21
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dialami oleh semua manusia. Penuaan bukan hanya proses menjadi tua. Penuaan adalah apa yang membuat tua tidak sebaik baru dan ketika laju kegagalan meningkat bersamaan dengan peningkatan usia, orang menjadi sakit, lemah, dan kadang sekarat (Gavrilov, 2004). Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini tentunya banyak memberikan dampak positif bagi masyarakat. Ilmu yang sedang berkembang pesat saat ini adalah Ilmu Anti Penuaan. Penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Penuaan tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup, sehingga penuaan dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung kesehatan masing-masing individu (Fowler, 2003). Konsep AAM ini dicetuskan pada tahun 1993, konsep ini menganggap dan memperlakukan penuaan sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati sehingga dapat kembali ke keadaan semula. Oleh karena itu, dengan adanya ilmu ini diharapkan akan meningkatkan usia harapan hidup yang tentunya dengan kulaitas hidup yang tinggi. Saat ini banyak hal yang dapat mempengaruhi penurunan kualitas hidup, salah satunya yang sangat berperanan adalah gaya hidup yang buruk pada
8
22
masyarakat yang bisa menimbulkan berbagai macam penyakit bahkan sampai menimbulkan kematian pada usia muda. 2.1.1 Definisi penuaan Definisi aging menurut A4M (American Academy of Anti-Aging Medicine) adalah perubahan fisik
yang berhubungan dengan aging
disebabkan oleh disfungsi fisiologik, dalam banyak
kasus dapat diubah
dengan intervensi kedokteran yang tepat (Klatz, 2003). Penuaan adalah suatu kumpulan gejala dari perubahan yang terusmenerus, menyeluruh dan menetap. Proses penuaan terjadi pada molekul (DNA, protein, lemak), pada sel dan organ. Frekuensi penyakit yang meningkat pada usia tua seperti arthritis, osteoporosis, penyakit jantung, kanker, Alzheimer's Disease sering dikaitkan dengan terjadinya proses penuaan. Padahal pada kenyataannya tidak semua benar bahwa penyakit yang terjadi pada usia tua adalah merupakan proses penuaan (Klatz dan Goldman, 2004). Webster's New World Dictionary mendefinisikan penuaan sebagai proses menjadi tua atau menunjukkan tanda-tanda menjadi tua. Oleh karena itu kemudian dikenal dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia fisiologis atau biologis. Usia kronologis ialah usia sebenarnya sesuai dengan tahun kelahiran, sedang usia fisiologis atau biologis ialah usia sesuai dengan fungsi organ tubuh. Maka usia kronologis tidak selalu sama dengan usia fisiologis (Pangkahila, 2007).
23
2.1.2 Penyebab proses penuaan Banyak faktor yang dapat menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit, dan akhirnya membawa kepada kematian. Pada dasarnya berbagai faktor itu dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan. Karena berbagai faktor itulah terjadi proses penuaan, sehingga orang menjadi tua, sakit, dan akhirnya meninggal. Namun, kalau faktor penyebab itu dapat dihindari, proses penuaan tentu dapat dicegah, diperlambat, bahkan mungkin dihambat, dan kualitas hidup dapat dipertahankan. Dengan kata lain usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik. Dengan melihat berbagai faktor di atas, kita dapat menentukan faktor mana yang dapat dihindari atau diatasi agar proses penuaan dapat dicegah atau diperlambat (Pangkahila, 2007). 2.1.3 Teori proses penuaan Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori wear and tear meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal bebas serta teori program meliputi terbatasnya replikasi sel, proses imun, dan teori neuroendokrin (Pangkahila, 2007).
24
Ada empat teori pokok dari penuaan (Goldman dan Klatz, 2007), yaitu: 1. Teori Wear and Tear Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit, dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stres fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel. 2. Teori Neuroendokrin Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan
hormonnya.
Dengan
bertambahnya
usia
tubuh
memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh. 3. Teori Kontrol Genetik Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, di mana kita dilahirkan dengan kode
genetik yang unik,
yang
memungkinkan fungsi fisik dan mental terentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita dapat hidup.
25
4. Teori Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, di mana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007).
26
2.1.4 Faktor yang mempercepat penuaan Setelah mencapai usia dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena
proses
penuaan.
Pada
umumnya
manusia
tidak
pernah
mempertanyakan mengapa kita menjadi tua, sakit, dan akhirnya meninggal. Orang hanya menganggap menjadi tua memang harus terjadi, sudah ditakdirkan, dan semua masalah ya ng muncul harus dialami. Bahkan, ada yang berpendapat usia setiap orang sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia tertentu, yang tidak sama pada setiap orang. Namun ternyata ada beberapa faktor yang dapat mempercepat proses penuaan (Wibowo, 2003), yaitu : 4. 1. a.
Faktor lingkungan Pencemaran lingkungan berupa bahan polutan dan bahan kimia yang merupakan hasil pembakaran pabrik, otomotif, dan rumah tangga akan mempercepat proses penuaan.
b.
Pencemaran lingkungan berupa suara bising. Dari beberapa penelitian yang ada, ternyata suara bising mampu meningkatkan kadar hormon prolaktin dan dapat menyebabkan apoptosis pada berbagai jaringan tubuh.
c.
Pemakaian
obat-obatan
dan
jamu
yang
tidak
terkontrol
pemakaiannya dapat menurunkan hormon tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung melalui mekanisme umpan balik (hormonal feedback mechanism).
27
d.
Sinar matahari secara langsung dapat mempercepat penuaan kulit dengan hilangnya elastisitas dan kerusakan pada kolagen kulit.
5. 2.
Faktor diet atau makanan Dipengaruhi oleh jenis nutrisi, jumlahnya serta kualitas dari
makanan tersebut hendaknya yang tidak menggunakan bahan pengawet, pewarna, dan perasa dari bahan kimia yang terlarang. Zat beracun yang terkandung dalam makanan tersebut, tentunya dapat menimbulkan kerusakan pada berbagai organ tubuh, yang paling utama adalah kerusakan pada organ hati. 6. 3.
Faktor genetik Genetik seseorang ditentukan oleh genetik dari orang tuanya.
Ternyata, faktor genetik dapat berubah jika terpapar oleh infeksi virus, radiasi serta racun yang terdapat pada makanan, minuman dan kulit yang dapat diserap oleh tubuh. 4.
Faktor psikik Stres juga merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya proses apoptosis pada berbagai organ atau jaringan tubuh.
7. 5.
Faktor organik Yang
merupakan
faktor
organik
adalah
rendahnya
kebugaran/fitness, pola makan yang tidak sehat, penurunan Growth Hormone (GH) dan IGF-1, penurunan hormon testosteron, penurunan melatonin secara konstan setelah memasuki usia 30 tahun yang dapat menyebabkan gangguan pada ritme harian (circadian clock) yang
28
kemudian akan berpengaruh juga pada kulit dan rambut yang ditandai dengan berkurangnya pigmentasi serta terjadinya gangguan pola tidur, peningkatan prolaktin yang sejalan dengan perubahan pada emosi dan stres. Serta terjadi perubahan pada FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone). 2.1.5 Upaya menghambat penuaan Proses penuaan bukan datang dengan sendirinya tanpa sebab. Proses penuaan dapat dicegah dan dihambat jika kita dapat mengatasi faktor penyebabnya. Pada dasarnya upaya menghambat proses penuaan dapat dilakukan sebagai berikut (Pangkahila, 2007) : 1. Menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan gaya hidup sehat, yaitu meliputi: a.
Berolahraga teratur Minimal 30 menit tiga kali seminggu atau dilakukan setiap hari.
b.
Makanan yang sehat dan cukup Rendah kalori, banyak sayur dan buah-buahan, cukup protein.
c.
Hindari dan atasi stres
d.
Hindari bahan yang bersifat racun Seperti merokok dan alkohol yang berlebihan, pestisida, bahan pengawet yang tidak sehat.
e.
Adanya keseimbangan antara kesibukan dan relaksasi.
2. Kehidupan berkeluarga harus bahagia, termasuk dalam kehidupan seksual, hindari perilaku seksual yang tidak sehat.
29
3. Lakukanlah pekerjaan sebagai suatu kesenangan. 4. Hiduplah dalam lingkungan sosial yang sesuai dengan hati nurani. 5. Upayakan selalu berpikir positif dan optimis. 6. Jangan merasa sehat normal hanya karena tidak merasakan keluhan yang serius. 7. Jangan merasa sudah tua dan tidak berdaya 8. Jangan gunakan obat atau ramuan yang tidak punya dasar ilmiah yang jelas dan tanpa petunjuk tenaga ahli. 9. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala yang diperlukan dan sesuai dengan kondisi masng-masing. 10. Gunakan obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli, untuk mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh yang menurun dengan bertambahnya usia. Upaya pertama sampai kedelapan sebenarnya upaya yang dapat dilakukan oleh setiap orang tanpa adanya intervensi pengobatan dari luar. Tetapi pada kenyataannya untuk melaksanakan upaya tersebut tidaklah mudah, bahkan sebagian justru sulit dan nyaris hampit tidak dapat dilakukan. Upaya kesembilan dan kesepuluh merupakan upaya intervensi yang memerlukan perlakuan atau pengobatan yang disarankan atau diberikan oleh tenaga ahli.
Yang kerap kali menjadi hambatan atau kesulitan dalam melakukan upaya dalam menghambat proses penuaan tanpa intervensi diantaranya
30
adalah disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat, pengetahuan yang rendah, serta budaya yang tidak benar. Lingkungan yang tidak sehat antara lain seperti adanya sejumlah makanan yang ternyata telah diracuni oleh bahan berbahaya seperti formalin, pestisida, dan bahkan bahan pewarna. Beberapa produk kosmetik juga banyak yang dicampur dengan bahan kimia yang berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan. Belum lagi pencemaran udara yang disebabkan dari asap kendaraan bermotor, industri, rokok, dan yang lainnya yang mana semuanya itu tentunya akan sangat mengganggu. Pengetahuan yang rendah dalam berbagai aspek juga banyak menimbulkan masalah yang dapat menghambat proses penuaan seperti mengkonsumsi sesuatu yang sebenarnya tidak bermanfaat, bahkan sangat merugikan. Demikian juga dengan budaya yang tidak benar, misalnya meyakini bahwa pada usia tua orang memang harus tidak berdaya. Akibatnya banyak orang yang pasrah menerima berbagai keluhan yang muncul seiring dengan bertambahnya usia (Pangkahila, 2007). 2.1.6 Tanda penuaan Proses penuaan ditandai penurunan energi seluler yang menurunkan kemampuan sel untuk memperbaiki diri. Terjadi dua fenomena, yaitu penurunan fisiologik (kehilangan fungsi tubuh dan sistem organnya) dan peningkatan penyakit (Fowler, 2003). Menurut Fowler (2003), aging adalah suatu penyakit dengan
31
karakteristik yang terbagi menjadi tiga fase yaitu : 1. Fase subklinik (usia 25-35 tahun) Kebanyakan hormon mulai menurun : testosteron, GH, dan estrogen. Pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh, seperti diet yang buruk, stress, polusi, paparan berlebihan radiasi ultraviolet dari matahari. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Individu akan tampak dan merasa “normal” tanpa tanda dan gejala dari aging atau penyakit. Bahkan, pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal. 2. Fase transisi (usia 35-45 tahun) Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Kehilangan masa otot yang mengakibatkan kehilangan kekuatan dan energi serta komposisi lemak tubuh yang meninggi. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya resiko penyakit jantung, pembuluh darah, dan obesitas. Pada tahap ini mulai muncul gejala klinis, seperti penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual dan bangkitan seksual menurun. Tergantung dari gaya hidup, radikal bebas merusak sel dengan cepat sehingga individu mulai merasa dan tampak tua. Radikal bebas mulai mempengaruhi ekspresi gen, yang menjadi penyebab dari banyak penyakit aging, termasuk kanker, arthritis, kehilangan daya ingat, penyakit arteri koronaria dan diabetes.
32
3. Fase Klinik (usia 45 tahun keatas) Orang mengalami penurunan hormon yang berlanjut, termasuk DHEA (dehydroepiandrosterone), melatonin, GH, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Terdapat juga kehilangan kemampuan penyerapan nutrisi, vitamin, dan mineral sehingga terjadi penurunan densitas tulang, kehilangan massa otot sekitar 1 kg setiap tiga tahun, peningkatan lemak tubuh dan berat badan. Di antara usia 40 tahun dan 70 tahun, seorang pria
kemungkinan
dapat
kehilangan
20
pon
ototnya,
yang
mengakibatkan ketidak mampuan untuk membakar 800-1.000 kalori perhari. Penyakit kronis menjadi sangat jelas terlihat, akibat sistem organ yang mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama untuk menikmati ”tahun emas” dan seringkali adanya ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. Prevalensi penyakit kronis akan meningkat secara dramatik sebagai akibat peningkatan usia (Fowler, 2003). 2.2 Proses Penuaan Pada kulit Radiasi sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari dapat menimbulkan berbagai macam efek pada kulit manusia, diantaranya adalah sunburn, penekanan imunitas, dan penuaan dini (photoaging). Sunburn dan penekanan sistem imun terjadi secara akut sebagai respon akibat paparan yang berlebihan dari sinar matahari, sedangkan kanker kulit dan photoaging akibat dari akumulasi kerusakan yang disebabkan oleh paparan berulang sinar ultraviolet. Kulit yang mengalami photoaging ditandai dengan kerutan,
33
kekenduran, perubahan pigmentasi, flek kecoklatan, dan tampak kasar. Sangat berbeda dengan kulit dengan penuaan kronologis atau penuaan intrinsik pada kulit yang diproteksi dari sinar matahari yang menjadi tipis, mengalami penurunan elastisitas tetapi kadang tampak halus (Fisher dkk., 2000). 2.2.1 Penyebab penuaan kulit Proses penuaan itu berhubungan dengan perubahan yang terjadi secara terus-menerus pada semua jaringan termasuk pada kulit. Perubahan ini termasuk kehilangan interstitial matrix proteins dalam sel (Jenkins, 2002). Penuaan kulit secara intrinsik berupa pengurangan ketebalan kulit dan perubahan karakteristik dari susunan jaringan. Gambaran klinis dari perubahan karakteristik tersebut, seperti terjadinya kerutan halus, permukaan jaringan yang lebih kasar dan timbulnya hiperpigmentasi. Secara umum diasumsikan penyebab dari proses penuaan kulit ini dapat dipengaruhi oleh latar belakang etnis, gaya hidup dan paparan sinar matahari secara terus-menerus (Gilchrest dan Krutmann, 2006). 2.2.2 Penuaan intrinsik dan ekstrinsik Proses penuaan pada kulit dapat dibagi menjadi dua yaitu penuaan intrinsik dan penuaan ekstrinsik (Gilcherst dan Krutmann, 2006) :
34
7. Penuaan intrinsik dikenal juga dengan proses penuaan secara alamiah, yang merupakan proses yang terus berlangsung, biasanya dimulai pada usia 20 tahunan. Penuaan intrinsik tersebut, terjadi oleh karena akumulasi kerusakan endogen yang disebabkan oleh pembentukan senyawa
oksigen
reaktif
selama
metabolisme
oksidasi
seluler.
Pemendekan telomer pada pembelahan sel juga dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab penuaan intrinsik pada kulit, selain oleh karena penurunan faktor pertumbuhan dan hormon. Manifestasi klinis penuaan kronologis kulit dapat berupa serosis, kelemahan, kerutan dan gambaran tumor jinak seperti keratosis seboroik dan angioma buah ceri.
35
8. Penuaan ekstrinsik (photoaging), terjadi sebagai akibat kerusakan kumulatif dari radiasi sinar ultraviolet. Radiasi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 100-400 nm merupakan 5% dari seluruh kisaran radiasi sinar matahari. Secara umum sinar ultraviolet dibagi menjadi tiga, yaitu UVA (320 - 400 nm), UVB (280 - 320 nm), UVC (100 280nm). UVC dapat terabsorbsi secara langsung oleh lapisan ozone di atmosfer. Radiasi UV dapat mengakibatkan aktivasi reseptor permukaan sel yang mengakibatkan propagasi sinyal intraseluler dan sintesis faktor transkripsi, protein inti yang berikatan dengan DNA untuk meningkatkan atau menekan gen transkripsi. Salah satu faktor transkripsi yang secara cepat dan prominen dapat terinduksi oleh radiasi sinar UV adalah AP-1. AP-1 dapat mempengaruhi gen transkripsi kolagen pada fibroblas, menurunkan level prokolagen I dan III, selain itu AP-1 juga dapat merangsng gen transkripsi yang mengkode matrix-degrading enzyme seperti metalloproteinase. Pada kulit yang mengalami photoaging tersebut dapat memperlihatkan gambaran klinis berupa permukaan yang kasar, kerutan halus dan kasar, bercak kekuningan, kering, dan telangiektasis (Rigel dkk., 2004; Gilchrest dan Krutmann, 2006).
36
2.3 Efek Ultraviolet Penuaan dini pada kulit atau photoaging merupakan penuaan yang terjadi akibat efek buruk kronis dari sinar matahari yang bertumpuk dengan gejala penuaan kronologis. Radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 100-400 nm merupakan 5% dari seluruh radiasi sinar yang ada.Radiasi ultra violet terbagi atas tiga golongan yaitu UVA (320-400nm), UVB (280-320nm) dan UVC (100-280nm). UVC biasanya tidak sampai ke permukaan bumi kecuali pada dataran tinggi sekali dimana UVC ini diserap oleh lapisan ozon pada atmosfir. Yang paling banyak berpengaruh kepada kesehatan kulit adalah UVB, karena panjang gelombangnya yang lebih pendek dan paling banyak menembus bumi (Fisher dkk., 2000). Ultraviolet B lebih banyak menyebabkan kerusakan sel DNA. Kelainannya berupa lesi DNA pada cyclobutane pyrimidine dimer. Secara klinis kelainannya berupa eritema atau kemerahan. Menariknya hasil akhir dari
proses glikasi atau advance glycation end product (AGE) yang
terakumulasi pada protein yang berusia panjang seperti matriks ekstraseluler juga berfungsi sebagai sensitiser untuk ultraviolet sehingga merusak sel fibroblas di dermal. Sinar ultra violet juga terbukti meningkatkan degradasi kolagen melalui aktivasi matriks metalloproteinase (MMP). Dan juga sinar ultra violet dapat memacu sintesis MMP-1 dan MMP-3 melalui pelepasan TNF-α oleh keratinosit dan fibroblas. UVB secara langsung berefek pada kerusakan DNA terutama pada dua lesi besar yaitu cyclobutane dimer dan pyrimidine pyrimidone photo product. Yang secara langsung mempengaruhi
37
sintesis asam nukleat. Walaupun DNA inti mempunyai kemampuan untuk memperbaiki diri, kerusakan DNA jarang sekali di perbaiki secara komplit dan bisa menjadi sel kanker (Gilchrest, 2004). Pada beberapa penelitian juga dikatakan bahwa radiasi sinar UVB menyebabkan penurunan dari sintesis TGF-β (Gilchrest dan Krutmann, 2006). TGF-β dapat menghambat sintesis melanin dengan memecah enzim tyrosinase (Martinez-Esparza dkk., 2001).
Gambar 2.3. Gambar sinar ultraviolet
2.3.1 Radiasi ultraviolet Spektrum elektromagnetik yang ditransmisikan oleh sinar matahari berkisar antara sinar kosmik yang sangat pendek hingga gelombang radio yang sangat panjang. Sebagian besar perubahan kulit akibat sinar yang terjadi berhubungan dengan radiasi UV. Terdapat tiga kategori radiasi UV, yaitu : UVC, dengan panjang gelombang yang terpendek, yaitu 100-290 nm. Tidak ada panjang gelombang yang lebih pendek dari 290 nm yang mencapai permukaan bumi, terutama disebabkan oleh fitrasi oleh lapisan ozone.
38
Berbeda dengan UVB dengan panjang gelombang 290-320 nm yang mencapai permukaan bumi dan bertanggung jawab terhadap atas sebagian besar terjadinya fotobiologi pada kulit. Sinar UVA dengan panjang gelombang 320-400 nm mampu melewati kaca jendela dan dibagi menjadi UVA1 dengan panjang gelombang 340-400nm dan UVA2 dengan panjang gelombang 320-340nm (Rigel dkk., 2004). Menipisnya lapisan stratosfer dari ozone mengakibatkan semakin banyak jumlah radiasi UVB yang mencapai permukaan bumi yang selanjutnya menimbulkan efek langsung terhadap kesehatan manusia. Paparan ultraviolet ini memegang peranan penting terhadap terjadinya penuaan dini kulit. 2.3.2 Sinar ultraviolet Ultra violet B (UVB) merupakan spektrum radiasi ultra violet dengan panjang gelombang 290 – 320 nm, dan merupakan sinar ultraviolet yang paling efektif menembus bumi dan mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia. Kerusakan yang terjadi oleh karena ultraviolet B adalah lebih pada kerusakan DNA sel yang merupakan kromofornya.Sinar UVB banyak terserap ke epidermis dan menembus ke papila dermis.Gejala kerusakan yang terjadi akibat penyerapan UVB ke epidermis berupa eritema.Panjang gelombang dari ultraviolet yang paling efektif menyebabkan eritema yaitu 250-290 nm dan semakin berkurang efek eritemanya seiring dengan bertambahnya panjang gelombang. Pada pajanan sinar UVB tunggal dengan dosis suberitema ,gejala eritema berangsur berkurang dalam waktu 24 jam. Pada pajanan berulang akan terjadi efek kumulatif dan terjadilah
39
eritema.Gejala eritema setelah paparan sinar UVB akan terjadi kemudian dalam waktu 3- 5 jam dan maksimal pada 12-24 jam kemudian, dan berkurang dalam 72 jam. Sebelum terjadi eritema maka akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Secara histopatologis pada studi dengan potongan kulit 1-µm yang disinari UVB tunggal dengan dosis 3 MED terjadi kerusakan sel keratinosit pada 30 menit setelah paparan, dan paling jelas pada 24jam kemudian. Setelah 72 jam sel keratinosit yang rusak berubah menjadi parakeratotik dan pembesaran sel endotel terjadi setelah 30 menit sampai maksimal 24 jam setelahnya (Gilchrest, 2004). 2.3.3 Efek akut ultraviolet 2.3.3.1 Eritema Eritema (sunburn) merupakan reaksi inflamasi akut pada kulit berkaitan dengan kemerahan yang timbul akibat setelah paparan yang berlebihan radiasi sinar ultraviolet. Eritema yang terbentuk tergantung pada panjang gelombang. UVA yang memiliki dua kategori oleh karena memiliki perbedaan eritemogenik di mana UVA2 lebih meningkatkan eritema dibandingkan UVA1. Efektifitas eritema menurun dengan bertambahnya panjang gelombang. Eritema yang diinduksi oleh UVB berespon lebih lambat, mencapai puncaknya setelah 6-24 jam tergantung dosis. Intensitas kemerahan sangat tergantung dosis. Eritema ini dapat bertahan satu hari atau lebih, tergantung dosis dan tipe kulit. Meskipun reaksi akhirnya adalah peningkatan kemerahan kulit, lamanya dan dosis yang mengakibatkan eritema akibat UVB dan UVA sangat berbeda, radiasi UVA sangat kurang
40
efektif mengakibatkan kemerahan dibandingkan dengan UVB. Dosis terendah yang mengakibatkan kemerahan minimal yang dapat dilihat dengan jelas 24 jam setelah radiasi disebut minimal erythema dose (MED). Nilai MED ini bervariasi antara satu orang dengan lainnya tergantung fototipe kulit, warna kulit, dan lokasi anatomi (Rigel dkk., 2004). 2.3.3.2 Pigmentasi Respon pigmemtasi kulit mengikuti paparan sinar matahari terdiri dari reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru. Respon kecoklatan pada kulit tergantung panjang gelombang radiasi. Eritema yang diinduksi UVB diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi yang terjadi akibat paparan kumulatif UVA bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang terjadi akibat paparan UVB. Perbedaan ini kemungkinan terjadi akibat lokalisasi pigmen yang diinduksi oleh UVA lebih basal. Melanisasi yang diinduksi oleh UVB menghilang dengan turn-over epidermis dalam satu bulan (Fisher dkk.,2000; Rigel dkk., 2004). 2.3.3.3 Kerusakan DNA DNA seluler secara langsung menyerap UVB, dan penyerapan ini menyebabkan lesi pada basa pirimidin, yang menjadi ikatan kovalen dan merusak heliks DNA. Apabila kerusakan DNA ini tidak diperbaiki maka akan mengakibatkan kesalahan pembacaan kode genetik, mutasi, dan kematian sel. Radiasi UVA juga merusak DNA tetapi kurang jika dibandingkan dengan UVB (Rigel dkk., 2004; Placzek dkk., 2005; Gilchrest dan Krutmann, 2006).
41
2.3.3.4 Penekanan sistem imun Paparan sinar ultraviolet ternyata dapat menekan sistem imunitas. Fenomena ini disebut photoimmunosuppresion. Photoimmunosuppresion berperan penting terhadap terjadinya kanker kulit, meningkatnya insiden penyakit infeksi dan virus, serta menurunnya efektifitas vaksin. Suatu penelitian menunjukkan bahwa dosis tunggal suberitemal dari radiasi simulator sinar matahari (0,25 atau 0,5 MED) menekan induksi dari respon hipersensitifitas kontak terhadap dinitroklorobenzena hingga 50-80% (Rigel dkk., 2004). 2.3.4 Efek kronis ultraviolet 2.3.4.1 Photoaging Beberapa perubahan molekuler dan seluler yang diinduksi oleh paparan tunggal radiasi ultraviolet tidak memiliki relevansi dengan kerusakan kronis. Perubahan seluler dan jaringan yang terlibat pada beberapa efek akibat paparan ultraviolet, tidak sesederhana yang terjadi sebagai respon akut. Kromofor terbesar menyerap UVB adalah asam nukleat dan protein, kromofor lainnya menyerap UVA tetapi pada konsentrasi yang rendah (Gichrest, 2004). Kulit
yang mengalami
photoaging secara klinis
menunjukkan karakteristik kasar, kerutan halus dan kasar, hiperpigmentasi yang tidak merata dapat berupa lentigen atau bercak (freckles), kelemahan, bengkak, dan telangiektasis (Rigel dkk., 2004). 2.3.4.2 Fotokarsinogenesis Telah banyak penelitian yang menyokong peranan langsung paparan
42
sinar matahari terhadap perkembangan kanker kulit, khususnya kanker kulit non melanoma, seperti melanoma sel skuamosa dan karsinoma sel basal. Sangat sulit mengevaluasi efek paparan ultraviolet pada induksi dan progresi kanker kulit pada manusia. Perkembangan lesi ini membutuhkan waktu bertahun-tahun, dan frekuensi maupun intensitas paparan menyerupai keadaan yang sebenarnya di alam sangatlah sulit (Rigel dkk., 2004). Dikatakan juga kerusakan DNA yang disebabkan oleh radiasi UV merupakan penyebab utama perkembangan kanker kulit (Pleczek dkk., 2005). 2.4 Plasma Kaya Trombosit (Platelet Rich Plasma) PRP adalah bagian
dari fraksi plasma yang diperoleh secara
autologus (diambil dari tubuh sendiri) (Mehta dan Watson, 2008; Marx, 2001). Sejak tahun 1985 PRP sudah digunakan untuk menyembuhkan luka (Driver dkk., 2006), karena selain berisi platelet dan faktor pembekuan darah dalam jumlah besar, PRP juga mempunyai growth factor agonist (Petrova dan Edmonds, 2006). Hasil publikasi terakhir PRP juga digunakan dalam bedah periodontal dan mulut (Pietrzak dan Eppley, 2005; Shashikiran dkk., 2006), bedah plastik dan kosmetik (Frechette dkk., 2005; Bhanot dan Alex, 2002), bedah spinal (Eppley dkk.,2006), bedah bypass jantung dan luka bakar (Henderson dkk., 2003). Untuk mempelajari lebih lanjut tentang manfaat PRP maka harus dipahami tentang respon tubuh terhadap luka yang terdiri dari tiga fase yaitu
43
inflamasi, proliferasi dan remodeling. Fase inflamasi yang didahului dengan agregasi trombosit sehingga terjadi hemostasis. Selain itu trombosit juga mengeluarkan thromboxane dan serotonin yang merangsang hemostasis dengan vasokonstriksi serta mengeluarkan histamin yang merangsan polymorphonuclear (PMN) dan monosit ke tempat luka. Selanjutnya kemotaktik dari growth factor akan merekrut sel endotel untuk membuat pembuluh darah baru (angiogenesis), juga fibroblas terangsang untuk membentuk matriks ekstraseluler sehingga luka akan cepat menutup. Fungsi PRP sebagai jaringan dan sistem penghantar dengan kandungan yang kaya akan platelet dan berfungsi untuk menyembuhkan luka, karena PRP dapat memproduksi locally acting growth factors (Everts dkk., 2006) melalui α - granules degranulation.Bermacam sitokin dan growth factor berpengaruh terhadap penyembuhan dan maturasi dari luka.Sitokin berperan dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan diferensiasi.Begitu juga dengan growth factor. Growth factor yang berasal dari trombosit atau platelet derived growth factor(PDGF) keluar dari alfa granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas. Contoh produk yang telah dipakai dan disetujui oleh FDA yaitu bentuk isomer rantai β dari PDGF (PDGF-BB) yang secara klinis terbukti mempercepat penyembuhan, termasuk pada luka kronis diabetic neuropathy (Nikolidakis dan Jansen, 2008; Weibrich dkk., 2001). Selain itu trombosit juga mengeluarkan TGF-β, yang merangsang maturasi fibroblas, migrasi, dan sintesis matriks ekstraseluler (Ten Dijke dan
44
Hill, 2004) serta dapat menurunkan sintesis melanin yang dapat menyebabkan hipopigmentasi (Martinez-Esparza dkk., 2001). Sedangkan growth factor lainnya yaitu epidermal growth factor (EGF), dan vascular endothelial growth factor (VEGF) dikeluarkan oleh fibroblas, sel endotel, dan sel immun untuk menambah percepatan penyembuhan luka (ElSharkawy dkk., 2007; Pietramaggiori dkk., 2006). PRP juga dapat menekan pengeluaran sitokin dan membatasi inflamasi, berinteraksi dengan makrofag untuk regenerasi (Mishra dkk., 2009) meningkatkan pertumbuhan kapiler baru (Millington dan Norris, 2004; Mc Aleer dkk., 2006) dan epitelisasi pada luka yang kronis. PRP bisa didefinisikan
sebagai
plasma
darah
yang
mengandung
1,000,000
trombosit/microliter dalam 5 ml plasma. Secara luas plasma kaya trombosit diketahui mengandung 7 macam growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF, EGF. Dan kadar growth factor in-vivo tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan PRP. Konsentrasi trombosit dalam PRP dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam plasma kaya trombosit juga meningkat delapan kali kecuali IGF-1. Dan selama proses pengambilan atau pembuatannya tidak terjadi aktivasi dari trombosit. Beberapa cara pembuatan dan proses pengambilan plasma kaya platelet ini sudah banyak beredar seperti Smart Prep Autologous Platelet Concentrate system (Harvest Technologies Corp) (Weibrich dkk., 2003) dan Magellan Autologous Separator (Medtronic, Inc, Minneapolis).
45
PRP diperoleh melalui dua tahap: 1. Mengambil darah pasien kemudian di tambahkan antikoagulan (Natrium Sitrat) untuk menghindari aktivasi dan degranulasi dari platelet, lakukan sentrifugasi yang pertama dengan kecepatan lambat (soft spin) sebesar 1100g selama 10 menit untuk memisahkan plasma dari packed red blood cell sehingga menghaasilkan tiga lapisan, yaitu paling dasar 55% dari total volume adalah red blood corpuscles, paling atas 40% dari total volume adalah acellular plasma layer (platelet – poor plasma), di antara kedua lapisan tersebut terdapat 5% dari total volume disebut “ buffy coat” yang merupakan platelet – rich plasma. Pada tahap ini pengambilan PRP masih sulit.
46
2. Serum yang telah terbentuk tersebut di aspirasi dengan menggunakan syringe steril, kemudian dipindahkan ke tabung lain tanpa menggunakan antikoagulan, lakukan sentrifugasi yang ke dua dengan kecepatan yang lebih cepat dibanding yang pertama (hard spin) sebesar 2000 rpm selama 2 menit untuk memisahkan PRP dengan PPP sehingga menghasilkan tiga lapisan, yaitu residual red blood corpuscle terjebak paling bawah, 80% dari total volume terdapat paling atas adalah acellular plasma (PPP), lapisan tengahnya adalah PRP. Pada saat ini sudah lebih mudah untuk mengambil PRP dengan menggunakan syringe steril. Serum PRP yang telah terbentuk ini kemudian ditambahkan dengan bovine thrombin atau calcium chloride untuk menghasilkan gelatinous platelet gel, yang berfungsi untuk perbaikan luka karena di dalam gelatinous platelet gel tersebut mengandung growth factor.
Gambar 2.4 Plasma Kaya Trombost (Platelet Rich Plasma)
47
2.4.1 Trombosit Trombosit merupakan salah satu komponen darah tepi yang berbentuk diskoid tanpa inti dan berperan dalam berbagai proses hemostasis dan pertahanan alami manusia. Trombosit mempunyai karakter berbentuk bulat, berdiameter 2-3 µM (Campbell dan Neil, 2008), yang merupakan fragmentasi dari megakariosit. Trombosit tidak mempunyai nukleus tetapi memiliki banyak vesikel dan granula dan kadar normal 150.000 - 400.000 sel setiap µL darah, nilai di bawah rentang tersebut dapat mengakibatkan perdarahan sedang di atas nilai rentang tersebut dapat meningkatkan resiko trombosis dimana terjadi penyumbatan pembuluh darah yang dapat mengakibatkan stroke, myocardial infarction, emboli paru serta penyumbatan pembuluh darah tubuh pada ekstremitas baik lengan maupun kaki. Umur trombosit dalam darah adalah 5-9 hari. Dalam trombosit dijumpai berbagai granula seperti: granula-α, granula padat, dan granula lisosomal. Granula-α merupakan granula yang terbanyak, berkisar 50-80 granula per butir trombosit dan menyusun 10 % dari volume platelet. Riset proteomik menunjukan bahwa granula-α melepaskan ratusan protein yang di duga berperan penting pada proses pembekuan darah, penyembuhan luka dan peradangan. Protein-protein tersebut dapat diperoleh apabila platelet telah di aktivasi, yaitu melaui proses pembekuan darah, penyembuhan luka, peradangan, atherosklerosis, antimikrobial, angiogenesis, dan malignansi (Blair dan Flaumenhaft, 2009). Trombosit mengeluarkan growth factor termasuk PDGF yang merupakan agen kemotaksis yang poten
48
serta TGF-β yang dapat menstimulasi extracellular matrix. Baik PDGF maupun TGF-β mempunyai peranan penting dalam memperbaiki dan regenerasi connective tissues (Celotti dkk., 2006). Penyembuhan luka berhubungan dengan growth factor yang dihasilkan oleh fibroblast growth factor, IGF-1, PDEGF, serta VEGF. Aplikasi lokal yang dapat digunakan untuk penyembuhan luka pada dekade terakhir ini adalah dengan menggunakan PRP (O'Connel dkk., 2008; Sanchez dkk., 2007). 2.4.2 Growth Factor Trombosit akan mengeluarkan growth factor, yang dapat memberi sinyal kepada stem sel untuk memperbaiki sel yang rusak atau mati. Growth factor adalah substansi yang secara alamiah ada di dalam tubuh kita, dan berguna untuk merangsang pertumbuhan sel baik proliferasi maupun diferensiasi. Growth factor adalah protein atau hormon steroid. Growth factor sangat penting dalam regulasi proses seluler dan berperan sebagai signal antar sel. Contohnya sitokin dan hormon yang menempel pada reseptor dari sel target. Mereka berperan dalam diferensiasi dan maturasi sel yang bervariasi untuk setiap growth factor. Misalnya, bone morphogenic proteins menstimulasi diferensiasi sel tulang,
VEGF menstimulasi diferensiasi pembuluh darah
(angiogenesis). Growth factor akan menstimulasi siklus sel dari phase G0 menjadi phase G1. Dalam dunia kedokteran selama 20 tahun belakangan, penggunaan growth factor pada penanganan kelainan darah, kanker dan cardiovascular
sangat
meningkat
antara
lain:
neutropenia,
sindrom
myelodisplastik, leukemia, anemia aplastik, transplantasi sumsum tulang,
49
angiogenesis untuk penyakit kardiovaskular serta penyembuhan luka.
2.5 Transforming Growth Factor-ß (TGF-β) TGF-β adalah growth factor yang mempunyai banyak fungsi terutama dalam perkembangan dan keseimbangan jaringan melalui proliferasi sel, diferensiasi, dan apoptosis (Gumienny dan Padgett, 2002; Lutz dan Knaus, 2002). Paparan ultraviolet dapat menurunkan ekspresi TGF-β secara langsung pada kulit manusia secara in vivo
(Gambichler dkk., 2007; Quan dkk.,
2004), TGF-β1 juga dapat menghambat sintesa melanin dengan memecah enzim tyrosinase (Martinez-Esparza dkk., 2001), mekanisme molekuler yang berhubungan dengan TGF-β1 juga dapat mengakibatkan terjadinya hipopigmentasi. Adapun mekanisme yang mempengaruhi faktor tersebut adalah oleh karena TGF-β1 dapat menurunkan aktivitas Micropthalmia Transforming Factor (MITF), Tyrosinase-related Proteins 1 (TYRP1), Tyrosinase-related Proteins 2 (TYRP2), dan MITF protein level (Solano dkk., 2006; Kim dkk., 2004). Ada beberapa penelitian yang membenarkan TGF-β1 berpengaruh pada penghambatan sintesa melanin, yaitu : 1. TGF-β1 menghambat ekspresi paired-box homeotic gene (PAX3), yang merupakan faktor transkripsi dan kunci regulasi MITF di melanosit (Yang dkk., 2008). 2. TGF-β1 mengaktifkan ERK dan menurunkan MITF sebaik produksi enzim melanogenic (Kim dkk., 2006). Extracellular-signal-Regulated Kinase (ERK) diaktivasi oleh sphingosine-1-phosphat, C2 Ceramide dan
50
sphingosylphosphorylcholine yang dapat menurunkan melanogenesis (Kim dkk., 2002). MITF dapat meregulasi diferensiasi melanosit, perkembangan dan pertahanan. MITF mengekspresi melanosit melalui ikatan dengan M box regulatory element dan transactive the promoter of tyrosinase, TYRP1 dan 2 (Ando dkk., 2007; Shibahara dkk., 2001; Lin dkk., 2002). Stimulasi ikatan αMSH dan melanocortin 1 receptor mengaktifkan adenyl cyclase dan produksi cyclic Adeno mono phosphate (cAMP). Sedangkan cAMP dapat mengaktifkan PKA untuk memfosforilasi cAMP-responsive element binding protein (CREB), yang mengaktifkan MITF-M untuk meningkatkan melanogenesis. Jadi pada intinya, dengan menurunkan MITF diharapkan dapat menurunkan terjadinya
skin pigmentation. Kadar normal TGF-β1
adalah < 2380 pg/mL plasma. Lebih
dari
30
kelompok
TGF-β
dapat
diidentifikasi
dan
dikelompokkan menjadi beberapa keluarga, yaitu menjadi prototypic TGF-βs (TGF-β1 sampai dengan TGF-β3), Bone Morphogenetic Proteins (BMPs), serta faktor pertumbuhan atau diferensiasi (GDFs) dan activins. Pemberian nama TGF untuk kelompok molekul terkadang dapat disalah artikan, oleh karena TGF mempunyai sifat antiproliferasi berbeda dengan kebanyakan tipe sel lain yaitu mempunyai efek proliferasi. TGF-β dapat ditemukan pada beberapa tipe imunologi dan proses inflamasi. Efek kombinasi pada TGF-β dan fungsi fibroblas membuat hasil yang luar biasa pada pembelajaran sitokin fibrogenik.
51
Perangsangan fibroblas dengan TGF-β meningkatkan produksi kolagen dan molekul matriks ekstraseluler. Dapat dijelaskan pula, bahwa TGF-β menghambat produksi metalloproteinase dengan fibroblas dan menstimulasi produksi penghambat jaringan dari metalloproteinase yang sama (TIMPs : Tissue Inhibitors of the same Metalloproteinase). Efek TGF-β pada fibroblas juga berperan penting pada proses penyembuhan luka (Freedberg
dkk.,
2003).