9
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan 2.1.1 Definisi Kualitas Pelayanan Menurut Tjiptono (2012) Kualitas, apabila dikelola dengan tepat, berkontribusi positif terhadap terwujudnya kepuasan dan loyalitas pelanggan. Kualitas memberikan nilai plus berupa motivasi khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2012). Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Kualitas
pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara atau perolehan dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk/tidak sesuai dengan harapan konsumen. Selanjutnya menurut Kotler (2004) kualitas pelayanan merupakan bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat pelayanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat pelayanan yang diharapkan (expected sevice). Apabila pelayanan yang diterima atau yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas
9
10
pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Kepuasan yang telah dibentuk dapat mendorong konsumen melakukan pembelian ulang dan nantinya akan menjadi pelanggan setia. Menurut Tjiptono (2012) apabila perceived service sesuai dengan expected service, maka kualitas layanan akan dinilai baik atau positif. Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih jelek dibandingkan expected service, maka kualitas layanan dipersepsikan negatif atau buruk. Baik tidaknya kualitas layanan tergantung pada kemampuan perusahaan dan stafnya memenuhi harapan pelanggan secara konsisten. Kepuasan pelanggan akan tercapai bila kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan sama dengan jasa yang diharapkan, dalam arti kesenjangan yang terjadi adalah kecil atau masih dalam batas toleransi ( Daryanto, 2014). 2.1.2 Dimensi Kualitas Pelayanan Dalam artikel Parasuraman, dkk 1985 (dalam Tjiptono, 2012) bahwa terdapat 10 (sepuluh) dimensi pokok kualitas pelayanan sebagai berikut: 1. Reliabilitas, mencangkup dua aspek utama, yaitu konsistensi kinerja (performance)
dan sifat kepercayaan (dependability) yaitu kemampuan
perusahaan menyampaikan layanannya secara benar sejak awal, memenuhi janjinya secara akurat dan andal. 2. Responsivitas atau daya tanggap yaitu kesediaan dan kesiapan para karyawan untuk membantu dan melayani para pelanggan dengan segera, diantaranya
11
ketepatan waktu layanan, kecepatan menghubungi kembali pelanggan, dan penyampaian layanan secara cepat. 3. Kompetensi, yaitu penguasaan ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat melayani sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Termasuk didalamnya adalah pengetahuan dan ketrampilan karyawan. 4. Akses, meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui (approachability) dan kemudahan kontak. Hal ini berarti lokasi fasilitas layanan mudah dijangkau, waktu mengantri atau menunggu tudak terlalu lama, saluran komunikasi mudah dihubungi. 5. Kesopanan (courtesy), meliputi sikap santun, respek, atensi dan keramahan para karyawan. 6. Komunikasi, artinya penyampaian informasi kepada para pelanggan dalam bahasa yang mudah dipahami, masalah yang mungkin timbul. 7. Kredibilitas, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya Kredibilitas mencangkup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan dan interaksi dengan pelanggan. 8. Keamanan (Security), yaitu bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan termasuk di dalamnya adalah keamanan secara fisik (physical safety), keamanan
financial
(finalcial
security),
privasi
dan
kerahasiaan
(confidentiality). 9. Kemampuan memahami pelanggan, yaitu berupa memahami pelanggan dan kebutuhan spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal pelanggan regular.
12
10. Bukti fisik (Tangibles), meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan bahan-bahan komunikasi perusahaan. Selanjutnya dalam riset berikutnya di tahun 1988, Parasuraman (Tjiptono, 2012) menyederhanakan sepuluh dimensi pelayanan menjadi lima dimensi pokok. Kompetensi, kesopanan, kredibilitas, dan keamanan disatukan menjadi jaminan (assurance). Sedangkan akses, komunikasi dan kemampuan memahami pelanggan diintegrasikan menjadi empati (empathy).dengan demikian, terdapat lima dimensi utama yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya sebagai berikut: 1. Reliabilitas (Reliability), berkaitan dengan kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 2. Daya Tanggap (Responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan dengan segera dan tanggap. 3. Jaminan (Assurance), berkenaan dengan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan dalam menumbuhkan rasa percaya (trust) dan keyakinan pelanggan (confidence). 4. Empaty (Empathy), berarti memahami masalah para pelanggan dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan. 5. Bukti Fisik (Tangibles), berkenaan dengan penampilan fisik fasilitas pelayanan, peralatan/perlengkapan, sumber daya manusia, dan materi/sarana komunikasi.
13
2.1.3 Model untuk mengukur kualitas layanan 1. Model Servqual Parasuraman Model kualitas layanan yang banyak dijadikan acuan dalam mengukur kualitas layanan adalah model Servqual (service quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry terhadap enam sektor jasa (Tjiptono, 2012) Model servqual bermanfaat dalam melakukan analisis gap yang biasanya terjadi dan lima gap (kesenjangan) yang berpengaruh terhadap kualitas layanan. Gap-gap yang biasanya terjadi dan berpengaruh terhadap kualitas layanan meliputi : 1. Gap pertama ( Knowlegde Gap) Kesenjangan antara harapan atau ekspektasi pelanggan aktual dan pemahaman atau persepsi manajemen terhadap ekspektasi pelanggan (Knowledge Gap). Kesenjangan ini terjadi karena ada perbedaan antara harapan pelanggan aktual dan pemahaman atau persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan. Penyempurnaan layanan pelanggan mutlak membutuhkan pemahaman atas apa yang sesungguhnya dibutuhkan pelanggan berdasarkan perspektif pelanggan sendiri. 2. Gap kedua ( Standards Gap) Gap antara persepsi manajemen terhadap ekspektasi/harapan konsumen dan spesifikasi kualitas layanan atau standards gap. Spesifikasi kualitas layanan tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap harapan konsumen. Penyebabnya antara lain: tidak adanya standar kinerja yang jelas, kesalahan perencanaan atau prosedur perencanaan tidak memadai, manajemen perencanaan
14
buruk, kurangnya penetapan tujuan yang jelas dalam organisasi, kurangnya dukungan manajemen puncak terhadap perencanaan kualitas layanan, kekurangan sumber daya, dan situasi permintaan berlebihan. 3. Gap ketiga (Delivery Gap). Gap antara spesifikasi kualitas layanan dan penyampaian layanan (delivery gap). Kesenjangan ini berarti spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian layanan. Penyebabnya antara lain: para karyawan tidak menyepakati spesifikasi dan tidak berusaha memenuhinya, beban kerja karyawan terlampau berlebihan, dan standar kerja tidak dapat dipenuhi karyawan (terlalu tinggi atau tidak realistis). 4. Gap keempat (Communications Gap). Gap
antara
penyampaian
layanan
dan
komunikasi
eksternal
(communications gap). Kesenjangan ini berarti bahwa janji-janji
yang
disampaikan melalui aktifitas komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan layanan yang diberikan kepada para pelanggan. Hal ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya: perencanaan komunikasi antara pemasaran tidak terintegrasi dengan operasi layanan, kurangnya koordinasi antara aktifitas pemasaran eksternal dan operasi layanan, dan organisasi gagal memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Iklan dan slogan serta janji-janji perusahaan sering kali mempengaruhi harapan pelanggan. Jika penyedia layanan memberikan janji berlebihan, maka resikonya harapan pelanggan bisa membumbung tinggi dan sulit dipenuhi.
15
5. Gap kelima (Service Gap) Gap antara persepsi terhadap layanan yang diterima dan layanan yang diharapkan (service gap). Gap ini bisa menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk (negatively onfirmed quality) dan masalah kualitas; komunikasi gethok tular yang negatif; dampak negatif terhadap citra lokal; dan kehilangan pelanggan. Kesenjangan ini berarti bahwa layanan yang dipersepsikan tidak konsisten dengan layanan yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan atau organisasi berdasarkan kriteria atau ukuran yang berbeda atau keliru menginterpretasikan kualitas layanan. Menurut Tjiptono (2012) kunci utama mengatasi Gap 5 (service gap) adalah menutup Gap 1 sampai Gap 4 melalui perencanaan sistem layanan secara komprehensif, komunikasi dengan pelanggan secara terintegrasi dan konsisten, dan pengembangan staf layanan atau sumber daya manusia (SDM) terlatih yang mampu secara konsisten memberikan layanan prima. Selama masih ada gap, persepsi pelanggan terhadap layanan perusahaan atau organisasi akan rendah. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (Tjiptono, 2012), model servqual meliputi analisis terhadap lima gap (kesenjangan) yang berpengaruh terhadap kualitas layanan jasa. Adapun kesenjangan-kesenjangan tersebut dapat digambarkan dengan model seperti Gambar 2.1.
16
PELANGGAN
Komunikasi Gethok Tular
Kebutuhan Pribadi
Pengalaman Masa Lalu
Layanan Yang Diharapkan GAP 5 Persepsi terhadap Layanan ____________________________________________ PEMASAR
GAP 1
Penyampaian Layanan
GAP 4
Komunikasi Eksternal kepada Pelanggan
GAP 3 Spesifikasi Kualitas Layanan
GAP 2 Persepsi Manajemen Atas Harapan Pelanggan Gambar 2.1 Model Konseptual Servqual, Zeithaml (1990) (Tjiptono, 2012) 2. Model Importance-performance oleh Martilla dan James Pada tahun 1977 Martilla dan James memperkenalkan suatu analisis yang memperbandingkan antara tingkat kepentingan menurut pelanggan dengan performance atau kinerja yang dihasilkan oleh suatu organisasi. Analisisnya
17
dikenal dengan nama Importance-Performance Analysis (IPA). IPA pada dasarnya merupakan pengembangan dari model servqual dari Parasuraman dan kawan-kawan dengan mengganti istilah-istilah persepsi atas layanan atau jasa yang dirasakan dengan performance atau kinerja. Sedangkan istilah-istilah layanan yang diharapkan atau expectation diganti dengan importance atau kepentingan (Rangkuti, 2003). Importance-Performance Analysis (IPA) pengembangan dari model servqual, maka variable dan indikator yang digunakan dalam analisis ini juga adalah sama dengan variabel-variabel dan indikator-indikator oleh Parasuraman dkk., yaitu lima variabel yang terdiri atas 22 indikator. 2.1.4 Unsur-unsur Kualitas Pelayanan Menurut Daryanto & Setyobudi (2014) unsur-unsur kualitas pelayanan antara lain: 1. Penampilan Penampilan Personal dan fisik sebagaimana layanan kantor depan (resepsionis) memerlukan persyaratan seperti: wajah harus menawan, badan harus tegap/tidak cacat, tutur bahasa menarik, familiar dalam perilaku, penampilan penuh percaya diri, busana harus menarik. 2. Tepat waktu dan janji Secara utuh dan prima petugas pelayanan dalam menyampaikan perlu diperhitungkan janji yang disampaikan kepada pelanggan bukan sebaliknya selalu ingkar janji.
18
3. Kesediaan melayani Sebagaimana fungsi dan wewenang harus melayani kepada pelangan, konsekuensi logis petugas harus benar-benar bersedia melayani para pelanggan. 4. Pengetahuan dan keahlian Sebagai syarat untuk melayani dengan baik, petugas harus mempunyai pengetahuan dan keahlian. Petugas pelayanan harus memiliki tingkat pendidikan tertentu dan pelatihan tertentu yang disyaratkan dalam jabatan serta memiliki pengalaman yang luas dibidangnya. 5. Kesopanan dan ramah tamah Masyarakat pengguna jasa pelayanan dan lapisan masyarakat baik tingkat status ekonomi sosial rendah maupun tinggi terdapat perbedaan karakternya maka petugas pelayanan masyarakat dituntut adanya keramahtamahan yang standar dalam melayani, sabar, tidak egois, dan santun dalam bertutur kepada pelanggan. 6. Kejujuran dan kepercayaan Pelayanan ini oleh pengguna jasa dapat dipergunakan berbagai aspek, maka dalam penyelenggaraannya harus transparan dari aspek kejujuran, jujur dalam bentuk aturan, jujur dalam pembiayaan dan jujur dalam penyelesaian waktunya. Dari aspek kejujuran petugas pelayanan dikatagorikan sebagai pelayanan yang dipercaya dari segi sikapnya, dipercaya dari tutur katanya, dapat dipercaya dalam penyelesaian akhir pelayanan sehingga otomatis pelanggan merasa puas.
19
7. Kepastian hukum Hasil pelayanan terhadap masyarakat harus mempunyai legitimasi atau mempunyai kepastian hukum. 8. Keterbukaan Keterbukaan akan mempengaruhi unsur-unsur kesederhanaan, kejelasan informasi kepada masyarakat. 9. Efisien Dari setiap pelayanan dalam berbagai urusan, tuntutan masyarakat adalah efisiensi dan efektifitas dari berbagai aspek sumber daya sehingga menghasilkan biaya yang murah, waktu yang singkat dan tepat serta hasil kualitas yang tinggi. Dengan demikian efisiensi dan efektifitas merupakan tuntutan yang harus diwujudkan. 10. Biaya Pemantapan pengurusan dalam pelayanan diperlukan kewajaran dalam penentuan pembiayaan, pembiayaan harus disesuaikan dengan daya beli masyarakat dan pengeluaran biaya harus transparan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 11. Tidak rasial Pengurusan pelayanan dilarang membeda-bedakan kesukuan, agama, aliran dan politik dengan demikian segala urusan harus memenuhi jangkauan yang luas dan merata.
20
12. Kesederhanaan Prosedur dan tata cara pelayanan kepada masyarakat untuk diperhatikan kemudahan, tidak berbelit-belit dalam pelaksanaan. 2.1.5 Cara Menjaga Kualitas Pelayanan Salah satu upaya untuk menciptakan, mempertahankan dan meningkatkan hubungan yang lebih baik dengan anggota sebagai pelanggan adalah dengan cara memberikan pelayanan berkualitas secara konsisten dan baik, serta memberikan pelayanan yang lebih unggul dari pada pesaing (Salim, 2002). Kualitas pelayanan hendaknya dilihat dari sudut pandang anggota, karena anggota yang menentukan nilai kualitasnya. Menurut Davis (1995), bahwa keunggulan dari koperasi adalah dalam hal pelayanan dan kualitas yang sesuai dengan kehendak anggota. Oleh karena itu, untuk memelihara kesetiaan anggota maka dalam pelayanan koperasi hendaknya menggunakan program-program yang memberikan nilai tambah pada koperasi dan produk di mata anggota, seperti membangun hubungan baik dalam jangka panjang dengan para anggota, dan membangun komunikasi secara berkala melalui penyebaran daftar pertanyaan seputar produk dan pelayanan yang dikonsumsi oleh anggota. Ropke (2000) yang menyatakan bahwa koperasi merupakan organisasi yang anggotanya adalah sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan. Sehingga upaya untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan atau anggota hendaknya menjadi perioritas bagi koperasi. Manajer koperasi harus terus berupaya agar anggotanya dapat menjadi pelanggan yang setia kepada koperasi.
21
Karena umumnya koperasi bergerak dalam bidang jasa, yaitu pemberian sarana produksi dan komunikasi untuk anggota, pemasaran produk hasil usaha anggota, serta jasa perkreditan. 2.2 Kepuasan Pelanggan 2.2.1 Definisi Kepuasan Pelanggan Kepuasan adalah perasaan yang bersifat positif seperti senang dan bahagia atau bersifat negatif seperti kecewa yang muncul dalam membandingkan antara kinerja suatu produk atau jasa yang dirasakan dengan yang diharapkan. Apabila kinerja tidak sesuai dengan keinginan, maka pelanggan akan menunjukkan kekecewaan atau sikat negatif terhadap produk dan jasa yang ditawarkan, dan sebaliknya apabila sesuai atau melebihi harapan maka akan timbul kepuasan (Kotler dan Keller, 2009). Kepuasan pelanggan menurut Rangkuti (2003), adalah respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual atau hasil yang dirasakan setelah pemakaian. Selanjutnya menurut Tse & Wilton (dalam Tjiptono, 2012) kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi persepsi atas perbedaan antara harapan awal sebelum pembelian (atau standar kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah memakai atau mengkonsumsi produk bersangkutan. Lebih lanjut menurut Tjiptono (2012) kepuasan pelanggan berpotensi memberikan sejumlah manfaat spesifik, diantaranya: (1) berdampak positif terhadap loyalitas pelangggan. (2) berpotensi menjadi sumber pendapatan masa
22
depan, terutama melalui pembelian ulang, cross-selling, dan up-selling. (3) menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan, terutama biaya-biaya komunikasi pemasaran, penjualan, dan layanan pelanggan. (4) menekan volatilitas dan resiko berkenaan dengan prediksi aliran kas masa depan. (5) meningkatkan toleransi harga, terutama kesedian pelanggan untuk membayar harga premium dan pelanggan cenderung tidak mudah tergoda untuk beralih pemasok. (6) menumbuhkan rekomendasi gethok tular positif. (7) pelanggan cenderung lebih reseptif
terhadap product-line extension, brand extension, dan new add-on
services yang ditawarkan perusahaan, serta (8) meningkatkan bargaining power relative perusahaan terhadap jaringan pemasok, mitra bisnis, dan saluran distribusi. 2.2.2 Metode Mengukur Kepuasan Pelanggan Menurut Tjiptono (2012) prinsip dasar yang melandasi pentingnya pengukuran kepuasan pelanggan adalah doing best what matter most to customers (melakukan yang terbaik aspek-aspek terpenting bagi pelanggan). Secara garis besar ada empat metode yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan yakni: 1. Sistem keluhan dan saran Pelanggan menyampaikan keluhan dan saran melalui kotak saran di lokasi strategis, kartu pos berperangko, saluran telepon bebas pulsa, website, email, fax, blog dan lain lain.
23
2. Ghost shopping (mystery shopping) Salah satu bentuk riset observasi partisipatoris yang memakai jasa orang-orang yang menyamar sebagi pelanggan perusahaan dan pesaing dan merinci aspekaspek layanan dan kualitas produk. 3. Lost Customer Analysis Menghubungi atau mewawancarai para pelanggan yang telah beralih pemasok dalam rangka memahami penyebabnya dan melakukan perbaikan layanan. 4. Survei Kepuasan pelanggan Metode survey digunakan baik via post, telepon, email, website, blog maupun tatap muka langsung. 2.2.3 Loyalitas Pelanggan Griffin (1995) menyatakan bahwa pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang memiliki ciri : melakukan pembelian secara berulang pada perusahaan yang sama. Membeli melalui lini produk dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan yang sama, memberitahukan kepada orang lain tentang kepuasan yang dirasakan dan menunjukkan kekebalannya terhadap tawaran dari perusahaan pesaing. Oleh karena itu, atribut-atribut yang digunakan dalam mengukur loyalitas pelanggan menurut Griffin (1995) adalah sebagai berikut: 1.Make regular repeat purchases, yaitu dilakukannya pembelian secara berulang 2. Purchase across product and service line, dilakukannya pembelian melalui lini produk. 3. Refers to other, direkomenasinya kepuasan yang dirasakan.
24
4. Demonstrate an immunity to the pull of the competition, ketahanannya terhadap ajakan perusahan pesaing. 2.3 Koperasi 2.3.1 Definisi Koperasi Undang-Undang No 25 Tahun 1992 pasal 1 menyatakan, Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan azas kekeluargaan, Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan azas kekeluargaan (Hendar & Kusnadi, 2005). 2.3.2 Prinsip koperasi Prinsip koperasi adalah suatu sistem ide-ide abstrak yang merupakan petunjuk untuk membangun koperasi yang efektif dan tahan lama (Daryanto, 2014). Prinsip koperasi menurut UU No. 25 tahun 1992 adalah: 1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka 2. Pengelolaan dilakukan secara demokrasi 3. Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masingmasing anggota 4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal 5. Kemandirian 6. Pendidikan perkoperasian
25
7. Kerjasama antar koperasi 2.3.3 Bentuk dan Jenis Koperasi Hendar & Kusnadi, (2005) menjelaskan bahwa jenis koperasi menurut fungsinya terdiri atas : 1. Koperasi
pembelian/pengadaan/konsumsi
adalah
koperasi
yang
menyelenggarakan fungsi pembelian atau pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan anggota sebagai konsumen akhir. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pembeli atau konsumen bagi koperasinya. 2. Koperasi penjualan/pemasaran adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi distribusi barang atau jasa yang dihasilkan oleh anggotanya agar sampai ditangan konsumen. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pemasok barang atau jasa kepada koperasinya. 3. Koperasi produksi adalah koperasi yang menghasilkan barang dan jasa, dimana anggotanya bekerja sebagai pegawai atau karyawan koperasi. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pekerja koperasi. 4. Koperasi jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa yang dibutuhkan oleh anggota, misalnya: simpan pinjam, asuransi, angkutan, dan sebagainya. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pengguna layanan jasa koperasi (Hendar & Kusnadi, 2005) 2.3.4 Jenis koperasi berdasarkan tingkat dan luas daerah kerja Koperasi mempunyai luas daerah kerja yang dimaksudkan agar dapat dikelola dengan baik dan terstruktur sehingga koperasi dapat dibagi menjadi koperasi primer dan koperasi skunder ( Daryanto, 2014)
26
1. Koperasi Primer yaitu koperasi yang minimal memiliki anggota sebanyak 20 orang perseorangan. 2. Koperasi sekunder adalah koperasi yang terdiri dari gabungan badan-badan koperasi serta memiliki cakupan daerah kerja yang luas dibandingkan dengan koperasi primer. 2.3.5 Kewirausahaan koperasi Kewirausahaan koperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif, dengan mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan
bersama
(Daryanto, 2014). Dari definisi tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa kewirausahaan koperasi merupakan sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif Tugas utama wirakop adalah mengambil prakarsa inovatif, artinya berusaha mencari, menemukan, dan memanfaatkan peluang yang ada demi kepentingan bersama. Kewirausahaan dalam koperasi dapat dilakukan oleh anggota, manajer birokrat yang berperan dalam pembangunan koperasi dan katalis, yaitu orang yang peduli terhadap pengembangan koperasi (Daryanto, 2014) 2.3.6 Pengurus koperasi Pengurus koperasi dipilih dari kalangan dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota (Chaniago, 1983). Ada kalanya rapat anggota tersebut tidak berhasil memilih Pengurus dari kalangan anggota sendiri. Hal itu terjadi jika calon-calon yang berasal dari kalangan anggota sendiri tidak memiliki kesanggupan yang
27
diperlukan untuk memimpin koperasi yang bersangkutan, sedangkan yang dapat memenuhi syarat ialah mereka yang bukan anggota atau belum menjadi anggota koperasi (mungkin sudah turut dilayani oleh koperasi akan tetapi resminya belum meminta menjadi anggota) (Chaniago, 1983). 2.3.7 Tujuan Koperasi Tujuan utama yang ingin dicapai oleh koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan UUD 1945. Anggota koperasi dapat dikatagorikan ke dalam dua kelompok besar yaitu produsen dan konsumen, sedangkan pendapatan anggota dikatagorikan berbentuk pendapatan nominal dan pendaptan riil. Sumber pendapatan produsen adalah laba usaha yang lebih berkonotasi dengan pendapatan nominal, sehingga tujuan koperasi produsen adalah meningkatkan laba yang diraih oleh anggota. Sedangkan, pendapatan konsumen adalah berasal dari sumber tertentu dan kesejahteraanya dapat diukur dari pendapatan riilnya (Arifin, 2002). 2.3.8 Program Pelayanan Koperasi Hanel (1992) menyatakan bahwa kopersi harus menyusun forderplan (rencana pelayanan) yang jelas dan rasional di dalam menjalankan tugas-tugasnya mempromosikan anggota. Selanjutnya, pada akhir masa kerja perlu disusun apa yang disebut dengan neraca pelayanan ( forderbilanz). Oleh karena itu kualitas pelayanan terhadap anggota harus menjadi pijakan utama manajeman koperasi.
28
Dengan demikian koperasi perlu menerapkan strategi biaya rendah dan keunikan pelayanan di dalam mempromosikan anggota. Anggota koperasi harus dilibatkan dalam penyusunan program dan pengesahannya. Arifin (2002) menyebutkan bahwa tahap-tahap yang harus ditempuh dalam penyusunan pelayanan koperasi adalah : 1. Identifikasi kegiatan ekonomi pada rumah tangga anggota 2. Merumuskan masalah ekonomi yang dihadapi oleh rumah tangga anggota 3. Menyusun alternatif pemecahan masalah dan menetapkan suatu alternatif yang terbaik sebagai landasan penyusunan program pelayanan koperasi. 4. Menyusun rencana pelayanan koperasi untuk disahkan oleh rapat anggota termasuk target pelayanan. 2.4 Hasil Penelitian Terdahulu. Penelitian-penelitian sebelumnya yang digunakan untuk referensi dalam penelitian ini tentang kualitas pelayanan, dan kepuasan. Hasil-hasil penelitian terdahulu tentu sangat relevan sebagai referensi ataupun pembanding, karena terdapat beberapa kesamaan prinsip, walaupun menggunakan variabel dan metode penelitian yang berbeda-beda. Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah: 1. Mustika (2007) dalam penelitiannya “Analisis Kepuasan Kelompok Tani dan Kualitas Pendampingan Yayasan Maha Bhoga Marga di Bali menyatakan Yayasan
Maha
Bhoga Marga belum
mampu
memberikan kualitas
pendampingan prima atau superior kepada kelompok berbasis pertanian yang didampinginya. Hal ini terlihat pada kesenjangan-kesenjangan antara kualitas
29
pendampingan yang mampu diberikan oleh Yayasan Maha Bhoga Marga dibandingkan dengan kualitas pendampingan yang diharapkan oleh kelompok dampingan. Tetapi Yayasan Maha Bhoga marga telah mampu memberikan tingkat kepuasan dengan kategori “sangat puas” pada kemampuan staf dalam memberikan pendampingan dan dalam menumbuhkan kepercayaan kelompok kepada mereka. Selanjutnya pada tingkat kepuasan dengan kategori “cukup puas” untuk kepedulian staf terhadap kepentingan kelompok dan penampilan fasilitas fisik organisasi, serta tingkat kepuasan dengan kategori “kurang puas” pada kecepatan respon staf untuk membantu dan melayani kelompok dampingan. 2. Sugiarta, 2006 dalam penelitiannya tentang ” Hubungan Dimensi Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Anggota Koperasi Pasar Srinadi di Kabupaten Klungkung ” menyatakan kepuasan anggota koperasi pasar Srinadi dipengaruhi oleh lima dimensi kualitas pelayanan yaitu kehandalan, jaminan, daya tanggap, perhatian, wujud fisik. Kontribusi kelima dimensi tersebut memberikan kepuasan sebesar 35% sisanya 65% ditentukan oleh faktor lain. 3. Abdhi, 2001
dalam penelitian tentang
”
Faktor yang Mempengaruhi
Kepuasan Wisatawan menginap pada Hotel Berbintang di Kawasan Nusa Dua” menyatakan bahwa tingkat kepuasan wisatawan dipengaruhi oleh lima faktor yaitu fasilitas, keandalan, tanggapan, kenyamanan dan perhatian. 4. Pemayun (2003) dalam penelitiannya tentang ”Faktor yang Menentukan Kepuasan Pelanggan PT. Bali Intercont Cargo di Denpasar” menyatakan bahwa dari 26 variabel kualitas layanan yang diteliti terdapat enam faktor
30
yang menentukan kepuasan pelanggan dengan kontribusi terbesar adalah dari faktor assurance. Sedangkan faktor tangibles hanya memberikan kontribusi variasi
sebesar
2,297%,
faktor
reliability
sebesar
11,574%
faktor
responsiveness sebesar 16,996%, faktor asurance sebesar 34,363%, faktor emphaty sebesar 7,928% dan faktor recovery sebesar 4,719 %. Dari penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yaitu pada variabel dan metode penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Mustika (2007), Sugiarta (2006) dan Abdhi (2001) dengan menggunakan lima dimensi kualitas pelayanan yaitu kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti fisik. Sedangkan penelitian dari Pemayun (2003) dengan menggunakan enam faktor kualitas pelayanan yang menentukan kepuasan pelanggan yaitu faktor assurance, faktor tangibles, faktor reliability, responsiveness, faktor empati dan faktor recovery. Metode penelitian yang digunakan oleh Sugiarta, Pemayun dan Abdhi dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif, sedangkan metode penelitian Mustika dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Persamaan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama meneliti kepuasan anggota/ pelanggan. Pada Penelitian ini menganalisis tentang kualitas pelayanan yang diukur dari kesenjangan antara pelayanan
yang dirasakan dengan pelayanan
yang
diharapkan oleh anggota koperasi. Tingkat kepuasan anggota Koperasi Unit Desa Suraberata diukur dari indeks kepentingan menurut anggota dengan indeks kinerja yang dihasilkan oleh Koperasi Unit Desa Suraberata.