BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada bagian kajian teori akan disajikan kajian teori dari variabel X1 yaitu penggunaan model Problem Based Learning berbantuan media video dan variabel X2 yaitu model Problem Based Learning berbantuan media gambar sedangkan variabel Y yaitu hasil belajar IPA. Kajian teori akan dijabarkan pada sub bab yang terdapat pada bab II. 2.1.1 Model Pembelajaran Problem Based Learning Dalam penelitian ini variabel X1 yang digunakan adalah model pembelajaran Problem Based Learning. Model pembelajaran Problem Based Learning akan dikaji pada sub bab berikut. 2.1.1.1 Pengertian Model Problem Based Learning Menurut
Joyce
dan
Weil
dalam
Rusman
(2011:133)
“model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas”. Model pembelajaran mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Arends
dalam
Trianto
(2011:22)
menyatakan
“istilah
model
pembalajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya”. Menurut Trianto (2011:23) “model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur”. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut antara lain: “1) Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. 2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai). 3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan. 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai”.
7
8
Dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning sebagai model pembelajaran, harapannya model Problem Based Learning dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model Problem Based Learning yang disingkat PBL, PBL merupakan
model
pembelajaran
saat
masalah
mengendalikan
proses
pembelajaran. PBL pun tergolong model belajar yang sangat populer dalam dunia kedokteran sejak tahun 1970-an dan mulai diperkenalkan di Universitas Mc Master Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai satu upaya menemukan solusi dalam diagnosis dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi yang ada Menurut Arends dalam Suprihatingrum (2013:66) “model PBL adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri”. Suprihatinigrum (2013:65-66) memberi pengertian “PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajat tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran”. Menurut David Bound dan Grahame I. Feletti dalam Putra (2013:64) bahwa “PBL merupakan gambaran dari ilmu pengetahuan, pemahaman dan pembelajaran yang sangat berbeda dengan pembelajaran subject based learning”. Sedangkan menurut Tan dalam Rusman (2011:229) berpendapat bahwa: PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran karena di dalam PBL kemampuan siswa betul-betul dioptimalisaikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
9
Ibrahim
dan
Nur
dalam
Trianto
(2011:241)
mengemukakan
“Pembelajaran Berbasis Masalah atau istilah asingnya Problem Based Learning merupakan salah model pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar dan bagaimana belajar”. Sanjaya (2011:92) berpendapat “PBL merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tinggi”. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks. Dalam model pembelajaran ini guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan, guru memberi contoh mengenai pengunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa. Dari beberapa pendapat mengenai definisi Problem Based Learning menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning menekankan pada keaktifan siswa dalam memecahkan suatu masalaha yang bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari oleh siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis sekaligus pemecahan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting. 2.1.1.2 Ciri –Ciri dan Karakteristik Model Problem Based Learning Proses belajar mengajar dengan model Problem Based Learning menurut Arends dalam Trianto (2011:349) memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. b) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu. Masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam
10
pemecahannya, siswa meninjau masalah dari banyak mata pelajaran. c) Penyeledikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. d) Menghasilkan produk dan memamerkannya. PBL menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentu karya nyata atau artefak (poster, puisi, laporan, gambar dan lainlain) guna menjelaskan tau mewakili peyelesaian masalah yang ditemukan, kemudian memamerkan produk tersebut. e) Kolaborasi PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama secara berpasangan maupun kelompok kecil guna memberikan motivasi sekaligus mengembangkan keterampilan berpikir melalui tukar pendapat serta berbagai penemuan. Ciri-ciri Problem Based Learning menurut juga dikemukakan oleh Ibrahim dan Nur dalam Putra (2013:73) sebagai berikut: “1) pengajuan pertanyaan atau masalah. 2) berfokus pada keterkaitan antardisiplin ilmu. 3) penyelidikan autentik. 4) menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. 5) kerjasama”. Rizema Putra (2013:72) menjelaskan bahwa model Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Belajar dimulai dari masalah. Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa. 2. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu. 3. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar. 4. Menggunakan kelompok kecil. 5. Menuntut siswa untuk mendemostrasikan telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja. Selain itu Rizema Putra (2013:75) juga mengemukakan secara umum tujuan
pembelajaran
dengan
model
PBL
adalah
“membantu
siswa
mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah serta kemampuan intelektual dan siswa dapat belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi”. Trianto (2011:94-95) mengatakan bahwa “ciri-ciri utama model Problem Based Learning adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah,
11
memusatkan keterkaitan antardisiplin”. Penyelidikan autentik, kerja sama dan menghasilkan karya dan peragaan. Problem based learning tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Berdasarkan karakter tersebut Problem Based Learning tujuan membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, belajar peranan orang dewasa secara yang autentik dan menjadi pembelajar yang mandiri. Menurut Rusman (2011:232) Karakteristik model Pembelajaran Berbasis Masalah atau yang sering disebut PBL sebagai berikut: 1. Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran. 2. Permasalahan diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur. 3. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. 4. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL. 5. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar dan PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Berdasarkan uraian tersebut, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh guru maupun siswa, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang sesuatu yang telah diketahuinya sekaligus yang perlu diketahuinya untuk memecahkan masalah itu. Siswa juga dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan, sehingga siswa terdorong untuk berperan aktif dalam belajar. 2.1.1.3 Kelebihan dan kekurangan Model Problem Based Learning Dalam sebuah model pembelajaran tentu memiliki keunggulan dan kelemahan, demikian juga dengan model Problem Based Learning. Menurut Rizema Putra (2013:82-83) Model pembelajaran PBL ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya ialah sebagai berikut : a. siswa lebih memahami konsep yang diajarkan melibatkan siswa
secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi; b. pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga
12
pembelajaran lebih bermakna; c. siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata; d. menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan; e. PBL diyakini dapat menumbuhkan kemapuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa. Menurut Trianto (2011:96-97) kelebihan Problem Based Learning sebagai model pembelajaran adalah: “(1) nyata dengan kehidupan siswa; (2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa; (3) memupuk sifat kreativitas siswa; (4) meningkatkan pemahaman siswa; (5) memupuk kemampuan siswa dalam pemecahan masalah”. Selain beberapa kelebihan menurut Rizema Putra (2013:84) model Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain: “1) bagi siswa yang malas, tujuan dari model tersebut tidak dapat dicapai; 2) membutuhkan banyak waktu dan dana; 3) tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan model pembelajaran PBL”. Kekurangan model Problem Based Learning juga dikemukakan oleh Trianto (2011:98-99) antara lain: “1) persiapan pembelajaran seperti alat, masalah, konsep yang kompleks; 2) sulitnya mencari problem yang relevan; 3) sering terjadi pemahaman konsep; dan 4) konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita dalam proses pembelajaran”. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya model PBL, maka perlu dilakukan proses evaluasi/penilaian yang meliputi: a) pengetahuan yang diperoleh siswa (siswa diharapkan mendapatkan pengetahuan lebih setelah melalui proses belajar). b) proses belajar yang dilakukan oleh siswa (siswa diharapkan menggunakan pendekatan belajar yaitu melakukan proses belajar yang aktif, mandiri dan bertanggung jawab). Guru bisa memberikan umpan balik atau menggunakan prosedur penilaian formatif dan sumatif sesuai dengan aturan
13
penilaiaan sekolah. Hal ini juga membantu dalam mempertimbangkan penilaian kelompok secara keseluruhan. Dari uraian mengenai kelebihan dan kelemahan model Problem Based Learning, kelebihan yang paling utama adalah melibatakan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi. Sedangkan kelemahan yang paling utama pada model Problem Based learning adalah sulitnya mencari problem yang sesuai dengan materi pembelajaran dan memerlukan waktu yang panjang. 2.1.1.4 Sintak Model Problem Based Learning Sintak suatu suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada dasarnya model Problem Based Learning memiliki langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011:97) ada beberapa sintak pada pembelajaran PBL. Sintaks tersebut meliputi: “1) Tahap pertama orientasi siswa pada masalah; 2) Tahap kedua mengorganisasi siswa untuk belajar; 3) Tahap ketiga membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; 4) Tahap keempat mengembangkan dan menyajikan hasil karya: 5) Tahap kelima menganilisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah”. Hampir sama menurut Fogarty dalam Rusman (2011:243) langkahlangkah yang akan dilalui siswa dalam proses Problem Based Learning adalah: “(1) menemukan masalah; (2) mendefinisikan masalah; (3) mengumpulkan fakta; (4) pembuatan hipotesis; (5) penelitian; (6) merumuskan masalah; (7) meyusun alternatif; dan (8) mengusulkan solusi”. Sedangkan menurut Ahmad (2013:79-81) ada beberapa langkah-langkah utama model PBL yang meliputi: “a) mengorientasi siswa pada masalah; b) mengorganisasikan siswa agar belajar; c) memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok; d) mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; serta e) menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah”.
14
Agar proses pembelajaran Problem Based Learning dapat berjalan dengan baik dan berpusat pada siswa maka sebaiknya pembelajaran diawali dengan masalah-masalah yang dikaitkan dengan kehidupan nyata dan pengalaman belajar siswa kemudian siswa menyelediki masalah tersebut secara mandiri atau kelompok dan siswa menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah. 2.1.2 Media Pembelajaran 2.1.2.1 Pengertian Media Pembelajaran Pengertian media dikemukakan oleh Anitah (2013:243) “kata media berasal dari bahasa latin, yaitu medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar”. Selain itu, “kata media juga berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium, dan secara harfiah berarti perantara atau pengantar, yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan”. Sedangkan menurut Webster Dictionary dalam Anitah (2013:7) “Media atau medium adalah segala sesuatu yang terletak di tengah dalam bentuk jenjang atau alat apa saja yang digunakan sebagai perantara atau penghubung dua pihak atau hal”. Oleh karena itu, media pembelajaran dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (2013:7) mendefinisikan “media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi”. Smaldino (2013:6) mengatakan bahwa “media adalah suatu alat komunikasi dan sumber informasi, berasal dari bahasa latin yang berarti “antara” menunjuk pada segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan penerima pesan”. Menurut Gagne dalam Sanaky (2009:3) media adalah bebagai jenis komponen atau sumber belajar dalam lingkungan pembelajar yang dapat merangsang pembelajar untuk belajar. Sedangkan Briggs & Schramm dalam Sanaky (2009:3-4) mengatakan “media adalah segala wahana atau alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang pembelajar untuk belajar dan media berperan sebagai teknologi pembawa informasi atau pesan instruksional”.
15
Suprihatiningrum (2013:319-320) mengemukakan dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, media diartikan “sebagai alat dan bahan yang membawa informasi atau bahan pelajaran yang bertujuan mempermudah mencapai tujuan pembelajaran”. Pengertian media juga dikemukakan oleh Munadi (2013:5) “media menjadi sumber-sumber belajar, tidak hanya guru yang disebut sebagai penyalur atau penghubung pesan, dapat juga sumber belajar diciptakan secara terencana oleh para guru atau pendidik sehingga tercipta istilah “media pembelajaran”. Pengertian media pembelajaran juga disampaikan oleh Miarso dalam Sanaky (2009:4) yang menyatakan bahwa “media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemajuan pembelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri pembelajarnya, maka secara umum media adalah “alat bantu” yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran”. Dengan kata lain, Hamdani (2013:243) “media pembelajaran adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi intruksional di lingkungan siswa, yang dapat merangsang siswa untuk belajar”. Adapun media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau maksud-maksud pengajaran. Dari beberapa pendapat tentang pengertian media dan media dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. 2.1.2.2 Jenis dan Karakteristik Media Media pembelajaran dapat dikatakan sebagai alat yang bisa merangsang siswa untuk terjadinya proses belajar. Sanjaya (2011:204) menyatakan bahwa “media pembelajaran meliputi perangkat keras yang dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan”. Media tidak hanya berupa TV, radio, komputer tetapi juga meliputi manusia sebagai sumber belajar atau kegiatan, seperti diskusi, seminar simulasi dan sebagainya.
16
Setiap media memiliki jenis dan karakteristik tertentu, Menurut Hamdani (2011:248) “media pembelajaran dikelompokkan menjadi tiga yaitu: media visual, media audio dan media audiovisual”. Selain itu, Anitah (2013:7-51) menjelaskan jenis-jenis media antara lain: 1. media visual seperti gambar mati atau gambar diam, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta dalam, realia dan model; 2. media visual yang diproyeksikan seperti overhead projector (OHP), slide (film berangkai), filmstrip (film rangkai); 3. media audio seperti tape recorder, kaset audio, radio, CD, MP3; 4. media audiovisual seperti slide suara, televisi. Suprihatingrum (2013:323) mengemukakan “bahwa jenis-jenis media pembelajaran terdiri dari: media grafis (simbol-simbol komunikasi visual meliputi: gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, papan flanel, papan buletin), media audio (dikaitakan dengan indera pendengaran meliputi: radio, (alat perekam pita magnetik), multimedia (dibantu proyektor LCD misalnya file program komputer multimedia)”. Sedangkan menurut Sanaky (2009:42) pembagian jenis dan karakteristik media pembelajaran sebagai berikut: a) media pembelajaran, dilihat dari sisi aspek bentuk fisik, dengan membagi jenis dan karakteristiknya meliputi: media elektronik seperti televisi, film, radio, slide, video, VCD, DVD, LCD, komputer, internet dan lain-lain, b) ada yang melihat dari aspek panca indra dengan membagi menjadi tiga yaitu: media audio (dengar), media visual (melihat), media audio-visual (dengarmelihat), c) ada yang melihat dari aspek alat dan bahanyang digunakan yaitu: alat pernagkat keras (hardware) sebagai sarana yang menanpilkan pesan dan perangkat lunak (software) sebagai pesan atau informasi. Dari contoh pengelompokan yang diadakan oleh para ahli, dapat terlihat pengelompokan media dari sisi aspek fisik, panca indera dan aspek alat lingkup. Karakteristik media juga dapat dilihat menurut kemampuan menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu serta menambah motivasi belajar siswa. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai karakteristik media pembelajaran sangat penting artinya untuk pengelompokan dan pemilihan media sebagai sumber belajar. Pemilihan media disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan
17
dan karakteristik pebelajar, akan sangat meninjang efisiensi serta efektivitas proses dan hasil pembelajaran. 2.1.2.3 Ciri-Ciri Media Pembelajaran Suprihatiningrum (2013: 320) mengemukakan media pembelajaran mempunyai tiga ciri, sebagai berikut: a. ciri fiksatif, berarti media harus memliki kemampuan untuk merekam, meyimpan dan merekonstruksi objek atau kejadian. Misalnya, video, tape, foto, audio, tape, foto,audio tape. b. ciri manipulatif, berarti media harus memiliki kemampuan dalam memanipulasi objek atau kejadian. c. ciri distributif, berarti media harus memiliki kemampuan untuk diproduksi dalam jumlah besar dan disebarluaskan. Berdasarkan ciri media yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa media memiliki ciri-ciri sebagai berikut: media memiliki kemampuan untuk merekam, meyimpan dan merekonstruksi objek atau kejadian, media memiliki fungsi memanipulasi keadaan, peristiwa atau objek tertentu dan media harus memiliki kemampuan untuk diproduksi dalam jumlah besar dan disebarluaskan 2.1.2.4 Fungsi dan Manfaat media pembelajaran Proses belajar mengajar hakikatnya adalah proses komunikasi, dimana guru berperan sebagai pengantar pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Pesan yang dikirimkan oleh guru berupa isi/materi pelajaran. Proses penerimaan pesan ini dapat memanfaatkan media pembelajaran sebagai alat komunikasi dalam pembelajaran. Supaya dapat memanfaatkan media pembelajaran dengan baik sebaiknya guru mengetahui fungsi dan manfaat media pembelajaran. Menurut Muhadi (2013:36-57) menjelaskan bahwa fungsi media pembelajaran yaitu: a. fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar, yakni sebagai penyalur, penyampai, penghubung dan lain-lain, fungsi sematik, media pembelajaran dapat menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak didik, b. fungsi manipulatif, media pembelajaran memiliki dua kemampuan yaitu: mengatasi batas-batas ruang, waktu dan mengatasi keterbatasan inderawi manusia, c. fungsi
18
psikologis, media dapat menggugah perasaan, emosi dan tingkat penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu, d. fungsi kognitif, siswa yang belajar melalui media pembelajaran akan memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili objek-objek yang dihadapi, baik objek itu berupa orang, benda atau peristiwa, e. fungsi imajinatif, media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengembangkan imajinatif siswa, f. fungsi motivasi, g. fungsi sosio-kultural yakni mengatasi hambatan sosial-kultural antar peserta komunikasi pembelajaran. h. fungsi evaluasi, mempu menilai kemampuan siswa dalam merespons pembelajaran. Sedangkan menurut Sanaky (2009:6) Media pembelajaran berfungsi untuk merangsang pembelajaran dengan: 1) menghadirkan obyek sebenarnya dan obyek yang langka, 2) membuat duplikasi dari obyek sebenarnya, 3) membuat konsep abstrak ke konsep abstrak menjadi konsep yang konkrit, 4) memberi kesamaan persepsi, 5) mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah dan jarak, 6) menyajikan ulang informasi secara konsisten, dan 7) memberi suasana belajar yang tidak tertekan, santai dan menarik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran. Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Livie dan Lentz dalam Sanaky ( 2009:6-7) bahwa media pembelajaran memiliki berbagai fungsi antara lain: 1. fungsi atensi berarti media visual merupakan inti, menarik dan mengarahkan perhatian pembelajar untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. 2. fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan pembelajar ketika belajar membaca teks bergambar. 3. fungsi kognitif bermakna medi visual mengungkapkan bahwa lambang visual memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mendengar informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar 4. fungsi kompensatoris media visual memberikan konteks untuk memahami teks membantu pembelajar yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatkannya kembali.
19
Selain fungsi media menurut para ahli, media juga memiliki manfaat dalam proses pembelajaran. Menurut Sanaky (2009:4) adapun manfaat media pembelajaran yaitu: : a) b)
c)
d)
pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, pemilihan bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami pembelajar, serta memungkinkan pembelajar menguasai tujuan pengajaran dengan baik, metode atau model pembelajaran bervariasi, tidak sematamata hanya berkomunikasi verbal melalui penuturan katakata lisan pengajar, pembelajar tidak bosan, dan pengajar tidak kehabisan tenaga, pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan penjelasan dari pengajar saja, tetapi juga aktivitas lain yang dilakukan seperti: mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
Dari pendapat beberapa ahli diatas tentang fungsi media, Dapat disimpulkan beberapa fungsi dari media pembelajaran adalah: sebagai sumber belajar, penyalur, penyampai dan penghubung dalam proses pembelajaran, menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak didik, memiliki kemampuan menghadirkan objek atau peristiwa, menghadirkan kembali objek atau peristiwa yang telah terjadi dan mengatasi keterbatasan inderawi manusia, meningkatkan perhatian siswa terhadap materi pembelajaran, membangkitkan minat dan belajar siswa, mampu menilai kemampuan siswa dalam merespons pembelajaran. 2.1.2.5 Media Video Video merupakan suatu medium yang sangat efektif untuk membantu proses pembelajaran, baik untuk pembelajaran masal, individual, maupun berkelompok. Video juga merupakan bahan ajar noncetak yang kaya informasi dan tuntas karena dapat sampai ke hadapan siswa secara langsung. Disamping itu, video menambah suatu dimensi baru tehadap pembelajaran. Hal ini karena katakteristik teknologi video yang dapat menyajikan gambar bergerak dan suara pada siswa. Dengan demikian, siswa merasa seperti berada disuatu tempat yang
20
sama dengan program yang ditayangkan video. Video merupakan salah satu media audiovisual. Menurut Munadi (2013:56) menjelaskan “bahwa media audiovisual adalah media yang melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses”. Sifat pesan yang dapat disalurkan melalui media dapat berupa pesan verbal dan non verbal yang terdengar layaknya media audio. Pesan visual yang terdengar dan terlihat itu dapat disajikan melalui program audio visual seperti film dokumenter, film docudokumenter, film drama dan lain-lain. Semua program tersebut dapat disalurkan melalui peralatan yang seperti film, video, dan televisi yang dapat disambungkan pada alat proyeksi (projectable aids). Anitah (2012:51) memberikan pengertian tentang media audiovisual adalah “media yang menunjukkan unsur auditif (pendengaran) maupun visual (penglihatan), jadi dapat dipandang maupun didengar suaranya”. Daryanto (2012:87)
mengemukakan
“media
video
adalah
segala
sesuatu
yang
memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak”. Program video dapat dimanfaatkan dalam program pembelajaran karena dapat memberikan pengalaman yang tidak terduga kepada siswa. Selain itu, program video dapat dikombinasikan dengan animasi dan pengaturan kecepatan untuk mendemonstrasikan perubahan dari waktu ke waktu. Kemampuan video dalam memvisualisasikan materi terutama efektif untuk membantu guru menyampikan materi yang bersifat dinamis. Jenis video ini bermacam-macam mulai dari kaset, CD (compact disc) dan DVD (Digital Versatile Disc). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006), “video diartikan sebagai rekaman gambar hidup atau program televisi lewat tayangan pesawat televisi atau dengan kata lain video merupakan tayangan gambar bergerak yang disertai dengan suara”. Sedangkan menurut Sadiman dkk (2008:74) “video adalah media audio-visual yang menampilkan gerak, media yang menyajikan pesan yang berisi fakta (kejadian/peristiwa penting, berita) maupun fiktif (seperti misalnya cerita), bisa bersifat informatif edukatif maupun instruksional”.
21
Prastowo (2013:301) menjelaskan “bahwa video termasuk dalam kategori bahan ajar audiovisual”. Bahan ajar audiovisual merupakan bahan ajar yang mengombinasikan dua materi, yaitu materi visual dan materi auditif. Materi auditif ditujukan untuk merangsang indera pendengaran, sedangkan materi visual untuk merangsang indra penglihatan. Dengan kombinasi dua materi ini, pendidik dapat menciptakan proses pembeljaran yang lebih berkualitas, karena komunikasi berlangsung secara lebih efektif. Menurut Muhadi (2013:127) Karakteristik yang dimiliki video antara lain: 1) mengatasi keterbatasan jarak dan waktu, 2) video dapat diulangi bila perlu untuk menambah kejelasan, 3) pesan yang disampaikan cepat dan mudah diingat, 4) mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa, 5) mengembangkan imajinasi peserta didik, 6) memperjelas hal-hal yang abstrak dan memberikan gambaran yang lebih realistik, 7) menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa 8) dengan video penampilan siswa dapat segera dilihat kembali untuk dievaluasi. Prastowo (2013:302) mengemukakan sejumlah manfaat lain yang bisa kita peroleh dari pemanfaatan program video dalam kegiatan pembelajaran, diantaranya sebagai berikut: (1) memberikan pengalaman yang tak terduga kepada peserta didik; (2) memperlihatkan secara nyata sesuatu yang pada awalnya tidak mungkin bisa dilihat; (3) jika dikombinasikan dengan animasi dan pengaturan kecepatan,dapat mendemonstrasikan perubahan dari waktu ke waktu; (4) menampilkan presentasi studi kasus tentang kehidupan yang sebenarnya yang dapat memicu diskusi peserta didik; (5) menujukkan cara penggunaan alat perkakas; (6) memperagakan keterampilan yang akan dipelajari; (7) menunjukkan tahapan prosedur; (8) menghadirkan penampilan drama atau musik. Selain itu menurut Sanaky (2009:109) kelebihan yang dimiliki media video antara lain : a) menyajikan objek belajar secara konkret atau pesan pembelajaran secara realistik; b) sifatnya yang audivisual, sehingga memiliki daya tarik tersendiri dan dapat menjadi pemacu atau memotivasi pembelajar untuk belajar; c) sangat baik untuk pencapaian tujuan belajar psikomotor; d) dapat
22
mengurangi kejenuhan belajar, terutama jika dikombinasikan dengan teknik mengajar secara ceramah dan diskusi persoalan yang ditayangkan; e) menambah daya tahan ingatan atau retensi tentang obyek belajar yang dipelajari oleh pembelajar; f) Portable dan mudah didistribusikan. Kemampuan video dalam memvisualisasikan materi terutama efektif untuk membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Selain itu media video juga memiliki kelemahan yaitu memerlukan biaya yang mahal dan tergantung pada energi listrik, sehingga tidak dapat dihidupkan di segala tempat. Dari hasil penelitian American Hospital Association (2013:303), ditemukan bahwa bahan ajar video memiliki sejumlah kelebihan serta keterbatasan tertentu. Adapun kelebihan-kelebihannya, antara lain bermanfaat untuk menggambarkan gerakan, keterkaitan, dan memberikan dampak terhadap topik yang dibahas, dapat diputar ulang. Selain itu, gerakan mulut dapat direkam dengan video, dapat dimasukkan teknik film lain seperti animasi, dapat dikombinaskan antara gambar diam dengan gerakan dan proyektor standar dapat ditemukan dimana-mana. Sedangkan keterbatasan-keterbatasannya yaitu: ongkos produksinya mahal dan tidak kompatibel untuk beragam format video. Namun untuk kedua keterbatasan ini sudah tidak relevan lagi. Sebab saat ini kita bisa menemukan berbagai alat perekam video dengan harga murah, misalnya dengan menggunakan peralatan telekomunikasi (terutama hand phone) atau peralatan digital multimedia player (misalnya MP5, MP6 dan MP7). Dari sisi format videonya, untuk saat ini juga lebih kompatibel, bahkan dengan peralatan dan software yang tersedia di pasaran maupun di internet, kita bisa mengubah-ubah formatnya ke berbagai jenis format video yang kita inginkan. Pandangan yang serupa juga diungkapakan oleh Anderson dalam Prastowo (2013:304). Anderson mengatakan bahwa video sebagai bahan ajar, meskipun memiliki sejumlah keunggulan dibanding bahan ajar cetak ataupun bahan ajar audio, ternyata juga masih memliki keterbatan.
23
Kelebihan yang dimiliki video antara lain: a) Dengan video (disertai suara atau tidak), kita dapat menunjukkan kembali gerakan tertentu. Gerakan yang ditunjukkan tersebut dapat berupa rangsangan yang serasi atau berupa respons yang diharapkan dari peserta didik. b) Dengan video, penampilan peseta didik dapat segera dilihat kembali untuk dikritik atau dievaluasi. Caranya dengan merekam kegiatan yang berhubungan dengan pengembangan keterampilan interpersonal, seperti teknik mewawancarai, memimpin sidang, memberi ceramah dan lain-lain. c) Dengan menggunakan efek tertentu, dapat memperkokoh proses belajar maupun nilai hiburan dari penyajian tersebut. d) Dengan video, kita akan mendapatkan isi dan susunan yang masih utuh dari materi pelajaran atau latihan. e) Dengan video, informasi dapat disajikan secara serentak pada waktu yang sama di lokasi (kelas) yang berbeda dan dengan jumlah penonton (peserta) yang tidak terbatas. f) Pembelajaran dengan video merupakan suatu kegiatan pembelajaran mandiri, di mana siswa belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing dapat dirancang. Sedangkan keterbatasan yang dimiliki oleh video antara lain : a) Ketika akan digunakan, peralatan video tentu harus sudah tersedia di tempat penggunaan serta harus cocok ukuran dan formatnya dengan pita video atau piringan video (VCD/DVD) yang akan digunakan. b) Menyusuan maskah atau skenario video bukanlah pekerjaan yang mudah, disamping menyita banyak waktu. c) Biaya produksi video sangat tinggi dan hanya sedikit orang yang mampu mengerjakannya d) Apabila gambar pada pita video ditransfer ke film hasilnya tidak bagus. e) Layar monitor yang kecil akan membatasi jumlah penonton, kecualai jaringan monitor dan sistem proyeksi video diperbanyak. f) Perubahan yang pesat dalam teknologi menyebabkan keterbatasan sistem video menjadi masalah yang berkelanjutan. Sadiman dkk (2008:282) menyatakan beberapa kelebihan video antara lain: (1) dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat dari rangasangan luar lainnya. (2) dengan alat perekam pita video sejumlah besar penonton dapat memperoleh informasi dari ahli-ahli/spesialis. (3) demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan
24
dan direkam sebelumnya, sehinnga pada waktu mengajar guru bisa memusatkan perhatian pada penyajiannya. (4) menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang. (5) keras lemah suara yang ada dapat diatur dan disesuaikan bila akan disisipi komentar yang akan didengar. (6) ruangan tak perlu digelapkan waktu menyajikannya. Selain itu hal-hal negatif yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penggunaan alat perekam video dalam proses belajar-mengajar adalah: (a) perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang dipraktikkan; (b) sifat komunikasinya bersifat satu arah dan harus diimbangi dengan pencarian bentuk umpan balik yang; (c) kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan secara sempurna; (d) memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks. Media Video sebagai bahan ajar noncetak yang dimanfaatkan dalam proses pembelajaran, karena dapat sampai kehadapan peserta didik secara langsung. Selain itu video menambah suatu dimensi baru terhadap pembelajaran. Peserta didik dapat melihat gambar dari bahan ajar cetak dan suara dari program audio. Tetapi dalam video, peserta didik dapat memperoleh keduanya, yakni gambar bergerak beserta suara yang menyertainya. Sehingga, peserta didik seperti berada di suatu temapat yang sama dengan program yang ditayangkan dalam video. 2.1.2.6 Media Gambar Gambar merupakan media visual yang berfungsi menyalurkan pesan dari sumber pesan ke penerima pesan mengunakan indera penglihatan (visual). Gambar dapat membantu guru dalam mencapai tujuan intruksional, karena gambar termasuk media yang mudah serta besar sehingga dapat mempertinggi nilai pengajaran. Karena melalui media gambar pengalaman dan pengertian peserta didik menjadi lebih luas, lebih jelas dan tidak mudah dilupakan, serta legih konkret dalam ingatan dan asosiasi peserta didik. Sanaky (2009: 315) “Media gambar yang paling umum digunakan orang, kerena media ini mudah dimengerti, dapat dinikmati, mudah didapatkan dan dijumpai dimana-mana serta banyak memberikan penjelasan bila dibandingan dengan verbal”.
25
Anitah (2012:94) mengatakan “bahwa gambar atau fotografi dapat memberikan gambaran tentang segala sesuatu seperti : bintang, orang, tempat dan peristiwa”. Gambar diam yang pada umumnya digunakan dalam pembelajaran yaitu : potret, kartupos, ilustrasi dari buku, katalog dan gambar cetak. Melalui gambar dapat diterjemahkan ide-ide abstrak dalam bentuk yang realistis. Sadiman dkk (2008:29-32) mengemukakan beberapa kelebihan dan kekurangan media gambar foto yaitu: “1) sifatnya konkret 2) gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu 3) media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita 4) gambar dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja 5) gambar harganya sangat murah”. Selain kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh media gambar, media gambar juga memiliki beberapa kelemahan antara lain: “1) gambar/foto hanya menekankan persepsi indera mata 2) gambar/foto yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran 3) ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar”. Yudhi (2013:85) menjelaskan gambar secara garis besar dibagi menjadi tiga jenis yaitu sketsa, lukisan, dan photo. “1) Sketsa atau bisa disebut juga sebagai gambar garis (stick figture), yaitu gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian-bagian pokok suatu objek dengan detail. 2) Lukisan merupakan gambar hasil representasi simbolik dan artistik seseorang tentang suatu objek atau situasi. 3) Photo, yakni gambar hasil pemotretan atau photografi”. Hamdani (2011:251) Ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar atau foto yang baik sebagai media pembelajaran adalah : 1) auntentik, yaitu gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti benda sebenarnya. 2) sederhana, yaitu komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poinpoin dalam gambar. 3) ukuran relatif, yaitu gambar atau foto dapat membesarkan atau memperkecil objek atau benda sebenarnya. 4) gambar dan foto dapat membesarkan atau memperkecil objek benda sebenarnya. 5) gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
26
Hamdani (2011:250) mengemukakan beberapa kelebihan media gambar antara lain: “1) sifat konkret; 2) gambar dapat mengatasi ruang dan waktu; 3) media gambar atau mengatasi keterbatasan kita; 4) gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja sehingga dapat mencegah kesalahpahaman; 5) harga gambar murah dan dapat digunakan tanpa alat khusus”. Selain itu, beberapa kelemahan media gambar antara lain: “1) gambar dan foto hanya menekankan persepsi indra mata, (2) gambar dan foto benda yang telalau kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran, (3) ukuran terbatas dalam jumlah yang sangat besar”. Selain itu kelebihan dan kekurangan media gambar dikemukakan oleh Anitah (2012:9) kelebihan yang dimiliki media gambar antara lain sebagai berikut: “a) dapat menerjemahkan ide-ide abstrak kedalam bentuk yang lebih nyata; b) banyak tersedia dalam buku-buku; c). sangat mudah dipakai; d. relatif tidak mahal dan dapat dipakai untuk berbagai tingkat pelajaran dan bidang studi”. Selain itu media gambar juga memiliki kelemahan antara lain: “a) kadang-kadang terlampau kecil untuk ditunjukkan di kelas yang besar; b) tidak dapat menunjukkan gerak; c) pembelajar tidak selalu mengetahui bagaimana membaca (menginterprestasi) gambar”. 2.1.3
Sintak Model Problem Based Learning Berbantuan Media Video Dalam penelitian ini, media video digunakan sebagai variabel perlakuan
pada kelompok eksperimen. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011:98) Pembelajaran model Problem Based Learning berbantuan dengan media video pada pembelajaran IPA materi susunan bumi, sintak pembelajarannya adalah sebagai berikut: a. Tahap 1 : Orientasi siswa pada masalah Guru menyampaikan pokok-pokok materi yang akan dibahas,
tujuan
pembelajaran, melakukan apersepsi dan motivasi yang berupa masalah awal yang dapat membangkitkan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah kemudian guru menayangkan video pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran.
27
b. Tahap 2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar dengan media video Guru membagi siswa dalma kelompok-kelompok kecil (4-5 orang) secara heterogen antara kelompok yang pandai dan kelompok yang kurang. Kemudian guru menyampaikan permasalahan dan memutarkan video sesuai dengan materi pembelajaran. c. Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Guru membagikan lembar kerja siswa kepada masing-masing kelompok kemudian masing-masing kelompok diminta untuk memecahkan masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman siswa. Dalam memecahkan masalah,
masing-masing
kelompok
mengumpulkan
fakta-fakta
dari
permasalahan serta mendorong siswa dalam kerjasama penyelesaiaan tugastugas. Guru berkeliling untuk mengamati dan membantu siswa dalam memberikan solusi. d. Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Setelah masing-masing kelompok selesai mengerjakan tugas diskusinya, setiap kelompok menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas, kemudian guru dan kelompok siswa lain menanggapi atau memberikan komentar untuk kelompok yang sedang menyampaikan hasil diskusinya. e. Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah Guru dan siswa melakukan refleksi atau evaluasi dan membuat kesimpulan terhadap kejadian, aktivitas, pengetahuan dan penyelidikan yang mereka yang lakukan. 2.1.4
Sintak Model Problem Based Learning Berbantuan Media Gambar Dalam penelitian ini, media gambar digunakan sebagai variabel perlakuan
pada kelompok kontol. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011:98) pembelajaran model Problem Based Learning berbantuan dengan media gambar pada pembelajaran IPA materi susunan bumi, sintak pembelajarannya adalah sebagai berikut:
28
a. Orientasi siswa pada masalah Guru menyampaikan pokok-pokok materi yang akan dibahas, tujuan pembelajaran, melakukan apersepsi dan motivasi yang berupa masalah awal yang dapat membangkitkan keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah kemudian guru menunjukkan gambar susunan bumi dan lapisan atmosfer sesuai dengan materi pembelajaran. b. Mengorganisasi siswa untuk belajar dengan media gambar Guru membagi siswa dalma kelompok-kelompok kecil (4-5 orang) secara heterogen antara kelompok yang pandai dan kelompok yang kurang. Kemudian guru menyampaikan permasalahan dan siswa menyimak media gambar yang sudah disediakan oleh guru sesuai dengan materi pembelajaran. c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Guru membagikan lembar kerja siswa kepada masing-masing kelompok kemudian masing-masing kelompok diminta untuk memecahkan masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman siswa. Dalam memecahkan masalah,
masing-masing
kelompok
mengumpulkan
fakta-fakta
dari
permasalahan serta mendorong siswa dalam kerjasama penyelesaiaan tugastugas. Guru berkeliling untuk mengamati dan membantu siswa dalam memberikan solusi. d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Setelah masing-masing kelompok selesai mengerjakan tugas diskusinya, setiap kelompok menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas, kemudian guru dan kelompok lain menanggapi atau memberikan komentar untuk kelompok yang sedang menyampaikan hasil diskusinya. e. Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah Guru dan siswa melakukan refleksi atau evaluasi dan membuat kesimpulan terhadap kejadian, aktivitas, pengetahuan dan penyelidikan yang mereka yang lakukan.
29
2.1.5 Hasil Belajar IPA 2.1.5.1 Hakikat Hasil Belajar Menurut Susanto (2013:5) hasil belajar yaitu “perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan hasil belajar”. Pengertian tentang hasil belajar diuraikan oleh Nawawi dalam susanto (2007: 39) yang menyatakan bahwa “hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberasilan siswa dalam mempelajari materi pembelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu”. Abdurrahman
(2003:37-38)
menyebutkan
“hasil
belajar
adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui proses kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memeperoleh sesuatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.” Menurut Keller dalam Abdurrahman (2003:39) “hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak”. Sedangkan uasaha adalah perbuatan yang terarah pada penyelesaiaan tugas-tugas belajar. Sedangkan A.J Romiszowski dalam Abdurrahman (2003:38) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem proses masukan (inputs). Reigeluth dalam Abdurrahman (2013:37) berpendapat bahwa “hasil belajar atau pembelajaran dapat dipakai sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai dari metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda”. Ia juga mengatakan secara spesifik bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja (perfomance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh. Hasil belajar selalu dinyatakan dalam bentuk tujuan (khusus) perilaku (unjuk kerja). Selain itu, Gagne dan Briggs dalam Suprihatiningrum (2013:37) “hasil belajar adalah kemampuan-kemanpuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa”. Sardiman
dalam
Suprihatingrum
(2013:38)
menyatakan
dengan
mengetahui hasil belajar, jika terjadi kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat
30
maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat. Dari pengertian hasil belajar dapat disimpulkan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah anak yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional. 2.1.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut teori Gestal (2013:12) “belajar merupakan suatu proses perkembangan”. Artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Wasliman dan Baharuddin (2013:12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Sebagai berikut: 1) Faktor internal: Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar serta kondisi fisik dan kesehatan. 2) Faktor eksternal: Faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ruseffendi dalam Susanto (2013:14) mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: “kecerdasaan, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru dan kondisi masyarakat”. Dari kesepuluh faktor yang dapat mempengaruhi keberasilan siswa belajar, terdapat faktor yang dapat dikatakan hampir sepenuhnya tergantung pada siswa. Faktor-faktor itu adalah kecerdasan anak, kesiapan anak dan bakat anak. Faktor yang sebagian
31
penyebabnya hampir sepenuhnya tergantung pada guru, yaitu: kemampuan (kompetensi), suasana belajar dan kepribadian guru. Hal
ini
sejalan
dengan
yang
dikatakan
oleh
Sudjana
dalam
Suprihatiningrum (2013:15), bahwa “hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar siswa atau faktor lingkungan”. Faktor yang datang dari siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar siswa di sekolah itu sulit dipisahkan karena semua unsur tersebut akan terintegrasi dalam pembelajaran. Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar pada dasarnya terwujud dalam bentuk perubahan pengetahuan (knowledge), penguasaan perilaku yang ditentukan (kognitif, afektif, psikomotorik) dan perbaikan kepribadian. 2.1.5.3 Ranah Hasil Belajar Menurut Benjamian S. Bloom
dalam Abdurrahman
(2003:38)
menyatakan bahwa “hasil belajar memiliki tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor”. Ranah aspek kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah, seperti pengetahuan, aplikatif, sintesis, analisis. Ranah kognitif adalah kawasan yang membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi yaitu evaluasi. Ranah aspek afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap,nilai dan apresiasi. Aspek afektif dinilai dari sikap, minat, nilai dan konsep diri. Sedangkan aspek psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual dan motorik. Selain itu Bloom membagi tingkat hasil belajar aspek kognitif menjadi enam yaitu pengetahuan hafalan, pemahaman atau komprehensi, penerapan aplikasi, analisis sintesis dan evaluasi. 2.1.5.4 Tes sebagai alat hasil belajar Tes hasil belajar atau achievement test adalah tes yang digunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada muridnya dalam jangka waktu tertentu. Dalam pendidikan terdapat bermacam-macam alat
32
penelitian yang dapat dipergunakan untuk menilai proses dan hasil pendidikan yang telah dilakukan terhadap peserta didik. Tes hasil belajar dibagi menjadi dua golongan yaitu tes lisan dan tes tertulis. Tes tulis dapat dibagi menjadi atas tes essay dan tes objektif. Menurut Purwanto (2004:34) Bentuk objektif tes antara lain: “1) completion type test, (tes melengkapi) dan fill-in (mengisi titik-titik dalam kalimat yang dikosongkan). 2) selection type test (tes yang menjawabnya dengan mengadakan pilihan) yang meliputi: true-false (benar-salah), multiple-i choice (pilihan berganda), matching (menjodohkan)”. Pada penelitian ini untuk menggunakan tes objektif berbentuk pilhan ganda yang berjumlah 20 butir soal untuk mengukur hasil belajar IPA dengan materi susunan bumi. Menurut Purwanto (2008:41) Adapun syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi oleh soal-soal yang berbentuk multi choice (pilihan ganda) syarat tersebut antara lain: 1) pernyataan atau kalimat dari tiap item harus merumuskan suatu masalah, tentukan hanya ada satu jawaban yang paling benar dan tepat. 2) baik pernyataan atau pilihan jawaban sedapat mungkin jangan merupakan suatu yang panjang. 3) Hindarkan pilihan jawaban yang tidak ada berhubungan satu sama lain, pilihan jawaban hendaknya homogen. Selain itu tes juga harus memenuhi kriteria yang disebut valid artinya tes harus benarbenar mampu menilai apa yang harus dinilai. Tes tersebut, jika digunakan dapat mencapai sasaran dengan tujuan yang telah direncanakan. Suatu tes juga harus memenuhi kriteria keandalan (reliability) jika tes tersebut menunjukkan ketelitian dalam pengukuran. Ketelitian berlaku untuk setiap orang dengan diukur dengan tes yang sama. Dengan kata lain, keadaan suatu tes dapat ditentukan dengan menggunakan tes yang sama pada kelompok murid yang sama dalam kondisi yang sama. Ada beberapa prinsip dasar tes hasil belajar meliputi : 1) tes hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional, 2) mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan, 3) didesain sesuai dengan kegunaannya dan digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru.
33
2.1.5.5 Pembelajaran IPA di SD Trianto (2013:137) mengatakan “hakikat IPA dibangun atas dasar produk, ilmiah,proses ilmiah, sikap ilmiah dan nilai yang terdapat di dalamnya”. IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal. Wahyana dalam Trianto (2013:136) mengemukakan “bahwa IPA adalah suatu kumpulan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umun terbatas pada gejala-gejala alam”. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah
observasi,
perumusan
masalah,
penyusunan
hipotesis,
pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan,serta penemuan teori dan konsep. Selain itu Samatowa (2010:104) “tujuan utama pembelajaran IPA SD adalah membantu siswa memperoleh ide, pemahaman, dan keterampilan (life skills) sebagai warga negara”. IPA bertujuan mengembangkan kemampuan siswa dalam mengamati benda dan lingkungan sekitarnya, kemampuan mendengarkan dan kemampuan berkomunikasi serta memecahkan masalah secara efektif. Menurut PERMEN No 23 tahun 2006 tujuan pembelajaran IPA di SD meliputi: 1). Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya 2). Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3). Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat 4). Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan 5). Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam 6). Meningkatkan kesadaran untuk menghargai
34
alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan 7). Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1) Makhluk hidup dan proses hidup, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2) Benda/ materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. 3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan bendabenda langit lainnya. Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai dunia pendidikan dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu: a) memberikan pengetahuan ilmiah kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap. b) menanamkan sikap hidup ilmiah. c) memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan dan menggunakan serta menerapakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah. 2.1.5.6 Hasil Belajar IPA Hasil belajar IPA harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA, Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakikat sains yang meliputi IPA sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA meliputi pencapaian IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan atau menemukan ilmu pengetahuan yang baru. Selain itu IPA merupakan proses yang digunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi karena teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Sebagai produk diartikan IPA sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah. Sebagai sikap ilmiah, siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di sekitarnya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerja sama dan mandiri, serta mengenal dan mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar.
35
Dengan demikian hasil belajar IPA yang dikembangkan di SD adalah hasil belajar yang mencakup produk, proses, dan sikap ilmiah. 2.2
Hasil Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti, antara lain: Penelitian ini dilakukan I Kd. Marga Sastrawan dkk yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran PBL Berbantuan Visual Animasi Terhadap Hasil Beljar IPA Siswa Kelas V SD GUGUS II TAMPAKSIRING GIAYAR” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarakan melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Media Visual Animasi dengan siswa yang dibelajarkan melalui Pembelajaran Konvensional Pada Kelas V SD Gugus II Tampaksiring, Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil uji hipotesis diperoleh thitung sebesar 3,25, sedangkan nilai ttabel adalah 2,00. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa thitung > ttabel (3,25>2,00). Berdasarkan perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarakan melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Media Visual Animasi dengan siswa yang dibelajarkan melalui Pembelajaran Konvensional Pada Kelas V SD Gugus II Tampaksiring, Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Linda Rachmawati dengan judul “Penerapan model problem based learning (PBL) untuk meningkatkan pembelajaran IPA siswa kelas V SDN Pringapus 2 kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek”. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan (1) penerapan model PBL untuk meningkatkan pembelajaran IPA, (2) aktivitas siswa selama pembelajaran dengan model PBL, (3) hasil belajar siswa setelah diterapkan model PBL. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian ini menunjukkan dengan adanya skor keberhasilan guru dalam penerapan model PBL, pada siklus I yaitu 76,65 dan meningkat pada siklus II menjadi 93,3. Aktivitas siswa meningkat, siklus I diperoleh 58,6 dan pada siklus II menjadi 71,4. Hasil belajar juga meningkat dari rata-rata 63,4 pada siklus I menjadi rata-rata 80,94. Kesimpulan penelitian
36
menyatakan bahwa penerapan model PBL dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa di SDN Pringapus 2. Hasil penelitian ini memiliki saran agar model PBL dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi guru dalam penilaian untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran IPA di SD. Penelitian yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Eni Wulandari dkk dari Universitas Negeri Sebelas Maret. Penelitian ini berjudul “Penerapan Model PBL (Problem Based Learning) pada Pelajaran IPA Siswa Kelas V SD.” Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan proses dan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Mudal dengan menerapkan model PBL. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus, dengan tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Mudal yang berjumlah 21 siswa. Hasil penelitian menunjukkan siswa yang sudah menguasai ketrampilan prosesnya 46, 71 % pada siklus I, 76, 19 % pada siklus II, dan 92, 06 % pada siklus III. Kesimpulan penelitian ini bahwa penerapan model PBL dapat meningkatkan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Mudal. Penelitian yang kempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Asrika Maha Dewi dkk dari Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Media Video Terhadap Hasil Belajar IPA Kelas IV SD Negeri Pergung. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) hasil belajar IPA siswa yang mengikuti model pembelajaran PBL berbantuan media video berada pada tingkat kategori tinggi (diatas rata-rata sebesar 30,56), (2) hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional berada pada tingkat kategori sedang (diatas rata-rata sebesar 21,97), (3) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran PBL berbantuan media video dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional (thitung = 8,50 >
37
ttabel = 2,00). Berdasarkan hal tersebut ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran PBL berbantuan media video lebih unggul dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar IPA. Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan membuktikan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu proses pembelajaran dengan memanfaatkan media video dapat meningkatkan pemahaman siswa pada penguasaan materi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan pada penelitian-penelitian yang sudah dilakukan dan pengaruhnya yang signifikan untuk hasil belajar siswa maka
peneliti
melakukan
penelitian
dengan
judul
“Pengaruh
model
pembelajaran problem based learning berbantuan media video terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri 01 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Semeter 2 Tahun Pelajaran 2012/2013”. 2.3
Kerangka Pikir IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum
pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Salah satu karakteristik dari mata pelajaran IPA adalah mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis terhadap suatu masalah. Tugas guru yang seharusnya dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran secara aktif dan kreatif dalam melibatkan siswa serta menggunakan berbagai pendekatan/startegi pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa sehingga dapat mengembangkan rasa ingin tahu dan berpikir kritis pada siswa. Dewasa ini telah banyak dilakukan berbagai upaya perbaikan dan peningkatan mutu pembelajaran IPA di sekolah. Salah satu pembelajaran yang ditawarkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran IPA sekolah dasar adalah dengan penggunaan model pembelajaran yang didasarkan pada karakteristik pembelajaran IPA. Model pembelajaran IPA dipilih sesuai dengan sifat IPA sebagai pengetahuan. Berdasarkan hasil observasi di SD Negeri 01 Ampel Pelaksanaan proses pembelajaran yang berlangsung di kelas hanya diarahkan pada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, siswa dipaksa hanya untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami
38
informasi yang diperoleh untuk menghubungkan dengan situasi dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa kurang menguasai materi pembelajaran yang diajarkan oleh guru. Berkembangnya zaman saat ini banyak ditemukan beberapa model atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan tujuan pembelajaran IPA. Salah satunya dengan model Problem Based Learning yang bertujuan mengembangkan dan menerapkan kecakapan penting, yakni pemecahan masalah, belajar sendiri, kerja sama tim dan perolehan yan luas atas pengetahuan. Selain model pembelajaran, pemanfaatan media juga berpengaruh dalam pembelajaran siswa di kelas. Media membantu siswa dalam pembelajaran di kelas, media dapat membantu memperjelas penyampaian materi pelajaran. Media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pembelajaran. Jenis dan karakteristik media itu bermacammacam berupa media visual,media audiovisual, media elektronik dan lain-lain. Setiap media pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Seperti media gambar yang memiliki kelebihan mengatasai masalah batasan ruang dan waktu. Tidak semua benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu bisa, anak-anak dibawa ke objek tersebut. Sedangkan media video pembelajaran memiliki kelebihan bergerak. Sifat-sifat yang nyata pada video dalam proses pembelajaran, adalah kemampuannya untuk memperlihatkan gerakan-gerakan. Hal ini membuat video lebih menguntungkan dari media lain. Berdasarkan paparan yang sudah dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk melihat adakah perbedaan yang signifikan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning berbantuan media video dan menggunakan model Problem Based Learning dengan berbantuan media gambar. Membandingkan hasil belajar IPA dengan penggunaan media video pembelajaran dan media gambar merupakan cara untuk mengetahui seberapa besar pengaruh media video pembelajaran terhadap peningkatan hasil belajar IPA khususnya kelas 5 Sekolah Dasar. Karena pembelajaran berbantuan media
39
video pembelajaran lebih efektif dalam membantu menyampaikan materi yang bersifat dinamis dan membantu siswa dalam mengembangkan pikiran, imajinasi dan pendapat para siswa serta memperjelas hal-hal yang abstrak. Sehingga penggunaan media yang memungkinkan dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan
model
Problem
Based
Learning
adalah
media
video
pembelajaran. Dengan demikian media video pembelajaran dapat dimanfaatkan sebagai media yang tepat dalam proses pembelajaran IPA. 2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir yang sudah dijelaskan maka dirumuskan
suatu hipotesis, hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara penerapan pembelajaran dengan model Problem Based Learning berbantuan media video dan penerapan pembelajaran dengan model Problem Based Learning berbantuan media gambar terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri 01 Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014.