1
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Proses Penuaan (Aging) Dan Anti Penuaan (Anti Aging) Proses menjadi menua memang akan terjadi pada setiap manusia, akan tetapi proses ini bisa diperlambat atau dicegah dengan berbagai macam upaya untuk menjadi panjang umur tetapi tetap dalam kondisi sehat, sehingga tetap bisa berkarya untuk bangsa (Smith, 2001). Anti Aging Medicine (AAM) adalah ilmu yang berupaya memperlambat proses penuaan. Banyak faktor yang menyebabkan proses penuaan cepat terjadi. Untuk garis besarnya faktor ini dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain adalah pengaruh radikal bebas, penurunan kadar dan fungsi hormon, proses glikolisasi, proses metilasi, apoptosis, penurunan sistem imun dan genetik. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari gaya hidup yang salah, diet yang salah, kebiasaan hidup yang salah, polusi lingkungan, stres dan yang terakhir kemiskinan (sosial ekonomi). Karena berbagai faktor itulah terjadi proses penuaan sehingga orang menjadi tua, sakit, dan akhirnya meninggal. Tetapi kalau faktor tersebut dapat dihindari, maka proses penuaan tentu dapat dicegah, diperlambat, bahkan mungkin dihambat dan kualitas hidup dapat dipertahankan (Pangkahila, 2007). Diet yang salah, berupa mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak jenuh antara lain: kuning telur, daging, otak, dan hati dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, terutama aterosklerosis yang merupakan penyebab dari penyakit
8
2
jantung dan stroke. Jika hal ini tidak dicegah maka peningkatan usia harapan hidup yang mulai stabil di era modern ini dapat segera berakhir dan masyarakat akan hidup dalam kondisi yang kurang sehat, dengan kualitas hidup yang kurang baik bahkan berusia lebih pendek dari generasi sebelumnya (Stein, 2005).
2.2 Lipid Lemak juga disebut dengan lipid yaitu suatu zat yang kaya akan energi, dan berfungsi sebagai sumber energi utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak dalam tubuh bersumber pada makanan dan hasil produksi dari organ hati, yang bisa disimpan dalam sel-sel lemak sebagai cadangan energi (Lichtensein dan Jones, 2001). Secara umum lemak memiliki fungsi sebagai sumber energi, pelindung organ tubuh, pembentukan sel, sumber asam lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak, menghemat protein, memberi rasa kenyang dan kelezatan, sebagai pelumas, dan memelihara suhu tubuh (Nugroho, 2009). Secara klinis lemak yang penting itu antara lain: fosfolipid, trigliserida, kolesterol, dan asam lemak (Licthensein dan Jones, 2001).
2.2.1 Fosfolipid Fospolipid merupakan senyawa lemak yang mengandung gugus fosfat, antara lain: lecithin, cephalin, sphingosin, dan sphingomyelin. Fosfolipid termasuk dalam lipid polar yang merupakan komponen utama dari semua membran biologis. Kadar fosfolipid plasma mengalami peningkatan bersamaan dengan peningkatan kadar kolesterol plasma (Lichtensein dan Jones, 2001).
3
2.2.2 Trigliserida Trigliserida terbentuk dari 3 asam lemak dan gliserol. Trigliserida adalah salah satu bentuk lemak yang diserap oleh usus setelah mengalami hidrolisis, kemudian masuk ke dalam plasma dalam dua bentuk yaitu sebagai kilomokron berasal dari penyerapan usus setelah makan lemak, dan sebagai VLDL (very low density lipoprotein) yang dibentuk oleh hati dengan bantuan insulin. Trigliserida ini di dalam jaringan di luar hati (pembuluh darah, otot, jaringan lemak), dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi gliserol dan asam lemak sebagai sumber energi. Sisa hidrolisis trigliserida ini dimetabolisme menjadi LDL oleh hati (Lichtensein dan Jones, 2001).
2.2.3 Kolesterol Kolesterol memiliki struktur kimia dasar berupa steroid, yang merupakan hasil dari metabolisme makanan yang bersumber dari hewan seperti kuning telur, otak, daging dan hati. Kolesterol adalah suatu lemak tubuh yang berada dalam bentuk bebas dan ester dengan asam lemak, serta merupakan komponen utama selaput sel otak dan saraf (Murray et al., 2003). Kolesterol sangat diperlukan dalam berbagai proses metabolisme tubuh misalnya: sebagai bahan pembentuk dinding sel, membuat asam empedu, membuat vitamin D, dan sebagai bahan pembuat hormon. Delapan puluh persen kolesterol dihasilkan di hati dan sisanya dari luar tubuh berupa sumber makanan seperti daging, kuning telur, hati, susu, keju, mentega, otak, dan lain sebagainya (Murray et al., 2003).
4
Sel-sel dalam tubuh kita memerlukan kolesterol LDL untuk tumbuh dan berkembang, namun jumlah kolesterol yang diserap oleh sel-sel tubuh jumlahnya terbatas. Kelebihan kolesterol LDL dalam darah akan mengalami penumpukan pada dinding pembuluh darah yang dapat menyebabkan timbulnya aterosklerosis (Rader dan Hobbs, 2005). Biosintesis
kolesterol
dimulai
dari
perpindahan
asetil-KoA
dari
mitokondria ke sitosol, khususnya di peroksisom (Gambar 2.1). Tahapan biosintesis kolesterol ada lima tahap yaitu: konversi asetil-KoA menjadi HMG KoA (3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA), konversi HMG KoA menjadi mevalonat, konversi mevalonat menjadi isopentil pirofosfat (IPP) bersama dengan hilangnya CO2, konversi IPP menjadi squalen, dan terakhir konversi squalen menjadi kolesterol (Guyton dan Hall, 2007).
5
Diet Asetil-koenzim A Asetoasetil-koenzim A Hidroksimetilglutarat-koenzim A (HMG-CoA) HMG-koA reduktase Mevalonat Mevalonat fosfat Mevalonat pirofosfat
Isopentenil pirofosfat Diemetilalil Pirofosfat Isopentenil transfer RNA Protein terisoprenolat Geranil Pirofosfat Famesil Pirofosfat Squalen
Ubikuinon Dolikol Kolesterol Gambar 2.1 Sintesis Kolesterol dalam Tubuh Manusia (Guyton dan Hall, 2007)
6
2.3 Transpor Lipid Lemak dalam darah diangkut dengan dua jalur yaitu jalur eksogen dan jalur endogen (Lichtentein dan Jones, 2001). 1. Jalur eksogen Kolesterol dan trigliserida berasal dari makanan dalam usus yang dikemas dalam bentuk partikel kilomikron, yang diangkut dalam saluran limfe lalu ke dalam darah. Trigliserida dalam kilomikron di dalam jaringan lemak dan otot mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase dan tebentuklah asam lemak bebas dan kilomikron remnan. Kilomikron remnan ukurannya mengecil tapi jumlah ester kolesterolnya tetap, dimetabolisme di hati menjadi kolesterol bebas yang akan digunakan untuk sintesis berbagai stuktur. Kemudian disimpan dalam hati sebagai kolesterol ester dan diekskresi ke empedu yang akan dikeluarkan ke usus, dan berfungsi membantu proses penyerapan lemak dari makanan. 2. Jalur endogen Kolesterol dan TG disintesis oleh hati dan diangkut secara endogen dalam bentuk very low density lipoprotein (VLDL). VLDL mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase menjadi VLDL remnan dan diubah menjadi intermediate density lipoprotein (IDL) oleh hati. IDL dipecah menjadi LDL oleh hati, dan mengalami katabolisme. HDL berperan penting dalam pengambilan kolesterol bebas di jaringan perifer, kemudian diesterifikasi menjadi kolesterol ester. Kolesterol ester mengalami perpindahan dari HDL ke VLDL sehingga kolesterol dibuang ke dalam kandung empedu sebagai
7
asam empedu. Hal ini mengakibatkan penimbunan kolesterol di perifer berkurang dan dapat dikatakan bersifat antiaterogenik.
2.4 Metabolisme Lipid Lipid yang diabsorbsi dari makanan dan yang disintesis oleh hepar dan jaringan adiposa, dibawa oleh darah ke berbagai jaringan dan organ tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi dan/atau disimpan sebagai cadangan lemak. Lipid sebagian besar disimpan sebagai trigliserida dalam jaringan adiposa, dapat juga ditemukan dalam otot rangka dan plasma (Klein dan Romijin, 2003). Hasil dari pencernaan lipid adalah asam lemak dan gliserol, dan juga monogliserida. Gliserol larut dalam air, sehingga masuk melalui vena portal menuju ke hati. Asam-asam lemak rantai pendek juga dapat melalui jalur ini. Asam lemak dan monogliserid sebagian besar tidak larut dalam air ,sehingga diangkut oleh miselus dan dilepaskan ke dalam sel epitel usus. Kemudian dibentuk menjadi trigliserida dan berkumpul membentuk gelembung kilomikron. Kilomikron kemudian ditransportasikan melalui pembuluh limfe dan bermuara pada vena kava dan bersatu dengan sirkulasi darah. Selanjutnya menuju ke hati dan jaringan adiposa (Mayes dan Botham, 2003). Kilomikron dipecah menjadi asam-asam lemak dan gliserol di dalam hati dan jaringan adiposa, yang selanjutnya dibentuk kembali menjadi simpanan trigliserida, proses pembentukan trigliserida ini disebut dengan esterifikasi. Jika tubuh membutuhkan energi dari lipid, maka trigliserida akan dipecah menjadi asam lemak dan gliserol untuk dioksidasi menjadi energi. Proses ini disebut
8
dengan lipolisis. Asam lemak hasil dari lipolisis akan ditransportasikan oleh albumin menuju ke jaringan yang membutuhkannya. Asam lemak ini disebut dengan asam lemak bebas (free fatty acid), dan umumnya berupa asam lemak rantai panjang (Guyton dan Hall, 2007). Sebagian dari asam lemak bebas tidak teroksidasi dan akan mengalami reesterifikasi menjadi trigliserida di dalam jaringan adiposa, hepar dan intramuskuler. Bila reesterifikasi lebih banyak dari
lipolitik, maka terjadi
peningkatan konsentrasi asam lemak bebas dalam plasma yang dapat menimbulkan berbagai penyakit berhubungan dengan lipid (Guyton dan Hall, 2007). Asam lemak bebas yang digunakan sebagai energi diaktifkan oleh enzim asil-KoA sintetase, dibawa ke dalam mitokondria dan oleh CPT (Carnitine Palmitoyl Transferase) diubah menjadi Asil-KoA. Asil-KoA diubah menjadi asetil-KoA melalui oksidasi β, masuk ke dalam siklus sitrat untuk menghasilkan energi. Bila energi mencukupi maka asetil KoA dapat mengalami lipogenesis dan disimpan sebagai trigliserida (Guyton dan Hall, 2007). Asetil KoA mengalami kolesterogenesis menjadi kolesterol, selanjutnya mengalami streroidgenesis membentuk steroid. Asetil KoA juga berpotensi membentuk badan-badan keton (aseto asetat, hidroksi butirat dan aseton), dan proses ini disebut ketogenesis. Badan keton dapat menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa yang disebut asidosis metabolik (Guyton dan Hall, 2007).
9
Gambar 2.2 Transpor dan penyimpanan lemak (Michael, 2013).
2.5 Lipoprotein Lipoprotein adalah gabungan molekul lipid dan protein yang disintesis di dalam hati. Agar lipid plasma dapat diangkut dalam sirkulasi, maka susunan molekul lipid tersebut perlu dimodifikasi, yaitu dalam bentuk lipoprotein yang bersifat larut dalam air. Lipoprotein dibagi menjadi 5 bagian yaitu: kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Dari kelima lipoprotein tersebut yang penting untuk diketahui adalah LDL dan HDL.
10
2.5.1 Low density lipoprotein (LDL) LDL merupakan lipoprotein yang mengangkut kolesterol terbesar untuk disebarkan ke seluruh jaringan tubuh dan pembuluh darah. LDL sering disebut kolesterol jahat karena efeknya yang aterogenik (mudah melekat pada dinding pembuluh darah), sehingga dapat menyebabkan penumpukan lemak dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis). Kadar LDL dalam darah sangat tergantung dari lemak yang dikonsumsi, semakin banyak lemak yang dikonsumsi, semakin menumpuk pula LDL, karena LDL merupakan lemak jenuh yang tidak mudah larut.
2.5.2 High density lipoprotein (HDL) HDL merupakan lipoprotein yang mengandung Apo-A, yang memiliki efek anti-aterogenik, sehingga disebut kolesterol baik. Fungsi utamanya adalah membawa kolesterol bebas dari dalam endotel dan mengirimkannya ke pembuluh darah untuk kemudian diesterifikasi menjadi kolesterol ester. Kolesterol ester mengalami perpindahan dari HDL ke VLDL sehingga kolesterol dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam empedu (Lichtentein dan Jones, 2001).
2.6 Dislipidemia Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma, berupa peningkatan kadar kolesterol total, LDL, TG, serta penurunan kadar HDL. Dislipidemia akan
11
mengakibatkan terjadinya aterosklerosis yang merupakan penyebab penyakit kardiovaskuler dan stroke (Gordon, 2003). Dislipidemia dapat mengenai pembuluh darah yaitu arteri koroner dan arteri perifer sehingga menyebabkan terjadinya parastesi, dypsnea dan confusion (Gordon, 2003). Diagnosis dislipidemia ditegakkan dengan pemeriksaan profil lemak serum yaitu: kolesterol total, TG, LDL dan HDL (Miller dan Reinagel, 2005).
2.7 Radikal Bebas Radikal bebas (free radical) adalah suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbit luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Radikal bebas tersebut dapat
mengoksidasi asam
nukleat, protein, lemak, bahkan DNA sel dan menginisiasi timbulnya penyakit degeneratif (Leong dan Shui, 2007). Pola makan yang tidak tepat dapat menyebabkan munculnya beragam penyakit seperti kanker, diabetes mellitus, aterosklerosis, katarak, dan penyakit jantung koroner (PJK). Hernani dan Raharjo (2005) menyatakan bahwa keberadaan radikal bebas yang bersifat sangat reaktif dan tidak stabil dalam tubuh dapat mengakibatkan kerusakan seluler, jaringan, dan genetik (mutasi). Sumber dari pembentukan radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh dan dari luar tubuh. Radikal bebas dari dalam tubuh terbentuk dari proses enzimatik dan proses
12
non enzimatik. Proses enzimatik berupa hasil sampingan dari proses oksidasi pada respirasi, proses pencernaan dan proses metabolisme, yang diproduksi oleh mitokondria, plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. Proses non enzimatik dalam tubuh merupakan reaksi oksigen dengan senyawa organik dengan cara ionisasi dan radiasi, contohnya adalah proses inflamasi dan iskemia. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh didapat dari polutan, seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi, alkohol, bahan racun pestisida, dan masih banyak lagi yang lainnya (Pham-Huy et al., 2008). Proses kerusakan sel oleh radikal bebas reaktif bermula dari kerusakan membran dan rangkaian proses sebagai berikut: 1. Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen-komponen membran sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor. 2. Oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radkal bebas yang menyebabkan proses transport terganggu. 3. Peroksidasi lipid membran sel yang mengubah fluiditas, cross- linking, struktur dan fungsi membran. Kerusakan membran lisosom menyebabkan pelepasan enzim-enzim hidrofilik lisosom yang selanjutnya mampu menjadi perantara kerusakan intraseluler, dan mempercepat kemampuan radikal bebas dalam menginduksi kerusakan sel (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Jenis-jenis radikal bebas antara lain: radikal ion superoksida (O2*-) sangat reaktif, radikal peroksil (*OOH) tidak terlalu reaktif, hidrogen peroksida sangat
13
reaktif, radikal hidroksil (*OH) paling reaktif, dan singlet oksigen (/O2). Radikal bebas terbentuk melalui 3 tahapan yaitu: 1. Tahap inisisasi: suatu proses terbentuknya radikal bebas baru yang dicetuskan oleh senyawa radikal bebas yang ada sebelumnya. 2. Tahap propagasi: reaksi berantai radikal bebas sehingga membentuk beberapa radikal bebas baru. 3. Tahap terminasi: bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain sehingga potensi propagasinya rendah. Bila proses ini terjadi terus menerus dalam jangka waktu bertahun-tahun maka dapat
terjadi
kanker,
walaupun
sesungguhnya
tubuh
manusia
mampu
menghasilkan antioksidan sebagai penangkal radikal bebas namun jumlahnya tidaklah cukup (Murray, 2003).
2.8 F2 Isoprostan Isoprostan adalah “prostaglandin like compound” yang diproduksi dari esterifikasi asam arakidonat di jaringan. Senyawa ini terbentuk dari asam eicosapentaenoic dan docosahexaenoic pada hewan dan dari asam α-linolenic pada tumbuhan. Isoprostan pertama kali ditemukan pada tahun 1967 oleh Nugteren, Vonkeman, dan Van Drop, tetapi 20 tahun kemudian direalisasikan untuk kepentingan biologis sebagai biomarker dari peroksidasi lipid (Morrow dan Robert, 2002). Peranan F2 isoprostan penting bagi pengukuran peroksidasi lipid dan stres oksidatif (Janssen, 2001). Lipid adalah target utama serangan radikal bebas, yang
14
menyebabkan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan fenomena biologis, ada hubungannya dengan aterosklerosis yang penyebarannya dapat dihentikan dengan antioksidan. Keuntungan mengukur F2 isoprostan sebagai biomarker dari peroksidasi lipid adalah untuk memantau penyakit dan respon terhadap terapi, sebagai mediator stres oksidatif, dan implikasi terapeutik (Jay dan Heinecke, 2001). F2 isoprostan dianggap sebagai biomaker peroksidasi lipid yang terbaik karena merupakan salah satu marka peroksidasi lipid yang mirip dengan prostaglandin F2α (PG-F2 α) dan dianggap sangat akurat sebagai marka stres oksidatif (Baraas, 2006). F2 isoprostan diukur melalui plasma dan urin, dan sudah tersedia secara komersial dengan nama 8 iso prostaglandin F2α. Pengukuran melalui urin sering digunakan karena
noninvasif, F2 isoprostan dalam urin
bersifat stabil dan tidak terganggu oleh auto-oksidasi (Montuschi et al, 2004). Pengukuran isoprostan dalam cairan biologis dan atau spesimen jaringan memiliki peran penting pada proses ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan dalam berbagai macam penyakit manusia termasuk jantung, paru, saraf, ginjal, dan penyakit hati (Morrow dan Roberts, 2002). Isoprostan penting dalam patofisiologi aterosklerosis, dimana F2 isoprostan meningkat selama oksidasi LDL dan berperan dalam meningkatkan aktivitas platelet serta menginduksi mitogenesis dalam sel-sel otot polos vaskuler (Hou et al., 2001). Pengukuran F2 isoprostan merupakan indikator untuk menilai peran radikal bebas pada patogenesis penyakit manusia, untuk menilai intevensi
15
pengobatan, dan suplementasi antioksidan (Hollman dan Arts, 2000). Konsentrasi F2 isoprostan dicairan otak naik pada awal dimensia dan berkorelasi dengan progresifitas prnyakit (Practico et al., 2001). Pemeriksaan F2 isoprostan dapat dilakukan menggunakan Kit komersial.
2.9 Antioksidan Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron namun dalam arti biologis merupakan senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan (radikal bebas) termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat logam (Cadennas dan Packer, 2002). Mahluk hidup memiliki sistem pertahanan khusus untuk meredam dampak stres oksidatif yaitu berupa antioksidan. Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan produksi antioksidan dalam tubuh (Baynes, 2005). Antioksidan bertindak mencegah pembentukan radikal bebas atau menangkap radikal bebas yang sudah ada, menetralisir dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Oksidasi adalah reaksi kimia yang mentransfer elektron dari satu zat ke oksidator, dan dapat menghasilkan radikal bebas yang memicu reaksi berantai penyebab kerusakan sel tubuh. Antioksidan berperan penting dalam penghentian reaksi berantai ini dengan berikatan pada elektron yang tidak berpasangan tersebut sehingga mampu menghambat reaksi oksidasi lainnya. Antioksidan ada 2 jenis yaitu antioksidan internal dan antioksidan eksternal. Antioksidan internal diproduksi sendiri di dalam tubuh manusia, dan disebut juga antioksidan enzimatis. Antioksidan internal terdiri dari superoksida
16
dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Cara kerja katalase dan glutation peroksidase adalah dengan mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2, sedangkan SOD bekerja dengan cara mengkatalisis reaksi dismutase dari radikal anion superoksida menjadi H2O2 (Murray, 2003). Antioksidan eksternal (antioksidan non-enzimatis) yang berperan sebagai pencegah dan sistem pertahanan tubuh, bersumber dari non-nutrisi dan nutrisi dari sayuran dan buahbuahan. Cara kerjanya dengan menangkap radikal bebas sehingga tidak akan bereaksi dengan komponen seluler. Antioksidan eksternal antara lain vitamin A, vitamin C, vitamin E, β karoten, flavonoid, likopen yang dapat ditemukan pada sayur dan buah-buahan. Senyawa antioksidan non-enzimatis bekerja dengan cara menangkap radikal bebas (free radical scavenger) kemudian mencegah reaktivitas amplifikasinya. Vitamin C, merupakan antioksidan larut dalam air, merupakan sistem pertahanan tubuh pada senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Vitamin C berbentuk kristal putih dengan berat molekul 176,13 dan rumus molekul C6H6O6. Sebagai antioksidan vitamin C bekerja dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa Cu, menyumbang elektron ke dalam rekasi biokimia intraseluler dan ekstraseluler, menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam netrofil, monosit, protein lensa dan retina, berinteraksi dengan
Fe-ferritin, mencegah LDL
teroksidasi,
tokoferol
mentransfer
elektron
ke
dalam
teroksidasi,
dan
mengabsorbsi logam dalam saluran pencernaan (Walingo, 2005). Vitamin E adalah suatu fitonutrien penting, yang memiliki 8 isomer yaitu 4 tokoferol (α, β, γ, δ) dan 4 tokotrienol (α, β, γ, δ) homolog. Vitamin E atau α-
17
tokoferol merupakan antioksidan larut dalam lemak bekerja sebagai donor ion hidrogen yang mampu mengubah radikal peroksil menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak ramtai asam lemak. Makanan kaya vitamin dan antioksidan mampu menurunkan risiko penyakit aterosklerosis dengan cara melindungi LDL dari oksidasi. Karotenoid merupakan senyawa isoprenoid C40 dan tetraterpenoid yang terdapat dalam plastida jaringan tanaman, yang berfungsi mempertahankan siklus sel (Schafer et al., 2000). Likopen dan β-karoten merupakan bagian dari karotenoid yang paling populer sebagai antioksidan yang melindungi membran sel, DNA, dan makromolekul dari kerusakan akibat ROS (Sommerburg dan Milner, 2002). Karotenoid merupakan antioksidan yang paling efektif menghilangkan singlet oxygen dengan cara physical quenching , yaitu proses dimana singlet oxygen dikembalikan ke keadaan semula tanpa konsumsi oksigen atau pembentukan produk sampingan. Likopen memiliki kecepatan 2 kali lebih cepat dari β-karoten dalam menghilangkan singlet oxygen (Campbell et al., 2007). Likopen juga bekerja dengan menangkap radikal bebas superoksid (O2*-) sehingga membentuk ikatan yang tidak reakif dan reaksi berantai radikal bebas terputus (Antocomp, 2009).
2.10 Mekanisme Kerja Antioksidan terhadap Radikal Bebas Radikal bebas dapat menyerang senyawa apa saja terutama lipid dan mengakibatkan kerusakan pada sel. Keadaan seperti ini yang berlangsung terus menerus akan menimbulkan berbagai penyakit degeneratif dan memicu proses
18
penuaan semakin cepat. Radikal bebas memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya yang mampu mengambil elektron lain dari molekul stabil disekitarnya. Molekul stabil yang elektronnya diambil oleh radikal bebas akan menjadi radikal bebas juga dan akan memulai suatu reaksi berantai yang mengakibatkan kerusakan sel. Proses pembentukan radikal bebas dalam tubuh bisa melalui pernafasan, lingkungan tidak sehat, dan makanan berlemak. Mengkonsumsi makanan tinggi lemak sangat berpotensi menghasilkan radikal bebas. Lemak mempunyai ikatan rangkap pada atom C-nya dan sangat mudah dioksidasi atau terserang peroksidasi lipid dan akan membentuk radikal peroksida lipid. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Antioksidan mampu meredam dampak dari radikal bebas dengan cara memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa menganggu fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Mekanisme kerja antioksidan tehadap oksidasi lipid secara umum adalah menghambat oksidasi lipid pada tahap awal. Oksidasi lipid memiliki 3 tahap yaitu: 1. Tahap inisiasi: senyawa turunan asam lemak bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat hilangnya satu atom hidrogen. RH--R*+H* 2. Tahap propagasi: radikal bebas asam lemak akan bereaksi dengan oksigen dan membentuk radikal peroksid. R*+O2--ROO*
19
3. Tahap terminasi: radikal peroksida lebih lanjut akan menyerang asam lemak dan menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru. ROO*+RH--ROOH+R* (Droge, 2002).
2.11 Aterosklerosis Aterosklerosis adalah penebalan dinding pembuluh darah pada lapisan intima. Penebalan ini sesungguhnya sudah terjadi pada saat umur 10 tahun, tetapi banyak faktor yang akan menyebabkan progesivitas proses aterosklerosis ini. Faktor – faktor yang potensial menyebabkan aterosklerosis adalah dislipidemia, hipertensi, merokok, DM, alkohol, umur tua, jenis kelamin, genetik, obesitas, fisik tidak terlatih, stres, post menopause dan konsumsi karbohidrat berlebih (Rader dan Hobbs, 2005). Proses terjadinya aterosklerosis dimulai dari cedera dinding pembuluh darah akibat peningkatan radikal bebas yang kemudian diikuti dengan peningkatan
permeabilitas
endotel
pembuluh
darah.
Kondisi
ini
akan
menyebabkan LDL teroksidasi bila kadar dalam darah tinggi, dan kemudian dimakan oleh makrofag sehingga terbentuk sel busa (foam cells). Proses ini berlanjut di lapisan intima pembuluh darah secara terus menerus dengan melibatkan kolagen, ekstraseluler matriks dan sel otot polos, kemudian berproliferasi membentuk fibrofatty ateroma dan proses berlanjut menjadi ateroskleloris (Mitchell dan Schoen, 2010).
20
Gambar 2.3 Proses Pembentukan Aterosklerosis (Mitchell dan Schoen, 2010
Dalam proses terbentuknya aterosklerosis lipid memegang peranan penting dimana peningkatan kadar TG, LDL, penurunan kadar HDL dan peningkatan lipoprotein (PCA) memicu semakin cepat terbentuk aterosklerosis. Dislipidemia menimbulkan aterosklerosis, hal ini dibuktikan dengan: 1. Adanya derivat kolesterol plasma dan kolesterol ester pada ateroma. 2.
Beratnya aterosklerosis berhubungan dengan peningkatan level kolesterol plasma.
3. Eksperimental diet yang banyak mengandung kolesterol dapat menimbulkan aterosklerosis (Mitchell dan Schoen, 2010).
21
Gambar 2.4 Aterosklerosis pada Arteri Koronaria (Mitchell dan Schoen, 2010) Proses terbentuknya plak pada aterosklerosis akan menyebabkan penyempitan lumen arteri, akibatnya aliran darah akan terganggu. Apabila hal ini berlanjut terus akan memungkinkan robeknya plak dan perdarahan subendotelial. Proses trombogenik mulai terjadi yang mengakibatkan penyumbatan sebagian atau keseluruhan suatu arteri koronaria. Pada saat inilah muncul berbagai gejala klinis seperti angina atau infark miokard.
2.12 Tomat Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan buah sayur berwarna merah yang sering dikonsumsi baik dalam bentuk segar (untuk lalapan atau salad),
22
dimasak dalam bentuk penyedap masakan, campuran sambal, atau dalam bentuk jus. Tomat merupakan sumber vitamin B, C, E, dan betakaroten. Vitamin C yang ada dalam dalam kandungan tomat bahkan lebih tinggi daripada vitamin C dalam buah jeruk. Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan tanaman buah yang memiliki komposisi zat gizi yang cukup lengkap dan baik. Buah tomat terdiri dari 5 – 10 % berat kering tanpa air dan 1 % kulit dan biji. Jika buah tomat dikeringkan maka akan didapatkan 50% dari berat keringnya terdiri dari gula – gula pereduksi (glukosa dan fruktosa), sisanya asam – asam organik, mineral, pigmen, vitamin dan lipid. Dalam buah tomat ini juga terkandung senyawa likopen yang merupakan senyawa alami yang memberikan warna merah pada tomat dan juga berfungsi sebagai antioksidan. Kandungan likopen dalam buah tomat dipercaya memiliki banyak manfaat antara lain menurunkan kadar kolesterol dalam darah, menurunkan berat badan, mengurangi risiko terserang kanker, meningkatkan kesuburan pada laki – laki, serta memperbaiki kemampuan kulit melindungi diri dari radiasi sinar ultraviolet (Poncojari et al., 2011). Tomat juga mengandung serat makanan alami yang sangat baik bagi pencernaan manusia dan protein, maka dari itu tomat merupakan buah yang sangat sarat gizi. Dalam 180 g buah tomat matang mengandung sekitar 34,38 mg (57,3%) vitamin C, kandungan serat mencapai 1,98 g, protein sekitar 1,58 g. Untuk kandungan likopen dalam 1 kg tomat ranum adalah 14,725 mg (Regina dkk. 2008). Sedangkan hasil analisis Laboratorium Pangan Universitas Udayana kandungan likopen dalam 1 kg ekstrak tomat adalah 10,0174 mg. Likopen dari tumbuhan alami berada secara dominan dalam bentuk all- trans, bentuk paling
23
stabil secara termodinamika. Likopen mengalami isomerisasi cis-trans yang dipengaruhi oleh energi, cahaya, suhu, dan reaksi kimia (Sumardiono et al., 2008). Tabel 2.1 Kandungan gizi buah tomat segar (ranum) tiap 180 gram bahan (Sumardiono et al., 2008) nutrien Vitamin C Vitamin A Vitamin K molybdenum Kalium Mangan Serat Kromium Vitamin B1 (thiamine) Vitamin B6 (pyridoxine) Folat Tembaga Vitamin B3 (niacin) Vitamin B2 (riboflavin) Magnesium Besi Vitamin B5 (asam pantotenat) Phosphor Vitamin E Tryptophan protein
jumlah 34,38 mg 1121,40 IU 14,22 mcg 9,00 mcg 399,6 mg 0,19 mg 1,98 g 9,00 mcg
Kebutuhan per hari (%) 57,3
Kepadatan nutrisi 27,3
22,4
10,7
18,8 12,0 11,4 9,5 7,9 7,5
8,5 5,7 5,4 4,5 3,8 3,6
0,11 mg
7,3
3,5
0,14 mg
7,0
3,3
27,00 mcg 0,13 mg
6,8 6,5
3,2 3,1
1,13 mg
5,6
2,7
0,09 mg
5,3
2,5
19,80 mg 0,81 mg
5,0 4,5
2,4 2,1
0,44 mg
4,4
2,1
43,20 mg 0,68 mg 0,01 g 1,53 g
4,3 3,4 3,1 3,1
2,1 1,6 1,5 1,5
Fungsi dari vitamin A yang terkandung dalam tomat adalah sebagai komponen penting dari retina (selaput jala) untuk penglihatan, membantu
24
pertumbuhan, dan mempunyai peranan penting dalam jaringan epitel (Muchtadi, 2008). Vitamin A stabil terhadap panas, asam dan alkali tetapi sangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak pada suhu tinggi (Sapoetra dan Warsetyo, 2003). Vitamin B juga terkandung dalam buah tomat yang berperan penting dalam metabolisme di dalam tubuh, terutama dalam hal pelepasan energi saat beraktivitas. Hal ini terkait dengan peranannya di dalam tubuh, yaitu sebagai senyawa koenzim yang dapat meningkatkan laju reaksi metabolisme tubuh terhadap berbagai jenis sumber energi. Vitamin B1 dan B6 yang tergolong dalam kelompok vitamin B ini juga berperan dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit) (Sapoetra dan Warsetyo, 2003). Tomat juga kaya akan vitamin C yang memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya kolesterol. Kekurangan vitamin C menyebabkan peningkatan sintesis kolesterol. Peran Vitamin C dalam metabolisme kolesterol adalah melalui peningkatan
pembuangan
kolesterol
dalam
bentuk
asam
empedu,
dan
meningkatkan kadar HDL. Tingginya kadar HDL akan menurunkan risiko menderita penyakit aterosklerosis (Khomsan, 2010). Vitamin E yang terkandung dalam tomat merupakan senyawa organik yang diperlukan dalam jumlah kecil tetapi sangat esensial sebagai antioksidan, pelarut lemak dan memelihara fertilitas. Vitamin E secara alamiah banyak terdapat dalam minyak tumbuhan, sayuran hijau dan kacang-kacangan. Kekurangan vitamin ini dapat mengakibatkan hemolisis sel-sel darah merah dan anemia, penuaan dini, kulit keriput dan kemandulan. Senyawa yang merupakan
25
turunan vitamin E sangat beraneka ragam, namun yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi adalah dalam bentuk senyawa α-tokoferol (Sareharto, 2010). Likopen adalah senyawa antioksidan yang paling potensial yang terdapat dalam tomat. Likopen merupakan salah satu carotenoid, derivat isoprenoid yang juga dapat ditemukan pada serum manusia dan beberapa jaringan tubuh. Karotenoid dapat mencegah atau memperlambat penyakit degeneratif dengan bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai. Karotenoid merupakan sekelompok senyawa yang mempunyai struktur berkaitan dengan β-karoten, suatu prekursor vitamin A. Penyerapan karotenoid terjadi di dalam darah dan terikat dengan lipoprotein. Karotenoid juga melindungi dari peroksidasi dengan bereaksi terhadap radikal hidroperoksil lemak (Agarwal dan Rao, 2000). Warna merah pada tomat menunjukan terjadi akumulasi likopen akibat dari menurunnya likopen siklase. Likopen dari tumbuhan alami berada secara dominan dalam bentuk alltrans, bentuk paling stabil secara termodinamika. Likopen mengalami isomerisasi cis-trans yang dipengaruhi oleh energi, cahaya, suhu dan reaksi kimia. Likopen dipercaya sebagai antioksidan yang mempunyai kemampuan melawan kerusakan sel – sel tubuh akibat dari radikal bebas dalam darah dengan mengurangi efek toksik dari ROS, sehingga mampu menurunkan risiko terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit neurodegeneratif dan aging, hal ini dikaitkan dengan kemampuan likopen sebagai imunomodulator (Agarwal dan Rao, 2000). Untuk kandungan likopen pada setiap bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 2.2.
26
Tabel 2.2 Kandungan Likopen pada Bahan Makanan (Sulistyowati, 2006)
Menurut Argawal dan Rao (2000), aktivitas antisklerosis likopen pada tomat didasarkan pada efek stimulasi yang terjadi, baik secara oksidatif maupun non oksidatif. Pada mekanisme oksidatif likopen diduga mencegah aterosklerosis dengan memproteksi biomolekuler seluler penting, antara lain lipid dan lipoprotein. Dalam mekanisme non oksidatif, efek antisklerosis likopen bekerja sebagai agen hipokolesterolemik dengan menghambat laju HMG CoA reduktase yang berperan penting pada sintesis kolesterol serta mengaktifkan reseptor LDL, untuk struktur kimia likopen dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.5 Struktur Kimia Likopen (Sulistyowati, 2006).
Ekstrak tomat dibuat dari tomat segar yang dihancurkan, kemudian ditambahkan pelarut etanol 1:10 untuk dimaserasi selama 24 jam sehingga dihasilkan filtrat untuk kemudian dievaporasi dan didapatkanlah ektrak kasar. Heber (2006) menyebutkan bahwa sifat bioavibilitas likopen meningkat setelah
27
pemasakan, jadi produk olahan tomat memiliki lebih banyak likopen yang lebih mudah dicerna dibandingkan tomat segar. Hal ini disebabkan karena likopen terikat dengan struktur sel tomat dan perubahan suhu dalam proses pengolahan dapat melepaskan likopen dari struktur sel tersebut. Sedangkan Sumardiono et al. (2004) menjelaskan bahwa likopen dalam buah yang belum diproses tersedia dalam bentuk trans, yang merupakan bentuk yang tidak mudah diserap tubuh. Pemanasan jus tomat dengan minyak jagung selama 1 jam mengubah likopen dari bentuk trans menjadi cis, sehingga meningkatkan penyerapannya oleh tubuh.
2.13 Hubungan Antara Pemberian Ekstrak Tomat Dengan Kadar Kolesterol Darah Sesuai dengan studi yang dilakukan Liputo et al. (2010), bahwa konsumsi vitamin A dapat meningkat konsentrasi HDL, hal ini disebabkan adanya perubahan dalam metabolisme NO. Dimana pemberian NO sintase inhibitor menurunkan kadar HDL dan meningkatkan kadar kolesterol darah. Sebaliknya pemberian donor NO menyebabkan peningkatan HDL dan menurunkan total kolesterol darah. Menurut penelitian yang dilakukan Hairunnisa (2008), Penghambatan penurunan kadar HDL kolesterol dan penghambatan kenaikan kadar LDL kolesterol serum pada tikus Wistar jantan yang diberi pakan tinggi lemak disertai jus pare (Momordica charantia) mungkin disebabkan kandungan penting dalam Momordica charantia yaitu adanya vitamin B. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prakash (2001) tomat merupakan salah satu buah yang kaya akan antioksidan (vitamin A, vitamin C, vitamin E dan likopen). Di luar sel,
28
vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron ke dalam tokoferol teroksidasi dan mengabsorpsi logam
dalam saluran pencernaan, selain itu juga akan
meningkatkan kadar HDL dalam darah (Baraas, 2006). Menurut Rissanen (2003), likopen tomat dapat menghambat sintesis kolesterol dengan cara menghambat kerja enzim HMG-CoA reduktase, meningkatkan degradasi LDL kolesterol oleh makrofag, dan meningkatkan pengaturan reseptor LDL sehingga kadar LDL dalam darah berkurang. Hasil ini sejalan dengan pendapat Sareharto (2010) yang menyatakan bahwa konsumsi vitamin E dapat memperbaiki stabilitas oksidatif sehingga akan mengurangi kadar LDL dalam darah. Sedangkan kerja likopen melalui ikatan rangkapnya akan menyerap enegi dalam jumlah besar untuk menjadi ikatan jenuh, sehingga energi dari radikal bebas yang merupakan sumber penyakit dan penuaan dini dapat dinetralisir oleh likopen (Sulistyowati, 2006).
2.14 Hubungan antara Pemberian Ekstrak Tomat dengan Kadar Trigliserida Darah Ekstrak tomat diketahui mengandung 13-oxo-octadecadienoic acid (13oxo-ODA) yang merupakan isomer dari 9-oxo-ODA yaitu agonis PPARα yang lebih kuat dibanding 9-oxo-ODA. PPARα merupakan reseptor yang berfungsi dalam oksidasi lipid. Apabila reseptor ini diaktifkan maka akan terjadi oksidasi asam lemak di jaringan sehingga akan mengurangi kadar trigliserida dalam plasma (Latifah, 2013).
29
Non oxidative pathways lipotoxycity
Gambar 2.6 Metabolisme Trigliserida (Michael, 2013) Gambar 2.6 Metabolisme Trigliserida (Michael, 2013) 2.15 Hubungan antara Pemberian Ekstrak Tomat dengan Antioksidan Tomat mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin B, vitamin A, karotenoid terutama likopen yang mempunyai kemampuan antioksidan menangkal radikal bebas. Likopen terutama bekerja dengan cara menangkap radikal bebas superoksid (O2*-) sehingga membentuk ikatan yang tidak reaktif dan memutus reaksi berantai radikal bebas (Antocomp, 2009). Disamping itu, menurut Heber (2006) menyatakan likopen bekerja sebagai antioksidan dengan menetralisir singlet oxygen dengan cara physical quenching
dimana singlet oxygen
dikembalikan ke keadaan semula tanpa konsumsi oksigen dan pembentukan produk sampingan. Penelitian Sulistyowati (2006) menunjukan peningkatan status antioksidan (vitamin C 1,45 mg/ 100ml dan vitamin E 19,40 ug/ ml) pada pemberian ekstrak tomat (likopen) pada dosis 1,08 mg/ekor tikus per hari. F2
30
isoprostan merupakan biomarker status antioksidan yang dapat terdeteksi lewat darah atau urin. Semakin banyak jumlah antioksidan dalam tubuh maka F2 isoprostan akan menurun.
2.16 Hubungan antara Pemberian Ekstrak Tomat dengan Aterosklerosis Aterosklerosis disebabkan karena kadar antioksidan dalam tubuh sangat rendah, sehingga berakibat meningkatnya gangguan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan pada endotel pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas endotel pembuluh darah akan mengakibatkan masuknya LDL teroksidasi kedalam lapisan intima, dikuti dengan ektraseluler matriks, kolagen dan sel otos polos. Terjadi proliferasi sehingga terbentuk fibrofatty atheroma dan proses berlanjut menjadi aterosklerosis (Mitchell dan Schoen, 2013). Hasil penelitian Rissanen et al, (2003) menunjukkan bahwa kadar likopen serum yang berasal dari likopen diet (0,22-1,06 nmol/ml) berperan dalam mencegah proses awal aterosklerosis. Hal ini juga didukung hasil penelitian Sesso et al, (2004) yang menyatakan bahwa tingginya kadar likopen plasma menghambat risiko penyakit kardiovaskuler pada wanita.
31
Gambar 2.7 Pembentukan sel busa yang terjadi di ruang subendotel pembuluh darah. Vitamin E, C, A dan antioksidan menghambat oksidasi LDL (Sulistyowati, 2006). Dalam pembentukan aterosklerosis ada dua hal yang berperan penting yaitu kadar kolesterol LDL yang tinggi dan antioksidan yang rendah. Dengan ekstrak tomat dipercaya mampu mencegah terbentuknya aterosklerosis melalui penghambatan pembentukan kolesterol dan peningkatan kadar antioksidan darah, seperti terlihat pada Gambar 2.7.