, terkait dengan persepsi pelanggan terhadap organisasi jasa. Citra perusahaan tergantung pada kualitas teknikal dan fungsional, harga, komunikasi eksternal, lokasi fisik, penampilan tempat, dan kompetensi serta perilaku karyawan perusahaan jasa. Menurut Parasuraman dkk., dalam Tjiptono dan Chandra (2007:132), terdapat sepuluh dimensi dari kualitas layanan yang dihasilkan dari penelitiannya, yaitu: 1) Reliability (kehandalan), melibatkan konsistensi dari kinerja dan keterkaitan. Berarti perusahaan dituntut untuk memberikan layanan dengan benar pada saat yang tepat. 2) Responsiveness (ketanggapan), berhubungan dengan kesiap-siagaan atau kesediaan dari karyawan untuk menyediakan layanan. Responsiveness melibatkan ketepatan waktu dari layanan atau jasa. 3) Competence
(kemampuan),
berarti
memiliki
pengetahuan
dan
keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan layanan atau jasa. 4) Access (mudah diperoleh), berarti memiliki pendekatan dan mudah mengadakan kontak. 5) Courtesy
(kehormatan),
melibatkan
kesopanan,
rasa
hormat,
pertimbangan, dan keakraban dari kontak personil. 6) Commnunication (komunikasi), berarti memelihara pelanggan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan mendengarkan pelanggan. 7) Credibility (dapat dipercaya), berarti kelayakan, kepercayaan dan kejujuran.
8
8) Security (keamanan), berarti bebas dari bahaya, resiko dan ancaman. 9) Understanding/knowing (memahami), yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. 10) Tangibles (bukti nyata yang kasat mata), berarti bukti secara fisik yang meliputi fasilitas fisik, penampilan personil, peralatan dan perlengkapan yang di sediakan. Pada penelitian selanjutnya yang juga dilakukan oleh Parasuraman dkk. (1988), yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2007:56), Lovelock dan Wright (2007:98), dari sepuluh dimensi service quality yang di hasilkan dari penelitian sebelumnya ditemukan intisari kualitas layanan yang dilebur menjadi lima dimensi yang dikenal sebagai SERVQUAL, yaitu: 1)
Reliability (kehandalan), kemampuan melaksanakan layanan yang
dijanjikan secara meyakinkan dan akurat. 2)
Responsiveness (ketanggapan), kesediaan membantu pelanggan
dan memberikan jasa dengan cepat. 3)
Assurance
(Jaminan),
pengetahuan
dan
kesopanan
serta
kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan. 4)
Empathy
(Empati),
kesediaan
memberikan
perhatian
yang
fasilitas
fisik,
mendalam dan khusus kepada masing-masing pelanggan. 5)
Tangibles
(Benda
berwujud),
penampilam
perlengkapan, karyawan dan bahan komunikasi. Berdasarkan lima faktor SERVQUAL, dikembangkan adanya wilayah toleransi persepsi tentang dimensi service quality yang dianggap memuaskan. Kisaran 8
9
persepsi tersebut dijabarkan melalui atribut-atribut dimensi kualitas layanan yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Atribut Dimensi Kualitas Layanan Dimensi Kualitas Layanan
Atribut
a. Memberikan layanan sesuai janji b. Ketergantungan dalam menangani masalah Reliability (Kehandalan)
c. d. e. a.
Responsiveness (Ketanggapan)
b. c. d. a.
Assurance (Jaminan)
b. c. d. a. b.
Empathy (Empati)
c. d.
Tangibles (Keberwujudan)
e. a. b. c. d.
layanan pelanggan Melakukan layanan pada saat pertama Menyediakan layanan pada waktu yang dijanjikan Mempertahankan rekor bebas cacat Mengusahakan pelanggan tetap terinformasi misalnya kapan layanan itu akan dilakukan Layanan yang tepat pada pelanggan Keinginan untuk membantu pelanggan Kesiapan untuk menanggapi permintaan pelanggan Karyawan yang membangkitkan kepercayaan kepada pelanggan Membuat pelanggan merasa aman dalam transaksi mereka Karyawan yang memilki sopan santun Karyawan yang memiliki pengetahuan untuk menjawab pertanyaan pelanggan Memberikan pelanggan perhatian individual Karyawan yang menghadapi pelanggan yang peduli mode Sangat memperhatikan kepentingan pelanggan terbaik Kayawan yang memahami kebutuhan pelanggan mereka Jam bisnis yang nyaman Peralatan modern Fasilitas yang secara visual menarik Karyawan yang memiliki penampilan rapi dan profesional Bahan-bahan materi yang enak dipandang yang diasosiasikan dengan layanan
Sumber: Parasuraman dkk. (1988), dikutip oleh Kotler dan Keller (2007:56), Lovelock dan Wright (2007:98)
10
2.3
Kualitas Layanan Online Kualitas layanan pada lingkungan online menjadi sesuatu yang penting
dalam penentuan kesuksesan atau kegagalan dari perdagangan elektronik. Voss (2003) mendefinisikan layanan dalam lingkungan elektronik (e-service) sebagai “the delivery as service using new media such as the web”. Definisi tersebut berarti penyerahan jasa dengan menggunakan media yang baru yaitu web. Keberadaan bukti dari kualitas layanan atas penyerahan melalui website merupakan kesuksesan strategi yang sangat penting di bandingkan dengan harga murah dan keberadaan web (Zeithaml dkk., 2002). Parasuraman dkk. (2005) menyatakan definisi kualitas layanan online (eservice quality) dalam interaksinya dengan website adalah “the extent to which a website facilities efficient and effective shopping, purchasing and delivery”. Penjelasan definisi diartikan sebagai suatu tingkat sebuah website secara efektif dan efisien memfasilitasi dalam hal berbelanja, melakukan pembelian dan proses penyerahan dari produk dan jasa. Penilaian kualitas website tidak hanya saat pengalaman selama melakukan interaksi dengan website tetapi juga interaksi setelah mendapatkan layanan. Studi sebelumnya mengatakan, kualitas layanan pada lingkungan online merupakan penentu yang penting dalam hal efektifitas dari proses e-commerce. Standar tertinggi dari e-service quality berarti keuntungan potensial dari internet 10
11
dapat direalisasikan. Berkembangnya kualitas layanan online akan membuat layanan online menjadi lebih efektif dan menarik sehingga membantu perusahaan dalam pencapaian level tertinggi terhadap kepuasan pelanggan. Parasuraman dkk., (2005) menyatakan, telah menemukan dimensi kualitas layanan online untuk melakukan pengukuran terhadap e-service quality. Hal tersebut didasarkan atas skala dimensi kualitas layanan tradisional yang dikembangkan. Pada seri penelitian yang dilakukan, diidentifikasikan sebelas dimensi kualitas layanan online, yaitu: 1)
Kehandalan (reliability): mengoreksi fungsi teknikal dari situs dan
ke akuratan dari layanan yang di janjikan (memiliki persediaan item, penyerahan terhadap apa yang di pesan, penyerahan seperti yang di janjikan), tagihan dan informasi produk. 2)
Ketanggapan (responsiveness): respon yang cepat dan kemampuan
untuk membantu jika terdapat masalah atau pertanyaan. 3)
Akses (access): kemampuan untuk menemukan situs secara cepat
dan untuk mendapatkan lokasi perusahaan ketika dibutuhkan. 4)
Fleksibilitas
(flexibility):
pilihan
dalam
cara
membayar,
mengirimkan, membeli, mencari, dan megembalikan item. 5)
Kemudahan navigasi (ease of navigation): situs mengandung
fungsi yang dapat membantu pelanggan dalam menemukan apa yang dibutuhkan tanpa mengalami kesulitan, yaitu fungsi pencarian yang baik dan mengijinkan pelanggan untuk melakukan manuver secara mudah dan cepat berbalik dan maju melalui halaman-halaman situs.
12
6)
Efesiensi (efficiency): Situs mudah digunakan, terstruktur baik dan
berisi informasi minimum yang dibutuhkan pelanggan sebagai masukan. 7)
Jaminan atau kepercayaan (assurance/trust): keyakinan dari
pelanggan melakukan persetujuan dengan situs dan berdasarkan reputasi dari situs tersebut dan terhadap produk atau jasa yang di jual haruslah jelas dimana informasi yang di presentasikan adalah benar. 8)
Keamanan
atau
privasi
(security/privacy):
tingkat
dimana
pelanggan percaya bahwa situs tersebut aman dari gangguan dan perlindungan terhadap informasi pribadi. 9)
Pengetahuan harga (price knowledge): tingkat dimana pelanggan
dapat menentukan harga pengiriman, harga total dan harga komparatif selama proses berbelanja. 10)
Estetika situs (site aesthetics): tampilan dari situs.
11)
Kustomisasi atau Personalisasi (Customization/personalization):
Seberapa besar dan dan sebagaimana mudahnya situs dapat dikhususkan secara individual prioritas pelanggan, sejarah dan cara dalam berbelanja. Menurut Zeithaml dkk. (2002), ada beberapa kriteria yang digunakan pelanggan dalam mengevaluasi kualitas layanan online dan mengevaluasi website, yaitu: 1) Ketersediaan informasi dan isi (Information availability and content). Ketersediaan dan kedalaman informasi yang disampaikan sering ditemukan menjadi sangat penting sebagai alasan dalam berbelanja online. Isi dari informasi adalah kemampuan dalam mencari harga, kualitas 12
13
informasi akan meningkatkan kepuasan terhadap pengalaman dan pembelian
produk
dan
akan
meningkatkan
niat
untuk
kembali
mengunjungi dan melakukan pembelian ulang melalui website. 2) Mudah digunakan (ease of use). Transaksi yang dilakukan melalui internet-based adalah terlihat kompleks dan sangat mengintimidasi banyak pelanggan dalam menggunakannya. Sangat rasional jika kemudahan dalam menggunakan website merupakan faktor yang menentukan terhadap kualitas layanan online yang dirasakan. Kemudahan dalam menggunakan website sering diartikan sebagai kegunaan (usability) dalam konteks online. Fungsi pencarian, kecepatan download, keseluruhan desain, dan pengorganisasian merupakan elemen kunci yang mempengaruhi usability. 3) Keamanan atau privasi (security/privacy). Keamanan atau privasi merupakan kunci kriteria dalam mengevaluasi kualitas layanan online. Privasi melibatkan perlindungan terhadap informasi personal artinya informasi pribadi pelanggan yang dimiliki tidak dipublikasikan kepada website lainnya (misalnya daftar pembelian), melindungi keadaan tanpa nama, dan menyediakan persetujuan yang diberitahukan. Keamanan dilain pihak melibatkan perlindungan terhadap risiko dari penipuan, kehilangan keuangan dalam menggunakan kartu kredit atau informasi keuangan lainnya. Persepsi keamanan telah menunjukan pengaruh yang kuat terhadap sikap dari penggunaan layanan online keuangan.
14
4) Gaya grafis (Graphic style). Riset sebelumnya telah memukan pengaruh gaya grafis situs terhadap persepsi pelanggan dalam belanja online. Bentuk gaya grafis antara lain warna, tata letak, tipe dan ukuran mencetak, jumlah gambar foto dan grafik serta animasi. 5) Pemenuhan atau kehandalan (fulfillment/reliability). Dominan dimensi kehandalan dalam kualitas layanan tradisional dikutip dalam faktor penting kualitas layanan online. Pemenuhan atau kehandalan, diidentifikasikan sebagai perkiraan yang kuat terhadap kepuasan pelanggan dan kualitas, serta perkiraan kedua yang kuat terhadap niat atau kesetiaan dan pembelian ulang dalam sebuah situs. Dalam konteks online, diterjemahkan sebagai penyerahan yang akurat dan tepat waktu, penjelasan produk yang akurat, dan pemenuhan isu-isu lainnya. Para peneliti juga menemukan kriteria lainnya dalam hubungannya dengan kualitas layanan online, termasuk akses (access), ketanggapan (responsiveness) dan personalisasi (personalization). Jenis penilaian e-service quality terhadap situs internet dari perspektif pelanggan lainnya dikenal dengan nama WEBQUAL (Website Quality). WEBQUAL diciptakan berdasarkan saluran fungsi kualitas. Menurut Slabey (dalam Barnes dan Vidgen, 2001) dinyatakan definisi quality function deployment (QFD) adalah “structured and disciplined process that provides a means to identify and carry the voice of the customer through each stage of product and or 14
15
service development and implementation” yaitu proses yang terstruktur dan teratur yang disediakan untuk mengidentifikasi dan membawa keluhan pelanggan melalui tiap tingkatan implementasi dan pengembangan produk atau jasa. Barnes dan Vidgen (2001) mengembangkan penilaian kualitas layanan menjadi tiga dimensi kualitas layanan online yang dikenal sebagai WEBQUAL yang terdiri atas: 1) Kualitas informasi website (web information quality), merupakan penilaian terhadap kualitas informasi yang disediakan. Misalnya akurasi, tepat waktu, informasi yang dapat dipercaya. 2) Kualitas interaksi website (web interaction quality), merupakan penilaian terhadap kualitas interaksi antara website dengan pelanggan. Misalnya reputasi yang baik, keamanan dalam transaksi, keamanan data pribadi, penyerahan sesuai yang dijanjikan. 3) Kualitas desain situs (site design quality), merupakan penilaian terhadap bentuk fisik dari website. Misalnya navigasi yang mudah, tampilan yang menarik, menunjukan tingkat kompetensi. Skala dimensi SERVQUAL dengan jelas tidak dapat diterapkan secara langsung pada e-service quality, tetapi dimensi-dimensi tersebut dapat dirancang ulang untuk mendekati kriteria dari e-service quality. Meskipun demikian tambahan dimensi diperlukan untuk melengkapi secara utuh rancangan dari eservice quality. Parasuraman dkk., (2005) telah mengembangkan dimensi dalam mengukur kualitas layanan online yang berasal dari service quality secara tradisional. Seperti
16
yang dinyatakan sebelumnya bahwa definisi dari e-service quality adalah melibatkan proses pengalaman interaksi dengan website selama dan sesudah layanan online diterima. Dimensi inti dari proses layanan online telah dikembangkan sebagai E-S-QUAL (e-core service quality) untuk mengukur kualitas layanan online, yang terdiri atas: 1) Efesiensi (efficiency): Kemudahan dan kecepatan dalam mengakses dan menggunakan situs. kemampuan dari pelanggan untuk mendapatkan website, dimana untuk menemukan produk yang diinginkan dan informasi yang berhubungan dengan produk tersebut, dan mencari kebenarannya dengan sedikit usaha. 2) Pemenuhan (fulfillment): tingkat bagaimana situs menjanjikan seperti penyerahan pesanan dan ketersediaan item yang dapat dipenuhi. Berhubungan dengan akurasi dari janji layanan, memiliki stok persediaan, dan menyerahkan produk tersebut pada waktu yang di janjikan. 3) Ketersediaan sistem (system availability): fungsi koreksi teknikal dari situs. Berhubungan dengan fungsional tehnik dari situs, terutama bagianbagian dari situs yang tersedia dan dapat berfungsi dengan baik 4) Privasi (privacy): tingkat dimana situs aman dan melindungi informasi pelanggan. Jaminan data perilaku berbelanja pelanggan yang tidak dibagikan serta informasi dari kartu kredit pelanggan yang aman terjaga. Sedangkan ukuran kualitas layanan online sesudah proses yang diterima dikenal sebagai E-RecS-QUAL (e-recovery service quality), terdiri atas:
16
17
1) Ketanggapan (responsiveness): efektifitas dalam mengatasi masalah dan mengembalikan melalui situs. Kemampuan dari penjual online untuk menyediakan informasi yang diperlukan ketika terjadi masalah, memiliki mekanisme dalam cara penanganannya serta menyediakan garansi online. 2) Kompensasi (compensation): tingkat situs memberikan kompensasi kepada pelanggan atas masalah yang dialami. Melibatkan pengembalian kembali uang dan mengembalikan biaya pengiriman dan penanganan. 3) Kontak (contact): ketersediaan dalam membantu melalui telepon atau secara online. Pelanggan dapat melakukan kontak langsung melalui media telepon atau media online lainnya yang disediakan. Lociacono dkk. (2002) juga merancang skala dimensi e-service quality yang dikenal sebagai WEBQUALTM (website quality) dengan dua belas dimensi, yang ditunjukan pada Tabel 2.2.
18
Tabel 2.2 Dimensi WEBQUALTM Kategori Level Tertinggi (1)
Dimensi
Deskripsi
(2)
(3)
Ease of Understanding
Kemudahan dalam membaca dan memahami.
Intuitive Operation
Mudah dalam mengoperasikan dan navigasi.
Informational Fit-totask Tailored Communication
Informasi yang tersedia sesuai kebutuhan dan meningkatkan kinerja. Komunikasi dikhususkan antara pelanggan dan perusahaan. Komunikasi yang aman dan keleluasaan informasi pribadi Waktu dalam mendapatkan respon setelah permintaan atau berinteraksi dengan situs. Estetika website Desain situs yang kreatif dan unik. Pengaruh emosional dalam menggunakan website dan intensitas keterlibatannya. Mengijinkan seluruh transasksi di selesaikan online. Seimbang atau lebih baik dari sekedar interkasi dengan perusahaan. Gambaran website kompatibel dengan proyeksi perusahaan melalui media lainnya.
Ease of Use
Usefulness
Trust Response Time Entertainment (Hiburan)
Visual Appeal Innovativeness Emotional Appeal On-Line Completeness
Complementary Relationship
Relative Advantage Consistent Image
Sumber: Lociacono dkk. (2002)
2.4
Konsep Kepuasan Pelanggan Kepercayaan umum khususnya di dunia bisnis, bahwa kepuasan pelanggan
merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu usaha. Hal ini dikarenakan dengan memuaskan pelanggan, organisasi dapat meningkatkan tingkat keuntungannya dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas. Kepuasan merupakan faktor 18
19
penting, maka banyak studi dilakukan untuk mengukur kepuasan pelanggan, sehingga banyak definisi yang dihasilkan untuk kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Kotler dan Keller (2007:117) mendefinisikan “Customer satisfaction is the level of a person‘s felt state resultating from comparing a product’s perceived performance (or outcome) in relation to the person’s expectations”. Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara kenyataan dan harapan yang diterima dari sebuah produk atau jasa. Sedangkan Parasuraman dkk. (1985) memberikan definisi
“Customer
satisfaction is a customer’s perception of a single service experience”. Kepuasan pelanggan adalah suatu persepsi pelanggan terhadap satu jenis pengalaman jasa. Oliver (1994) menyatakan bahwa “satisfaction is pleasurable fulfillment” yang berarti pemenuhan yang menyenangkan. Pelanggan merasakan bahwa konsumsi memenuhi sebagian kebutuhan, keinginan, tujuan yang hasilnya adalah suatu standar dari kepuasan dan ketidakpuasan. Lovelock dan Wirtz (2007:102) mendefinisikan kepuasan sebagai keadaan emosional, reaksi pasca-pembelian dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan atau kesenangan. Beberapa uraian definisi kepuasan yang disampaikan, secara umum dapat diartikan sebagai layanan yang seharusnya diterima, paling tidak harus sama dengan harapan pelanggan. Pelanggan mengalami berbagai tingkat kepuasan atau ketidakpuasan setelah mengalami masing-masing layanan sesuai dengan sejauh mana harapan terpenuhi atau terlampaui. Pada dasarnya pelanggan mengharapkan
20
memperoleh produk yang memiliki manfaat pada tingkat harga yang dapat diterima. Perusahaan berusaha secara optimal untuk menggunakan seluruh aset dan kemampuan yang dimiliki untuk memberikan nilai dan memenuhi harapan pelanggan. Kepuasan pelanggan hanya dapat tercapai dengan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggannya. Layanan yang baik sering dinilai oleh pelanggan secara langsung, karena itu diperlukan usaha untuk meningkatkan kualitas sistem pelayanan yang diberikan agar dapat memenuhi keinginan dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Jadi kualitas pelayanan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan agar dapat tercapai kepuasan pelanggan. Kualitas layanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang, ikatan ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhannya. Jadi, dengan demikian, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan pada gilirannya kepuasan tersebut dapat menciptakan kesetiaan atau loyalitas pelanggan. Tercapainya kualitas layanan yang sempurna akan mendorong terciptanya kepuasan pelanggan, karena kualitas layanan merupakan sarana untuk mewujudkan kepuasan pelanggan. Kualitas layanan dapat diwujudkan dengan memberikan layanan kepada pelanggan dengan sebaik mungkin sesuai dengan apa yang menjadi harapan pelanggan. Ketidakpuasan pada salah satu atau lebih dari 20
21
dimensi layanan tersebut tentunya akan memberikan kontribusi terhadap tingkat layanan secara keseluruhan, sehingga upaya untuk meningkatkan kualitas layanan untuk masing-masing dimensi layanan harus tetap menjadi perhatian.
2.5
Konsep Komitmen Pelanggan Komitmen menurut Moorman dkk., dalam Morgan dan Hunt (1994)
adalah “commitment to the relationship is defined as an enduring desire to maintain valued relationship”. Artinya, keinginan untuk mempertahankan keterhubungan dalam jangka panjang. Hubungan komitmen (relationship commitment) digambarkan sebagai konseptualisasi komitmen dalam pertukaran sosial. Kemudian Morgan dan Hunt (1994) menyatakan “customer commitment is defined as all marketing activities directed toward establishing, developing, and maintaining successful relational exchange”. Komitmen pelanggan didefinisikan sebagai keseluruhan aktivitas pemasaran yang secara langsung mempertahankan, mengembangkan dan memelihara pertukaran hubungan secara sukses. Sementara itu menurut Berry dan Parasuraman (dalam Morgan dan Hunt, 1994), menyatakan “relationship are built on the foundation of mutual commitment”. Artinya, hubungan adalah dibangun atas dasar komitmen yang saling menguntungkan. Studi literatur yang dilakukan banyak peneliti mengidentifikasi komitmen mitra pertukaran sebagai kunci untuk memperoleh hasil yang bernilai dari hubungan tersebut, dan berusaha untuk mengembangkan dan memelihara atribut
22
bernilai tersebut dalam hubungan. Oleh karena itu, komitmen adalah sentral bagi semua pertukaran relasional antara perusahaan dan berbagai mitranya. Komitmen dibedakan menjadi dua jenis yaitu, calculative commitment dan affective commitment. Perbedaan dua jenis komitmen tersebut, antara lain: 1) Calculative commitment dihasilkan dari analisis ekonomi dari biaya serta manfaat dengan membuat komitmen. Sementara affective commitment timbul karena seseorang memiliki ikatan emosional, bukan karena alasan ekonomi. 2) Calculative commitment berhubungan negatif dengan kepercayaan dan didasarkan pada perhitungan biaya dan benefit. Jadi tidak kondusif bagi perkembangan
hubungan
jangka
panjang.
Sebaliknya,
affective
commitment didasarkan pada hubungan yang berkesinambungan, bukan karena benefit ekonomi jangka pendek, tetapi karena setiap pihak merasakan kedekatan emosional atau psikologikal satu sama lain. Affective commitment secara positif berhubungan dengan kepercayaan dan mendukung benefit relationship dalam waktu yang lebih lama dan keinginan untuk memecahkan konflik dengan cara damai. Komitmen bersifat rentan, adalah relasi yang dijalin dengan pihak yang dapat dipercaya. Oleh sebab itu, kepercayaan adalah kontributor yang kuat bagi komitmen. Tujuan yang dicapai sama, komunikasi dan pertukaran informasi yang terbuka dapat digunakan untuk menciptakan sikap positif dalam relasi dan dapat digunakan untuk menguatkan manfaat dari relasi.
22
23
2.6
Konsep Loyalitas Pelanggan Loyalitas atau kesetiaan pelanggan tidak terbentuk dalam waktu singkat
tetapi melalui proses belajar dan pengalaman pembelian jasa secara konsisten sepanjang waktu. Bila yang didapat sesuai dengan harapan, maka pembelian dilakukan berulang-ulang. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai pelanggan loyal, atau sebaliknya. Loyalitas memberi pengertian yang sama atas loyalitas merek dan loyalitas pelanggan. Loyalitas merek mencerminkan loyalitas pelanggan terhadap merek tertentu, sedangkan loyalitas pelanggan mencakup loyalitas terhadap merek. Sehingga dapat dikatakan bahwa loyalitas dinyatakan dengan presentase dari orang yang pernah membeli dalam jangka waktu tertentu dan melakukan pembelian ulang sejak pembelian yang pertama. Loyalitas menurut Oliver (1999) adalah ”a deeply held commitment to rebuy or repatronize a preferred product or service consistently in the future, there by causing repetitive same-brand or same brand-set purchasing, despite situational influences and marketing efforts having the potential to causes switching behaviour”. Loyalitas pelanggan adalah suatu keadaan terdapat komitmen yang kuat dalam pembelian ulang atau penggunaan kembali barang atau jasa secara konsisten, meskipun situasi pengaruh dan usaha-usaha pemasaran berpotensi untuk menyebabkan perilaku berubah. Konsep loyalitas yang
24
ditawarkan Oliver (1999) mengenai tingkat loyalitas pelanggan yang terdiri dari empat tahap yaitu :
1) Loyalitas kognitif (cognitive loyalty). Tahap dimana pengetahuan langsung maupun tidak langsung pelanggan akan merek, dan manfaatnya, dan dilanjutkan ke pembelian berdasarkan pada keyakinan akan superioritas yang ditawarkan. Pada tahap ini dasar loyalitas adalah informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi pelanggan. 2) Loyalitas afektif (affective loyalty). Sikap baik pelanggan terhadap merek merupakan hasil dari konfirmasi yang
berulang
dari
harapannya
selama
tahap
cognitive
loyalty
berlangsung. Pada tahap ini dasar kesetiaannya adalah pada sikap dan komitmen pelanggan terhadap produk dan jasa sehingga pada tahap ini telah terbentuk suatu hubungan yang lebih mendalam antara pelanggan dengan penyedia produk atau jasa dibandingkan pada tahap sebelumnya. 3) Loyalitas konatif (conative loyalty). Intensitas membeli ulang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang merupakan dorongan motivasi. 4) Loyalitas tindakan (action loyalty). Menghubungkan penambahan baik untuk tindakan serta keinginan untuk mengatasi kesulitan seperti pada tindakan loyalitas.
24
25
2.7
Penelitian-penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian yang dianggap relevan, memiliki kesamaan variabel
dan dianggap dapat dijadikan dasar acuan pada penelitian ini adalah: 1) Tarigan (2008), tujuan penelitian ini adalah menguji dimensi WEBQUAL dan mengevaluasi kepuasaan pengguna Stock Exchange of Thailand (SET). Kepuasan pengguna memegang posisi penting suatu organisasi untuk mengukur implementasi sistem informasi yang sempurna. Oleh karena itu, suatu organisasi perlu mengevaluasi layanan penyerahan menggunakan kepuasan pengguna sebagai umpan balik. Penelitian ini didasarkan pada teori WEBQUAL (Barnes dan Vidgen) dan teori end-user satisfaction (Doll dan Torkzadeh). Analisis dilakukan dengan melibatkan 341 responden dari sistem e-library user dengan kesimpulan adanya tingkat asosiasi yang positif antara dimensi WEBQUAL dan kepuasan end-user. 2) Li dan Suomi (2009), dalam penelitiannya mengusulkan skala dimensi dalam mengukur e-service quality. Pertumbuhan dari internet dan globalisasi pasar, menyebabkan perusahaan mulai menerima dan mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi yang baru yang ditawarkan oleh e-service terhadap pelanggan mereka. Tujuan dari studi ini adalah perluasan dari dimensi utama service quality dalam realitas e-service. Penelitian ini yang dilakukan dengan mengekplorasi skala dimensi e-service quality dan skala SERVQUAL. Diusulkan delapan dimensi untuk mengukur e-service quality dengan merumuskan dan memodifikasi instrumen SERVQUAL, yaitu: (1) website design diusulkan sebagai gambaran dari tangible dari SERVQUAL, (2)
26
reliability diusulkan sebagai kemampuan melakukan apa yang dijanjikan, (3) responsiveness diusulkan sebagai kecepatan layanan yang dilakukan untuk pelanggan melalui media digital ketika pelanggan menghadapi pertanyaan atau masalah, (4) security diusulkan sebagai kebebasan dari bahaya, risiko atau gangguan selama proses layanan, (5) fulfillment
diusulkan sebagai
informasi yang diterima pelanggan merupakan informasi yang benar mengenai ketersediaan produk atau jasa adalah hal penting ketika pelanggan melakukan pembelian, (6) personalization diusulkan sebagai interaksi antara pelanggan dan perusahaan yang menawarkan kesempatan untuk memperoleh informasi mengenai pelanggan seperti kebiasaan membeli, kebutuhan, prioritas, dan sebagainya yang memungkinkan untuk ditawarkan sebagai layanan personal, (7) information diusulkan sebagai keterangan yang memicu proses, dimana informasi yang diperoleh pelanggan mendorong untuk membuat keputusan membeli, (8) empathy diusulkan sebagai kontak yang dilakukan dalam eservice seperti komunikasi e-mail, dimana perhatian kepada pelanggan menunjukan empati kepada pelanggan. 3) Hsu (2006), melakukan penelitian kualitas website terhadap nilai pelanggan dan kepuasan pelanggan berdasarkan belanja online. Berkembangnya belanja online membuat penjualan online terus bertambah yang diikuti dengan standar kinerja dari opersional bisnis pada pasar tradisonal. Studi ini menguji hubungan antara website quality, customer value, dan customer satisfaction. Survei dilakukan pada mahasiswa dari tiga universitas yang berbeda di wilayah tenggara United Sstates yang memiliki pengalaman belanja melalui 26
27
internet dengan 120 data responden yang diperoleh yang terdiri dari 26 persen berasal dari operasional, 31 persen administratif dan 43 persen professional. Sampel yang diambil terdiri dari 62 atau 52 persen pria dan 58 atau 48 persen wanita. Hasilnya menunjukan bahwa website quality dan customer value memiliki hubungan yang positif dengan customer satisfaction. Dalam hal pengaruh, web information quality memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap customer satisfaction daripada apa yang dilakukan oleh web system. 4) Swaid dan Wigand (2009), mengembangkan skala pengukuran quality of eservice. Tujuan utama dari penelitian ini ada dua, yaitu: (1) merekonstruksi suatu skala untuk mengukur e-service quality, dan (2) menguji pengaruh dimensi e-service quality terhadap berbagai jenis customer loyalty. Analisis dilakukan dengan menggunakan eksplorasi factor analysis dan structural equation modelling, ditemukan bahwa e-service quality diukur berdasarkan enam dimensi, yaitu: information quality, website usability, reliability, responsiveness, assurance dan personalization. Lebih jauh lagi, studi ini mengidentifikasikan pengaruh dimensi individu dari e-service quality pada jenis berbeda dari service loyalty. Analisis struktur mengungkapkan bahwa assurance merupakan faktor paling penting yang mempengaruhi price tolerance, sementara reliability merupakan faktor pengaruh terbesar pada preference loyalty. Dimensi responsiveness merupakan satu-satunya dimensi yang memiliki signifikansi negatif yang berpengaruh pada complining behaviour. Penjualan online mempersiapkan startegi taktis bagaimana
28
melindungi loyalitas pembeli online melawan switching behavior dan price sensitivity. 5) Kim dkk. (2008), melakukan penelitian terhadap e-satisfaction dan e-trust dalam proses online. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengusulkan dan menguji proses pengembangan satu model e-loyalty yang integratif dengan konseptualisasi bahwa e-loyalty dipengaruhi oleh e-satisfaction, e-trust dan aspek multi-dimensional dari kualitas e-tail. Pemahaman secara umum tentang gambaran kualitas dari e-tail, peneliti mencoba untuk melengkapi pengalaman pembelian dengan memfokuskan kepada empat dimensi kualitas e-tail yang melatarbelakangi aspek fungsional web atau kualitas sistem, yaitu: fulfillment/reliability, website design, security/privacy and responsiveness. Hipotesis diuji dengan menggunakan structural equation modeling dari 182 data responden yang digunakan. Hal yang diperoleh mengindikasikan bahwa proses pengembangan e-loyalty dipengaruhi oleh e-satisfaction dan e-trust. Hubungan antara e-trust dan e-satisfaction ditemukan signifikan sangat baik. Komponen kualitas e-tail memiliki efek yang berbeda pada e-trust dan esatisfaction. Evaluasi terhadap fulfillment/reliability mempengaruhi esatisfaction sama seperti e-trust. Website design secara positif mempengaruhi e-satisfaction ketika security/privacy memiliki efek positif pada e-trust. Berlawanan dengan harapan peneliti, responsiveness tidak berpengaruh terhadap e-trust maupun e-satisfaction. 6) Lee dan Lin (2005), menguji persepsi pelanggan terhadap e-service quality dalam berbelanja secara online. Tujuan dari riset ini adalah mengembangkan 28
29
sebuah model penelitian untuk menguji hubungan diantara dimensi e-service quality dan keseluruhan service quality, customer satisfaction, dan purchase intentions. Pendekatan yang digunakan adalah data survei dari 297 pelanggan online
yang
digunakan
untuk
menguji
model
penelitian
tersebut.
Confirmatory factor analysis digunakan untuk menguji measurement model, dan teknik Structural Equation Modelling digunakan untuk menguji research model. Hasil analisis yang dilakukan menunjukan bahwa dimensi seperti wesite design, reliability, responsiveness, dan trust berpengaruh secara keseluruhan terhadap service quality dan customer satisfaction. Lebih dari itu, secara signifikan berpengaruh terhadap purchase intentions. Disamping itu, dimensi personalization tidak secara signifikan berpengaruh terhadap keseluruhan service quality dan customer satisfaction. 7) Houn dkk. (2006), melakukan riset terhadap pengaruh komitmen dan kepercayaan terhadap pelanggan bisnis e-commerce.
Riset yang dilakukan
difokuskan pada segmen business to consumer dari e-commerce, dengan mengindentifikasikan adanya kelemahan hubungan antara commitment dan trust.
Survei,yang dilakukan terhadap 250 pelanggan online di Taiwan,
ditemukan bahwa ternyata faktor commitment dan trust memainkan peranan penting dalam customer retention. Kerangka penelitian diadopsi berdasarkan pendekatan dari penelitian Morgan dan Hunt. Studi ini mengkonfirmasikan bahwa model penelitian tersebut berguna serta menegaskan dalam menyatakan dan menjelaskan hubungan antara relationship benefit, switching cost, customer skills, communication, relationship commitment dan trust dalam
30
respon pelanggan untuk kecenderungan meniggalkan (propensity to leave). Sebagai tambahan relationship commitment dan trust merupakan variabel kritis yang mempengaruhi propensity to leave. Hasil dari studi yang dilakukan, relationship commitment dijelaskan dengan adanya pengaruh langsung dari relationship benefit, switching cost, customer skills, dan trust. Melalui relationship commitment, semua penyebab terjadinya relationship commitment akan berpengaruh secara langsung terhadap propensity to leave, sedangkan trust tidak secara langsung mempengaruhi propensity to leave. 8) Chung dan Shin (2008), meneliti hubungan antara atribut e-retailing, elatisfaction dan e-loyalty. Studi dilakukan untuk menginvestigasi hubungan antara atribut e-retailing, e-satisfaction dan e-loyalty. Diidentifikasikan lima atribut (shopping convenience, product selection, informativeness, price, dan customization) dari e-retailing, yang secara potensial berpengaruh kepada e-
satisfaction dan berdampak terhadap e-loyalty. Data yang dikumpulkan berasal dari 238 pelanggan online mendemontrasikan bahwa shopping convenience dan informativeness kecuali product selection, price, dan customization berpengaruh pada e-satisfaction dan informativeness, price dan customization kecuali shopping convenience dan product selection berdampak kepada e-loyalty. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa e-satisfaction
berpengaruh kuat terhadap e-loyalty. 9) Casaló dkk. (2007), meneliti suksesnya bisnis e-banking. Perkembangan ecommerce yang berkelanjutan, pada tingkat persaingan yang kompetitif, dalam konteks online diperlukan untuk menguatkan ikatan yang dibangun dengan 30
31
pelanggan yang sudah ada. Dalam hal tersebut relationship commitment telah di pertimbangkan sebagai satu faktor kunci dalam memelihara hubungan jangka panjang yang sukses dengan pelanggan. Studi yang dilakukan adalah dengan menciptakan suatu model yang menggambarkan komitmen pelanggan pada sebuah website dalam konteks e-banking. Data yang dikumpulkan berasal
dari
web
survey
menggunakan
subjek
berbahasa
spanyol,
menunjukkan website usability memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap consumer satisfaction dan consumer commitment pada website jasa keuangan. Sebagai tambahan consumer satisfaction juga secara positf memiliki hubungan dengan consumer commitment pada sebuah website. 10) Swaid dan Wigand (2007), mengusulkan dimensi kunci kualitas layanan ecommerce dan hubungannya dengan kepuasan dan loyalitas. Bukti nyata dari strategi yang berhasil adalah memuaskan dan mempertahankan pelanggan dengan memberikan kualitas layanan yang superior. Motivasi berkembangnya ketertarikan atas e-commerce, maka studi ini memfokuskan pertanyaan penelitiannya dengan mengidentifikasikan dimens kunci dari kualitas layanan e-commerce dan hubungannya terhadap customer satisfaction dan loyalty. Riset yang dilakukan dengan mengusulkan model hipotesis yang secara empirik diuji dengan suatu penelitian terhadap 370 pembeli online. Beberapa hal yang dihasilkan dalam penelitian tersebut, andalah: 1) dimensi kunci dari kualitas layanan e-commerce meliputi website usability, information
quality,
personalization.
reliability,
responsiveness,
assurance
dan
32
2) customer satisfaction paling banyak dipengaruhi oleh persepsi dari reliability, sementara itu customer loyalty di pengaruhi oleh persepsi dari assurance. 3) customer retention diprediksi oleh indeks customer satisfaction. 11) Luarn dan Lin (2003), membuat model loyalitas pelanggan dalam konteks eservice. Penelitian ini menggambarkan model teoritikal untuk menginvestigasi tiga penyebab utama yang mempengaruhi loyalty (attitudional commitment dan behavioral loyalty) dalam konteks e-commerce meliputi: trust, customer satisfaction, dan perceived value. Hasil dari penelitian menunjukkan trust, customer satisfaction, perceived value dan commitment merupakan konstruk yang terpisah yang dikombinasikan untuk menentukan loyalty, dengan pengaruh commitment yang lebih kuat dibandingkan dengan trust, customer satisfaction, perceived value. Customer satisfaction dan perceived value juga memiliki hubungan tidak langsung kepada loyalty melalui commitment. 12) Park dan Kim (2006), meneliti efek dari kepuasan informasi dan kegunaannya pada komitmen belanja online pelanggan. Oenentuan pontensial dari komitmen pelanggan pada situs belanja online adalah bentuk dari informasi dari website, karena pelanggan belanja online mendasarkan keputusan dari informasi produk atau jasa yang di presentasikan dari situs. Ketika pelanggan puas akan bentuk informasi yang dipresentasikan dan menerima keuntungan yang jelas dari hubungannya dengan situs, diharapkan pelanggan akan memiliki komitmen terhadap situs tersebut. Dalam studi yang dilakukan, peneliti menginvestigasi hubungan antara faktor penentu dan komitmen 32
33
pelanggan pada situs belanja online. Hasil dari survei online yang dilakukan terhadap 1,278 pelanggan orang Korea dari toko buku online dan layanan ticketing, mengindikasikan bahwa kepuasan informasi dan manfaat hubungan dapat diprediksi dengan baik dari komitmen pelanggan pada situs belanja online. Ditemukan bahwa information satisfaction berpengaruh paling besar terhadap product information quality, selama manfaat hubungan masih kuat pada service information quality. 13) Wang dan Huarng (2002), melakukan penelitian empiris terhadap pelanggan toko internet dalam berbelanja online. Tujuan dari studi ini adalah mengevaluasi pelanggan online untuk berbagai toko internet pada situs web agen. Studi ini menganalisis dan mengkategorikan review pelanggan, mengidentifikasikan evaluasi pembeli online dan menginvestigasi bagaimana faktor-faktor penentu berpengaruh secara keseluruhan terhadap peringkat. Data yang dianalisis berasal dari agen web yang sama, dimana diidentifikasikan sekitar 419 toko online yang terlibat pooling, dan jumlah komentar yang tercatat 364. Toko online yang memiliki pelanggan dengan komentar kurang dari 30 dieliminasi dalam penelitian tersebut. Data terakhir yang dicapai berisi komentar tulisan dari 106 pelanggan dan lebih dari 106 star rating toko internet. Hasil yang dicapai mengatakan bahwa sebanyak 58.5 persen dari rating total menyatakan kepuasan dan sisanya 41.5 persen menyatakan ketidakpuasan, ini berdasarkan pendapat pelanggan yang mengikuti evaluasi online. Sembilan faktor yang diidentifikasikan dalam komentar tulisan pelanggan yaitu: website design, competitive price, product
34
availability, product condition, on-time delivery, return policy, customer service, order confirmation, promotion activities, terdapat perbedaan antara faktor penentu dari sisi positif dan negatif. Ditunjukan bahwa pelanggan terpuaskan apabila pelanggan menerima produk yang dipesan tepat waktu dengan harga yang kompetitif tanpa adanya biaya tambahan yang dikenakan, dilanjutkan dengan sistem pendukung untuk pelanggan. Ketidakpuasan yang diterima pelanggan adalah customer service melalui telepon atau e-mail, ketersediaan stok dan penyerahan produk yang dipesan tidak tepat waktu.
34