Bab II KAJIAN PUSTAKA 2.1 State of the Art Tabel 2.1 State of the Art No
Judul Penelitian/Penelitian
1.
Brand Service Quality, Satisfaction, Masalah: Penelitian diarahkan Trust and Preference as Predictors untuk
menyelidiki
pengaruh
of Consumer Brand Loyalty in the merek
kualitas
pelayanan,
Retailing
Industry/
Chinomona, kepuasan
dan
kepercayaan
Richard; Mahlangu, Donald; Pooe, terhadap loyalitas merek dalam David, Mediterranean Journal of konteks Social Sciences (2013)
industri
ritel
Afrika
Selatan sebagian besar telah diabaikan. Metode penelitian: Kuantitatif Hasil Penelitian: Penelitian ini diarahkan
untuk
pengaruh
kualitas
menyelidiki pelayanan
sebuah merek, dan kepuasan serta
kepercayaan
terhadap
loyalitas merek dalam konteks industri ritel Afrika Selatan. 2.
Consumers Loyalty
Show
in
Strong
Cheese
Arnade, Munisamy; Pick,
Brand Masalah:
Loyalitas
merek
Purchases/ konsumen dan keinginan untuk
Carlos; Gopinath, varietas merek memainkan peran Danie,
Amber penting dalam permintaan untuk
Waves (2009)
produk profitabilitas
makanan
dan
perusahaan
pemasaran makanan AS. Metode penelitian: Kuantitatif
9
10 Hasil
Penelitian:
Departemen
Pelayanan Penelitian Ekonomi AS dan para peneliti universitas menggunakan data rumah tangga dari
ACNielsen
Surveys
Homescan
1998-2003
untuk
loyalitas
merek
menyelidiki
konsumen untuk keju cheddar, keju
parut,
dan
Amerika.
keju
Hasil
menunjukkan
iris
penelitian
bahwa,
secara
umum, kebiasaan merek yang kuat
tampaknya
mengesampingkan
efek
dari
perubahan harga pembelian keju bagi
konsumen.
tampaknya
memiliki
Konsumen loyalitas
merek yang kuat saat membeli keju cheddar, keju parut, atau keju
iris
Amerika.
Loyalitas
merek tergantung pada tidak hanya
frekuensi
pembelian,
tetapi juga waktu yang berlalu antara pembelian berturut-turut. 3.
Pengaruh Kepercayaan Konsumen Masalah:
Penting
untuk
Pada Merek Terhadap Loyalitas memberikan perhatian terhadap Merek/
Muhammad
Rafiq, tingkat kepercayaan konsumen
Universitas Islam Bekasi (2009)
terhadap suatu merek. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
tiga
karakteristik dalam membangun kepercayaan pada merek dan untuk
mengetahui
pengaruh
11 kepercayaan
pada
merek
terhadap loyalitas merek. Metode penelitian: Kuantitatif Hasil Penelitian: Dengan metode analisis regresi ganda, ditemukan bahwa karakteristik merek terdiri dari reputasi merek, merek yang diprediksi, dan mempengaruhi kompetensi merek kepercayaan pada merek. Karakteristik merek konsumen
yang
terdiri
dari
menyukai merek, pengalaman merek,
dan
kepuasan
merek
mempengaruhi kepercayaan pada merek. 4.
Pentingnya Brand Loyalty Terhadap Masalah: Menginvestigasi efek Minat Beli Ulang/ Prasetyo H. & dari strategi positioning terhadap Sumarto, Universitas Pembangun brand loyalty Nasional Veteran ( 2010)
Metode penelitian: Kuantitatif Hasil
Penelitian:
strategi
positioning dibuat bukan untuk menciptakan Strategi
brand
positioning
menciptakan Brand
dapat
brand
image
menciptakan Brand
image.
loyalty.
tidak brand
loyalty
mempengaruhi
dapat loyalty. dapat
intensitas
pembelian ulang. 5.
Pengaruh brand image dan brand Masalah:
Mencari
penjelasan
12 trust terhadap brand loyalty Teh mengenai variabel citra merek Botol Sosro Survei Konsumen Teh (brand image) dan kepercayaan Botol Sosro di Food Court ITC merek Cempaka
Mas,
Jakarta
(brand
trust)
Timur/ mempengaruhi
yang
loyalitas
Mohammad Rizan, Basrah Saidani, pelanggan terhadap suatu merek. Yusiyana Sari, Universitas Negeri Jakarta (2012)
Metode penelitian: Kuantitatif Hasil
penelitian:
Hasilnya
menunjukkan bahwa sebagian brand image memiliki dampak positif dan signifikan terhadap loyalitas
merek.
Kemudian,
sebagian
brand
trus
juga
memiliki dampak positif dan signifikan
terhadap
loyalitas
merek. Secara bersamaan, brand image dan brand trust memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap brand loyalitas. Temuan empiris untuk
menunjukkan
bahwa
menciptakan
dan
meningkatkan loyalitas merek, Teh
Botol
Sosro
perlu
mempertimbangkan citra merek dan kepercayaan merek karena faktor-faktor
tersebut
terbukti
mempengaruhi tingkat kepuasan kerja.
13 2.2 Landasan Konseptual 2.2.1 Komunikasi Komunikasi diambil dari bahasa latin yaitu communicatio yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan orang lain. Dari interaksi tersebut tercipta komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan pesan, pertukaran informasi dengan orang lain untuk tujuan tertentu. Hakikat komunikasi sebenarnya adalah usaha membuat penerima atau pemberi komunikasi memiliki pengertian (pemahaman) yang sama
terhadap pesan tertentu menurut Wilbur
Schramm dalam Suprapto (2006, h. 4). Definisi lain dari komunikasi menurut Harold D Lasswell dalam Mulyana (2005, h. 69) mengatakan bahwa komunikasi pada dasarnya merupakan proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, dengan akibat atau hasil apa. Berdasarkan pengertian mengenai komunikasi menurut dua ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikator secara verbal maupun nonverbal melalui media tertentu kepada komunikan. Tujuan dari komunikasi tersebut adalah untuk membentuk perilaku komunikan agar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dengan tepat. 2.2.2 Komunikasi Massa Komunikasi massa menurut Joseph A. Devito dalam buku Ardianto (2004, h. 6) mengatakan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang di tujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio maupun visual. Berdasarkan pengertian Devito tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media, baik cetak maupun elektronik dengan tujuan untuk menyebarkan informasi kepada khalayak banyak.
14 2.2.3 Public Relations Public Relations menurut Scott M. Cutlip dan Allen H. Center dalam Ruslan (2005, h. 20), merupakan fungsi manajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan tata cara seseorang atau organisasi demi kepentingan publik, serta merencanakan dan melakukan suatu program kegiatan untuk memperoleh pengertian, pemahaman, dan dukungan dari publiknya. Pengertian lain mengenai Public Relations menurut International Public Relations Association (IPRA) dalam Rumanti (2005, h. 11) Public Relations merupakan fungsi manajemen dari sikap budi yang direncanakan dan dijalankan secara berkesinambungan oleh organisasi-organisasi, lembaga-lembaga umum dan pribadi dipergunakan untuk memperoleh dan membina saling pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada hubungan dan diduga akan ada kaitannya, dengan cara menilai opini publik mereka, dengan tujuan sedapat mungkin menghubungkan kebijaksanaan dan ketatalaksanaan, guna mencapai kerja sama yang lebih produktif, dan untuk memenuhi kepentingan bersama yang lebih efisien, dengan kegiatan penerangan yang terencana dan tersebar luas. Berdasarkan definisi Public Relations menurut para ahli yang disebutkan di atas, Public Relations dapat secara mudah dijelaskan sebagai suatu kegiatan untuk membina dan menjalin hubungan yang harmonis antara lembaga atau organisasi yang di wakilinya dengan publik (internal maupun eksternal) untuk memperoleh opini, persepsi dan citra yang positif mengenai organisasi atau lembaganya melalui aktivitas dan kegiataanya. Serta membantu organisasi memperoleh penyesuaian yang menguntungkan, mendukung fungsi dan tujuan manajemen dalam meningkatkan pembinaan kerjasama untuk pemenuhan kepentingan bersama. 2.2.4 Fungsi Public Relations Fungsi Public Relations menurut Maria sebagaimana dikutip dalam artikel Kompasiana (http://edukasi.kompasiana.com) adalah: “Public Relations merupakan satu bagian dari satu nafas yang sama dalam organisasi tersebut, dan harus memberi identitas organisasinya dengan tepat dan benar serta mampu mengkomunikasikannya sehingga publik menaruh kepercayaan dan mempunyai pengertian yang jelas dan benar terhadap organisasi tersebut”
15 Sedangkan menurut Soleh Soemirat (2004, h. 23) Fungsi Public Relations adalah untuk membina hubungan baik dengan eksternal publik (dalam hal ini pers), karena Public Relations tidak hanya mengandalkan media internal dan semi eksternal (house journal) yang dimilikinya, tetapi juga memerlukan media massa untuk mempublikasikan berbagai kegiatan perusahaan/organisasi. Pemeliharaan hubungan baik dengan pers tidak akan membuat kesulitan bagi Public Relations dalam menyebarluaskan informasi melalui media massa. `
Berdasarkan pengertian fungsi Public Relations di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa fungsi Public Relations adalah untuk kegiatan manajemen, membina hubungan harmonis antara organisasi dengan publiknya baik publik eksternal maupun internal, menciptakan komunikasi dua arah serta melayani publik yang memiliki kaitan dengan perusahaan atau organisasi. 2.2.5
Strategi Public Relations Menurut J L Thompson yang dikutip dari Oliver (2007, h. 2) mendefinisikan
strategi sebagai cara untuk mencapai sebuah hasil akhir. Hasil akhir menyangkut tujuan dan sasaran organisasi dan strategi kompetitif untuk masing-masing aktivitas. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi adalah sebuah cara yang disusun agar tujuan dari sebuah kegiatan tercapai. Menurut Morissan (2006, h. 130) , proses penetapan strategi program public relations mencakup langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Menetapkan peran dan misi, yaitu menentukan sifat dan ruang lingkup tugas yang hendak dilaksanakan.
2.
Menentukan wilayah sasaran, yaitu menentukan di mana praktisi Public Relations harus mencurahkan waktu, tenaga, dan keahlian yang dimiliki.
3.
Mengidentifikasi indikator dan menentukan sasaran yang akan ditetapkan secara terukur.
4.
Memilih dan menentukan sasaran atau hasil yang ingin dicapai
5.
Mempersiapkan rencana tindakan yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
16 a.
Programming – menentukan urutan tindakan untuk mencapai tujuan.
b.
Penjadwalan – menentukan waktu pengambilan tindakan.
c.
Anggaran – menentukan sumber yang dibutuhkan.
d.
Pertanggung jawaban – menetapkan siapa pihak, apakah tujuan sudah tercapai apa belum.
e.
Menguji dan merevisi rencana sementara.
6.
Membangun pengawasan, yaitu memastikan tujuan akan terpenuhi.
7.
Komunikasi – menentukan komunikasi organisasi yang diperlukan untuk mencapai pemahaman.
8.
Pelaksanaan – memastikan persetujuan dan komitmen harus segera dilakukan.
Strategi bersifat umum, mendasar, dan berjangka panjang, dibanding dengan taktik yang merupakan rencana yang lebih khusus, operasional, dan berjangka pendek. Bauran Public Relations atau bisa disingkat menjadi PENCILS, adalah sebuah strategi Public Relations dalam melaksanakan tugas, peran dan fungsinya sesuai pada jalurnya dan didalam konsep ini memiliki komponen – komponen yang saling berhubungan dalam praktek kerja Public Relations. Jika dijabarkan secara rinci menurut Ruslan dalam Ardianto (2009, h. 71-73), komponen PENCILS itu sendiri adalah sebagai berikut : 1.
Publications and publicity (Publikasi dan Publisitas): Setiap fungsi dan tugas Public Relations adalah menyelenggarakan publikasi atau meyebarluaskan informasi melalui berbagai media tentang kegiatan perusahaan atau organisasi, yang pantas untuk diketahui oleh publik. Selain itu, Public Relations juga menghasikan publisitas untuk memperoleh tanggapan positif secara lebih luas dari masyarakat.
2.
Event (Penyusunan Program Acara): Public Relations juga merancang acara tertentu yang dipilih dalam jangka waktu, tempat, dan objek tertentu yang secara khusus untuk mempengaruhi publik. Biasanya event tersebut ada beberapa jenis, diantaranya sebagai berikut:
17 - Calender event (regular event) yang rutin dilaksanakan pada bulan tertentu sepanjang tahun. - Special Event, yaitu event yang bersifat khusus, dan yang dilaksanakan pada momen tertentu diluar acara rutin dari program kerja Public Relations. - Moments Evens, yaitu event atau acara yang bersifat momental, atau lebih khusus lagi. 3.
News (menciptakan berita): Upaya untuk menciptakan berita melalui press release, news letter, bulletin dan lain-lain yang biasanya mengacu pada teknis penulisan 5W+1H (Who, What, Where, When, Why, dan How). Sistematika penulisannya adalah piramida terbalik. Dimana poin yang paling penting diletakkan ditengah batang berita.
4.
Community Involvement (kepedulian pada komunitas): Tugas seharihari seorang Public Relation Officer (PRO) adalah mengadakan kontak sosial dengan kelompok masyarakat tertentu, serta menjaga hubungan baik (community relations dan humanity relations) dengan pihak organisasi atau lembaga yang diwakilinya.
5.
Inform or Image (memberitahukan atau meraih citra): Ada dua fungsi utama Public Relations, yakni menginformasikan sesuatu kepada publik atau menarik perhatian sehingga diharapkan akan memperoleh tanggapan berupa citra positif. Proses dari “nothing” menjadi “something”. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, setelah tahu menjadi suka, dan kemudian diharapkan timbul sesuatu (something) yaitu berupa citra terhadap suatu brand.
6.
Lobbying
and
Negotiating
(pendekatan
dan
bernegosiasi):
Keterampilan untuk melobi secara personal, dan kemampuan bernegosiasi sangat diperlukan bagi seorang Public Relations Officer, agar semua rencana, ide, atau gagasan kegiatan suatu lembaga memperoleh dukungan dari individu dan lembaga yang berpengaruh, sehingga timbul situasi saling menguntungkan (win-win solution).
18 7.
Social Responsibility (tanggung jawab sosial): Aspek tanggung jawab sosial dalam dunia Public Relations sangat penting. Public Relations tidak hanya memikirkan keuntungan bagi lembaga atau organisasi serta tokoh yang diwakilinya, tetapi juga kepedulian kepada masyarakat. Hal ini penting, supaya ia memperoleh simpati atau empati dari khalayaknya. Inilah yang di dalam teori Public Relations disebut sebagai Social Marketing.
Di dalam penelitian ini, akan diteliti bagaimana strategi PENCILS ini dijalankan oleh Starbucks Coffee dalam penerapan program Starbucks Card guna mencapai hasil yang diharapkan, yakni meningkatnya brand loyalty terhadap Starbucks Coffee itu sendiri. 2.2.6
Tugas Public Relations Morissan dalam bukunya Manajemen Public Relations (2008, h. 41)
menyebutkan bahwa praktisi Public Relations adalah salah satu pihak yang turut serta bersaing dalam merebutkan perhatian khalayak. Tugas pertama praktisi Public Relations adalah mendapatkan perhatian dari khalayak sasaran; kedua, menarik minat (ketertarikan) khalayak terhadap isi pesan; ketiga, membangun suatu keinginan dan niat khalayak untuk bertindak sesuai dengan pesan; dan keempat mengarahkan tindakan khalayak agar tetap sesuai dengan pesan yang disampaikan. Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa tugas Public Relations adalah untuk menarik perhatian khalayak dan mempersuasi khalayak untuk bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan. 2.2.7
Brand Brand menurut Dunn dan Davis dalam buku B2B Brand Management (2006,
h. 5) mengatakan bahwa Brand adalah konsep yang tidak mudah diraba. Untuk menyederhanakan dan membuat lebih mudah dimengerti sering kali adalah dengan menyamakannya dengan elemen komunikasi pemasaran yang lebih nyata yang digunakan untuk mendukung brand seperti iklan, logo, kalimat penutup, jingle, dan sebagainya, tetapi brand lebih dari itu, yakni: 1. Brand adalah janji.
19 2. Brand sepenuhnya adalah persepsi, yakni segala sesuatu yang Anda lihat, dengar, baca, ketahui, rasakan, pikirkan, dan lain sebagainya, tentang suatu produk, jasa, atau bisnis. 3. Brand memiliki posisi istimewa di benak customer berdasarkan pengalaman masa lalu, pergaulan, dan ekspektasi masa depan. 4. Brand adalah jalan pintas atribut, manfaat, keyakinan, dan nilai yang membedakan, mengurangi kompleksitas, dan menyederhanakan proses pengambilan keputusan. Peran brand dalam buku Brand Operation (2010, h. 3) adalah sebagai value indicator bagi seluruh stakeholder perusahaan (pelanggan, karyawan, serta investor). Pelanggan cenderung akan memilih produk dengan brand yang lebih terkenal. Karyawan juga cenderung lebih senang bekerja di perusahaan yang memiliki brand atau reputasi yang baik. Demikian pula investor pun akan mempertimbangkan brand perusahaan dalam melakukan investasi. Merek penting bagi perusahaan untuk menunjukkan nilai produk yang ditawarkan ke pasar, tetapi merek tidak akan berarti jika tidak memiliki ekuitas yang kuat bagi pasar. Hal ini karena dalam buku B2B Brand Management (2006, h.6) mengatakan bahwa brand dan brand equity perlu dilihat sebagai aset strategis yang menjadi dasar keunggulan kompetitif dan profitabilitas jangka panjang. Berikut adalah definisi merek dan ekuitas merek yang dibuat oleh Philip Kotler dan Keller dalam Brand Operation (2010, h.61): “ Brand equity is a set of brand assets and liabilities linked to a brand, its name and symbol, that add to or subtract from the value provided by a product or service to a firm and/or to that firm’s customers” Kutipan diatas menjelaskan bahwa brand equity sebagai sejumlah aset dan liabilities yang berhubungan dengan merek, nama, dan simbol, yang menambah atau mengurangi nilai dari produk atau pelayanan bagi perusahaan atau pelanggan perusahaan. Brand equity muncul dari respon konsumen terhadap aktivitas pemasaran. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa kekuatan suatu brand berada dalam cara berpikir konsumen. Brand equity merupakan penghubung strategis yang sangat
20 penting antara masa lalu dan masa depan serta serangkaian nilai tersimpan yang diasosiasikan konsumen terhadap produk atau jasa. Asosiasi ini tercakup dalam model Customer-Based Brand Equity (CBBE) dari Keller yang dijelaskan dalam buku Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand Equity (2013, p.108). Gambar 2.1 Piramida CBBE (Customer-Based Brand Equity)
Sumber: Strategic Brand Management (2013, p. 108) Berdasarkan gambar diatas, maka dapat dilihat bahwa brand yang kuat melibatkan konsumen dalam empat langkah: 1.
Brand Indentity-Who Are You?: Langkah pertama ini memiliki tujuan untuk menciptakan kesadaran, dengan kata lain, perlu memastikan bahwa merek perusahaan menonjol, dan bahwa pelanggan mengenali dan menyadari hal itu. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk menciptakan identitas merek dan kesadaran, tetapi juga mencoba untuk memastikan bahwa persepsi merek yang benar pada tahap kunci dari proses pembelian.
2.
Brand Meaning-What Are You?: Langkah kedua ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengkomunikasikan apa arti dari merek Anda.
21 Poin penting dalam langkah ini adalah performance dan imagery. Performance mendefinisikan seberapa baik produk memenuhi kebutuhan
pelanggan.
Lima
kategori
performance
adalah:
karakteristik utama dan fitur; keandalan produk, daya tahan, dan serviceability; efektivitas pelayanan, efisiensi, empati; gaya dan desain; serta harga. Sedangkan Imagery mengacu pada seberapa baik merek dapat memenuhi kebutuhan pelanggan Anda
pada
tingkat sosial dan psikologis. Di poin ini merek dinilai dapat memenuhi
kebutuhan
tersebut
secara
langsung,
baik
dari
pengalaman pelanggan sendiri dengan produk, maupun secara tidak langsung yaitu dengan target pemasaran, atau dengan dari mulut ke mulut . 3.
Brand Response-What Do I Think, or Feel, About You?: Dalam langkah ini respon pelanggan terhadap merek dibagi dalam dua kategori yaitu penilaian dan perasaan. Konsumen akan terus menerus membuat penilaian mengenai merek yang dibagi menjadi empat kategori utama yaitu: 1. Kualitas: Pelanggan menilai produk berdasarkan kualitas aktual yang dirasakannya. 2. Kredibilitas: Pelanggan menilai kredibilitas dengan menggunakan tiga dimensi keahlian yang meliputi inovasi, kepercayan, dan likability. 3. Pertimbangan: Pelanggan menilai seberapa relevan produk tersebut dengan kebutuhan unik mereka. 4. Keunggulan: Pelanggan menilai apa saja keunggulan brand yang satu dibandingkan dengan brand pesaing. Konsumen juga merespon brand sesuai dengan bagaimana brand tersebut dirasakan oleh mereka. Brand juga secara emosional dapat membangkitkan apa yang konsumen rasakan mengenai diri mereka saat mereka menggunakan brand tersebut. Terdapat enam perasaan positif mengenai brand: kehangatan, kesenangan, kegembiraan, keamanan, persetujuan sosial dan harga diri.
22 4.
Brand Resonance-How Much of a Connection Would I Like to Have With You?: Brand resonance berada pada puncak piramida brand equity karena hal ini yang paling sulit dan tingkat yang paling diinginkan untuk dicapai. Sebuah brand akan mencapai brand resonance apabila konsumen merasa memiliki ikatan psikologis yang mendalam dengan brand tersebut. Keller dalam Strategic Brand Management (2010, p. 120) membagi brand resonance ke dalam empat kategori: 1. Behavioral loyalty: Merupakan pembelian berulang dan teratur. 2. Attitudinal attachment: Konsumen mencintai brand atau produk dan menganggapnya sebagai pembelian khusus. 3. Sense of community: Konsumen merasa sebagai satu komunitas dengan orang-orang yang berhubungan dengan brand, termasuk konsumen lainnya dan perwakilan dari perusahaan. 4. Active engagement: Merupakan contoh terkuat dari brand loyalty. Konsumen secara aktif terlibat dengan brand, bahkan ketika mereka tidak membeli atau mengkonsumsi. Misalnya bergabung dengan klub yang berhubungan dengan brand, berpartisipasi dalam online chatting, demonstrasi pemasaran, mengikuti event yang diselenggarakan oleh brand tersebut, atau mengikuti informasi mengenai brand melalui media sosial.
2.2.8
Brand Loyalty Pelanggan perlu untuk dipertahankan. Hal ini penting karena tingginya
tingkat persaingan diantara para pelaku bisnis coffee shop yang kini semakin bertambah. Konsumen yang setia pada merek coffee shop tertentu tidak akan membandingkannya dengan merek lain karena konsumen tersebut tidak mudah menerima dan tidak menanggapi informasi dari pihak lain. Untuk itu, menumbuhkan brand loyalty dalam benak konsumen mempengaruhi sikap mereka agar tidak berpindah ke brand lain. David Aaker dalam buku Brand Operation (2010, h.71)
23 mendefinisikan bahwa brand loyalty adalah sebuah ukuran ketertarikan pelanggan terhadap suatu merek. “Brand loyalty is a measure of the attachment that a customer has to a brand.” Loyalitas terbagi menjadi beberapa jenis. Empat jenis loyalitas menurut Griffin (2005, h.22), antara lain : 1.
Tanpa loyalitas: Konsumen yang tingkat pengulangan pembeliannya rendah, dan tingkat ketertarikan rendah.
2.
Loyalitas yang lemas: Konsumen yang tingkat pengulangan pembeliannya tinggi, namun sebenarnya tingkat ketertarikan terhadap produk rendah. Hal
ini disebabkan pembelian
yang hanya
mempertimbangkan mudahnya saja. Misalnya pembelian karena produk mudah didapatkan. 3.
Loyalitas tersembunyi. Sikap relatif terhadap produk atau jasa tinggi tetapi pengulangan pembelian rendah. Jika konsumen pada kondisi loyalitas tersembunyi, maka faktor situasi lebih menentukan dibanding sikap dalam pembelian ulang.
4.
Loyalitas premium. Tingkat loyalitas yang paling tinggi, dimana sikap relatif tinggi dan membeli ulang cukup tinggi. Biasanya orang yang loyalitasnya seperti ini merasa bangga dan mau untuk menceritakan pengalamannya dengan teman-temannya, keluarga dan orang lain. Konsumen ini akan menjadi vocal advocates untuk produk atau jasa dan secara konstan mereferensi ke orang lain.
Loyalitas tidak lepas dari ketertarikan pelanggan terhadap suatu brand. Dalam kaitannya dengan loyalitas merek suatu produk, didapati adanya beberapa tingkatan loyalitas merek. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan loyalitas merek tersebut menurut Aaker dalam Durianto, dkk (2004, h. 9), seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.2 adalah sebagai berikut:
24 Gambar 2.2 Piramida Loyalitas Merek
Sumber: Durianto, dkk (2004, h.19) 1. Switcher (Berpindah-pindah): Adalah tingkatan loyalitas paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling tampak dari jenis konsumen ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah dan banyak konsumen lain yang membeli merek tersebut. 2. Habitual Buyer (Pembeli yang Bersifat Kebiasaan): Adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Jadi, pembeli ini dalam membeli suatu merek karena alasan kebiasaan. 3. Satisfied Buyer (Pembeli yang Puas dengan Biaya Peralihan): Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang dikonsumsi. Namun pembeli ini dapat saja berpindah merek dengan menanggung biaya peralihan (switching cost), seperti waktu, biaya, atau resiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. Untuk menarik minat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai kompensasi.
25 4. Likes the Brand (Menyukai Merek): Adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi. Dan mereka menganggap merek sebagai sahabat. 5. Committed Buyer (Pembeli yang Berkomitmen): Adalah kategori pembeli yang setia. Pembeli ini mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak
pada
kategori
ini
adalah
tindakan
pembeli
untuk
merekomendasikan/mempromosikan merek yang digunakannya kepada orang lain. Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, loyalitas merek dapat menjadi aset strategis bagi perusahaan. Menurut Durianto, dkk (2004, h. 61), loyalitas merek dapat memberikan nilai kepada perusahaan dalam bentuk: 5.
Mengurangi biaya pemasaran (reduced marketing costs): Biaya pemasaran untuk mempertahankan konsumen akan lebih murah dibandingkan dengan biaya pemasaran untuk mendapatkan konsumen baru. Jadi, biaya pemasaran akan semakin kecil jika loyalitas merek meningkat.
6.
Meningkatkan perdagangan (trade leverage): Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
7.
Menarik minat konsumen baru (attracting new customers): Perasaan puas dan suka terhadap suatu merek akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon konsumen untuk mengonsumsi merek tersebut dan biasanya akan merekomendasikan atau mempromosikan merek yang ia pakai kepada orang lain, sehingga kemungkinan dapat menarik konsumen baru.
4.
Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan (provide time to respond to competitive threats): Bila pesaing mengembangkan produk
26 yang lebih unggul, konsumen yang loyal akan memberikan waktu bagi perusahaan untuk merespon pesaing dengan memperbarui produknya. Brand loyalty dapat diukur dengan menggunakan metode-metode berikut berdasarkan buku Brand Operation (2010, h. 73): 1.Repurchase Rates Tingginya rata-rata pembelian kembali pelanggan terhadap suatu merek menandakan bahwa pelanggan tersebut dapat dikatakan loyal terhadap merek itu. Namun jika rata-rata pembelian kembali terjadi terhadap beberapa merek, maka pelanggan tersebut tidak loyal pada satu merek. 2.Percent of Purchases Percent of Purchases berarti presentase pembelian yang tinggi untuk satu merek, yang dapat mengindikasikan pasar loyal terhadap merek tersebut. 3. Number of Brands Purchased Semakin banyak jumlah merek yang dibeli pelanggan, maka loyalitas terhadap suatu merek menjadi rendah atau tidak loyal. 2.2.9 Hubungan Strategi Public Relations terhadap Brand Loyalty Menurut Minor & Mowen (2002) dikutip oleh Prasetyo. H dan Sumarto dalam Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis Vol. 10 No.1 Maret 2010 hal. 13 menyatakan bahwa hubungan Public Relations dengan brand loyalty merupakan suatu keadaan dimana pelanggan memiliki suatu ikatan dengan merek tertentu. Hal ini seringkali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelanggan. Pelanggan yang loyal akan melakukan pembelian ulang dan akan mereferensikan produk atau jasa kepada orang lain untuk menggunakan produk atau jasa tersebut. Kesetiaan merek biasanya mengakibatkan repeat buying dan recommended buying. Jika pelanggan puas akan performance suatu merek maka akan membeli terus
merek
tersebut,
menggunakannya
secara
terus
menerus,
bahkan
memberitahukan pada orang lain akan kelebihan merek tersebut berdasarkan pengalaman pelanggan dalam memakai merek tersebut. Jika pelanggan puas akan suatu merek tertentu dan sering membeli produk tersebut maka dapat dikatakan tingkat kesetiaan merek itu tinggi, sebaliknya jika pelanggan tidak terlalu puas akan suatu merek tertentu dan cenderung untuk membeli produk dengan merek yang berbeda-beda maka tingkat kesetiaan merek rendah. Kepuasan pelanggan perlu dipelihara dan ditingkatkan agar dapat menciptakan,
mempertahankan, dan
27 meningkatkan kesetiaan terhadap merek. Bila pelanggan memperoleh kepuasan dari pembeliannya akan suatu produk maka hal tersebut akan menciptakan sikap positif terhadap merek tersebut sehingga pelanggan akan melakukan pembelian secara berulang. Strategi persuasif yang dilakukan oleh PR terhadap target pasar akan sangat membantu dalam meningkatkan brand loyalty. Karena dengan adanya informasi, dorongan, dan pembinaan hubungan baik yang diberikan secara tepat kepada konsumen atau calon konsumen serta stimulasi positif yang diberikan kepada merekaakan mempengaruhi tingkat loyalitas terhadap suatu brand.
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dibuat untuk memudahkan pelaksanaan penelitian. Dalam kerangka berpikir ini terdapat hal yang akan dianalisis yaitu bagaimana strategi Public relations yang digunakan dalam meningkatkan brand loyalty melalui program Starbucks Card di Starbucks Coffee La Piazza, dan juga untuk mengetahui hubungan antara Starbucks Card dengan brand loyalty di Starbucks Coffee La Piazza. Sedangkan metode analisa yang digunakan adalah metode kualitatif dengan sifat penelitian yang deskriptif. Cara memperoleh data sebagai sumber penelitian ini adalah dengan pengumpulan data primer melalui wawancara dan observasi, sedangkan data sekundernya didapatkan melalui studi pustaka dan dokumentasi. Hasil yang didapatkan adalah mengenai apa itu program Starbucks Card, bagaimana strategi PENCILS yang digunakan di Starbucks Coffee La Piazza, dan dampak dari adanya brand loyalty yang ada di Starbucks Coffee La Piazza.
28 Hasil Penelitian Strategi Public Hal yang akan dianalisis
Relations Starbucks Coffee
1. Strategi Public Relations
Dalam Meningkatkan Brand
yang digunakan
dalam
Loyalty Melalui Program
meningkatkan
brand
Starbucks Card (Studi Kasus di
loyalty melalui program
Starbucks Cofffee La Piazza)
Starbucks
Card
di
•
Program Starbucks Card.
Starbucks
Coffee
La
•
Strategi
Piazza.
digunakan
2. Hubungan
antara
Starbucks Card dengan brand
loyalty
Starbucks
Coffee
Coffee La Piazza. •
Peningkatan
La
dengan
adanya
ini
adalah
dalam metode
1. Data Primer Dengan melakukan wawancara terhadap
metode penelitian
kualitatif yang
empat
Coffee La Piazza. 2. Data Sekunder
data, pengolahan data dan analisis
• Company
dilakukan
selama
penelitian. Sifat dari penelitian itu adalah deskriptif, dimana penulis memaparkan
semua
hasil
penelitian yang telah dilakukan.
narasumber
dan observasi di Starbucks
menggunakan tahap pengumpulan
yang
program
Cara Memperoleh Data
kualitatif.
data
penjualan
loyalty Starbucks Card.
Metode yang digunakan
merupakan
Starbucks
sebesar 10% tiap bulannya
Metode Analisa
Karena
di
yang
di
Piazza.
penelitian
PENCILS
Profile
Perusahaan • Websites resmi Starbucks Coffee Indonesia • Media cetak maupun online yang berhubungan dengan Starbucks Coffee Indonesia
Sumber: Penulis