BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Ilmu pengetahuan sosial adalah program pendidikan yang mengintergrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora.Ilmu pengetahuan sosial lahir dari pakar pendidikan untuk membekali para siswasupaya nantinya mereka mampu menghadapi dan menangani kompleksitaskehidupan di masyarakat yang seringkali berkembang secara tidak terduga.Perkembangan seperti itu dapat membawa dampak berbagai dampak yang luas.Karena luasnya akibat terhadap kehidupan maka lahir masalah yang seringkalidisebut masalah sosial.Para peserta didik nantinya harus menghadapi gejala-gejalaseperti itu. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yangdiberikan mulai dari SD/ MI/ SDLB sampai SMP/ MTs/ SMPLB (Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006).IPS jugamerupakan mata pelajaran yang mengintegrasikan materimateri terpilih dariilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk kepentingan pengajaran kepada siswa.IPSmengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitandengan isu sosial.Mata pelajaran IPS yang diberikan pada jenjang SD/MI memuatmateri geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi.Peserta didik diharapkan dapatmenjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, sertawarga dunia yang cinta damai. Ruang Lingkup IPS mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek 1) Manusia, tempat dan lingkungan; 2) Waktu, keberlanjutan dan perubahan; 3) Sistem sosial dan budaya; dan 4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Ilmu Pengetahuan Sosial adalah kelompok mata pelajaran ilmupengetahuan dan teknologi ini dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi danmengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaanberpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Serta memiliki tujuan: 1) Mengenal konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; 2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingintahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial; 3) Memiliki komitmen dan kesadaran
7
terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan 4) Memiliki memampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetensidalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global(Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006). Mendasarkan pada tujuan tersebut, maka IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis , dan bertanggung jawab , serta warga dunia yang cinta damai.Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis , komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Pembelajaran yang didesain dengan mendasarkanpendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Dengan demikian, pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan siswa yang standar melaluiStandar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam KompetensiDasar (KD)yang telah ditetapkan dalam (Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangankurikulum di setiap satuan pendidikan.Pencapaian SK dan KD didasarkan padapemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, danpengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untukmata pelajaran IPS yang diitujukan bagi siswa kelas V SD disajikan melaluitabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas 5 Semester1 Standard Kompetensi 1.Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa HinduBudha dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa, serta kegiatan ekonomi di Indonesia
Kompetensi Dasar 1.1. Mengenal makna peninggalan-peninggalan sejarah yang berskala nasional dari masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia 1.2. Menceriterakan tokoh-tokoh sejarah pada masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia 1.3. Mengenal keragaman kenampakan alam dan buatan serta pembagian wilayah waktu di Indonesia dengan menggunakan peta/atlas/globe dan media lainnya 1.4. Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia 1.5. Mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia Sumber: Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006).
2.1.2 Hasil Belajar Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:36) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.Senada dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono diatas,Purwanto (2011:46) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karenasiswamencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi Purwanto mengatakan bahwa hasil belajar dapat berupa perubahan dalam aspekkognitif, afektif dan psikomotorik.Purwanto menekankan hasil belajar lebih kepada tindak belajar (siswa), bukan tindak mengajar (guru). Tindak belajar siswayang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan dapat di amati dan di ukur (Hamalik :2003;155). Dengan demikian hasil belajar itu adalah hasil dari pengukuran interaksi tindak belajar yang berupa aspekkognitif, afektif dan psikomotorik. Pengukuran adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda (Wardani Naniek Sulistya, dkk: 2012: 47). Penetapan angka dalam pengukuran memerlukan alat ukur atau instrumen.
Bentuk-bentuk instrumen adalah tes, lembar observasi, wawancara, skala sikap dan angket. Dalam melaksanakan pengukuran dapat digunakan butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik skala sikap dapat menggunakan instrumen butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:53)teknik pengukuran ada dua yakni teknik tes dan non tes. 1. Tes Secara sederhana tes dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentudari peserta tes. Suryanto Adi, dkk (2009) tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang sifat (trait) atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.Berikut ini adalah teknik tes yang dikemukakan oleh Endang Poerwanti (2008:4-9) sebagai berikut: a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan 1) Tes tertulis. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya. 2) Tes lisan. Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki ramburambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain. 3) Tes unjuk kerja. Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor. b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya 1) Tes esei (essay-type test).Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa
mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan. 2) Tes jawaban pendek.Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka. 3) Tes objektif. Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan untuk menjawab tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test). 2. Non Tes Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes Endang Poerwanti (2008:3-19 – 3-31) yaitu: a. Observasiterkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen. b. Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik. c. Angket merupakan suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (Attitude Questionnaires). d. Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja) digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola, dan lain sebagainya. e. Task Analysis (Analisis Tugas) dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
f. Checklists dan Rating Scales dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan. g. Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa. h. Komposisi dan Presentasi, peserta didik menulis dan menyajikan karyanya. i. Proyek Individu dan Kelompok, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk individu maupun kelompok. Pembuatan alat ukur atau instrumen mendasarkan pada kisi-kisi. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Dari tes menghasilkan skor pengukuran yang dipergunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi. Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010:2.8) menjelaskan bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma atau Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada
akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi. Tujuan utama dari penilaian adalah untuk membantu guru atau pendidik dalam mengambil keputusan dalam memperbaiki pembelajaran (Wardani Naniek Sulistya,2012). Penilaian hasil belajar pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan prilaku yang telah terjadi pada diri peserta didik. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk yaitu peserta didik akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang diinginkan dan mereka mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap sehingga timbul lagi kesenjangan antara penampilan prilaku yang sekarang dengan yang diinginkan. Penilaian hasil bertujuan untuk mengetahui hasil belajar atau pembentukan kompetensi peserta didik. Standar nasional pendidikan mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk penilaian harian, penilaian tengah semester, penilaian akhir semester, dan penilaian kenaikan kelas. Hasil belajar juga bisa diperoleh ketika tes evaluasi diberikan dan kemudian dapat diketahui dari skor perolehan siswa yang berupa aspek kognitif dengan menggunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk skor, aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran berupa tanya jawab, diskusi, presentasi dan aspek psikomotorik yang menunjukkan siswa dalam menyimak kompetensi yang diberikan guru dalam kegiatan pembelajaran berlangsung. Jadi hasil belajar adalah perolehan skor dari pengukuran tes (aspek kognitif) dan non tes (aspek sikap dan aspek ketrampilan).
2.1.3. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBM) dalam bahasa inggrisnya diistilahkanProblem-based learning (PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan masalah-masalah praktis, berbentuk illstructured, atau openended melalui stimulus dalam belajar.
Menurut Arends (dalam Trianto, 2007:68), PBM merupakan pembelajaran yang menuntut siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan siswa sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.Pendekatan pembelajaran ini juga mengacu pendekatan pembelajaran yang lain, seperti pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction), pembelajaran berdasarkan pengalaman, belajar otentik, dan pembelajaran bermakna. Menurut Dewwey dalam Sudjana (2001:19) pembelajaran berbasis masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik. Duch (Sholikhin, 2007:6) menyatakan bahwa PBM adalah satu model yang mengembangkan para siswa “belajar untuk belajar”, bekerja dengan cara kerja sama di dalam kelompok – kelompok untuk mencari pemecahan masalah dalam dunia nyata. Permasalahan ini digunakan untuk menghubungkan pokok materi pelajaran terhadap rasa keingintahuan siswa.PBMmempersiapkan para siswa untuk berpikir kritis dan secara analitis, dan untuk menemukan serta menggunakan sumber belajar yang sesuai. Menurut Sanjaya (2006:212), PBMmerupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Dilihat dari aspek psikologi belajar, PBM didasarkan pada psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan sekedar menghafal sejumlah fakta tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui PBM diharapkan siswa dapat berkembang di berbagai aspek baik kognitif, afektif maupun psikomotor melalui penghayatan problema yang dihadapinya. PBM merupakan pendekatan yang efektif untuk pembelajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan
sekitarnya.Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanann, dalam Trianto, 2007). Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan PBMadalah sebagai pendekatan pembelajaran yang terdiri dari kegiatan menyajikan kepada siswa suatu situasi masalah yang autentik dan bermakna serta memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri
Ciri Utama dan Karakteristik Pendekatan PBM Menurut Sanjaya (2006:212) ada tiga ciri utama pendekatan PBM Pertama: merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran; artinya dalam implementasinya ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa, yakni menuntut siswa untuk aktif terlibat berkomunikasi, mengembangkan daya pikir, mencari dan mengolah data serta menyusun kesimpulan bukan hanya sekedar mendengarkan, mencatat, atau menghafal materi pembelajaran. Kedua: Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Ketiga: Pemecahan masalah dilakukan dengan pendekatan berpikir ilmiah yaitu proses berpikir secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya cara berpikir melalui tahapan – tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional (2003) menyebutkan ciri utama PBM meliputi mengorientasikan siswa kepada masalah atau pertanyaan yang autentik, multidisiplin, menuntut kerjasama dalam penyelidikan, dan menghasilkan karya. Dalam PBM masalah menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami konsep, prinsip dan mengembangkan keterampilan memecahkan masalah. Menurut Tan (Amir, 2010:22) karakteristik yang tercakup dalam proses PBM adalah : (1) masalah digunakan sebagai awal pembelajaran, (2) biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (illstructured), (3) masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective), (4) masalah membuat pemelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru, (5) sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning), (6) memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja, (7) pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif.
Menurut Santyasa (2008:3) PBM memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu permasalahan, (2) memastikan bahwa permasalahan yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata pebelajar, (3) mengorganisasikan pelajaran di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada pebelajar dalam mengalami secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja (performance). Dari berbagai pendapat tentang ciri utama dan karakteristik PBM penelitian ini sejalan dengan ciri utama yang dikemukaan oleh Sanjaya (2006:212) dan karakteristik yang dikemukakan oleh Santyasa (2008:3).
Langkah-langkah Model PBM Ada lima tahapan dalam pendekatan PBMdan perilaku yang dibutuhkan oleh guru Menurut Sugiyanto (2010;159-160), langkah-langkah atau sintaks PBM disajikan pada tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Sintaksis Pendekatan PBMMenurut Sugiyanto Fase Perilaku Guru Fase 1: Guru membahas tujuan pembelajaran, Memberikan orientasi tentang mendeskripsikan dan memotivasi siswa untuk terlibat permasalahannya kepada siswa dalam kegiatan mengatasi masalah. Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.
Fase 3: Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok Fase 4: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil kerja
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat, seperti laporan, rekaman video dan model-model yang membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Sedangkan sintakspendekatan PBM menurut Agus Suprijono (2009:74-76),
berikut disajikan dalam tabel 2.3. Tabel 2.3 Sintaksis Pendekatan PBMmenurut Agus Suprijono Fase-fase Perilaku Guru Fase 1: Guru menyampaikan tujuan pelajaran, Memberikan orientasi tentang mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik permasalahannya kepada peserta penting dan memotivasi peserta didik untuk terlibat didik dalam kegiatan mengatasi masalah Fase 2: Guru membantu peserta didik untuk mendefinisikan Mengorganisasikan peserta didik dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait untuk meneliti dengan permasalahannya Fase 3: Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan Membantu investigasi mandiri dan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, kelompok dan mencari penjelasan dan solusi Fase 4: Guru membantu peserta didik dalam merencanakan Mengembangkan dan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti mempresentasikan artefak dan laporan, rekaman video, dan model-model, dan exhibit membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain Fase 5: Guru membantu peserta didik melakukan refleksi Menganalisis dan mengevaluasi terhadap investigasinya dan proses-proses yang proses mengatasi masalah mereka gunakan
Pada fase pertama hal-hal yang perlu dielaborasi antara lain: 1. Tujuan utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah informasi baru tetapi untuk menginvestigasi berbagai permasalahan penting dan menjadi pembelajar mandiri. 2. Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban mutlak “benar” dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak solusi yang kadang-kadang saling bertentangan. 3. Selama fase investigasi pelajaran, peserta didik didorong untuk melontarkan pertanyaan dan mencari informasi. Guru memberikan bantuan tetapi peserta didik mestinya berusaha bekerja secara mandiri atau dengan teman-temannya. 4. Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, peserta didik didorong untuk mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan terbuka. Pada fase kedua, guru diharuskan untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di antara peserta didik dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama.Pada tahap ini pula guru diharuskan membantu peserta didik merencanakan tugas investigative dan pelaporannya.Pada fase ketiga, guru membantu peserta didik menentukan metode investigasi.Penentuan tersebut didasarkan pada sifat
masalah yang hendak dicari jawabannya atau dicari solusinya. Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits. Artefak dapat berupa laporan tertulis, termasuk rekaman proses yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan. Artefak dapat berupa model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah dan solusinya.Exhibit adalah pendemonstrasian atas produk hasil investigasi atau artefak tersebut. Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan. Terpenting dalam fase ini peserta didik mempunyai keterampilan berpikir sistemik berdasarkan metode penelitian yang mereka gunakan. Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pembelajaran berbasis masalah harus ditandai ketebukaan.Keterbukaan, keterlibatan aktif peserta didik, dan atmosfer kebebasan intelektual. Penting pula dalam
pengelolaan
pembelajaran berbasis masalah
memperhatikan hal-hal seperti situasi multitugas yang akan berimplikasi pada jalannya proses investigasi, tingkat kecepatan yang berbeda dalam penyelesaian masalah, pekerjaan peserta didik, dan gerakan dan perilaku di luar kelas. Langkah-langkah di atas juga ditekankan dalam tahapan pendekatan PBM menurut Arends (2008;57), yaitu: Tabel 2.4 Sintaksis untuk pendekatan PBMmenurut Arends Fase 1: Perilaku Guru Guru membahas tujuan pelajaran, Memberikan orientasi tentang mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik permasalahannya kepada siswa penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi-masalah. Fase 2: Mengorganisasikan siswa untuk meneliti Fase 3: Membantu investigasi mandiri dan kelompok Fase 4: Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya. Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain Fase 5: Menganalisis dan Guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap mengevaluasi proses mengatasi- investigasinya dan proses-proses yang mereka masalah. gunakan.
Kelima fase PBM dan perilaku yang dibutuhkan dari guru untuk masing-masing
fasenya dirangkum dalam tabel 2.1perilaku yang diinginkan dari guru dan siswa, yang berhubungan dengan masing-masing fase, dideskripsikan dengan lebih terperinci di bagian-bagian berikutnya. Pada awal pelajaran PBM, seperti semua tipe pelajaran lainnya, guru seharusnya mengkomunikasikan dengan jelas maksud pelajarannya, membangun skap positif terhadap pelajaran itu, dan mendeskripsikan sesuatu yang diharapkan untuk dilakukan oleh siswa.Untuk siswa yang lebih muda atau belum pernah terlibat dalam PBM, guru harus menjelaskan proses-proses dan prosedur-prosedur model itu secara terperinci. Halhal yang perlu dielaborasi termasuk antara lain: 1. Tujuan utama pelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru tetapi untuk menginvestigasi berbagai permasalahan penting dan menjadi pelajar mandiri. 2. Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban mutlak “benar” dan sebagian permasalahan kompleks memiliki banyak solusi yang kadangkadang saling bertentangan. 3. Selama fase investigatif pelajaran, siswa akan didorong untuk melontarkan pertanyaan mencari informasi. Guru akan memberikan bantuan tetapi siswa mestinya berusaha bekerja secara mandiri atau dengan teman-temannya. 4. Selama fase analisis dan penjelasan siswa didorong untuk mengekspresikan ideidenya secara terbuka terbuka dan bebas. Tidak ada ide yang ditertawakan oleh guru maupun teman sekelas. Semua siswa akan diberi kesempatan untuk berkontribusi dalam investigasi dan untuk mengekspresikan ide-idenya. Berdasarkan uraian diatas, maka untuk menggunakan pendekatan PBM dengan menggunakan langkah-langkah yang telah dimodifikasi sebagai berikut: 1. Menemukan masalah Siswa diberikan masalah berstruktur ill-definedyang diangkat dari konteks kehidupan sehari-hari.Pernyataan permasalahan diungkapkan dengan kalimat-kalimat yang pendek
dan
memberikan
sedikit
fakta-fakta
di
seputar
konteks
permasalahan.Pernyataan permasalahan diupayakan memberikan peluang pada siswa untuk melakukan penyelidikan. Siswa menggunakan kecerdasan inter dan intrapersonal untuk saling memahami dan saling berbagi pengetahuan antar anggota kelompok terkait dengan masalah yang dikaji.
2. Mendefinisikan masalah Siswa mendefinisikan masalah menggunakan kalimatnya sendiri.Permasalahan dinyatakan dengan parameter yang jelas.Siswa membuat beberapa definisi sebagai informasi awal yang perlu disediakan.Pada langkah ini, siswa melibatkan kecerdasan intra-personal dan kemampuan awal dalam memahami dan mendefinisikan masalah. 3. Mengumpulkan fakta-fakta Siswa membuka kembali pengalamannya yang sudah diperoleh dan pengetahuan awal untuk mengumpulkan fakta-fakta.Siswa melibatkan kecerdasan majemuk yang dimiliki untuk mencari informasi yang berhubungan dengan permasalahan. Pada tahap ini, siswa mengorganisasikan informasi-informasi dengan menggunakan istilah apa yang diketahui apa yang dibutuhkan dan apa yang dilakukan untuk menganalisis permasalahan dan fakta-fakta yang berhubungan dengan permasalahan. 4. Menyusun dugaan sementara (hipotesis) Siswa menyusun jawaban-jawaban sementara terhadap permasalah dengan melibatkan kecerdasan logic-mathematical. Siswa juga melibatkan kecerdasan interpersonal yang dimilikinya untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan, membuat hubungan-hubungan, jawaban dugaannya, dan penalaran mereka dengan langkahlangkah yang logis. 5. Menyelidiki Siswa melakukan penyelidikan terhadap data-data dan informasi yang diperolehnya berorientasi pada permasalahan.Siswa melibatkan kecerdasan majemuk yang dimilikinya dalam memahami dan memaknai informasi dan fakta-fakta yang ditemukannya. Guru membuat struktur belajar yang memungkinkan siswa dapat menggunakan berbagai cara untuk mengetahui dan memahami (multiple ways of knowing and understanding) dunia mereka. 6. Menyempurnakan permasalahan yang telah terdefinisikan Siswa menyempurnakan kembali perumusan masalah dengan merefleksikan melalui gambaran nyata yang mereka pahami.Siswa melibatkan kecerdasan verbal-linguistik memperbaiki pernyataan rumusan masalah sedapat mungkin menggunakan kata yang lebih tepat.Perumusan ulang lebih memfokuskan penyelidikan, dan menunjukkan
secara jelas fakta-fakta dan informasi yang perlu dicari, serta memberikan tujuan yang jelas dalam menganalisis data. 7. Menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif. Siswa berkolaborasi mendiskusikan data dan informasi yang relevan dengan permasalahan.Setiap anggota kelompok secara kolaboratif mulai bergelut untuk mendiskusikan permasalahan dari berbagai sudut pandang. Pada tahap ini proses pemecahan masalah berada pada tahap menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan yang dihasilkan dengan berkolaborasil. Kolaborasi menjadi mediasi untuk menghimpun sejumlah alternatif pemecahan masalah yang menghasilkan alternatif yang lebih baiuk ketimbang dilakukan secara individual. 8. Menguji solusi permasalahan. Siswa menguji alternatif pemecahan yang sesuai dengan permasalahan actual melalui diskusi secara komprehensif antar anggota kelompok untuk memperoleh hasil pemecahan terbaik. Siswa menggunakan kecerdasan majemuk untuk menguji alternatif pemecahan masalah dengan membuat sketsa, menulis, debat, membuat plot untuk mengungkapkan ide-ide yang dimilikinya dalam menguji alternatif pemecahan.
2.2 Penelitian Yang Relevan Prisky Chitika, dalam skripsinya yang berjudul “ Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN 3 Jepon Kecamatan Jepon Kabupaten Blora Semester II Tahun Ajaran 2011/2012” menyampaikan bahwa Penelitian didasarkan pada pertanyaan mengapa guru menggunakan model pembelajaran yang dapat membangkitkan minat, semangat siswa? Dengan kata lain bahwa model pembelajaran apa yang tepat untuk digunakan untuk mengajar siswa SD kelas IV agar mereka tertarik dalam belajar dan dapat meningkatkan hasil belajarnya? Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 3 Jepon Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Berdasarkan pada pertanyaan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui penggunaan model pembelajaran berbasis masalah berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN 3 Jepon Kecamatan Jepon Kabupaten Blora Tahun Ajaran 2011/ 2012. Untuk membuktikan penggunaan model pembelajaran berbasis masalah, maka dalam penelitian ini digunakan
penelitian eksperimen, dimana digunakan kelas eksperimen yaitu siswa kelas IV A SD Negeri 3 jepon sebagai kelas kontrol sebagai pembanding yaitu siswa siswa kelas IV B SD Negeri 3 jepon sebagai kelas eksperimen. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen jenis quasi experiment dengan design One Group Post Tes Only. Teknik analisa data menggunakan teknik tes dan observasi. Subjek pada penelitian ini yaitu semua siswa kelas IV SD Negeri 3 Jepon yang berjumlah 32 siswa sebagai kelompok eksperimen dan semua siswa kelas IV SD Negeri 3 Jepon yang berjumlah 34 siswa sebagai kelompok kontrol. Teknik analisis data yang dipakai untuk menguji skor hasil belajar siswa adalah uji t dengan teknik Independent Sample T Test. Setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan metode pembelajaran konvensional ditemukan bahwa nilai t hitung > t tabel (5.345>4660). Signifikansi (0.000<0.005). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak berarti Ha diterima. Dengan demikian terdapat perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Jepon semester II tahun ajaran 2011/2012. Keunggulan dari penelitian ini adalah teknik analisa dengan 2 kelas sebagai perbandingan dapat menunjukan hasil penelitian yang detail dan terperinci. Sedangkan kelemahan dari penelitian ini adalah diperlukan banyak siswa sehingga menyulitkan jika penelitian menggunakan teknik ini jika dilaksanakan di sekolah dengan jumlah siswa sedikit. Penelitian lain yang dilakukan Sukarman pada tahun 2011 dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 2/2011-2012” menunjukkan hasil belajar siswa mengalami peningkatan, sebelum penelitian ketuntasan hanya 42.85% dengan rata-rata kelas 55 setelah dilakukan tindakan, pada siklus I ketuntasan belajar siswa 71.42% dengan nilai rata-rata 61.45. Pada siklus II ketuntasan belajar siswa 85.71% dengan nilai rata-rata kelas 70.47. Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwapenerapan model PBL dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang. Saran dalam penelitian ini ialah guru dapat mencoba menerapkan model PBL sebagai salah satu alternative model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran di kelas sehingga pelaksanaan pembelajaran lebih bermakna,
dapat meningkatkan keaktifan siswa, dapat meningkatkan kerjasama dan toleransi serta dapat membangun kepercayaan diri pada siswa, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Kelebihan dari penelitian ini adalah tingginya kenaikan nilai hasil belajar yang dicapai pada siklus I. Hal tersebut memperlihatkan bahwa model PBM mampu memberikan suatu kemajuan siswa dalam menerima pembelajaran. Sedangkan kelemahan dari penelitian tersebut adalah penelitian masih dilakukan pada satu mata pelajaran yaitu Matematika perlu dibuktikan bahwa pembelajaran PBM dapat diterapkan pada pelajaran lain. Susilawati (2005), dalam penelitiannya tentang “Penerapan PBL Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengajukan dan Memecahkan Masalah Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Pertama Negeri di Bandung”.Menunjukkan bahwa kemampuan siswa mengajukan dan memecahkan masalah matematika sebelum pembelajaran dengan pendekatan PBL, telah ada namun masih tergolong rendah, hal ini terlihat dari kecilnya persentase pengajuan dan pemecahan masalah matematika terselesaikan mengandung informasi baru.Melalui penerapan pembelajaran PBL kemampuan siswa mengajukan dan memecahkan masalah matematika mencapai kriteria hasil belajar yang baik, secara kualitas terdapat perbedaan signifikan antara siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan PBL dan yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan biasa.Hal ini nampak dari besarnya jumlah respon siswa mengajukan dan memecahkan masalah matematika yang berkualifikasi tinggi.Secara umum siswa memiliki sikap positif terhahap pembelajaran dengan pendekatan PBL.Demikian pula sikap terhadap pengajuan dan pemecahan masalah matematika menunjukkan sikap positif. Sikap positif ini menjadi faktor pendukung siswa dalam upaya meningkatkan proses dan keberhasilan dalam belajar matematika. Kelebihannya adalah siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini dapat
meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang
dipelajari.Kelemahannya adalah sulit mencari masalah yang relevan. Mendasarkan kelemahan di atas pada penelitian berikutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
2.3 Kerangka Pikir Pembelajaran IPS seringkali menggunakan metode pembelajaran berupa ceramah atau penjelasan kemudian diberi contoh serta tugas. Pembelajaran IPS ini berpusat pada guru, dan tanggungjawab serta kekuasaan dalam pembelajaran sepenuhnya berada di tangan guru. Dalam penelitian ini, pembelajaran yang menggunakan model ini merupakan pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Pendekatan ini digunakan guru IPS untuk dapat menyelesaikan target kurikulum. Guru merupakan sumber informasi dan siswa aktif mendengar dan mencatat penjelasan guru. Hal yang dilakukan siswa adalah menerima, mencatat, dan menghafalkan materi yang diberikan guru serta mengerjakan soal-soal latihan. Pembelajaran yang demikian lebih mementingkan penguasaan akademik dan kurang memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran IPS. Selain itu, pembelajaran yang demikian belum menanamkan dan mengajarkan konsep IPS sehingga siswa mengalami kesulitan mempraktekkan ilmunya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan nyata. Selain itu, interaksi yang terjalin hanya satu arah, yaitu dari guru kepada siswa karena dalam pembelajaran ini, siswa bekerja secara individualis. Selain itu, hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA belum memenuhi harapan guru, yaitu masih dibawah ketuntasan kriteria minimum yang telah ditetapkan. Problem Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam Problem Based Learning, siswa dikondisikan untuk aktif memecahkan masalah yang diberikan dengan menggunakan dan memberdayakan ide dan gagasan yang mereka miliki. Model pembelajaran ini menekankan pada kemampuan peserta didik untuk mengkonstruksi dan melakukan rekonstruksi terhadap pengetahuan serta pengalaman yang mereka miliki dalam belajarnya dan mengarahkan siswa untuk memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah 1. Membentuk kelompok terdiri 5 orang 2. Menyimak materi peninggalan-peninggalan sejarah Hindu(PSH) 3. Mengidentifikasi masalah PSH dan ciri-ciri bangunan (CB) 4. Mendefinisikan masalah PSH dan CB 5. Mengumpulkan pustaka tentang bentuk candi dan CB
6. Menyusun hipotesis antara bentuk candi dan CB 7. Menganalisis bentuk-bentuk candi dan CB 8. Membuat kesimpulan. 9. Presentasi hasil /memberi tanggapan. 10. Tes formatif Model pembelajaran ini menggunakan pembentukan beberapa kelompok diskusi yang anggotanya heterogen baik dari jenis kelamin maupun kemampuan belajarnya. Dengan adanya diskusi antar siswa dalam kelompok diharapkan para siswa saling bertanya, berinteraksi, dan membahas masalah pada lembar diskusi yang diberikan oleh guru, pembelajaran ini menjadi menarik karena dalam pelaksanaannya siswa dapat menunjukkan kemampuannya kepada siswa yang lain. Selama proses diskusi dengan kelompoknya siswa akan menjadi aktif dalam bertanya dan menyampaikan ide/ gagasannya. Siswa yang mampu menjawab soal dari guru atau kelompok yang lain akan merasa bangga dan senang, sedangkan siswa yang belum bisa mengerjakan soal akan merasa tertantang sehingga akan termotivasi untuk lebih giat lagi dalam belajar, mudah menerima materi yang disampaikan dan pada akhirnya akan meningkatkan pemahaman serta hasil belajar pada siswa. Adapun gambar dari kerangka pemikiran ini dapat dilihat sebagai berikut:
Pembelajaran IPS : KD Mengenal makna peninggalan-peninggalan sejarah yang berskala nasional dari masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia Pembelajaran Konvensional
Hasil belajar < KKM
Pendekatan PBM 1. Membentuk kelompok terdiri 5 orang
Lembar Pengamatan Unjuk Kerja
2. Menyimak materi PSH 3.Mengidentifikasi masalah PSH dan CB 4.Mendefinisikan masalah PSH dan CB
Hasil Belajar IPS
5. Mengumpulkan pustaka bentuk candi dan CB 6.Menyusun hipotesis bentuk candi dan CB
LKS
7. Menganalisis bentuk-bentuk candi dan CB Tes Formatif 8. Membuat kesimpulan 9.Presentasi hasil /memberi tanggapan
Presentasi/Tanggapan
Gambar 2.1 Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui Pendekatan PBM
2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitianyang dirumuskan adalahpeningkatan hasil belajar IPS diduga dapat diupayakan melaluipendekatan PBM siswa kelas V SD Negeri Ngepungrojo 02 Kabupaten Pati semester 1 tahun 2013/2014.