BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Anak Usia 4 – 6 Tahun
A.1 Definisi Anak Usia 4 – 6 Tahun Anak taman kanak – kanak adalah anak yang sedang berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Perkembangan anak merupakan proses perubahan dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek – aspek: gerakan, berpikir, perasaan, dan interaksi baik dengan sesama maupun dengan benda – benda dilingkungannya (Khairani, 2013). Anak usia 4-6 tahun adalah masa dimana anak telah mengalami perubahan fase kehidupan sebelumnya. Anak pada usia tersebut biasa dikatakan dengan “golden age” atau masa emas. Seluruh potensi anak hampir mengalami masa tumbuh dan berkembang secara hebat dan tepat pada masa ini. Namun, tidak semua anak mengalami masa tumbuh atau perkembangan yang hebat karena setiap individu memilki pertumbuhan yang berbeda – beda (Nurmalitasari, 2015). Penelitian dengan anak-anak usia 4 – 6 tahun oleh Hughes, Dunn, dan Putih (dalam Davidson,2005), mengungkapkan bahwa anak-anak usia 4 – 6 tahun memiliki pemahaman yang lebih baik dan luas serta umum mengenai emosi, 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
seperti kebahagiaan, kesedihan, dan yang mereka lakukan merupakan emosi yang lebih kompleks, seperti rasa takut dan amarah. Kemampuan verbal juga terkait dengan pemahaman emosi. Pada anak-anak yang dengan kuat merepresentasi keterampilan kosa kata yang lebih mampu menunjukkan pemahaman tentang emosi. Menurut Helms & Turner (dikutip dalam Khairani, 2013) memandang periode usia 4-6 tahun sebagai fase sense of initiative. Pada periode ini anak harus didorong untuk mengembangkan prakarsa, seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan apa yang dilihat, didengar dan dirasakan.
A.2 Ciri - Ciri Sosialisasi Anak Usia 4- 6 Tahun Menurut Tirtayani, Asril, Wirya (2014), ciri – ciri sosialisai yang melekat pada periode anak usia 4 – 6 tahun adalah sebagai berikut : a. Membuat kontak sosial dengan orang diluar rumahnya. Dikenal dengan istilah “pre gang age”. Dikatakan demikian karena anak pra sekolah berkelompok belum mengikuti arti dari sosialisasi yang sebenarnya. Mereka mulai belajar menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan sosial. b. Hubungan dengan orang dewasa. Melanjutkan hubungan dan selalu ingin dekat dengan orang dewasa baik dengan orang tua maupun guru.
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Mereka selalu berusaha untuk berkomunikasi dan menarik perhatian orang dewasa. c. Hubungan dengan teman sebaya.
A.3 Ciri Perkembangan Anak Usia 4 – 6 Tahun Menurut Hurlock (2013), ciri umun pada masa kanak – kanak awal adalah terjadinya masalah perilalu. Para orang tua pada umumnya menganggap masa ini sebagai usia bermasalah atau usia sulit karena pada masa ini sering terjadi masalah perilaku karena pada masa ini anak sedang mengalami proses perkembangan kepribadian yang unik sehingga anak menuntut kebebasan yang pada umumnya masih kurang berhasil. Pada masa ini anak sering bersifat tidak menurut, bandel, melawan, keras kepala serta marah tanpa alasan. Moeslichatoen R (dalam Khairani, 2013), mengemukakan ciri pertumbuhan kejiwaan anak usia 4 – 6 tahun sebagai berikut : a. Sudah muncul kemampuan melayani kebutuhan fisik secara sederhana b. Menyadari dirinya berbeda dengan anak lain yang mempunyai keinginan dan perasaan tertentu c. Bergantung dan memerlukan perlindungan serta kasih sayag dari orang lain d. Belum dapat membedakan yang nyata dengan khayal
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
e. Mulai mengenal kehidupan sosial dan pola sosial yang berlaku yang manifestasinya nampak: kesenangan untuk berkawan, menyadari hak dan
tanggung
jawab,
kesanggupan
mematuhi
peraturan
dan
bekerjasama dengan orang lain. f. Kemampuan memecahkan persoalan dengan pemikiran berdasarkan hal kongkrit g. Dorongan untuk mengeksploitasi lingkungan fisik dan sosial mulai tumbuh dengan ditandai seringnya bertanya dengan segala sesuatu kepada orang disekitarnya untuk memperoleh informasi atau pengalaman. Rasa ingin tahu dan sikap antusias yang kuat terhadap segala sesuatu merupakan ciri yang menonjol pada anak usia 4-5 tahun. Anak memiliki sikap berpetualang yang kuat. Anak akan banyak memperhatikan, membicarakan, atau bertanya tentang berbagai hal yang sempat dilihat atau didengarnya. h. Kemampuan menyesuaikan reaksi emosi terhadap kejadian yang dialami, sehingga
anak dapat
dilatih untuk menguasai
dan
mengarahkan ekspresi perasaan dalam bentuk yang lebih baik. i. Mempunyai kesanggupan imitasi dan identifikasi kesibukan orang dewasa di sekitar melalui kegiatan bermain.
15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
A.4 Perkembangan Fisik Anak Usia 4 – 6 Tahun Menurut Allen dan Marotz (2010), anak usia 4 tahun memiliki pertumbuhan berat badan sekitar 4 sampai 5 pon (1,8 – 2,3 kg) per tahun, rata – rata berat badannya 32 – 40 pon ( 14,5 – 18,2 kg) serta mengalami pertambahan tinggi badan 2 sampai 2,5 inci (5,0 – 6,4 cm) per tahun; kurang lebih tingginya 40 – 45 inci (101,6 – 114 cm). Kecepatan pernafasan berkisar dari 20 sampai 30, tergantung aktivitas dan keadaan emosi, suhu tubuh berkisar antara 98 F sampai 99,4 derajat F (36,6C – 37,4C). Anak usia 4 tahun biasanya membutuhkan sekitar 1700 kalori sehari. Ketajaman pendengaran bisa diukur dari penggunaan suara dan bahasa yang tepat serta respon yang tepat dari anak terhadap pernyataan atau instruksi. Pada anak usia 5 tahun anak sudah mengalami tanggal pada gigi susunya. Anak memiliki pertambahan berat badan 4 sampai 5 pon (1,8 kg – 2,3 kg) per tahun: berat badan sekitar 38 sampai 45 pon (17,3 – 20,5 kg), dan tinggi yang bertambah 2 sampai 2,5 inci (5,1 – 6,2 cm) per tahun, tinggi rata – rata 42 sampai 46 inci (106,7 – 116,8 cm). Memiliki suhu tubuh stabil pada 36,6C – 37,4C (98 - 98,4F), ukuran kepala dan proporsi tubuh kira – kira hampir sama dengan ukuran orang dewasa. Anak membutuhkan kurang lebih 18000 kalori sehari dan kecepatan pernafasan berkisar 20 sampai 30 serta kecepatan denyut nadi 90 sampai 110 kali per menit (Allen dan Marotz, 2010).
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pada usia 6 tahun volume otak mencapai 90 persen dari volume puncak (Papalia, 2014). Menurut Allen dan Marotz (2010), anak usia 6 tahun memiliki pertumbuhan yang berjalan lambat namun stabil. Anak memiliki tubuh tampak tinggi ramping karena tulang panjang pada tangan dan kaki mulai pada fase tumbuh pesat. Tinggi badan meningkat 2 sampai 3 inci (5 - 7,5 cm ) setiap tahun, pada anak perempuan rata – rata tingginya 46 inci (105 – 115 cm), sedangkan anak laki – laki memiliki tinggi sekitar 44 – 47 inci (110 – 117,5 cm). Berat badan bertambah 5 sampai 7 pon (2,3 – 3,2 kg) per tahun, anak perempuan kurang lebih beratnya 38 sampai 47 pon (19,1 – 23,3 kg) dan anak laki – laki memiliki berat sekitar 42 sampai 49 pon (17,3 – 21,4 kg). Pertambahan berat badan menunjukkan bertambahnya massa otot secara signifikan. Anak membutuhkan kurang lebih 1600 sampai 1700 kalori per hari, kecepatan denyut nadinya (80 denyut per menit) dan kecepatan pernafasan (18 sampai 28 hela nafas per menit) mirip dengan orang dewasa. Wajah anak mulai berkembang seperti orang dewasa, gigi permanen mulai keluar dimulai dengan dua gigi depan atas; anak perempuan cenderung untuk tanggal giginya lebih awal dari anak laki – laki. Anak memiliki perkembangan (bentuk) bola mata yang belum matang sehingga hanya dapat melihat pada jarak yang jauh. Perkembangan fisik diatas tidak semuanya terjadi pada setiap anak, karena perkembangan fisik individu berbeda – beda. Terdapat beberapa anak – anak yang pendek karena berkaitan dengan genetika atau bawaan, kekurangan hormon pertumbuhan, masalah emosional maupun masalah fisik (Santrock, 2012).
17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
A.5 Perkembangan Kognitif Anak Usia 4 – 6 Tahun Anak – anak usia 4 – 6 tahun berkembang menjadi lebih baik dalam memahami identitas; konsep saat individu dan beberapa hal pada dasarnya sama, meskipun mereka berubah bentuknya, ukuran atau penampilan. Pemahaman ini mendasari munculnya konsep diri (Papalia, 2014). Menurut Allen dan Marotz (2010), anak usia 4 tahun sudah mulai menumpuk kubus, paling sedikit lima kubus yang ditumpuk serta ukuran kubus yang bertahap dari yang kecil hingga yang paling besar, mengetahui perbedaan antara dua kata yang memiliki kemiripan dalam pengucapan misalnya daki dan kaki, senang mempermainkan kata dan menciptakan kata yang terdengar lucu, anak sudah mulai mengerti konsep urutan yaitu “paling tinggi”, “terbesar”, “sama” dan “lebih” serta anak sudah dapat memahami urutan kejadian sehari – hari. Anak mengenali dan menunjukkan bagian dari puzzle yang hilang bahkan pada beberapa anak mulai membaca buku sederhana seperti buku huruf dengan beberapa kata per halaman dan banyak gambar. Pada anak usia 5 tahun anak mulai berhitung dengan mengeluarkan suara sampai angka 20 dan lebih, mengenali angka dari 1 sampai 10, memahami huruf, mengerti istilah gelap, terang dan awal, serta mengenali dan bisa menyebutkan satuan uang mulai menghitung dan menabung. Anak mulai mengerti dan menunjukkan konsep berbentuk dan berukuran sama, mengerti konsep terkecil dan terpendek, serta mengerti konsep setengah; bisa menyebutkan bagian yang tersisa bila sebuah benda sudah diiris setengah serta dapat menyebutkan benda 18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dengan urutan letak tertentu. Anak mulai menghubungkan jam dengan jadwal sehari – hari, mengetahui kegunaan kalender. Pada anak usia 5 tahun anak ingin belajar banyak hal baru sehingga ia sering menanyakan pertanyaan tiada henti. Anak usia 6 tahun menunjukkan rentang konsentrasi yang semakin panjang, memahami konsep seperti petunjuk waktu sederhana serta dapat menyebutkan musim, beberapa hari raya dan kegiatan yang berhubungan dengan peristiwa tersebut. Anak mampu mengenali beberapa kata dalam hati, menyebutkan dan mengangkat tangan kanan dan kirinya dengan benar dan cukup konsisten. Menyukai tantangan puzzle, kegiatan menghitung dan mengelompokkan, menelusuri jalan yang benar dengan membuat garis dalam gambar persimpangan jalan yang simpang siur dan permainan mencocokkan huruf dan kata dengan gambar.
A.6 Perkembangan Bahasa Anak Usia 4 – 6 Tahun Menurut Wiyani (2014), karakteristik kemampuan bahasa anak usia 4 tahun yaitu menggunakan 1000 – 2500 kata, mulai bisa bercerita, menyalin huruf – huruf, menulis namanya sendiri, merangkai kata, terjadi perkembangan yang begitu cepat dalam kemampuan bahasa anak. Anak telah dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar. Menguasai 90% dari fonem dan tata bahasa yang digunakannya. Mampu berpartisipasi dalam suatu percakapan.dalam hal ini anak
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sudah dapat mendengar dengan baik saat orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut. Menurut Allen dan Marotz (2010), anak usia 4 tahun mengucapkan kalimat dengan struktur yang lebih kompleks, pengucapannya hampir seluruhnya dapat dipahami, mulai menggunakan kata kerja bentuk lampau dengan tepat, menggunakan kata ganti kepunyaan secara konsisten serta mampu mengucapkan sajak dan menyanyikan lagu sederhana. Pada anak usia 5 tahun telah menguasai 1500 kosa kata atau lebih dan mengucapkan kalimat lima sampai tujuh kata serta sudah dapat menceritakan cerita yang sudah ia kenal ketika melihat gambar. Anak dapat menyebutkan kegunaan sesuatu, mengenali dan menyebutkan empat sampai delapan warna, mengucapkan kalimat – kalimat yang hampir bisa dimengerti secara keseluruhan dan menggunakan kata “bolehkah saya” dengan tepat. Nama kota, tempat tinggal, tanggal ulang tahun dan nama orang tua dapat disebutkan oleh anak berusia 5 tahun. Anak usia 6 tahun biasanya berbicara tanpa henti; bisa digambarkan seperti pengoceh, bercakap – cakap seperti orang dewasa; banyak bertanya. Anak mempelajari lima sampai sepuluh kata baru setiap hari; kosa katanya terdiri dari 10.000 sampai 14.000 kata. Menggunakan bahasa dan bukan tangisan disertai agresi fisik, menggunakan bentuk kata kerja, urutan kata dan struktur kalimat yang tepat. Biasanya anak berbicara sendiri sambil menentukan langkah- langkah yang diperlukan untuk memecahkan masalah sederhana. Senang menceritakan 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
lelucon dan teka – teki, menirukan ucapan popular dan kata – kata kotor; menganggap ucapan – ucapan kotor sangan lucu. Anak usia 6 tahun mampu belajar lebih dari satu bahasa, biasanya dilakukan dengan spontan dan terjadi pada keluarga dwibahasa atau multibahasa.
A.7 Perkembangan Motorik Anak Usia 4 – 6 Tahun Menurut Allen dan Marotz (2010), anak usia 4 tahun sudah dapat berjalan pada garis yang lurus, melompat dengan satu kaki, mengayuh dan mengemudikan sepeda dengan percaya diri. Anak sudah mulai bisa menaiki anak tangga bahkan memanjat seperti memanjat pohon, mainan yang bisa ia panjat. Dengan mudah si anak bergerak mengelilingi rintangan, memulai berlari dan sudah bisa berhenti. Dalam hal melempar anak sudah bisa melempar bola dengan jangkauan dan ketepatan yang baik. Pada anak usia 4 tahun juga sudah bisa memainkan lebih dari sepuluh balok dan membuat menara dari balok tersebut, membuat sesuatu atau benda lain dari lempung : kue, ular, binatang sederhana. Selain itu, anak sudah mulai meniru menggambar beberapa bentuk dan menulis beberapa huruf dengan cara memegang spidol atau krayon menggunakan genggaman kaki tiga. Anak sudah mulai memiliki tujuan tertentu dalam mewarnai dan menggambar serta anak semakin akurat dalam memukul paku dan merangkai manik – manik kayu kecil dalam benang.
21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Anak usia 5 tahun sudah mulai berjalan mundur, naik dan turun tangga, berjungkir balik dan melompat menggunakan satu kaki serta melompat maju sepuluh kali berturut – turut tanpa terjatuh. Anak mampu menangkap bola yang dilempar dengan jarak tiga kaki, berdiri diatas satu kaki dengan baik selama sepuluh detik, menyentuh jari kaki tanpa menekuk lutut. Memiliki pengendalian yang cukup baik pada pensil atau spidol : mulai mewarnai di dalam garis dan menggungting garis walaupun belum sempurna, menggambar atau menulis berbagai bentuk huruf serta mampu mengembangkan dominasi tangan (kanan atau kiri) pada hampir seluruh kegiatan. Dengan cepat dan terampil anak dapat mengendarai sepeda roda tiga atau mainan beroda. Pengendalian keterampilan motorik halus dan kasar semakin baik, semakin tepat dan sesuai tujuan walaupun masih ada beberapa kecerobohan terjadi pada anak usia 6 tahun. Kekuatan otot bertambah; biasanya anak laki – laki lebih kuat dari anak perempuan. Anak pada usia ini menyukai kegiatan fisik yang banyak membutuhkan energi: berlari, melompat, memanjat dan melempar bahkan berusaha untuk terus bergerak meskipun dalam keadaan duduk diam. Memiliki peningkatan dalam ketangkasan dan koordinasi mata dan tangan seiring fungsi motorik yang semakin baik. Hal itu ditunjukkan dengan anak menyukai membuat karya seni, mengecat, membentuk sesuatu dan menggambar dengan menjiplak tangan atau benda lain. Anak dapat menulis angka dan huruf dengan ketepatan dan minat dari yang kecil sampai yang besar serta anak mampu mengikat tali sepatunya sendiri.
22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
A.8 Perkembangan Emosi dan Sosial Anak Usia 4 – 6 Tahun Menurut Tirtayani, Asril, & Wirya, (2014), tugas perkembangan sosial emosi anak yang berusia 4 tahun biasanya sudah mulai menunjukkan kebanggaan terhadap keberhasilan, membuat sesuatu karena imajinasi yang dominan serta dapat memecahkan masalah dengan teman melalui proses penggantian, persuasi dan negosiasi. Pada anak yang menginjak usia 4 tahun 6 bulan diharapkan anak dapat menunjukkan rasa percaya diri dalam mengerjakan tugas, menceritakan kejadian atau pengalaman yang baru berlalu, menyukai teman sebaya dibandingkan orang dewasa, menyatakan alasan untuk perasaan orang lain, menggunakan barang – barang milik orang lain dengan hati – hati dan menghentikan perilaku yang tidak pantas karena satu kali teguran Menurut Allen dan Marotz (2010), pada anak usia 4 tahun memiliki sikap yang terbuka dan ramah bahkan terlalu antusias serta memiliki perubahan suasana hati yang tidak bisa diprediksikan. Memiliki emosi yang kuat dengan teman bayangannya seperti bercakap – cakap. Membesar – besarkan, membual dan “membelokkan” kenyataan dengan cerita karangan atau mengaku berani dan menguji batasan – batasan dengan ucapan yang tidak pantas. Anak sudah mulai bekerjasama dengan orang lain, berpartisipasi dalam kelompok. Sering memaksa untuk mencoba melakukan sesuatu sendiri namun bisa menjadi frustasi dan menangis berteriak – teriak jika timbul masalah dan merasa bangga apabila dapat menyelesaikan sesuatu. Anak sering mengandalkan ucapan lisan daripada agresi fisik seperti memanggil nama dan celaan untuk menyingkirkan anak lain. Ikut
23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
berpartisipasi dalam bermain peran menjadi dokter, suster, guru atau profesi lain serta anak mulai membangun hubungan dekat dengan teman bermain dan mulai mempunyai sahabat. Ketika menginjak usia 4 hingga 5 tahun, anak – anak mulai memperlihatkan peningkatan kemampuan mereka untuk merefleksikan emosi. Mereka mulai memahami bahwa kejadian yang sama dapat membangkitkan perasaan – perasaan yang berbeda pada orang yang berbeda. Mereka memperlihatkan adanya peningkatan kesadaran sehingga mereka perlu mengelola emosi – emosi mereka agar mereka dapat memenuhi standar sosial (Santrock, 2012). Pada anak yang menginjak usia 4 tahun 6 bulan diharapkan anak dapat menunjukkan rasa percaya diri dalam mengerjakan tugas, menceritakan kejadian atau pengalaman yang baru berlalu, menyukai teman sebaya dibandingkan orang dewasa, menyatakan alasan untuk perasaan orang lain, menggunakan barang – barang milik orang lain dengan hati – hati dan menghentikan perilaku yang tidak pantas karena satu kali teguran (Tirtayani, Asril, & Wirya, 2014). Menurut Cole dkk. (dikutip dalam Santrock, 2012) pada usia 5 tahun, sebagian besar anak – anak dapat menghadapi lingkungan serta menjelaskan strategi yang mereka lakukan dalam mengatasi tekanan sehari – hari. Anak usia 5 tahun menyukai permainan ia mulai ikut dalam permainan kelompok dan melakukan kegiatan bersama – sama dengan anak lain. Hal ini ditunjukkan dengan berbagi mainan, bergiliran dan bermain dengan kooperatif. Anak sering mempunyai satu atau dua teman bermain yang spesial dan menyukai persahabatan, penuh kasih sayang dan perhatian terutama pada anak yang lebih
24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kecil atau cidera dan pada binatang yang terluka, senang menceritakan lelucon atau menghibur dengan tujuan membuat orang lain tertawa. Anak tetap memerlukan rasa aman dan penentraman hati dari orang dewasa meskipun anak menjadi tidak terbuka dalam mencari dan menerima rasa aman. Anak memiliki pengendalian diri yang lebih baik namun suka menyombongkan sesuatu (Allen dan Marotz (2010). Anak berusia 5 tahun 6 bulan diharapkan dapat mencari kemandirian lebih banyak, sering kali puas menikmati berhubungan dengan anak lain meski pada saat krisis muncul, menyatakan pernyataan – pertnyataan positif mengenai keunikan dan keterampilan, dan berteman secara mandiri (Tirtayani, Asril, & Wirya, 2014). Perubahan suasana hati yang tiba – tiba terjadi pada anak usia 6 tahun. Anak secara tiba – tiba bisa menjadi “teman baik” dalam satu menit kemudian menjadi “musuh terburuk” pada menit berikutnya. Membutuhkan dan mencari persetujuan, penentraman hati dan pujian orang dewasa, masih berpusat pada kepentingan sendiri (egois) namun menjadi lebih tidak bergantung pada orang tuanya karena lingkaran pertemanannya semakin luas. Anak menjadi antusias dan ingin tahu tentang sekitarnya dan kejadian sehari – hari.
25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
B. Well Being
B.1 Pengertian Well Being Sebuah kamus menyatakan well being adalah keadaan yang diinginkan menjadi bahagia, sehat, atau sejahtera; yaitu, kesejahteraan mengacu baik perasaan subjektif dan pengalaman serta kondisi hidup. Well being juga terkait dengan pemenuhan keinginan, untuk keseimbangan kesenangan dan rasa sakit, dan kesempatan untuk pengembangan dan pemenuhan diri. Konsep ini mengacu pada kualitas hidup dan banyak kemungkinan dimensi kehidupan yang baik atau buruk (Arieh dkk., 2014).
B.2 Well Being Anak Well being anak erat kaitannya dengan pembelajaran dan pengembangan merupakan hal yang tidak terbantahkan, terdapat beberapa pertentangan mengenai perspektif “kesejahteraan” yang sebenarnya. Kesejahteraan anak tidak hanya dalam pendidikan, tetapi juga dalam hal ekonomi dan kemajuan sosial, serta kesehatan mental. Anak yang baik selalu dipandang sebagai pusat pembelajaran awal, kualitas program kebijakan publik dan hak anak untuk kualitas yang baik dari hidup. Pentingnya kesejahteraan adalah tak terbantahkan, tetapi yang bermasalah adalah perbedaan definisi. (Scoot, Chruch & Tayler, 2012).
26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menurut OECD dan UNICEF, well being pada anak dapat terjuwud oleh seperangkat institusi, layanan, dan produk yang disediakan oleh negara, oleh masyarakat setempat, oleh pasar, dan dengan keluarga. Kesejahteraan sebagai kesejahteraan secara tradisional diukur dengan kondisi material, perumahan, keamanan, dan kesejahteraan (Arieh dkk., 2014). Menurut Axford (2008), kesejahteraan pada anak dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu kebutuhan, keadilan, kemiskinan, kualitas hidup dan pengucilan sosial. Indikator objektif tentang well being secara umum mengacu pada kondisi material dan keamanan finansial. Indikator subjektif mengenai well being sering dipahami setara dengan kebahagiaan dan kepuasan. Kesejahteraan kesehatan mengacu baik kesehatan di masa sekarang dan untuk pengaruh gaya hidup masa kecil pada kesehatan masa depan. Kesejahteraan sebagai partisipasi dan pengembangan terutama ditunjukkan melalui struktur kesempatan, sementara kesejahteraan kepuasan dan kebahagiaan pada umumnya ditunjukkan oleh survei pada pengalaman subjektif (Arieh dkk., 2014). Untuk memahami well being pada anak, hal yang perlu dilakukan adalah mencoba untuk memahami kesejahteraan subjektif berdasarkan pandangan mereka. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mendekati anak sebagai aktor sosial yang didorong oleh pengalaman dan pendapat mereka (Fattore dkk., 2006).
27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Well being bukanlah istilah yang biasa dikenal orang dan responden biasanya berjuang
untuk
menggunakannya
dalam
konteks
kepedulian.
Mereka
memperkirakan bahwa well being mungkin memiliki hubungan dengan kesehatan, atau dasar – dasar ketentuan untuk anak – anak seperti makanan, pakaian, rumah, air dan sebagainya (Department of children, school and families, 2008). Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan adalah suatu komponen yang terdiri dari utuhnya keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial serta terbebas dari penyakit atau kelemahan. Pada anak-anak well being didasarkan pada perspektif fungsional yang di mana tingkat kondisi kesehatan mereka memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, bagaimana kebutuhan mereka terpenuhi dan bagaimana mereka dapat mengembangkan kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa di lingkungan (dikutp dalam Renblad & Brodin, 2014).
B.3 Dimensi Well Being Anak Children well being adalah pemahaman mengenai persepsi, evaluasi dan cita – cita seorang anak mengenai kehidupannya (UNICEF, 2012). UNICEF membuat kuesioner berdasarkan teori subjective well being dari Diener. Berdasarkan hasil pengujian kuesioner didapatkan delapan domain yang akan diukur pada anak :
28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
a. Keadaan rumah (House), yaitu kepuasan anak terhadap rumah tempat tingal, anak merasa aman ketika berada di dalam rumah, bagaimana orang tua memperlakukan anak, melakukan hal – hal yang menyenangkan bersama – sama, belajar bersama – sama, dan perasaan anak yang berhubungan dengan orang – orang yang tinggal bersama. b. Benda – benda yang dimiliki (Material Belongings), yaitu kepuasan anak terhadap barang – barang yang dimiliki oleh anak seperti pakaian, seragam sekolah, uang jajan, televisi, komputer, dan tempat pribadi seperti kamar tidur. c. Hubungan interpersonal (Interpersonal Relationship), yaitu kepuasan anak terhadap teman – temannya, seberapa banyak anak memiliki teman, orang – orang yang tinggal di sekitar rumah, orang – orang lain secara umum dan melakukan hal– hal yang menyenangkan bersama – sama. d. Area tempat tinggal (Area you live in), yaitu kepuasan terhadap rasa aman yang dirasakan anak ketika anak berada di lingkungan tempat tinggalnya dan fasilitas yang dapat digunakan oleh anak. e. Kesehatan (Health), yaitu kepuasan anak terhadap kondisi kesehatan dan keadaan tubuh anak. f. Pengorganisasian waktu (Time Organization), yaitu kepuasan anak dalam menghabiskan dan memanfaatkan waktu dengan kegiatan di luar jam sekolah
29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
g. Sekolah (School), yaitu kepuasan anak terhadap guru dan temantemanya di sekolah h. Kepuasan terhadap pribadi sendiri (Personal Satisfaction), yaitu kepuasan anak terhadap kebebasan yang dimiliki serta persiapan dalam menghadapi masa depan
C. Hubungan Keluarga
C.1 Relasi dalam Keluarga Menurut Lestari (2012), pada umunya keluarga dimulai dengan adanya suatu perkawinan antara laki – laki dan perempuan. Pada tahapan ini relasi yang terjadi adalah relasi pasangan suami istri. Ketika anak pertama lahir, munculah bentuk relasi yang baru yaitu relasi antara orang tua dan anak. Relasi yang lain terbentuk ketika anak yang berikutnya lahir, relasi tersebut adalah relasi sibling (saudara sekandung). Ketiga macam relasi tersebut merupakan relasi yang pokok dalam suatu keluarga inti. Bentuk – bentuk relasi yang terjadi akan lebih banyak lagi terjadi pada keluarga yang lebih luas anggotanya atau keluarga batih, misalnya kakek-nenek, nenek-cucu, mertua-menantu, saudara ipar, dan paman atau bibi – keponakan. Relasi yang terjadi di dalam setiap keluarga memiliki karakteristik yang berbeda – beda
30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
C.2 Relasi Orang Tua dan Anak Salah satu tahapan yang dijalani oleh pasangan yang memiliki anak adalah menjadi orang tua. Masalah akan timbul bagi relasi pasangan ketika masa transisi menjadi orang tua pada saat kelahiran anak pertama dan juga pada dipersepsi akan menurunkan kualitas perkawinan. Menurut Thompson, hubungan menjadi katalis bagi perkembangan dan merupakan jalur bagi peningkatan pengetahuan dan informasi, penguasaan keterampilan dan kompetensi, dukungan informasi, dukungan emosi dan berbagai pengaruh lain semenjak dini. Dalam tinjauan psikologi perkembangan, pandangan tentang relasi orang tua- anak pada umumnya merujuk pada teori kelekatan (attachment theory) yang pertama kali dicetuskan oleh John Bowlby (dikutip dalam Lestari, 2012). Menurut Chen (dikutip dalam Lestari, 2012), kualitas hubungan orang tua – anak merefleksikan tigkatan dalam hal kehangatan (warmth), rasa aman (security), kepercayaan (trust), afeksi positif (positive ffect), dan ketanggapan (responssiveneses) dalam hubungan mereka. Kehangatan menjadi komponen mendasar dalam hubungan orang tua- anak yang dapat membuat anak merasa dicintai dan mengembangkan rasa percaya diri. Mereka memiliki rasa percaya dan menikmati kebersamaan mereka bersama orang tua. Kehangatan memberi konteks dalam afeksi positif yang akan meningkatkan mood untuk peduli dan tanggap terhadap satu sama lain. Menurut Hindle (dikutip dalam Lestari, 2012) , relasi orang tua – anak mengandung beberapa prinsip pokok : 31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
a. Interaksi. Orang tua dan anak berinteraksi dalam suatu waktu yang menciptakan suatu hubungan. Berbagai interaksi tersebut membentuk kenangan pada interaksi dimasa lalu dan antisipasi terhadap interaksi di kemudian hari. b. Kontribusi mutual. Orang tua dan anak memiliki sumbangan dan peran dalam interaksi, demikian juga terhadap relasi keduanya. c. Keunikan. Setiap relasi orang tua- anak bersifat unik yang melibatkan dua pihak dan karenanya tidak dapat diturunkan dengan orang tua atau dengan anak yang lain. d. Pengharapan masa lalu. Anak dan orang tua telah memiliki pengharapan
terhadap
interaksi
antar
keduanya.
Berdasarkan
pengalaman dan pengamatan, orang tua akan memahami bagaimana anaknya akan bertindak berbagai situasi. Demikian pula sebaliknya. e. Antisipasi masa depan. Relasi orang tua – anak bersifat kekal, masing – masing membangun pengharapan yang dikembangkan dalam hubungan mereka.
C.3 Perlakuan Orang Tua terhadap Anak Menurut Soetjiningsih (2012), anak harus diperlakukan sesuai dengan usia dan taraf perkembangan mereka. Misalnya, perlakuan pada anak yang berusia dua tahun tidaklah sama dengan perlakuannya pada anak yang berusia lima tahun.
32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Secara umum, perlakuan orang tua pada masa kanak – kanak awal adalah sebagai berikut : a. Tahun pertama, orang tua mulai memfokuskan interaksi dengan anak dimulai dari pengasuhan rutin, seperti memberi makan, mengganti popok, memandikan dan menidurkan, serta kea rah kegiatan yang bukna merupakan pengasuhan seperti bermain, serta pertukaran tatapan dan suara. b. Tahun kedua dan ketiga, orang tua sudah mempersoalkan mengenai disiplin pada anak, menjauhkan anak dari kegiatan yang bersifat membahayakan dan terkadang memberikan hukuman fisik seperti memukul pantat. c. Setelah itu, orang tua memberikan penalaran, nasihat – nasihat moral dan memberi atau tidak memberi hak – hak khusus. Masa anak ketika memasuki masa sekolah biasanya orang tua memberikan sentuhan fisik.
33
http://digilib.mercubuana.ac.id/