BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan (Aging) Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai organ tubuh. Akibat penurunan fungsi itu, muncul berbagai tanda dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dua bagian, yaitu: 1. Tanda fisik, seperti massa otot yang berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu, kemampuan kerja menurun, dan sakit tulang. 2. Tanda psikis antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung, dan merasa tidak berarti lagi (Pangkahila, 2007). Konsep baru dari ilmu kedokteran anti penuaan atau Anti-aging Medicine.Anti-aging medicine ini didefinisikan sebagai bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuaan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat (Pangkahila, 2007). Beberapa perubahan kulit secara klinis dan histologi adalah sebagai berikut: Pada lapisan epidermis terjadi dermo-epidermal junction yang menyempit, ketebalan bervariasi, ukuran dan bentuk sel bervariasi, nukleus 9
2
atipik berkala, sel melanosit berkurang dan sel Langerhans berkurang. Lapisan dermis terjadi atrofi, fibroblas berkurang, sel mast berkurang, pembuluh darah berkurang, loop kapiler memendek, ujung saraf abnormal. Adapun perubahan yang lain adalah rambut kehilangan pigmen, rambut rontok, rambut terminal menjadi rambut halus, dasar kuku abnormal, dan jumlah kelenjar berkurang (Yaar, 2004).
2.2 Kulit Kulit adalah merupakan organ paling besar pada tubuh manusia. Penampilan kulit membuat gambaran yang memberi informasi tentang individu tersebut seperti kesehatannya secara umum, etnis atau ras, gaya hidup dan usia. Kualitas penampilan kulit ditentukan oleh warna kulit, tekstur dan bentuk (Fisher, 2008). Kulit terdiri dari 3 lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis (subkutan). Epidermis terdiri dari 5 lapisan berturut-turut dari luar ke dalam yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum spinosum, stratum granulosum, dan stratum basalis. Epidermis adalah struktur yang dinamis dimana 95% tersusun oleh keratinosit yang terdiferensiasi. Sel-sel lain pada epidermis yaitu melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. Melanosit adalah sel penghasil melanin, yaitu pigmen kulit. Sel Langerhans memiliki fungsi imunologis dan sel Merkel berperan pada persepsi sensoris (Edmondson et al., 2003). Dermis terdiri dari 2 lapisan yaitu papillary dermis di bagian permukaan dan reticular dermis di bagian dalam. Di papillary dermis
3
terdapat kolagen, elastin, fibrous dan ground substance (mukopolisakarida, asam hyaluronat, kondroitin sulfat), serta kaya akan mikrosirkulasi. Di reticular dermis terdapat kumpulan kolagen yang lebih kasar dengan serabut-serabut elastin yang tersebar (Khazanchi et al., 2007).
Gambar 2.1 : Anatomi Kulit (diambil dari Kuliah Kedokteran Estetika, Wiraguna, 2013)
Tabel 2.1 Manifestasi histologis penuaan kulit kronologis (YaarM,2006 ) Epidermis Perataan dermoepidermal junction Perubahan ketebalan Bentuk dan ukuran sel yang bervariasi Terdapat inti sel atipik Melanosit berkurang Sel Langerhans berkurang
Dermis Athropy ( kurangnya volume dermis ) Perubahan jaringan penunjang kulit Fibroblast yang berkurang Mast cell berkurang Pembuluh darah berkurang Pemendekan loop kapiler Pembuluh saraf abnormal
Jaringan Lain Depigmentasi rambut Rambut rontok Konversi dari rambut terminal menjadi vellus Nail plates abnormal Kelenjar berkurang
4
2.2.1
Penuaan Kulit Kronologis Manifestasi klinis dari penuaan kulit kronologis meliputi xerosis,
kendor, keriput, lamban
dan munculnya seborrheic keratosis dan cherry
angioma. Relatif sedikit terjadi perubahan ketebalan di epidermis, bentuk keratinosit dan kohesi korneosit, dan terjadi banyak kehilangan melanosit dan sel Langerhans.
Perubahan kulit yang besar pada penuaan kulit
kronologis terlihat pada dermoepidermal junction yang memperlihatkan perataan rete ridges yang menyebabkan reduksi kontak antara epidermis dan dermis menyebabkan reduksi pertukaran nutrien dan metabolit diantara kedua kompartemen ini. Penuaan kulit adalah proses biologi kompleks yang merupakan konsekuensi dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Penuaan intrinsik atau disebut juga penuaan kronologis mengakibatkan perubahan di semua lapisan kulit. Epidermis mengalami perlambatan regenerasi. Pada kulit usia muda, epidermal turnover membutuhkan waktu 28 hari, tetapi pada usia tua membutuhkan waktu 40-60 hari. Perlambatan ini mengakibatkan penipisan epidermis sehingga kulit tampak translusen. Perlambatan regenerasi epidermis juga mengganggu fungsi pertahanan dan perbaikan kulit. Korneosit berkumpul di permukaan kulit sehingga kulit tampak kasar dan bersisik. Pada histologi kulit tua akan tampak penipisan dermal-epidermal junction sehingga meningkatkan kerapuhan kulit dan penurunan transfer nutrisi pada epidermis dan dermis. Populasi melanosit di epidermis semakin berkurang dan melanosit yang ada akan mengalami penurunan aktivitas. Kulit tua mengalami perubahan diskromik seperti bintik-bintik pigmentasi,
5
freckles dan lentigines. Kulit tua juga mudah terbakar sinar matahari sebab kulit menipis dan sedikit melanosit. Penuaan kulit juga mempengaruhi selsel Langerhans, Penurunan jumlah sel-sel Langerhans sampai 50% sehingga terjadi penurunan imunitas kulit dan peningkatan risiko kanker kulit (McCullough dan Kelly, 2006). Dermis tampak hiposelular dengan lebih sedikit fibroblast dan mast cells danhilangnya volume dermis. Penelitian dengan mikroskop elektron menunjukkan bahwa serabut kolagen menjadi longgar dan terjadi peningkatan moderat dan penebalan serabut elastin dengan resorbsi sebagian besar serabut sub-epidermis. Selain itu, terjadi penurunan jumlah pembuluh darah dermis, pemendekan capillary loop, dan penurunan densitas Pacinian corpuscles dan Meissner’s corspuscles, yakni organujung kulit yang bertanggung jawab terhadap persepsi tekanan dan sentuhan ringan. Kehilangan inervasi sensorik dan otonom yang melibatkan epidermis maupun dermis (Ulfhak, 2002 ). Di bawah ini adalah struktur anatomi dan fisiologi lapisan epidermal: 1) Lapisan Korneum Jaringan sangat berpegas oleh karena: sampul penandukan (cornified envelope), interdigitasi korneosit yang berdekatan, penarikan korneosit melalui desmosom, elastisitas stratum korneum. Sedangkan elastisitas lapisan korneum ini dipengaruhi oleh tingkat hidrasi protein sitosolik, gliserol yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea, dan perubahan kelembaban eksternal.
6
Fungsi lapisan korneum ini adalah integritas mekanik (cross linked
peptides),
pertahanan
pertahanan antimikroba
xenobiotic
(lipid
solubility),
(acidic pH, FFA, antimicrobial
peptides). Pertahanan anti oksidan (keratins), barier permeabilitas (hydrophobic lipid) dan anti hidrasi. 2) Lapisan Lusidum Lapisan tipis ini terletak hanya pada jari jari, telapak tangan dan kaki. Terdiri dari 3-5 baris lapisan sel keratinosit yang jernih, tipis, dan mati. Tersusun atas zat keratin. 3) Lapisan Granulosum Adalah lapisan sel lebih dalam yang terbentuk dari sel kulit yang baru. Sebagian besar lapisan ini menghasilkan keratohialin dan serabut keratin yang berfungsi sebagai penguat dan pemberi ketebalan kulit. Sel mulai mengalami dehidrasi dan mati menuju lapisan korneum. 4) Lapisan Spinosum Lapisan ini terdiri atas 8-10 baris sel keratinosit dengan ikatan tonofilamen juga didapatkan sel melanosit dan sel langerhans. 5) Lapisan Basale Adalah lapisan yang terdiri dari satu baris sel keratinosit yang melakukan pembelahan sel secara cepat. Disebut basal sel (Stem cell) karena sifatnya yang selalu membelah diri. Di lapisan ini terletak sel melanosit dan sel Merkel (reseptor peraba) (Materi
7
Kuliah Anatomi dan Fisiologi Kulit, Kedokteran Estetika, Wiraguna A.A.G.P., 2013).
2.2.2
Penuaan kulit biologis (Photoaging) Photoaging meliputi perubahan kulit yang diakibatkan oleh paparan
sinar matahari kronik diatas lapisan penuaan kulit kronologis. Photoaging dihasilkan dari kerusakan kumulatif dari radiasi sinar UV yang menyebabkan kelainan kulit yang parah. Radiasi ini dibagi menjadi UVA (320-400 nm), UVB (280-320 nm) dan UVC (100-280 nm). Bagian UVC dari spektrum tersebut tidak terdapat pada sinar mahatari di bumi, kecuali pada garis bujur tinggi, karena bagian UVC tersebut diserap oleh lapisan ozon atmosfer melalui absorpsi sinar UVA dan UVB oleh kromofor seluler seperti urocanic acid, riboflavin dan precursor melanin yang bekerja sebagai fotosensitizer berperan utama untuk produksi reactive oksigen species (ROS) dan radikal bebas. Penelitian oleh Lavker et al. menunjukkan bahwa radiasi UVA, jika diberikan terus-menerus, dapat menginduksi perubahan yang sama dengan yang diinduksi oleh UVB, termasuk hiperplasia dermis, penebalan stratum corneum, penipisan sel langerhans, inflamasi dermis dan akumulasi lisozim diatas serabut dermis. Kulit yang mengalami photoaging secara klinis menunjukkan karakteristik kasar, kerutan halus dan kasar, hiperpigmentasi yang tidakmerata dapat berupa lentigen atau bercak (freckles), kelemahan, bengkak, dan teleangiektasis (Rigel , 2004).
8
Gambar 2.2Efek radiasi UV pada keratinosit (KC) dan fibroblas (FB).
Radiasi UV memicu terbentuknya reactive oxygen species (ROS) yang dapat merusak DNA dan menghambat kerja enzim tirosin fosfatase. UV juga dapat menurunkan reseptor asam retinoat (RA) dan memicu peningkatan nuclear factor-kB (NFkB), dengan efek akhir penurunan produksi
kolagen,
pemecahan
kolagen,
akibat
aktivitas
matriks
metaloproteinase (MMP). (Rigel et al.,2004; Rabe et al., 2006). Radiasi UVB utamanya mengenai epidermis. Ini diserap langsung oleh DNA selular, mengakibatkan pembentukan lesi DNA, utamanya dimer cyclobutane dan photoproduct pyrimidine (6-4) pyrimidone. Meski mempunyai sistem perbaikan kerusakan nuclear DNA, kerusakan DNA jarang diperbaiki secara menyeluruh. Jika sel terus menyimpan banyak DNA rusak, maka mereka mengalami apoptosis, suatu proses yang utamanya diperantarai oleh protein tumor
9
suppressor p53 (Kulms, 2000). P53 juga ikut serta dalam perbaikan kerusakan DNA dan dalam penghentian siklus sel transien sesudah kerusakan DNA. Sel yang tidak mengalami apoptosis dan yang kerusakannya tidak diperbaiki secara menyeluruh akan beresiko mutasi dan pada akhirnya menjadi kanker. Ini sangat penting mengingat beberapa penelitian epidemiologi terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 90% squamous cellcarcinoma pada epidermis dan lebih dari 50% basal cell carcinoma (BCC) memperlihatkan mutasi terinduksi UV yang menonaktifkan actinic keratosis . Selanjutnya, mutasi p53 terdapat pada premalignant actinic keratosis, menunjukkan bahwa mutasi p53 terjadi secara dini, meningkatkan risiko transformasi ganas pada sel yang terserang. Terlepas dari efek langsungnya terhadap DNA epidermis, beberapa penelitian pada sistem mencit menunjukkan bahwa iradiasi UVB
mempengaruhi
respons
imun
kulit
dan
sistemik
yang
menyebabkan presentasi antigen defektif dan pembentukan suppressor T-cells, sehingga memungkinkan penyebaran sel kanker yang akan ditolak (Kulms, 2000).
Dalam hal ini, UVB dengan menginduksi
peroksidasi lipid menstimulasi migrasi keluar sel respons imun dari epidermis dan dengan demikian turut menyebabkan imunospuresi. Iradiasi UVB juga menginduksi sekresi sitokin epidermis, dan bukti menunjukkan bahwa, diantara sitokin yang terinduksi, tumor necrosis factor- dan interleukin-10 berperan penting dalam imunosupresi terinduksi UVB ( Granstein, 2003 ).
10
Secara histologis, terdapat tebalan epidermis tak beraturan. Dermis papilla memperlihatkan agregasi nodular elastotik abnormal berbentuk serabut hingga tak berbentuk. Jumlah glikosaminoglikan dan proteoglikan pada zat dasar dermis meningkat sedangkan serabut kolagen menurun dan sebagian terurai sebagai akibat dari sintesi s dan sekresi metalloproteinase pengurai matriks melalui induksi oleh UV (Kulms, 2000). Elastosis adalah suatu bahan yang terdiri dari jalinan massa besar dari jaringan elastis yang terurai. Terdapat pita tipis yang mengandung suatu zat
eosinofilik
yang
utamanya
terdiri
dari
glikosaminoglikan dan kolagen yang baru terbentuk dan disebut Green zone. Zona ini dianggap sebagai suatu area tempat berlangsungnya perbaikan aktif photodamage dan secara histologis mengingatkan akan jaringan parut pada luka. Lebih dalam lagi pada dermis, serabut kolagen tampak terurai, menggumpal dan terfragmentasi. Dermis juga sering memperlihatkan banyak infiltrat inflamatorik yang terdiri dari mast cells, histiosit dan sel mononukleus lain (Fisher et al, 2002 ).
Gambar 2.3
Gambaran Histologis Photodamage. Pewarnaan HE menunjukkan adanya masa keunguan yang meliputi serat fibrotik, lapisan subepidermal yang tipis yang disebut ‘Green Cone’ tampak terlihat jelas ( diambil dari Yaar et al.,2002 )
11
2.2.3
Fibroblas Fibroblas adalah sel yang membentuk jaringan ikat tubuh. Ada
banyak macam jaringan ikat antara lain jaringan ikat padat, longgar, elastik, retikularis dan jaringan adiposa.Selain itu bisa ditambahkan bahwa jaringan ikat ada yang embrionik dan ada yang terspesialisasi seperti tulang, tulang rawan dan darah.Jaringan ikat padat membentuk ligamentum, tendon dan matriks ekstraseluler di dermis kulit.Matriks ekstraseluler ini terbentuk hampir seluruhnya oleh kolagen, yang diproduksi oleh fibroblas. Fibroblas tersebar di antara kolagen yang juga memproduksi glikoprotein, glikosaminoglikan, serta proteoglikan yaitu polisakarida yang berbentuk gel seperti pelumas untuk menjaga ligamentum dan tulang rawan tetap berfungsi baik. Selain itu fibroblas juga mempunyai kemampuan untuk memperbaiki jaringan yang rusak dan akan bertambah jumlahnya apabila terjadi luka.
Gambar 2.4. Fibroblas (diambil dari Mescher, 2013)
12
Setiap sel saling berhubungan satu dengan lainnya melalui berbagai cara. Mereka bersatu membentuk jaringan atau organ. Beberapa jaringan, seperti epitel pembatas atau epitel penutup terdiri dari kelompok sel yang rapat dan saling melekat erat secara langsung dengan sedikit sekali ruang antara. Kelompok jenis ini adalah lunak, lentur dan tidak dapat mempertahankan bentuk organ ataupun menopang seluruh tubuh. Sebenarnya jaringan penyambung yang mempersatukan sel-sel tersebut menjadi tubuh karena jaringan ini memiliki substansi interselular. Jaringan penyambung menghasilkan kolagen. Kolagen adalah suatu protein berbentuk serabut yang amat kuat (seperti tendon, ligamentum dan elastin) yang juga dibentuk menjadi serabut, serta mempunyai sifat-sifat kenyal. Diantara serabut-serabut elastik ini terdapat matriks atau zat dasar seperti agar-agar. Kombinasi serabut kuat dan serat elastik serta matriks memberikan kekuatan, bentuk dan gaya pegas pada tubuh. Pada rangka, zat antar sel ini diisi dengan garam-garam kalsium, menghasilkan tulang penyokong tubuh yang kuat (Mescher, 2013). Fibroblas adalah sel yang paling banyak terdapat dalam jaringan ikat. Fibroblas adalah sel memanjang yang dibedakan terutama oleh banyaknya anyaman retikulum endoplasma kasar yang melapisi rongga lebar dalam sitoplasmanya. Fibrosit berukuran lebih kecil daripada fibroblas. Ia cenderung berbentuk gelendong, dengan lebih sedikit cabangcabangnya daripada fibroblas. Ia memiliki inti yang panjang, lebih gelap, lebih kecil dan sitoplasmanya bersifat asidofil serta mengandung sedikit retikulum endoplasma kasar. Bila cukup dirangsang, fibrosit dapat berubah
13
menjadi fibroblas dan aktivitas sintetiknya diaktifkan kembali. Hal ini terjadi pada penyembuhan luka dan dalam keadaan demikian sel-sel mengambil bentuk dan tampak seperti fibroblas muda. Miofibroblas, suatu sel dengan gambaran fibroblas dan otot polos, juga diamati selama penyembuhan luka. Sel ini mempunyai sifat morfologis sebagai suatu fibroblas tetapi mengandung banyak mikrofilamen aktin dan miosin. Aktivitas sel-sel tersebut berperan pada penutupan luka akibat cedera jaringan, suatu proses yang disebut kontraksi luka (Mescher, 2013). Fibroblas
membuat
serat-serat
kolagen,
retikulin,
elastin,
glikosaminoglikan dan glikoprotein dari substansi intercellular amorf. Serat kolagen adalah
serat yang paling banyak dijumpai dalam jaringan
penyambung. Serat-serat kolagen segar merupakan benang-benang tanpa warna, namun bila terdapat dalam jumlah besar akan menyebabkan jaringan tempat beradanya tampak putih, misalnya pada tendon dan aponeurosis (Mescher, 2013). Fibroblas mensekresi molekul prokolagen ke dalam matriks intersel, dan polismerisasi mereka menjadi mikrofibril terjadi diluar sitoplasma tersebut.Pada orang dewasa, fibroblas dalam jaringan ikat jarang mengalami pembelahan. Mitosis hanya tampak bila organisme memerlukan fibroblas tambahan, yaitu bila jaringan ikat cedera (Spector dan Spector, 2002).
2.2.4
Kolagen
Merupakan polipeptida yang ditemukan pada hampir semua organ tubuh. Sampai saat ini sudah ditemukan sebanyak 12 tipe kolagen, jumlah dan
14
jenisnya berbeda-beda pada berbagai organ tubuh manusia (Rhein and Santiago, 2010). Kolagen adalah triple helical protein yang tersebar di seluruh tubuh dan mempunyai berbagai fungsi seperti pengikat jaringan, adesi sel, migrasi sel, pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), morfogenesis jaringan dan perbaikan jaringan. Kolagen adalah elemen yang membentuk matriks ekstraseluler jaringan, yang berguna untuk kekuatan tegang jaringan seperti tendon, tulang, tulang rawan dan kulit. Kolagen juga mempunyai fungsi yang berkaitan dengan lokasinya, misalnya membran basalis pada glomerulus ginjal yang berfungsi untuk filtrasi molekul (Kadler dkk., 2007). Kolagen terdiri dari 3 rantai polipeptida (α) dengan konformasi poliprolin yang panjang. Setiap rantai polipeptida memiliki pengulangan Gly-X-Y triplet dimana residu glycyl menempati setiap posisi ketiga dan posisi X dan Y ditempati oleh prolin dan 4-hidroksiprolin. Ketiga rantai α saling berikatan melalui ikatan rantai hidrogen. Ada 28 jenis kolagen pada vertebrata yang diberi nomor I-XXVIII. Kolagen dihasilkan oleh sel fibroblas.
Kolagen tipe I adalah jenis yang paling
banyak di jaringan ikat kulit. Selain itu, kulit juga mengandung kolagen (III, V, VI), elastin, proteoglikan dan fibronektin (Kadler et al, 2007). Kolagen tipe I merupakan jenis serabut kolagen terbanyak yang dijumpai dalam tubuh manusia seperti pada tendon, tulang, kulit. Serabut kolagen tipe I berperan penting dalam pembentukan jaringan parut. Kolagen tipe II, IX, X, XI ditemukan pada kartilago. Kolagen tipe III banyak dijumpai pada kulit, dinding pembuluh darah, pada jaringan yang ada serabut
15
retikuler, seperti
pada jaringan yang mengalami pertumbuhan cepat
terutama pada tahap awal penyembuhan luka. Kolagen tipe III penyebarannya hampir sama dengan kolagen tipe I. Sedangkan kolagen tipe VII kebanyakan lokasinya terletak pada anchoring fibril di dermal epidermal junction pada kulit, mukosa dan servik. Kolagen tipe VII juga banyak terdapat pada dinding pembuluh darah (Uito et al., 2008). Kolagen dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi genetik dan hormon, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi sinar ultraviolet, polusi, dan diet. Faktor ekstrinsik dapat memperberat kerusakan kolagen yang disebabkan oleh faktor intrinsik. Pengaruh faktor genetik tampak pada studi penuaan kulit pada berbagai etnis. Etnis dengan pigmentasi lebih gelap, seperti ras Afrika-Amerika, memiliki daya perlindungan yang lebih tinggi terhadap ultraviolet photodamaged daripada ras Kaukasia. Sinar ultraviolet memicu pembentukan radikal bebas sehingga merusak kolagen kulit. Kulit ras Afrika-Amerika mengandung lipid interseluler lebih banyak daripada ras Kaukasia sehingga lebih resisten terhadap penuaan. Kerutan wajah pada ras Asia terjadi lebih lambat dan lebih ringan daripada ras Kaukasia (Farage et al, 2008). Produksi kolagen dipengaruhi oleh hormon-hormon. Estrogen dapat meningkatkan sintesis kolagen. Penurunan kolagen kulit tampak signifikan pada wanita menopause. Kolagen kulit orang dewasa berkurang 1% setiap tahun. Penurunan kolagen ini lebih tampak pada wanita daripada pria. Hormon seks wanita lebih dominan pada kolagen daripada hormon seks pria (Pangkahila, 2007).
16
Kolagen merupakan serat utama pada lapisan dermis kulit dan merupakan protein yang berfungsi untuk kekuatan mekanik dan penyangga kulit. Semakin bertambah umur maka struktur protein kulit dan komponen kulit lain akan berubah dan hal ini menyebabkan penuaan kulit. Perubahan jumlah kolagen merupakan bagian integral dari proses penuaan kulit. Diperkirakan bahwa akan terjadi penurunan kolagen sekitar 1% pertahun perunit area kulit akan tetapi pada kulit yang terpapar sinar U V dijumpai penurunan sampai 59% seperti yang ditemukan pada kulit yang mengalami photodamage (Uito et al, 2008; Griffits et al.,2009). Sinar ultraviolet mengaktifkan matriks metalloprotease, yaitu enzim yang
mendegradasi
kolagen.
Akumulasi
paparan
sinar
ultraviolet
mengakibatkan penuaan kulit berupa kulit kendor dan kerutan wajah sebab akumulasi kerusakan kolagen. Sinar ultraviolet juga memicu pembentukan radikal bebas, yang dapat bereaksi dengan protein seperti kolagen sehingga terjadi kerusakan kolagen. Polusi seperti rokok merusak kulit termasuk kolagen. Rokok memicu pembentukan radikal bebas sehingga terjadi kerusakan kolagen. Rokok juga mengurangi aliran darah kapiler kulit sehingga terjadi penurunan oksigen dan nutrisi ke kulit, maka produksi kolagen juga berkurang. Diet yang memicu pembentukan radikal bebas juga dapat mempercepat penuaan sebab radikal bebas bereaksi dengan sel dan matriks ekstraseluler kulit termasuk kolagen (Farage et al, 2008).
2.3 Sel Punca Untuk dapat digolongkan menjadi sel punca, suatu sel harus
17
memiliki sejumlah karakteristik yaitu antara lain: belum berdiferensiasi (undifferentiated), mampu memperbanyak dirinya sendiri (self renewal), dan
dapat
berdiferensiasi
menjadi
lebih
dari
satu
jenis
sel
(multipotent/pluripotent) (Halim,et al., 2010). Sel punca adalah sel yang mempunyai kemampuan membentuk dan menyusun jaringan tubuh (Sell, 2004). Sel punca adalah merupakan sel awal kehidupan yang bisa berkembang menjadi sel lain dan membentuk jaringan yang lain dalam tubuh (multipotent). Jika sel punca ditransplantasikan dalam tubuh ia akan membentuk jaringan tubuh di tempat tersebut (Cherian, 2011). Sel
punca
mempunyai
berbagai
tingkatan
kemampuan
perkembangbiakan yaitu totipoten, pluripoten, multipoten, oligopoten, dan unipoten (Bongso, 2005). Totipoten dalah kemampuan membentukseluruh jenis sel dan organisme baru. Pluripoten adalah kemampuan membentuk seluruh jenis sel tetapi tidak dapat membentuk organisme baru. Multipoten adalah kemampuan membentuk berbagai jenis sel dewasa dalam lini yang sama. Oligopoten adalah kemampuan menghasilkan beberapa jenis sel dewasa. Unipoten adalah kemampuan menghasilkan satu jenis sel dewasa (Wagers, 2004). Seluruh kemampuan tersebut dipengaruhi oleh faktor internal (jenis dan genetik sel), dan faktor eksternal (media, faktor pertumbuhan, lingkungan mikro dan kontak fisik antar sel) (Bryant, 2008). Sel punca dibedakan menjadi sel punca embrional dan sel punca jaringan (Bongso, 2005). Sel punca embrional berasal dari sel blastosit dan sel lapisan embrional lempeng kelamin. Sel ini dapat diisolasi dari manusia, primate dan tikus (Richardson, 2005). Penggunaanya mempunyai kendala
18
etik, teknis, reaksi penolakan, dan resiko teratoma (Shenaq, 2010). Sel punca jaringan adalah sel punca yang berada di berbagai jaringan dan organ tubuh, keberadaanya diperlukan untuk menjaga homeostasis jaringan tempatnya berada (Halim, et al, 2010). Sel punca ini terdapat di lapisan germinal dan sel somatik. Sel punca somatik terdiri atas sel punca mesenkimal dan sel punca hematopoietik. Sel punca mesenkim adalah sel yang dapat memperbanyak diri dan membentuk berbagai jenis jaringan ikat mesenkim (Dennis, 2004). Sel ini dapat ditemukan di sumsum tulang, darah, tali pusat, plasenta, cairan amnion, lemak, kulit, pembuluh darah, otot, sinovium, periosteum, tulang, hati,dan paru (Shenaq, 2010). Sel punca mesenkim merupakan sumber potensial untuk rekayasa jaringan namun aplikasinya terkendala oleh pengambilan dan sifatnya (English, 2009). Pengambilan dari kulit akan menimbulkan rasa nyeri, morbiditas dan kemungkinan infeksi, Sifatnya seperti jumlah, rentang usia, proliferasi, dan diferensiasinya menurun dengan bertambahnya usia (Supartono, 2012). Kendala lain adalah memerlukan kultur, penghantaran, pemicu diferensiasi, serta regenerasinya beresiko menghasilkan jaringan ikat dan integrasi (English, 2004). Khan menyarankan perlunya alternatif lain yang mudah pengambilannya, minimal komplikasinya, konsentrasi selnya tinggi, proliferasi dan diferensiasinya baik tanpa dipengaruhi umur. Menurut Terayama alternatif itu adalah sel punca hematopoietik yaitu sel punca CD34+(Terayama, 2011). 2.3.1
Sel Punca Hematopoietik Sel punca hematopoietik adalah sel progenitor pembentuk sel darah.
19
Sumbernya berasal dari sumsum tulang dan darah (Ponting, 2004). Sel punca ini dapat diisolasi dari darah tepi secara langsung maupun dengan teknik mobilisasi (Raghunath, 2009). Sel punca hematopoietik mempunyai sifat pluripoten dan plastis sehingga dapat membentuk sel non hematopoietik (Richardson, 2005). Isolasi langsung dilakukan dengan melakukan proses isolasi darah tepi donor tanpa bantuan obat. Sel hasil isolasi dikultur dan diidentifikasi dengan analisis sitometri, selanjutnya diberikan media agar berkembang dan dapat diaplikasikan Sel punca hematopoietic dapat diisolasi dari darah tepi secara langsung atau dengan bantuan mobilisasi. Isolasi langsung dilakukan dengan melakukan proses isolasi donor tanpa bantuan obat (Supartono, 2012). Sel punca hematopoietik diidentifikasi berdasarkan sifat fisiologis dan sifat metabolik. Identifikasi metabolik berdasarkan respon sel terhadap zat Rhodamin 123 dan Hoechst 33342. Identifikasi dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan genetik dan penanda permukaan sel. Penanda tersebut diantaranya adalah CD 14, CD 34, AC 133, CD 133 (Ponting, 2004).
2.3.2
Sifat Plastis Sel Punca Hematopoietik Sel punca hematopoietik mempunyai sifat plastis yaitu dapat
membentuk sel yang berbeda dengan garis keturunan aslinya, yang dapat dijelaskan melalui beberapa mekanisme yaitu: 1) model keturunan ganda, 2) model somatik, 3) model transdeferensiasi, 4) model dedeferensiasi redeferensiasi (Korbling, 2003).
20
1. model keturunan ganda
2. model somatik
3. model transdeferensiasi
4. model dedeferensiasi redeferensiasi
Gambar. 2.5 Sifat Plastis Sel Punca Hematopoietik (diambil dariKorbling, 2003)
Sel punca ganda adalah mekanisme perubahan sel punca jaringan membentuk sel punca seperti dirinya dan membentuk sel dengan garis keturunan baru (Wagers, 2004). Transdeferensiasiadalah mekanisme perubahan dan pembentukan sel
yang
berbeda
dari
garis
keturunannya.
Sel
punca
jaringan
bertransdeferensiasi sesuai dengan lokasinya berada. Sel punca sumsum tulang atau sel punca dalam aliran darah membentuk sel bukan darah. Sel punca sumsum tulang hematopoietik dan mesenkimal dapat bergerak menuju jaringan tertentu dan berubah menjadi sel jaringan tersebut. Peristiwa ini melalui mekanisme transdeferensiasi, fusi atau sinyal inflamasi (Pera, 2005). Suatu sel dikatakan mengalami transdeferensiasi bila memenuhi kriteria: 1) adanya sel transisi 2) adanya rekayasa inti sel yang bertransdeferensiasi 3) manipulasi sel minimal 4) mempunyai penanda sel yang jelas 5) diteliti di lebih dari satu laboratorium dengan lebih dari satu model percobaan.
21
Dediferensiasiadalah mekanisme perubahan sel punca jaringan menjadi sel yang lebih primitif atau sel multipoten , dan membentuk sel dengan garis keturunan baru (Wagers, 2004). Sel punca pluripotent adalah mekanisme perubahan sel punca jaringan menjadi sel punca pluripotent dan pembentukan dua sel punca baru dan dua garis keturunan baru (Wagers, 2004). Sifat sel ini memungkinkan sel punca hematopoietik membentuk sel jantung, hepar, pankreas, kulit, otot dan tulang. Mekanismenya melalui model transdiferensiasi atau fusi. Untuk membuktikan sifat plastis maka sel punca harus diidentifikasi pada awal isolasi dan saat menjadi sel baru. Sel tersebut harus terbukti dapat berintegrasi dan berfungsi serta mengeluarkan protein yang sesuai dengan jaringan baru (Kraft, 2005).
2.3.3
Sel Punca CD34+ Sel CD34+ adalah sel punca hematopoietik yang positif terhadap
penanda sel CD 34. CD 34 adalah penanda sel punca hematopoietik terbaik. Antigen CD 34 terdapat di sel punca darah pluripoten, sel mieloid unipoten, endotel pembuluh darah, struktur membran saraf, dan folikular sel kulit manusia (Zvaifler, 2000). Karakter sel CD34+ memberi peluang penelitian plastisitas yaitu perubahan sel punca hematopoietik menjadi sel non hematopoietik (Hu, 2010). Matsumoto dan kawan kawan (2006) melaporkan penyembuhan patah tulang femur tikus dengan pemberian sel CD34+ secara intra vena. Shi dan kawan kawan (2009) melaporkan terjadinya regenerasi otot tikus yang
22
cedera, setelah pemberian sel CD 133+ secara intra vena. Sel CD 133+ adalah sub populasi dari sel CD34+. Pemeriksaan histologis jaringan baru membuktikan peran sel CD 133+ dalam regenerai otot. Jaringan tersebut fungsional terbukti dari adanya peningkatan angiogenesis dan pengurangan jaringan parut. Hal ini membuktikan kemampuan sel CD 133+ dalam menciptakan lingkungan
yang baik
untuk
proses
regenerasi
dan
pembentukan jaringan otot (Shiet al., 2009). Terayama dan kawan kawan (2011) melaporkan penyembuhan osteonekrosis femur tikus dengan pemberian sel CD34+ secara intra vena. Hasil tersebut menunjukkan potensi diferensiasi sel CD34+ membentuk sel endotel dan sel osteoblas (Terayama, 2011).
Gambar 2.6 Skin Tissue Engineering(dimodifikasi dari Supartono, 2012)
Pada penelitian anti-aging medicine ini sel punca hematopietik CD34+ yang berasal dari darah tepi manusia akan diinjeksikan secara subkutan dalam kulit tikus jantan wistar yang telah dipajan sinar ultraviolet B untuk dilihat kemampuan meregenerasi lapisan dermal kulit tersebut.
23
Regenerasi sel fibroblas dan kolagen ditentukan oleh sel punca CD34+, jaringan mikro perancah dan sinyal molekul. Terdapat sejumlah sel punca yang belum berdiferensiansi di lapisan basal membran pada lapisan kulit epiderma. Adapun sinyal molekul yang paling dominan adalah keratinocytes stem cells (KSCs) dan sytokeratine (CK5/14/15), p63, α6β4dan α3β1-integrins dan transport ATP-binding cassette (ABC).KSCs memegang peran penting dalam kelangsungan regenerasi sel keratin dalam epidermis baik dalam keadaan normal maupun pasca trauma(sinar UV) (Mimeault, 2010). Hubungan yang kompleks ditunjukkan oleh sinyal molekul EGFR, Notch, Insulin-like Growth Factor (IGF-1) / IGF-R1, immunoglobulin-like domain 1 (Lrig 1), Myc, Transforming Growth Factor – β (TGF-β) dan Polycom-group protein BMI-1. Semua sinyal molekul tersebut memperkuat peran KSCs dalam regenerasi sel fibroblas dan kolagen (Mimeault, 2010).
CD34+ CD133+
Gambar 2.7 Alur kerja sel punca CD34+ untuk regenerasi sel fibroblas dan kolagen. SCS meregenerasi lapisan epitel kulit dengan cara mengganti sel keratin.bESCs yang ada dalam folikel rambut ikut berdeferensiasi menjadi sel epitel setelah trauma kulit (UV). Stem sel CD34+ meregenerasi precursor melanosit menjadi keratinosit.Degedrasi dari kolagen pada lapisan dermal melalui pengeluaran matriks metalo proteinase (MPPs) dengan mengaktivasi sel fibroblas yang akan meningkatkan regenerasi kulit(diambil dari Mimeault, 2010).