BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Sosial Menurut Pargito 2010:50 (dalam Daryanto, 2014: 64) pendidikan IPS di SD adalah mata pelajaran/bidang kajian konsep dasar ilmu sosial melalui pendekatan pendidikan, pertimbangan psikologis, serta kebermaknaannya bagi siswa. Dalam kehidupannya mulai dari tingkat SD sampai tingkat SMA, atau membekali, mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Menurut Piaget (dalam Daryanto, 2014: 65) bahwa anak dalam kelompok usia 7-11 tahun yaitu: Anak berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional. Mereka memandang dunia keseluruhan yang utuh, menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang, dan bukan masa depan yang belum mereka pahami. Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Menurut Farris dan Cooper (dalam Daryanto, 2014: 66) menyatakan bahwa dalam pembelajaran IPS SD menggunakan pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas. Dimulai dengan pengenalan diri, kemudian keluarga, tetangga, lingkungan RT, RW sampai ke negara, kemudian dunia. Anak memiliki berbagai berbagai potensi dan memerlukan proses sentuhansentuhan tertentu dalam perkembangannya. Mereka yang memulai dari egosentrisme dirinya kemudian belajar, akan menjadi berkembang dengan kesadaran akan ruang dan waktu yang semakin meluas, dan mencoba serta berusaha melakukan aktivitas yang berbentuk intervensi dalam dunianya. Berdasarkan pengertian di atas, maka Pendidikan IPS SD adalah upaya yang membawa kesadaran terhadap ruang, waktu, dan lingkungan sekitar bagi siswa untuk berkembang semakin luas, sesuai dengan usia siswa. Perkembangan
7
8
kemampuan intelektual atau kognitifnya, psikologis dan motorisnya menggunakan cara dan teknik pembelajaran yang dapat dipahami pada usia siswa tersebut.
2.1.2 Pembelajaran IPS di SD Dalam dokumen Permendiknas (2006) dikemukakan bahwa IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi. Dari ketentuan ini maka secara konseptual, materi pelajaran IPS di SD belum mencakup dan mengakomodasi seluruh disiplin ilmu sosial. Namun, ada ketentuan bahwa melalui mata pelajaran IPS, Peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS dilatarbelakangi oleh pertimbangan dimasa yang akan datang peserta didik menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global mengalami perubahan setiap saat. Mata pelajaran IPS dirancang mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajarn IPS di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006) 1.
Manusia, tempat, dan lingkungan.
2.
Waktu, keberlanjutan, dan perubahan.
3.
Sistem sosial dan budaya.
4.
Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006): 1.
Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
9
2.
Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3.
Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4.
Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara rasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangn kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasaran pada pemberdayaan peserta didik untuk memangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi olh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan untuk siswa kelas V SD disajikan Tabel 2.1 berikut ini. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas V Semester II Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 2.
2.1.3
Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
2.1 Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. 2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan. 2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan.
Model Talking Stick
2.1.3.1 Pengertian Model Talking Stick Menurut Carol Locust (dalam Huda, 2013: 224) pernah berkata: “The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as a means of just and impartial hearing. The talking stick was commonly used in council circles to decide who had the right to speak. When matters of great concern would come before the council,
10
the leading elder would hold the talking stick, and begin the discussion. When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick, and whoever would speak after him would take it. In this manner, the stick would be passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so. The stick was then passed back to the elder for safe keeping.” Jadi, pada mulanya, Talking Stick adalah metode yang digunakan penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang menyampaikan pendapat. Kini metode itu digunakan sebagai metode pembelajaran ruang kelas. Talking Stick merupakan model pembelajaran dengan bantuan tongkat. Kelompok yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mereka mempelajari materi. Kegiatan ini diulang terus-menerus sampai kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru. Model pembelajaran ini untuk melatih berbicara, menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif (Huda, 2013: 224). Model pembelajaran Talking Stick termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif. Strategi pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah peserta didik mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran talking stick sangat cocok diterapkan bagi peserta didik SD, SMP, dan SMA/SMK. (Shoimin, 2014: 198 ). Model Talking Stick mendorong peserta didik berani mengemukakan pendapat. Dengan penjelasan guru mengenai materi yang dipelajari menggunakan bantuan tongkat yang bergulir peserta didik dituntun mengulang materi yang sudah dipelajari dengan menjawab pertanyaan dari guru. Siapa yang memegang tongkat, dialah yang wajib menjawab pertanyaan (Agus Suprijono, 2013: 109) Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut pendapat para ahli, mengenai model pembelajaran Talking Stick ini dapat memperoleh banyak pengetahuan dan keterampilan. Siswa menjadi termotivasi untuk belajar lebih giat, kegiatan mengajar menjadi menyenangkan dan tidak membosankan dan siswa lebih berani mengemukakan pendapat.
11
2.1.3.2 Langkah-langkah atau sintak penerapan model Talking Stick Menurut Mukrimaa (2014: 159-160) sintak model Talking Stick adalah sebagai berikut: 1. Guru menyiapkan sebuah tongkat untuk media pembelajarannya. 2. Guru membentuk posisi lingkaran. 3. Guru menyiapkan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan teks atau materi untuk dipahami materi tersebut. 4. Setelah selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru mempersilahkan untuk menutup isi bacaan. 5. Setelah membentuk lingkaran, siswa disuruh berhitung dan harus menghafal nomor yang didapat siswa tersebut. 6. Guru menyebutkan nomor bebas dan siswa harus maju ke depan untuk mengambil tongkat dan guru memberikan pertanyaan kepada siswa tersebut, lalu siswa tersebut harus menjawabnya. 7. Guru memberikan kesimpulan . 8. Guru melakukan evaluasi/penilaian, baik secara kelompok maupun individu. 9. Guru menutup pembelajaran. Menurut Huda (2013: 225) sintak model Talking Stick adalah sebagai berikut: 1. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya + 20 cm. 2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajar, kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran. 3. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana. 4. Setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru mempersilahkan siswa untuk menutup isi bacaan. 5. Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu siswa, setelah itu guru memberi pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru. 6. Guru memberi kesimpulan .
12
7. Guru melakukan evaluasi/penilaian. 8. Guru menutup pembelajaran. Menurut Shoimin (2014: 199) sintak model Talking Stick adalah sebagai berikut: 1. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen. 2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok. 3. Guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga kelompok mendapat tugas suatu materi/tugasyang berbeda dari kelompok lain. 4. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi penemuan. 5. Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok. 6. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberikan kesimpulan. 7. Evaluasi. 8. Penutup. Dari penjelasan sintak para ahli, dapat disimpulkan bahwa: 1. Penyajian materi oleh guru: a. Guru menyiapkan sebuah tongkat. b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari. 2. Pendalaman materi oleh siswa: a. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi. b. Guru meminta siswa untuk menutup bukunya. 3. Permainan dengan tongkat a. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa. b. Guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru. 4. Menarik Kesimpulan Guru memberikan kesimpulan. 5. Evaluasi.
13
Guru melakukan evaluasi. 6. Penutup. Guru menutup pembelajaran. 2.1.3.3 Kelebihan Model Talking Stick Adapun kelebihan dari model Talking Stick (Shoimin, 2014: 199) adalah: 1. Menguji kesiapan peserta didik dalam pembelajaran. 2. Melatih peserta didik memahami materi dengan cepat. 3. Memacu agar peserta didik lebih giat belajar (belajar dahulu sebelum pelajaran dimulai). 4. Peserta didik berani mengemukakan pendapat. Menurut Mukrimaa (2014: 160) kelebihan model Talking Stick adalah: 1. Menguji kesiapan siswa. 2. Melatih membaca dan memahami dengan cepat. 3. Agar lebih giat belajar (belajar dahulu) Menurut Huda (2013: 225) kelebihan model Talking Stick adalah: 1. Model ini bermanfaat karena ia mampu menguji kesiapan siswa. 2. Melatih keterampilan mereka dalam membaca dan memahami materi pelajaran dengan cepat. 3. Mengajak mereka untuk terus siap dalam situasi apapun. Dari beberapa uraian para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan model Talking Stick adalah 1. Talking Stick mampu meningkatkan dan menguji kesiapan belajar siswa. 2. Melatih siswa dalam memahami materi pelajaran dengan cepat. 3. Mampu melatih siswa untuk selalu siap dalam kondisi dan situasi apapun. 4. Mampu melatih keberanian peserta didik dalam menyampaikan pendapat atau menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh guru. 2.1.3.4 Kekurangan Model Talking Stick Selain memiliki kelebihan, model Talking Stick juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya: Menurut Shoimin (2014: 199) kekurangan model Talking Stick adalah
14
1. Membuat siswa senam jantung. 2. Siswa yang tidak siap tidak bisa menjawab. 3. Membuat peserta didik tegang. 4. Ketakutan akan pertanyaan yang akan diberikan oleh guru. Menurut Huda (2013: 226) kekurangan model Talking Stick adalah 1. Bagi siswa-siswa yang secara emosional belum terlatih untuk bisa berbicara dihadapan guru. 2. Model ini mungkin kurang sesuai. Menurut Mukrimaa (2014: 160) kekurangan model Talking Stick adaah 1. Membuat siswa gelisah, gundah gulana dan lain-lain (bercanda). Dari beberapa uraian para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kekurangan model Talking Stick adalah 1. Model Talking Stick membuat siswa tegang ketika tidak siap menjawab. 2. Siswa takut menjawab pertanyaan yang akan diberikan oleh guru. 3. Siswa yang emosionalnya belum terlatih untuk bisa berbicara dihadapan guru. 2.1.3.5 Analisis komponen-komponen Model Talking Stick Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104-106) menyebutkan bahwa sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks, komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial, komponen daya dukung berupa sarana prasarana pelaksanaan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar peserta didik sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Komponenkomponen dari model pembelajaran Talking Stick yaitu sebagai berikut. 1.
Sintagmatik Sintagmatik atau struktur model pembelajaran merupakan urutan langkah
pengajaran yang menunjuk pada fase-fase atau tahap-tahap yang dilaksanakan oleh seorang guru ketika memakai model pembelajaran tertentu. Model Talking Stick memiliki sintak sebagai berikut: 1) Penyajian materi oleh guru, 2)
15
Pendalaman materi oleh siswa, 3) Permainan dengan tongkat, 4) Menarik Kesimpulan, 5) Evaluasi, 6) Penutup. Pada tahap pertama yaitu penyampaian materi oleh guru, guru menyiapkan sebuah tongkat dan guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari. Pada tahap kedua, pendalaman materi oleh siswa, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi. Guru meminta siswa untuk menutup bukunya. Pada tahap ketiga, permainan dengan tongkat, guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa. Guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru. Pada tahap keempat, menarik kesimpulan, guru memberikan kesimpulan dari materi yang telah dipelajari. Pada tahap kelima, evaluasi, guru melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap keenam, penutup, guru menutup pembelajaran yang telah dilakukan. 2.
Prinsip Reaksi Prinsip reaksi merupakan gambaran pola kegiatan bagaimana guru
memperlakukan dan memberikan respon kepada siswa di dalam kegiatan pembelajaran. Peran guru dalam model Talking Stick ini adalah sebagai seorang fasilitator yang langsung terlibat dalam proses pembelajaran. Guru sebagai fasilitator berperan mengarahkan dan memberi batasan waktu dalam kegiatan membaca dan mempelajari materi yang dipelajari setelah guru menjelaskan materi. Guru juga berperan dalam memberikan pertanyaan kepada siswa yang memegang tongkat. Selain itu guru berperan sebagai evaluator yaitu memastikan kebenaran dalam menjawab pertanyaan dalam permainan tongkat. 3.
Sistem sosial Sistem sosial merupakan pola-pola hubungan yang terbentuk antara guru dan
siswa ketika proses pembelajaran terjadi. Sistem sosial dalam model pembelajaran ini adanya kedisiplinan ketika siswa diberi kesempatan membaca buku dan memahami materi.
16
Selain itu sistem sosial dapat terbentuk dalam kegiatan menjawab pertanyaan yang diberikan guru, siswa dilatih untuk memiliki sikap menghargai pendapat yang telah disampaikan oleh temannya. Sistem sosial juga dapat terbentuk saat siswa selalu siap dalam situasi apapun ketika melakukan permainan tongkat. 4.
Daya dukung Daya dukung yaitu seperangkat bahan, alat dan sarana-sarana lain yang
diperlukan agar proses pembelajaran berjalan dengan optimal. Sistem pendukung dalam model Talking Stick adalah materi peristiwa sekitar proklamasi, gambar tokoh kemerdekaan Indonesia, pertanyaan yang digunakan dalam permainan tongkat, serta tongkat yang digunakan untuk permainan. 5.
Dampak instruksional dan dampak pendukung Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai langsung
dengan cara mengarahkan para peserta didik pada tujuan yang diharapkan. Dampak instruksional adalah kemampuan menyebutkan peristiwa menjelang proklamasi
kemerdekaan,
kemampuan
menjelaskan
pembentukan
alat
kemerdekaan NKRI, kemampuan menyebutkan tokoh-tokoh yang berperan penting dalam proklamasi kemerdekan, kemampuan menjelskan cara menghargai jasa tokoh-tokoh kemerdekaan. Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para peserta didik tanpa pengarahan langsung dari pengajar. Dari segi dampak pengiring melalui model Talking Stick diharapkan dapat terbentuk kemampuan kemandirian sebagai pembelajar seperti mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi sehingga berusaha untuk mencari tahu sendiri pengetahuannya.. Dampak pengiring melalui model Talking Stick adalah mandiri, tanggung jawab, komunikatif, kesiapan dan disiplin. Dampak pengiring hanya mungkin terbentuk jika kesempatan untuk mencapai/menghayati berbagai kemampuan tersebut memang benar-benar disediakan secara memadai. Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model Talking Stick digambarkan dalam bagan berikut.
17
kemampuan menyebutkan peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan. Mandiri Komunikatif
Talking Stick
Disiplin Menghargai
Kesiapan
kemampuan menjelaskan pembentukan alat kemerdekaan NKRI. kemampuan menyebutkan tokoh-tokoh yang berperan penting dalam proklamasi kemerdekaan. Kemampuan menjelaskan cara menghargai jasa tokohtokoh kemerdekaan.
Gambar 2.1 Dampak Pengiring dan Instruksional Model Talking Stick Keterangan: Dampak Instruksional Dampak Pengiring
2.1.3.6 Penerapan Model Talking Stick dalam Pembelajaran Tabel 2.2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPS dengan Model Talking Stick Sintak Talking Stick Kegiatan guru Kegiatan siswa - Siswa menunggu tongkat Penyajian materi oleh guru - Guru menyiapkan sebuah dari guru. tongkat. Siswa mendengarkan - Guru menyampaikan penjelasan dari guru. materi pokok yang akan dipelajari. - Guru memberikan - Siswa membaca buku Pendalaman materi oleh kesempatan kepada siswa paketnya masingsiswa untuk membaca buku paket masing. dan mempelajari materi. - Siswa menutup bukunya. - Guru meminta siswa menutup bukunya. - Guru mengambil tongkat - Siswa memindahkan Permainan dengan tongkat dan memberikan kepada tongkat secara estafet
18
siswa.
Menarik kesimpulan
-
Guru memberikan kesimpulan.
-
Evaluasi
-
Guru bersama siswa melakukan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan.
-
Penutup
-
Guru mengucapkan salam penutup.
-
sambil bernyanyi lagu “tongkat-tongkat berjalan”. Siswa menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan. Siswa bersama guru melakukan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan. Siswa menjawab salam penutup.
Rancangan komponen kegiatan Talking Stick akan terlaksana dengan baik jika ada jaminan kualitas pembelajaran melalui pengamatan. Pada tahap pertama atau langkah pertama adalah penjelasan materi oleh guru antara lain (1) Guru menyiapkan sebuah tongkat. (2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari tentang peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan, pembentukan alat kemerdekaan NKRI, tokoh-tokoh yang berperan penting dalam proklamasi kemerdekaan, cara menghargai jasa tokoh-tokoh kemerdekaan. Adapun siswa mendengarkan
guru
saat
menjelaskan
peristiwa
menjelang
proklamasi
kemerdekaan, pembentukan alat kemerdekaan NKRI, tokoh-tokoh yang berperan penting dalam proklamasi kemerdekaan, cara menghargai jasa tokoh-tokoh kemerdekaan. Tahap kedua adalah pendalaman materi oleh guru dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan antara lain, (1) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca buku paket dan mempelajari materi (2) Guru meminta siswa menutup bukunya. Tahap ketiga adalah permainan dengan tongkat. (1) Guru mengambil tongkat dan memberikan kesempatan kepada siswa, (2) Guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawab. Tahap keempat adalah menarik kesimpulan. (1) Tahap ini guru memberikan kesimpulan tentang materi yang telah disampaikan, siswa membuat rangkuman dari hasil kegiatan pembelajaran.
19
Tahap kelima adalah evaluasi. (1) Guru bersama siswa melakukan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan (2) Guru bertanya atau memberi kesempatan siswa jika ada materi yang kurang jelas, siswa melakukan tanya jawab pada guru mengenai materi yang belum jelas. (3) guru menjawab pertanyaan siswa, (4) Guru memberikan tindak lanjut (4) Guru memberi penguatan dengan memberikan soal-soal, adapun siswa mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru sebagai penguatan. 2.1.4 Hasil Belajar 2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya (Juliah dalam Jihad Asep, 2013: 15). Menurut Sudjana (dalam Jihad Asep, 2013: 15) berpendapat bahwa, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar ditinjau dari taksonomi Bloom dalam Wardani Naniek Sulistya dkk. (2012: 193) menyatakan bahwa hasil belajar mencakup kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga kemampuan tersebut dapat diketahui melalui pengukuran. Jadi hasil belajar adalah merupakan kemampuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa dan terbentuknya konsep baru setelah siswa menerima perlakuan yang diberikan oleh guru. Dengan pengalaman belajarnya tersebut siswa dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 2.1.4.2 Teknik Pengukuran Hasil Belajar Pengukuran hasil belajar adalah penetapan angka yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu (Allen dalam Naniek Sulistya, dkk. (2012: 48). Besarnya hasil belajar diketahui melalui pengukuran. Pengukuran tersebut menggunakan alat ukur disebut instrumen. Teknik pengukuran dibedakan menjadi 2 yaitu teknik tes dan non tes (dalam Wardani Naniek Sulistya, dkk. (2012: 78).
20
1. Teknik tes Tes merupakan seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Suryanto Adi, dkk., dalam Wardani Naniek Sulistya, dkk, 2012:70). Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan: a. Tes Tertulis Tes Tertulis adalah tes yang soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis. b. Tes Lisan Tes lisan adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik, dengan tujuan untuk melakukan pengukuran atau menentukan skor. c. Tes Perbuatan Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanannya tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau unjuk kerja. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya: a. Tes essay (Essay-type test) Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan. b. Tes jawaban pendek Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk essay, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas, maupun angka-angka.
21
c. Tes objektif Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Macam-macam tes objektif antara lain tes benar salah, tes pilihan ganda, tes menjodohkan, tes isian singkat. Tes berdasarkan waktu penyelenggaraan: a. Tes masuk, diselenggarakan sebelum dan menjelang suatu program pengajaran dimulai. b. Tes formatif, dilakukan pada saat program pengajaran sedang berlangsung. c. Tes sumatif, diselenggarakan untuk mengetahui hasil pengajaran secara keseluruhan (total). d. Pre-tes dan post-test, hasil pra-tes digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik pada awal program pengajaran dan menentukan sejauh mana kemajuan seorang peserta didik. Kemajuan yang dicapai bisa dilihat dari perbandingan pra tes dengan hasil tes yang diselenggarakan di akhir program pengajaran (post-test.) 2. Nontes Teknik non tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen non tes dapat berbentuk kuesioner atau inventori. Sangat penting dalam mengases siswa pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik nontes yaitu: a. Unjuk kerja Suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi dan berdiskusi. b. Penugasan Penilaian
yang
berbentuk
pemberian
tugas
yang
mengandung
penyelidikan (investigasi) yang baru selesai dalam waktu tertentu.
22
Penyelidikan ini dilakukan secara
bertahap yakni perencanaan,
pengumpulan data, pengolahan data dan penyajian data. c. Tugas individu Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada waktu pembuatan kliping, makalah dan lain sejenisnya. d. Tugas kelompok Tugas ini dikerjakan secara berkelompok. Bentuk instrument yang digunakan salah satunya adalah tertulis dengan menjawab uraian secara bebas dengan tingkat berfikir tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi. e. Laporan Penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan praktikum dan laporan Pemantapan Praktik Lapangan (PPL). f. Response atau ujian praktik Suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya seperti mata kuliah PPL. g. Portofolio Penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjuk perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. 2.1.4.3 Fungsi Pengukuran Hasil Belajar Dalam buku Panduan Penilaian Berbasis Kelas (Depdiknas, 2006) menjelaskan fungsi asesmen pembelajaran sebagai berikut: 1. Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi, 2. Sebagai landasan pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka
membantu
peserta
didik
baik
untuk
memilih
program,
pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (peran guru sebagai pendidik sekaligus pembimbing),
23
3. Untuk menemukan kesulitan belajar; kemungkinan prestasi yang dapat dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik menentukan apakah seorang peserta didik perlu mengikuti remidial atau program pengayaan, 4. Sebagai upaya pendidik untuk dapat menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang telah dilakukan ataupun yang sedang berlangsung, 5. Kesemuanya dapat dipakai sebagai kontrol bagi guru sebagai pendidik dan semua stake holder pendidikan dalam lingkup sekolah tentang gambaran kemajuan perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik.
2.1.4.4 Aspek-aspek Pengukuran Hasil Belajar Alat ukur yang digunakan haruslah dibuatkan kisi-kisi terlebih dahulu. Kisikisi adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan pedoman menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Adapun kisi-kisi tersebut meliputi: 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 2. Indikator 3. Proses berfikir {C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis), C5 (evaluasi), C6 (kreasi)} 4. Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi) 5. Bentuk instrumen. Menurut Mardapi (dalam Wardani Naniek Sulistya, dkk, 2012:51), mengartikan evaluasi adalah proses memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau sesudah pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok atau berbagai patokan yang lain.
24
Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan penilaian. Kriteria batas minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK). Kriteria ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan penilaian Acuan Norma/Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan Dalam membuat penelitian ini tidak terlepas dari penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Basilisa Nuari Deana Amoy (2014) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Kooperatif Tipe Talking Stick Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas V Sekolah Dasar” dalam pembelajaran IPS kelas V Sekolah Dasar Negeri 23 Pontianak Barat. Kesimpulan yang didapat adalah a. Rata-rata hasil belajar peserta didik yang diajar tanpa menerapkan model kooperatif tipe Talking Stick pada pembelajaran IPS kelas V Sekolah Dasar Negeri 23 Pontianak Barat adalah (78,83). b. Rata-rata hasil belajar peserta didik yang diajar dengan menerapkan model kooperatif tipe Talking Stick dalam pembelajaran IPS kelas V Sekolah Dasar Negeri 23 Pontianak Barat adalah (83,93). c. Pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif tipe Talking Stick memberikan pengaruh yang sedang terhadap hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran IPS dengan harga effect size sebesar (0,41). I.G.A. Mas Dewi Anggarin (2013) penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Talking Stick Berbasis Aneka Sumber terhadap hasil belajar IPS siswa Kelas V SD Negeri 5 Dalung”. Berdasarkan hasil penelitian nilai rata-rata hasil belajar IPS melalui model kooperatif Talking Stick berbasis aneka sumber lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model kooperatif Talking Stick berbasis aneka sumber memiliki nilai rata-rata prestasi belajar IPS sebesar 68,71.
25
Kelompok siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran secara konvensional memiliki nilai rata-rata prestasi belajar IPS sebesar 59,39. Berdasarkan taraf signifikansi 5% dan dk = (36+35-2) = 69 diketahui bahwa ttabel = 2,000. Sedangkan t hitung yang diperoleh berdasarkan hasil uji-t adalah sebesar 5,75, karena terhitung = 5,75 > tabel= 2,000, maka h0 ditolak dan ha diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar IPS yang dibelajarkan melalui model kooperatif Talking Stick berbasis aneka sumber melalui pembelajaran secara konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif Talking Stick berbasis aneka sumber berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa. Ni Nym. Triadi Astuti (2013) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Metode Talking Stick terhadap Hasil Belajar Pkn Siswa Kelas V SD di Gugus Krisna Kecamatan Negara”. Hasil belajar menggunakan metode Talking Stick lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Artinya, metode Talking Stick berpengaruh terhadap hasil belajar PKn. Dapat dilihat dari hasil uji t, yaitu diperoleh t hitung sebesar 9,70, sedangkan t tabel pada taraf signifikansi 5% adalah 2,000. Dapat dilihat t hitung lebih besar dari t tabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Di samping itu, rata-rata skor hasil belajar kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan dengan rata-rata skor hasil belajar kelompok kontrol ( ̅ E = 80,31 > ̅ K = 53,27 ).
Hal ini menunjukkan bahwa, metode Talking Stick berpengaruh terhadap
hasil belajar PKn. Rata-rata skor hasil belajar kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan dengan rata-rata skor hasil belajar pada kelompok kontrol ( ̅ E = 80,31 >
̅ K = 53,27 ). Hal ini menunjukkan bahwa, metode Talking Stick
berpengaruh terhadap hasil belajar PKn.
Penelitian Ni Putu Lisdayanti, dkk (2014) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Talking Stick Berbantuan Media Gambar Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V Sd Gugus 4 Baturiti”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA.
26
Siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Talking Stick berbantuan media gambar dengan siswa yang melaksanakan pembelajaran menggunakan pembelajaran konvensional. Taraf signifikansi 5% dengan dk=61, thitung > ttabel yang artinya Ha diterima (thitung = 3,714 ; ttabel = 2,000). Nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa kelas V dengan model kooperatif Talking Stick berbantuan media gambar lebih tinggi dari pembelajaran konvensional (78,16>73,90). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif Talking Stick berbantuan media gambar berpengaruh positif dan signifikan. Penelitian yang dilakukan Ida Bagus Ngurah Manuaba, dkk (2014) yang berjudul Pengaruh Metode Talking Stick Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri 1 Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : a. Hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode Talking Stick dengan mean (M) = 48,18 termasuk dalam kategori tinggi, b. Hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dengan mean (M) = 38,67 termasuk dalam kategori sedang, c. Terdapat perbedaan hasil belajar secara signifikan antara kelompok siswa yang belajar mengikuti pembelajaran dengan metode Talking Stick berbantuan media audio visual dengan kelompok siswa yang belajar mengikuti pembelajaran konvensional (thitung = 6,99 > ttabel = 2,000).
27
2.3 Kerangka Berpikir
Model Talking Stick
Sintak/langkah – langkah
Penyajian materi oleh guru
Pendalaman materi oleh siswa
Komunikatif
Disiplin
kemampuan menyebutkan peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan
kemampuan menjelaskan pembentukan alat kemerdekaan NKRI
Menghargai
Permainan dengan tongkat Menarik Kesimpulan
Kesiapan
Mandiri
kemampuan menyebutkan tokohtokoh yang berperan penting dalam proklamasi kemerdekaan.
Evaluasi Kemampuan menjelaskan cara menghargai jasa tokohtokoh kemerdekaan.
Penutup
Hasil Belajar Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir Model Talking Stick
2.4 Hipotesis Penelitian Dari uraian kerangka berfikir, peneliti mengemukakan hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh model Talking Stick yang signifikan terhadap hasil belajar siswa.
28
Hipotesis Penelitian:
H0
:
Tidak ada pengaruh penggunaan model Talking Stick yang signifikan terhadap hasil belajar IPS siswa kelas 5 SD Negeri 1 Kemiri.
Ha : Terdapat pengaruh penggunaan model Talking Stick terhadap hasil belajar IPS siswa kelas 5 SD Negeri 1 Kemiri.
Hipotesis Statistik:
H0: µ Talking Stick > µ
Konvensional
Ha: µ Talking Stick > µ
Konvensional