BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada kajian pustaka dibahas tentang geologi regional dan konsep serta pemahaman mengenai stratigrafi sekuen dan aspek reservoir. Geologi regional meliputi struktur dan stratigrafi
Cekungan
Tarakan,
juga
tektonostratigrafi
dan
sistem
petroleum
di Sub-Cekungan Tarakan. II.1 Kerangka Geologi Regional Cekungan Tarakan termasuk daerah delta pada cekungan tipe passive margin dengan kontrol tektonik minor geser lateral. Dari anomali magnetik, cekungan ini diindikasikan terjadi pemekaran lantai samudera dengan asosiasi patahan-patahan geser berarah ke barat laut (Lentini dan Darman, 1996). Cekungan yang terletak di bagian timur-laut Kalimatan ditinjau dari pusat cekungan sedimentasi dapat dibagi dalam empat sub-cekungan yaitu sub-Cekungan Tidung, Tarakan, Berau, dan Muara (Achmad dan Samuel, 1984). Pada cekungan ini dibatasi oleh Punggungan Sekatak Berau di sebelah barat, Punggungan Suikerbrood dan Mangkalihat Peninsula di bagian selatan, Punggungan Sempurna Peninsula di utara, dan Laut Sulawesi di sebelah timur. Untuk sub-Cekungan Tarakan yang menjadi lokasi penelitian terletak di bagian tengah dari muara Sungai Sajau (Gambar II.1).
Gambar II.1 A) Peta Struktur di Sub-Cekungan Tarakan (Hidayati,dkk.,2007), B) Cekungan Tarakan dapat dibagi menjadi empat sub-cekungan yaitu SubCekungan Tidung, Tarakan, Berau, dan Muara (Achmad dan Samuel, 1984)
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
5
Berdasarkan hasil analisis struktur dan proses sedimentasi, sub-cekungan Tarakan dapat dipilah lagi menjadi lima wilayah geologi yaitu: Paparan Daino-Sebuku, Graben/subDeposenter Sembakung-Bangkudulis, Punggungan Dasin-Fanny, Lereng Mintut-Tibi dan Deposenter-utama Bunyu-Tarakan (Gambar II.2).
Gambar II.2 A) Peta struktur regional Cekungan Tarakan, B) Hasil analisis struktur, subCekungan Tarakan dapat dipilah lagi menjadi lima wilayah geologi (Biantoro, dkk., 1996) II.2 Tektonostratigrafi Sub-Cekungan Tarakan Tektonostratigrafi di Sub-Cekungan Tarakan terbagi dalam tiga fase; pre-rift, syn-rift dan post-rift. Pada fase post-Rift, Sub-Cekungan Tarakan menjadi passive margin yang terbagi dalam fase transgresi dan regresi (Ellen, dkk., 2008). Pada tahap pre-rift, stratigrafi wilayah ini dialasi batuan dasar Formasi Danau yang merupakan batuan metamorf. Konfigurasi struktur diawali oleh proses rifting selama Eosen Awal, kemudian terjadinya uplift di bagian barat selama Eosen Tengah mengakibatkan erosi di puncak tinggian Sekatak sehingga tahap ini menjadi awal pengendapan siklus-1
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
6
dan berlanjut ke siklus-2 (Biantoro, dkk., 1996). Patahan-patahan normal selama rifting ini berarah relatif barat daya – timur laut. Untuk tahap syn-rift, sedimentasi berlangsung selama Eosen dari Formasi Sembakung dan Sujau. Secara tidak selaras di atasnya pada tahap post-rift 1 dan post-rift 2 selama Oligosen sampai Miosen Awal terendapkan sedimen yang terdiri dari Formasi Seilor, Mankabua, Tempilan, Tabalar, Mesaloi dan Naintupo. Kedua tahap post-rift tersebut berlangsung pada fase transgresi (Gambar II.3).
Gambar II.3 Tektonostratigrafi regional meliputi litostratigrafi dan kronostratigrafi termasuk umur ketidakselarasan utama di Cekungan Tarakan (Ellen, dkk., 2008)
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
7
Pada fase Regresi, menumpang secara tidak selaras di atas sedimen post-rift 2 adalah sedimen delta dan sekitarnya berturut-turut Formasi Meliat, Tabul, Santul, Tarakan dan Bunyu. Pengendapan yang berlangsung cepat pada Formasi Santul menyebabkan pembebanan lebih sehingga terjadi re-juvenasi patahan membentuk patahan tumbuh. Patahan tumbuh ini berlanjut hingga umur Pliosen dengan pengendapan siklus ke-4 pada Formasi Tarakan. Aktivitas tektonik selama Pliosen Akhir sampai Pleistosen berubah ke kompresi menghasilkan patahan geser yang di beberapa tempat dijumpai mono-antiklin dan patahan naik. Selama proses ini terjadi pengendapan Formasi Bunyu (Gambar II.4).
Gambar II.4
Kejadian tektonik di sub-Cekungan Tarakan yang dimulai dari proses rifting sampai kompresi yang menghasilkan patahan inversi (dimodifikasi dari Ellen, 2008 dan Biantoro, dkk., 1996)
Pada Formasi Tarakan dijumpai pasir, serpih, batupasir dan perselingan batubara di sistem delta Pliosen. Di sub-Cekungan Tarakan, formasi ini sebagai endapan muka delta dan dataran delta (Achmad dan Samuel, 1984). Pada Formasi Tarakan di sub-Cekungan Tarakan telah dilakukan penelitian secara regional dan telah dinamakan sebagai sekuen II. Pada sekuen II yang identik dengan Formasi Tarakan dibagi lagi menjadi tiga sub-sekuen yaitu: II-A, II-B dan II-C (Noon, dkk. 2003).
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
8
Pada sub-sekuen IIC umur Pliosen Awal dialasi oleh bidang ketidakselarasan regional dengan lapisan sedimen berprospek sebagai batuan reservoir pada fasies lowstand di lautdalam pada bagian timur Sub-Cekungan Tarakan (Gambar II.5). Kemenerusan lapisan sedimen berlanjut sampai laut-dalam yang berpotensi menjadi reservoir sebagai endapan kanal intra-slope dan tanggul kanal (Darman, 2001). Sub-sekuen IIB, di bagian bawahnya merupakan batas sekuen regresi. Secara litologi di Sub-Cekungan Tarakan, sub-sekuen ini mirip dengan sub-sekuen IIC (Noon, dkk. 2003). Untuk sub-sekuen IIA, batas bawahnya sulit dibedakan dari penampang seismik, namun hanya bisa dibedakan dari data sumur.
Gambar II.5 Penentuan batas sekuen dan sub-sekuen regional di Sub-Cekungan Tarakan. Formasi Tarakan sebagai Sekuen II terbagi menjadi tiga sub-sukuen IIA, IIB dan IIC (Noon, dkk. 2003) II.3 Sistem Petroleum Sub-Cekungan Tarakan Berdasarkan analisis geokimia, batuan induk di Sub-Cekungan Tarakan adalah serpih di Formasi Meliat dan Tabul. Dua wilayah di Sub-Deposenter Sembakung-Bangkudulis dan Deposenter-utama Bunyu Tarakan memiliki kategori paling tebal untuk kedua formasi (Biantoro, dkk. 1996). Dengan ketebalan minimal 300 m untuk ketebalan serpih, nilai reflektansi vitrinit 0,65 Ro dan paleogradien geotermal > 3,5°/100 m, wilayah penghasil hidrokarbon (kitchen area) dijumpai pada kedua wilayah tersebut (Gambar II.6). Hasil
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
9
analisis laboratorium mengindikasikan tipe kerogen utama adalah tipe III yang menghasilkan gas dan dijumpai beberapa sampel termasuk kerogen tipe II. Di wilayah timur yang lebih dalam, Formasi Tabul dan Santul dimungkinkan menjadi batuan induk yang penting (Subroto, dkk., 2005). Serpih di Formasi Tabul memiliki kandungan organik dengan hasil antara fair sampai excellent (0,5 – 4%). Lapisan batubara yang dijumpai mengandung TOC lebih dari 72%. Kerogen pada serpih dan batubara didominasi oleh Tipe II dan III (HI antara 60 – 280) yang diinterpretasikan sebagai gas prone dan sedikit potensi minyak. Untuk serpih di Formasi Santul yang lebih muda, kandungan TOC dari fair sampai excellent (0,6-4,5%). Pada lapisan batubara mengandungan TOC lebih dari 69%. Nilai HI di Formasi Santul antara 30 – 328, mengindikasikan gas prone dan sedikit potensi minyak yang dihasilkan dari proses degradasi material tumbuh tinggi. Pada aspek migrasi hidrokarbon, umumnya terjadi dari arah timur yang posisi batuan induk di lapisan lebih dalam. Untuk kasus sistem patahan tumbuh yang disebabkan proses inversi, Lapangan Sesanip di Pulau Tarakan menjadi salah satu contoh pola migrasi vertikal melalui zona sesar maupun secara lateral (Gambar II.6).
Gambar II.6 A) Peta area penghasil hidrokarbon di Sub-Cekungan Tarakan, B) Penampang melewati lapangan Sesanip yang memprediksi migrasi hidrokarbon ke Formasi Santul dan Tarakan (Biantoro, dkk., 1996)
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
10
II.4 Konsep dan Pemahaman Stratigrafi Sekuen Stratigrafi Sekuen adalah studi mengenai hubungan antar batuan pada suatu perulangan kronostratigrafi dalam ruang dan waktu, berhubungan dengan strata yang dibatasi oleh permukaan yang mengalami erosi atau tidak adanya pengendapan, atau keselarasan lain yang berhubungan (Van Wagoner, dkk., 1988). Pengaruh turun-naiknya muka laut eustatik dan subsidence/uplift yang mengakibatkan perubahan ruang akomodasi (accommodatian space) dicerminkan dalam urutan vertikal maupun lateral dari lapisan sedimen dan membentuk system-tract (LST, TST, HST) dalam setiap sekuen yang berulang (Gambar II.7)
Gambar II.7 Konsep stratigrafi sekuen dari classic slug Exxon Model: batas sekuen, Mfs dan system tract (Van Wagoner, dkk., 1988 dari model Vail, dkk., 1977) Sekuen dibagi menjadi dua tipe, yaitu sekuen tipe-1 dibatasi bagian bawahnya oleh Sequence Boundary (SB) tipe-1 dan bagian atasnya oleh sekuen tipe-1 atau tipe-2. Sequence tipe-2 dibatasi bagian bawahnya oleh Sequence Boundary tipe-2 dan bagian atasnya oleh sekuen tipe-1 atau tipe-2. Batas Sekuen (Sequence Boundary) tipe-1 dicirikan oleh subaerial exposure dan concurrent subaerial expossure, asosiasinya peremajaan sungai, pergeseran fasies basinward, pergeseran ke arah bawah di bagian coastal onlap, dan onlap pada strata di atasnya. Pembentukannya terjadi ketika kecepatan turunnya eustatic level melebihi
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
11
kecepatan penurunan cekungan di suatu depositional shoreline break, menghasilkan penurunan relatif muka air laut. Batas Sekuen tipe-2 dicirikan oleh subaerial exposure dan pergeseran ke bawah pada coastal onlap landward dari suatu depositional shoreline break. Batas Sekuen tipe-2 terbentuk ketika kecepatan turunnya eustatic level lebih kecil daripada kecepatan penurunan cekungan pada suatu depositional shoreline break. Jadi pada batas sekuen tipe-2 ini tidak menghasilkann penurunan relatif muka air laut. Tipe System Tract System tract adalah hubungan sistem pengendapan yang terjadi dalam satu kejadian pengendapan. Pada sekuen tipe-1 adalah: lowstand system tract, transgressive system tract, highstand system tract. Pada sekuen tipe-2: shelf margin system tract, transgressive system tract dan highstand system tract (Van Wagoner, dkk., 1988). Bagian paling bawah system tract disebut sebagai lowstand system tract (LST) pada tipe-1 dan shelf margin system tract (tipe-2). Jika terendapkan dengan adanya shelf break maka dapat dibagi menjadi tiga unit: basin floor fan, slope fan dan lowstand wedge. Bagian atas lowstand system tract dibatasi oleh transgressive surface (Gambar II.8)
Gambar II.8 Konsep system tract pada stratigrafi sekuen yang mencerminkan tipe set-parasekuen (Van Wagoner dkk, 1988) Bagian tengah system tract disebut transgressive system tract (TST), dicirikan oleh satu atau lebih retrogradasi parasequence sets. Di bagian atas dibatasi oleh Downlap
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
12
surface (perubahan retrogradasi menjadi agradasi) dan lebih dikenal sebagai maximum flooding surface (MFS). Pada bagian ini akan hadir condensed section, dan merupakan facies yang terdiri dari lapisan tipis sediment hemipelagik atau pelagik yang terendapkan pada kecepatan rendah. Bagian atas dari system tract dikenal sebagai highstand system tract (HST). Dicirikan satu atau lebih aggradasi system tract yang hadir setelah satu atau lebih prograding parasequence-set, dengan geometri prograding clinoform. Penentuan system tract ini dapat pula dihubungkan dengan tipe set-parasekuen apakah progradasi, retrogradasi atau agradasi sebagai bagian dari analisis stratigrafi sekuen dan akhirnya bisa mengindikasikan lingkungan pengendapan (Gambar II.9).
Gambar II.9 Model stratigrafi sekuen dari sistem tract ke lingkungan pengendapan (Van Wagoner dkk, 1988) Analisis Log Sumur untuk Aplikasi Stratigrafi Sekuen Data log sumur khususnya log Gamma mampu lebih akurat untuk respon ukuran butir. Karakter log Gamma ini dapat dibagi menjadi lima bentuk yaitu silindris, corong, bel, simetris dan gerigi (Gambar II.10). Kelima respon log ini mencerminkan pola sedimentasi dari agradasi tipe-1, progradasi, retrogradasi, progradasi ke retrogradasi dan agradasi tipe-2 (Kendall, 2005) Bentuk karakter log sumur memberikan informasi tentang lingkungan pengendapan dari daerah transisi, laut dangkal sampai laut-dalam (Gambar II.11).
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
13
Gambar II.10 Karakter log sumur Gamma Ray (GR) untuk variasi ukuran butir yang dibedakan dalam lima bentuk yaitu silindris, corong, bel, simetris dan gerigi. Masing-masing bentuk log mencerminkan tipe dan lingkungan pengendapan (Kendall, 2005)
Gambar II.11 Bentuk karakter log sumur yang mengindikasikan lingkungan pengendapan dari daerah transisi, laut dangkal sampai laut-dalam (Kendall, 2005) Vail dan Wornardt (1991) telah mencoba menampilan contoh model sederhana dari hasil analisis stratigrafi sekuen dari karakter log sumur dengan menentukan batas sekuen, maximum flooding surface dan system tract (Gambar II.12).
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
14
Gambar II.12 Contoh hasil analisis stratigrafi sekuen dari karakter log sumur dengan menentukan batas sekuen, maximum flooding surface dan system tract (Vail dan Wornardt, 1991) II.5 Pemahaman Distribusi dan Kualitas Reservoir Mengenai distribusi dan kualitas reservoir, terlebih dahulu perlu dijelaskan definisi reservoir. Reservoir didefinisikan sebagai bagian dari kerakbumi yang dapat mengandung minyak dan gas bumi yang disebabkan telah memenuhi tiga unsur reservoir migas yaitu batuan reservoir (batupasir dan batugamping karena porous dan permeable), lapisan penutup (cap-rock) yang impermeable dan perangkap reservoir baik struktural, stratigrafis maupun kombinasi struktural stratigrafis (Koesoemadinata, 1980). Batuan Reservoir merupakan tubuh batuan di bawah permukaan bumi yang porous dan permeabel dan memungkinkan minyak dan gas bumi tersimpan (North, 1985 dari Tver & Berry, 1980). Batuan yang menjadi reservoir harus memiliki pori-pori yang dapat mengandung migas dan pori-pori ini harus pula saling berhubungan atau terkoneksi yang menyebabkan minyak dan gas bumi mampu mengalir. Batuan reservoir utama adalah batupasir dan karbonat. Batupasir merupakan batuan klastik detritus yang berukuran pasir. Batupasir ini reservoir yang paling penting dan paling banyak dijumpai didunia, hampir 60% dari semua reservoir di dunia adalah batupasir.
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
15
Batupasir berdasarkan kandungan kuarsa terbagi dalam tiga jenis yaitu batupasir kuarsa, batupasir greywack dan batupasir arkose. Memahami distribusi reservoir batupasir sangat terkait dengan fasies batupasir atau lingkungan pengendapan. Umumnya batupasir dibedakan menjadi tiga fasies yaitu pertama, batupasir fluviatil; kedua, batupasir dekat pantai (campuran) seperti delta dan lingkungan pantai; ketiga, batupasir marin, batupasir yang diendapkan di dalam laut misalnya batupasir di paparan, lensa pasir neritik dan turbidit. Distribusi dan orientasi lapisan batupasir tergantung pada asal mula batuan tersebut. Hal ini juga menunjukkan bagaimana pentingnya mekanisme sedimentasi terhadap lapisan reservoir. Kualitas reservoir didifinisikan sebagai kemampuan menyimpan dan mengalirkan hidrokarbon. Kemampuan menyimpan dicirikan oleh porositas efektif, ukuran mengalirkan hidrokarbon diperoleh dari fungsi permeabilitas. Kualitas reservoir sangat tergantung pada lingkungan pengendapan, tingkat diagenesis (kompaksi, sementasi, pelarutan dan rekristalisasi), deformasi struktur, tingkat kebasahan (wettability) dan tekanan kapiler. Terdapat tiga metode teknik makroskopis untuk menentukan kualitas reservoir. Pertama, nilai impedansi akustik dari seismik data 3D. Kedua, log talikawat untuk menentukan litologi, porositas dan saturasi fluida. Ketiga, Drill Steam Test (DST) yang menghasilkan pengukuran flow rate dan tekanan fluida. Pada penelitian ini, kualitas reservoir dibatasi pada nilai volume serpih dan porositas efektif. Perhitungan volume serpih diperoleh dari nilai log gamma (GR) dengan formula sebagai berikut: VSH =
GRlog − GRmin GRmax − GRmin
Porositas didefinisikan sebagai sebuah pengukuran ketersediaan ruang pori-pori batuan yang mampu menyimpan fluida. Secara matematis, porositas total adalah volume pori batuan dibagi oleh volume bulk batuan, yang dituliskan sebagai berikut:
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
16
φ=
Vp Vb
=
Vb − Vm Vb
dimana: φ = Porositas, dinyatakan dalam fraksi atau persen V p = Volume pori (L3) V b = Volume bulk (L3) = V p + V m V m = Volume matriks (L3) Porositas efektif merupakan volume pori-pori batuan yang saling terkoneksi dibagi oleh volume bulk batuan, φe =
Volume pori yang berhubungan Vb
Dari data log, porositas efektif diperoleh dari perkalian porositas total dengan volume batupasir atau karbonat (1-Vsh). Untuk clean sandstones berlaku φ t = φ e sedangkan untuk carbonate dan cemented sandstones berlaku φ e < φ t . Pada batuan reservoir batupasir dan batugamping dalam kondisi umum, nilai porositas efektif dapat dikategorikan dalam lima level (North, 1985) sebagai berikut: Tabel II.1 Kategori porositas efektif terhadap evaluasi kualitatif reservoir (North, 1985) Porositas Efektif (%)
Evaluasi Kualitatif
0–5 5 – 10
Diabaikan Kurang
10 – 15
Sedang
15 – 20 ≥ 20
Baik Sangat Baik
Tesis oleh Priatin Hadi Wijaya, NIM: 22007004
17