BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Six Sigma
Six Sigma merupakan suatu filosofi peningkatan kualitas dramatik yang diterapkan Motorola sejak tahun 1980-an dan awal 1990-an. Dewasa ini banyak dunia industri atau perusahaan-perusahaan yang mengembangkan usahanya dengan menggunakan metode Six Sigma. Karena Six Sigma dianggap mampu melakukan peningkatan kualitas secara sistematik menuju tingkat kegagalan nol (zero defect).
Menurut Tri Hendradi (2006) Six Sigma merupakan proses disiplin tinggi yang membantu mengembangkan dan menghantarkan produk mendekati sempurna. Six Sigma bukan semata-mata merupakan inisiatif kualitas, tetapi merupakan inisiatif bisnis untuk mendapatkan dan menghilangkan penyebab kesalahan atau cacat pada output proses bisnis terhadap pelanggan.
Menurut Miranda dan Amin Widjaja Tunggal (2006) banyak pengertian tentang Six Sigma. Six Sigma dapat diartikan sebagai metode berteknologi -canggih yang banyak digunakan oleh insinyur dan sastikawan dalam memperbaiki atau mengembangkan proses atau produk. Disamping itu pengertia Six Sigma yang lain adalah tujuan mendekati kesempurnaan dalam mencapai kebutuhan pelanggan. Ada juga yang mengartikan Six Sigma sebagai usaha mengubah budaya perusahaan untuk mencapai kepuasan pelanggan, keuntungan dan persaingan yang jauh lebih baik. Dalam jurnalnya Masoud Hekmatpana, dkk (2008) tentang “Six Sigma Process and its impact on the Organization Productivity” menyatakan bahwa metode Six Sigma adalah sebuah proyek manajemen yang digunakan untuk peningkatan
5
kualitas produk, pelayanan dan perbaikan proses secara terus menerus untuk mengurangi cacat dalam proses produksi. Dalam penerapan Six Sigma dilakukan pendekatan untuk menemukan dan mengeliminasi penyebab dari kesalahan/cacat proses yang berfokus pada output yang lebih baik. Ada empat fase untuk proses perbaikan yaitu Measure, Ananlyze, Improve dan Control (MAIC). Ada hubungan langsung dan positif antara Six Sigma dengan produktivitas. Kasus yang paling utama dalam Six Sigma adalah “Good things don’t come easy”.
Six Sigma juga merupakan suata cara yang baik untuk mengelola sebuah bisnis atau departemen. Six Sigma lebih mengedepankan pelanggan dan menggunakan fakta serta data untuk mendapatkan solusi-solusi yang lebih baik. Tiga hal utama dalam Six Sigma yang menjadi target usaha atau bisnis adalah : -
Meningkatkan kepuasan pelanggan
-
Mengurangi defect (cacat)
-
Mengurangi waktu siklus
Prinsip dasar program Six Sigma menurut Anang Hidayat dalam Strategi Six Sigma (2007) adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Prinsip Dasar Program Six Sigma DIMENSI Konsumen
PRINSIP-PRINSIP IMPLEMENTASI - Fokus pada kepuasan pelanggan - Menyajikan bebas cacat produk - Penekanan pada nilai pelanggan - Menghormati ekspektasi pelanggan
Perusahaan
- Bertanggung jawab mutlak terhadap visi dan tujuan jangka panjang - Menyajikan keuntungan yang besar bagi pemegang saham - Orientasi
pada
proses
dan
penekanan
pada
kemampuan proses
6
Lanjutan Tabel 2.1 Prinsip Dasar Program Six Sigma DIMENSI
PRINSIP-PRINSIP IMPLEMENTASI - Pembudayaan masalah kualitas adalah tanggung jawab segenap karyawan - Peningkatan secara terus menerus pada seluruh proses, baik proses produksi, pelayanan maupun proses transaksi - Pemanfaatan data, informasi dan pengetahuan sebagai standar kerja setiap saat - Mengadaptasi setiap variasi konsep-konsep reduksi
Tenaga Kerja
- Menghargai dan mendengar setiap input / masukan dari segenap karyawan - Penekanan pada pengelolaan ketenagakerjaan, motivasi dan inovasi - Kepemimpinan - Empati dan penghargaan
Rekanan
- Menjalin hubungan baik dengan supplier jangka panjang - Membantu pertumbuhan/peningkatan pemasok/ penyalur
Sosial Kemasyarakatan
- Peduli dan responsive terhadap masalah lingkungan sosial
Dalam Jurnalnya Bruce D. dan Ron Meier (2008) tentang “An Evaluating Approach to Successfully Implementing Six Sigma” menyatakan kesuksesan dalam implementasi Six Sigma tergantung beberapa faktor yaitu langsung berhubungan dengan kepemimpinan puncak dan akuntabilitas Manajer. Kunci sukses dalam implementasi Six Sigma adalah sebagai berikut : a. Budaya organisasi b. Komitmen dari kepemimpinan puncak dan manajer
7
c. Semua tingkatan dalam organisasi d. Penempatan orang yang benar pada posisinya e. Memiliki analisa yang kuat dan data pendukungnya cukup f. Pengembangan budaya untuk menambah hasil bukan pemutusan hubungan kerja. Matrik umum yang digunakan untuk menilai hasil Six Sigma diilustrasikan sebagai berikut : a. Cost Avoidance Keuntungan ini mengukur biaya yang realistis pada hasil implementasi pada proses yang baru. b. Cost Reduction Dimulai dengan menyertakan sumber daya atau biaya yang lain dan keluaran untuk bisnis dasar. Jika biaya sumber daya dapat dikurangi maka dapat mengurangi cost reduction. c. Increase Capacity Keuntungan ini mengukur dengan mengkalkulasi jumlah order untuk di masa yang akan datang. d. Retained Revenue Mengukur dengan mengkalkulasi nilai keluaran bisnis secara periode. e. Revenue Growth Mengukur dengan mengkalkulasi nilai bisnis yang baru untuk peningkatan hasil secara periode. f. Risk Management Proyek yang meminimalis resiko dalam organisasi, produk, dan jasa pelayanan.
2.1.1. Pengertian Six Sigma
Ada beberapa definisi dari Six Sigma. Menurut Peter S. Pande, Robert P. Neuman dan Roland R. Cavanagh (2000) dalam bukunya yang berjudul “The Six Sigma Way”, Six Sigma adalah : -
Tujuan yang hampir sempurna dalam memenuhi persyaratan pelanggan.
8
-
Sebagai usaha perubahan budaya supaya posisi perusahaan ada pada kepuasan pelanggan, profitabilitas dan daya saing yang lebih besar.
-
Sebuah
sistem
yang
komprehensif
dan
fleksibel
untuk
mencapai,
mempertahankan dan memaksimalkan kesuksesan dalam bisnis. Definisi itu yang memberikan fondasi bagi usaha untuk membuka potensi Six Sigma bagi sebuah organisasi. Ada banyak jenis sukses bisnis yang dapat diraih karena besarnya manfaat Six Sigma yang telah terbukti, mencakup : -
Pengurangan biaya
-
Peningkatan produktivitas
-
Pertumbuhan pangsa pasar
-
Retensi pelanggan
-
Pengurangan waktu siklus
-
Pengurangan defect (cacat)
-
Perubahan budaya kerja
-
Pengembangan produk / jasa
Menurut Miranda dan Amin Widjaja Tunggal (2006) definisi Six Sigma adalah suatu sistem yang komprehensif dan fleksibel, member dukungan dan memaksimalkan proses usaha, yang berfokus pada pemahaman akan kebutuhan pelanggan dengan menggunakan fakta, data dan analisi statistik serta terus menerus memperhatikan pengaturan, perbaikan dan mengkaji ulang proses usaha. USL
LSL
3,4 DPMO
3,4 DPMO
6 to LSL
6 to USL
Gambar 2.1 Proses Six Sigma
9
Measure
Define
Control
Analyze
Improve
Gambar 2.2 Siklus Proses Six Sigma (DMAIC)
2.1.2. Pengertian Sigma () dan Keuntungan Six Sigma
Menurut Tri Hendradi (2006) Sigma () merupakan huruf Yunani yang dikenal dalam statistik sebagai standar deviasi yang menyatakan nilai simpangan terhadap nilai tengah. Standar deviasi adalah cara statistikal untuk menggambarkan seberapa banyak variasi terjadi dalam sekumpulan data, sekumpulan item, atau sebuah proses. Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada suatu rentang batas, yaitu batas atas, USL (Upper Specification Limit) dan batas bawah, LSL (Lower Specification Limit). Untuk proses yang terjadi diluar rentang tersebut cacat (defect). Proses 6 adalah proses yang hanya menghasilkan 3,4 DPMO (defect per million opportunity).
Menurut Miranda dan Amin Widjaja Tunggal (2006) Sigma () yang digunakan sebagai simbol standar deviasi pada statistik yang merupakan variasi atau ketidaktepatan sekelompok item atau proses. Keuntungan Six Sigma adalah : a.
Six Sigma mengukur permintaan dan kebutuhan pelanggan
b.
Menyediakan pengukuran yang sifatnya konsisten dengan berfokus pada cacat atau kemungkinan terjadinya cacat, pengukuran Six Sigma dapat digunakan mengukur dan membandingkan proses yang benar-benar berbeda dalam atau antar organisasi 10
c.
Menyatukan tujuan yang penuh ambisi. Dengan memusatkan perhatian seluruh organisasi pada tujuan kinerja 99,9997% dapat membuat perbaikan yang signifikan Tabel 2.2 Tabel Konversi Six Sigma Simplied Sigma Conversion Table If your Yield is ……
Your DPMO is ……
Your Sigma is ……
30,9 %
690.000
1,0
69,2 %
308.000
2,0
93,3 %
66.800
3,0
99,3 %
6.210
4,0
99,98 %
320
5,0
99,9997 %
3,4
6,0
Dalam jurnalnya Y. Sujar, dkk (2008) tentang “Six Sigma and the Level of Quality Characteristics a Study on Indian Software Industries” menyatakan bahwa pendekatan yang kuat untuk proses perbaikan, pengurangan biaya produksi, meningkatkan keuntungan dan menaikkan hasil. Jurnal ini tujuannya adalah memeriksa faktor-faktor sukses yang kritikal dalam implementasi dan operasional Six Sigma serta mengetahui level Sigma pada dunia industri Software di India. Faktor-faktor yang kritikal dalam implementasi Six Sigma di industri Software India adalah sebagai berikut : a. Dukungan dari Top Management b. Perubahan budaya c. Infrastruktur Organisasi d. Pelatihan terhadap karyawan e. Kemampuan dalam manajemen proyek f. Pemilihan dan prioritas proyek g. Metodologi Six Sigma h. Hubungan dengan strategi bisnis i. Hubungan dengan pelanggan j. Hubungan dengan sumber daya manusia
11
Dalam jurnalnya Frank T.A. dan Young Hoon Kwak (2004) tentang “Success Factors in Managing Six Sigma Projects” menyatakan dalam implementasi Six Sigma ada beberapa faktor yang mempengaruhi suksesnya implementasi Six Sigma yaitu proyek dalam pemilihan dasar strategi dan manajemen yang efektif dalam proyek Six Sigma. Anthony dan Banuelas (2002) menampilkan kunci sukses dalam implementasi Six Sigma pada UK manufaktur dan jasa yaitu sebagai berikut : a. Komitmen dan keterlibatan manajemen b. Pengetahuan tentang metodologi Six Sigma, Tools dan Teknik c. Hubungan antara Six Sigma dengan strategi bisnis d. Hubungan Six Sigma dengan dengan pelanggan e. Pemilihan proyek, reviews dan tracking f. Infrasttruktur organisasi g. Perubahan budaya h. Kemampuan manajemen proyek i. Hubungan antara Six Sigma dengan suppliers j. Pelatihan k. Hubungan antara Six Sigma dengan sumber daya manusia Faktor-faktor kesuksesan dalam implementasi Six Sigma adalah sebagai berikut : 1) Komitmen manajemen, keterlibatan organisasi dan project governance 2) Pemilihan proyek, planning dan metodologi implementasi 3) Manajemen proyek Six Sigma dan control 4) Anjuran dan penerimaan budaya 5) Pendidikan dan pelatihan secara terus menerus Dalam jurnalnya Satya, S. Chakravorty (2010) tentang “ Operations; where process-improvement project go wrong, Six Sigma and other programs typically show early progress, and then things return to the way they were” menyatakan bahwa banyak perusahaan merangkul Six Sigma, sistem kualitas kontrol dirancang untuk menangani masalah cacat produksi dan lean manufacture yang bertujuan untuk menghapus semua proses yang tidak memberikan nilai tambah pada produk
12
akhir. Penelitian terbaru misalnya, menunjukkan 60% dari semua perusahaan Six Sigma gagal untuk menghasilkan yang diinginkan. Ada 4 pelajaran dalam jurnal ini yaitu : Pertama, keterlibatan dari pakar Six Sigma/perbaikan lainnya diperlukan jika tim tetap termotivasi, terus belajar dan mempertahankan keuntungan. Kedua, penilaian kinerja perlu dikaitkan dengan keberhasilan pelaksanaan proyek-proyek perbaikan. Studi menunjukkan bahwa kenaikan gaji, walaupun dalam jumlah kecil dapat memotivasi tim untuk bekerja lebih baik. Ketiga, tim perbaikan seharusnya tidak lebih dari enam sampai Sembilan anggota dna timeline untuk meluncurkan proyek tidak lebih dari enam sampai delapan minggu. Keempat, eksekutif harus langsung berpartisipasi dalam proyek perbaikan, tidak hanya mendukung.
2.1.3. Langkah-langkah Pengimplementasian Six Sigma
Implementasi dari Six Sigma meliputi 5 aktivitas, yaitu define (D), measure (M), analyze (A), improve (I), control (C) atau lebih dikenal dengan DMAIC. 1) Define (D) Menentukan masalah (define) merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Dalam tahap ini perlu didefinisikan beberapa hal terkait dengan kriteria pemilihan proyek Six Sigma, peran dan tanggung jawab dari orang-orang yang akan terlibat dalam program Six Sigma, kebutuhan pelatihan untuk orang-orang yang terlibat dalam proyek Six Sigma, proses-proses kunci dalam proyek Six Sigma beserta pelanggannya, kebutuhan spesifik dari pelanggan, dan pernyataan tujuan proyek Six Sigma. Jadi, inti dari tahap ini adalah mengidentifikasi masalah dan tujuan proyek Six Sigma. 2) Measure (M) Mengukur (measure) merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. pada tahap ini, terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan memilih atau menetukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan,
13
mengembangkan suatu rencana pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada tingkat proses, output, dan atau outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja awal proyek Six Sigma. Jadi, measure merupakan tindak lanjut logis terhapad langkah define dan merupakan sebuah jembatan untuk langkah analyze. Langkah measure memiliki dua sasaran utama, yaitu : - Mendapatkan
data untuk menvalidasi dan menkuantifikasi masalah/
peluang. - Memulai menyentuh fakta dan angka-angka yang memberikan petunjuk tentang akar masalah 3) Analyze (A) Menganalisa (analyze) merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini perlu dilakukan bebrapa hal berikut menentukan stabilitas dan kapabilitas/kemampuan dari proses, menetapkan target-target kinerja dari karakteristik kualitas kunci (CTQ) yang akan ditingkatkan dalam proyek Six Sigma, mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan, dan mengkonversikan banyak kegagalan ke dalam biaya kegagalan kualitas. Jadi, langkah analyze digunakan untuk menemukan “akar masalah”. 4) Improve (I) Memperbaiki (improve) merupakan langkah operasional keempat dalam program pengnkatan kualitas Six Sigma. Setelah diketahui sumber-sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas, maka perlu dilakukan penetapan rencana
tindakan
(action
plans).
Rencana-rencana
tindakan
akan
mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya serta prioritas dan atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi rencana tersebut. Jadi, pada tahap ini akan diputuskan apa yang harus dicapai (berkaitan dengan target yang ditetapkan), alasan kegunaan (mengapa) rencana tindakan itu harus dilakukan, dimana rencana tindakan itu akan diterapkan atau dilakukan, siapa yang akan menjadi penanggung jawab dari rencana tindakan tersebut, bagaimana melaksanakan rencana tindakan itu, dan berapa besar biaya untuk
14
melaksanakan rencana tindakan itu serta manfaat positif yang diterapkan dari implementasi rencana tindakan itu. Metode 5W-2H dapat digunakan pada tahap ini. 5) Control (C) Kontrol (control) merupakan langkah operasional terakhir dalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-prktek terbak yang sukses dalam peningkatan proses distandarisasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma pada pemilik atau penanggung jawab proses. Tujuan dari tahap ini adalah untuk meyakinkan bahwa modified process sekarang memampukan key variabel untuk tetap berada dalam range penerimaan yang telah ditetapkan.
2.1.4. Beberapa Istilah dalam Konsep Six Sigma
Beberapa istilah dalam konsep Six Sigma yang akan digunakan agar lebih mudah dipahami adalah : 1.
Critical to Quality (CTQ) merupakan atribut-atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk, proses, atau prraktek-praktek yang berdampak langsung terhadap kepuasan pelanggan.
2.
Defect merupakan kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh pelanggan.
3.
Defect per million opportunities (DPMO) merupakan ukuran kegagalan dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan. Target sebesar 3,4 DPMO seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu karakteristik CTQ adalah hanya 3,4 kegagalan per satu juta pelanggan.
15
4.
Process capability merupakan kemampuan proses untuk memproduksi atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan. Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
2.2. Alat-alat bantu yang Digunakan untuk Menerapkan Program Six Sigma
Ada beberapa alat bantu yang dapat digunakan untuk membantu suatu perusahaan dalam menjalankan program Six Sigma adalah pareto chart, fishbone diagram (diagram sebab akibat), brainstorming, dan check sheet. Pareto Chart Pareto chart (diagram pareto) adalah sebuah metode untuk mengelola kesalahan, masalah atau cacat untuk membantu memusatkan perhatian pada usaha penyelesaian masalah. Jadi, pareto chart merupakan metode untuk menentukan masalah mana yang harus dikerjakan lebih dahulu. Pareto chart mendasarkan keputusannya pada data kuantitatif dengan menggunakan prinsip 80:20, artinya 80% peningkatan dapat dicapai dengan memecahkan 20% masalah terpenting yang dihadapi.
FREKUENSI
JENIS
Gambar 2.3 Diagram Pareto
16
Fishbone Diagram (Diagram Sebab Akibat) Fishbone diagram merupakan suatu diagram yang dapat menunjukkan penyebab-penyebab dari kecacatan utama yang terjadi. Penyebab-penyebab tersebut, biasanya, ditinjau dari beberapa faktor, yaitu man, machine, material, method, measurement, dan environment. Faktor-faktor tersebut akan dianalisa
sehingga
dapat
dikeathuii
apakah
factor-faktor
tersebut
mempengaruhi atau menyebabkan kecacatan utama yang terjadi atau tidak. Diagram sebab akibat terdiri dari dua macam bagian, yaitu : - Kepala Ikan (akibat) Bagian kepala ikan akan berada disebelah kanan. Bagian ini memuat suatu persoalan (kecacatan/hasil kerja), yaitu akibat yang terjadi. - Tulang Ikan (penyebab) Duri-duri tulang ikan terdiri dari factor-faktor penyebab utama dimana duri-duri tersebut akan bercabang-cabang sesuai jumlah penyebab yang ditemukan. Setiap ujung dari tulang ikan akan berupa anak panah yang menuju ke kepala ikan dimana hal ini akan membuktikan bahwa penyebab berhubungan dengan akibat. MATERIAL
MESIN
Jenis Masalah
METODE
MANUSIA
Gambar 2.4 Diagram Fishbone
Check Sheet Check sheet merupakan tool yang paling sederhana dari seven tools dan disebut juga dengan tally sheet. Check sheet adalah cara yang sistematik
17
untuk mengumpulkan dan mengecheck data, baik data masa lalu maupun dari pengamatan saat ini. Informasi yang diperoleh dari check sheet dapat menyatakan pula atau trend yang terjadi. Chek sheet merupakan bentuk yang sederhana, yang dirancang untuk memungkinkan penggunanya mencacat data khusus dan dapat diobservasi mengenai satu atau beberapa variable.
Brainstroming Brainstorming dikenal juga dengan nama sumbang saran. Brainstorming ini merupakan cara yang sangat efektif untuk mengumpulkan ide atau pendapat dengan partisipasi dari seluruh peserta yang terlibat. Pada metode ini diharapkan agar peserta menjalankan pola berpikir kreatif, yaitu upaya untuk menghubung-hubungkan berbagai hal yang pada mulanya kelihata tidak berkaitan dengan topik yang sedang dibahas.
2.3.
Proses Produksi Seksi Casting
Casting adalah seksi yang memproduksi benda kerja dengan cara menyuntikan bahan baku yang berupa logam cair ke dalam mold/cetakan yang sesuai dengan bentuk benda kerjanya. Tujuan proses Casting adalah pemenuhan kebutuhan assembling dengan sasaran terpenuhinya kebutuhan kerja machining sesuai dengan rencana produksi yang telah dibuat.
18
Alur proses kerja Casting adalah sebagai berikut : CORE
CTQ
LPDC
CTQ
CUTTING
CTQ
GERINDING
SHOT BLAST
QC CASTING Gambar 2.5 Diagram Alur Proses Produksi Seksi Casting
2.3.1. Part A (Body)
Part A adalah salah satu part yang diproduksi di seksi Casting. Part tersebut adalah sebagai berikut :
Gambar 2.6 Gambar Part A
19
2.3.2. Core
Core merupakan produk dari salah satu sub seksi Casting yang keberadaannya tidak bisa terlepas dari situasi dan kondisi Casting. Karena hampir semua produk Casting menggunakan core sebagai inti/cetakan bagian dalam part Casting. Produk core dibentuk dari campuran beberapa material yang komposisinya sudah ditentukan untuk tiap nomor part-nya. Untuk mendapatkan hasil core yang berkualitas diperlukan pemahaman, kejelian, serta kejujuran dalam bekerja.
A.
Tujuan Kerja Core
Tujuan kerja core adalah untuk pemenuhan kebutuhan kerja LPDC dengan sasaran terpenuhinya pengiriman rencana seksi Casting. B.
Pentingnya Kerja Core
Kerja core merupakan tahap awal dari proses Casting, karena core sangat mempengaruhi hasil Casting (LPDC), maka sub seksi core harus dapat memberikan jaminan kualitas core yang akan dikirim ke LPDC dengan kata lain hanya produk yang baik saja yang diberikan kepada pelanggannya.
C.
Uraian Proses Kerja Core
Pada dasarnya proses kerja core adalah membuat kerangka dalam benda kerja yang nantinya akan membentuk ruang kosong (rongga) pada benda kerja tersebut. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses core adalah : 1) Bahan baku - Binder resin Komposisi resin (PB)/bubuk : air adalah 1425 gr : 1030 gr Waktu pengadukan minimal 30 menit - Hardener - Silica sand
20
2) Persiapan produksi Ada beberapa hal yang perlu disiapkan sebelum melakukan produksi yaitu : - Alat keselamatan kerja (sarung tangan kain, masker, kaca mata) - Alat ukur (sigmat, timbangan digital, thermometer, timbangan manual) - Alat bantu kerja (Kuas, kikir bulat, kikir pipih, ember, gelas ukur) - Standar kerja - Mesin 3) Produksi Saat produksi harus memperhatikan standar kerja agar proses dan hasilnya tetap bagus sesuai dengan standar yang ada. Dalam proses produksi ini ada proses sebelumnya yang harus diperhatikan yaitu pengadukan material, dalam pengadukan material harus diperhatikan komposisi material tiap part dan waktu pengadukan harus sesuai dengan standar. Selanjutnya saat produksi harus diperhatikan hasil setiap pcs-nya, agar kualitas part dapat dipertahankan, dan tentunya saat proses finishing juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada. 4) Pemeriksaan hasil produksi Sebelum core sipindahkan ketempat penyimpanan bahwa core yang kita produksi adalah core yang bagus/memenuhi standar yang ada dan sudah dilakukan pelabelan pada setiap kotaknya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan core adalah sebagai berikut : - Lakukan pemeriksaan hasil produksi setiap pc-nya - Susun hasil core sesuai standar yang ada - Gunakan alat sesuai fungsinya - Lakukan finishing sesuai standar yang ada (termasuk penambalan jika diperlukan)
21
2.3.3. LPDC (Low Pressure Die Casting)
LPDC (Low Pressure Die Casting), berbahan baku brass ingote, bila ada boleh menggunakan agari/runner. Titik didih mencapai >890. Dimana untuk perbandingan agari/runner dengan brass ingote adalah 40:60. Komposisi metal ingote Jenis Unsur
A.
Persentase
Fe
< 0,2 %
Cu
59,5 ~ 61,5 %
Pb
1,5 ~ 2,4 %
Sn
< 0,2 %
Al
0,5 ~ 0,7 %
Zn
Sisa (Rest)
Periksa komposisi graphite 1) Persiapan Menggunakan gelas ukur 50 ml 2 buah, gayung, pipet dan HCI 10%. 2) Pengambilan cairan dari bak Ambil cairan graphite dengan gayung, masukkan ke dalam gelas ukur ±50 ml dan tambahkan HCI 10% (2~3 ml). 3) Pemutaran di mesin rotary Maukkan tabung ke dalam mesin rotary, hidupkan mesin, setting speed pada posisi 2 dan timer pada skala 5 menit, kemudian biarkan sampai proses selesai. 4) Pemeriksaan prosentase Ambil gelas ukur, kemudian baca endapan graphite pada skala tabung, kalikan dengan 2 (dua) dan bila endapan pada kedua gelas tidak sama, ambil rata-ratanya.
B.
Cleaning graphite 1) Persiapan - Posisi mesin manual
22
- Buka lock mesin - Mould pada posisi tutup (close) - Tekan tombol swivel, mesin putar arah furnace - Kunci mesin 2) Pembersihan bak graphite - Cairan graphite di bak kanan dipindahkan ke bak plastik menggunkan ember, sambil disaring menggunakan mesh 60 - Kotoran pada bak dibersihkan, cuci pakai air suling serta periksa baling-balingnya - Cairan graphite di bak kiri dituangkan ke bak kanan sambil disaring menggunakan mesh 60 - Kemudian bak kiri dibersihkan pakai air suling serta balingbalingnya diperiksa - Cairan graphite di bak plastik kemudian dimasukkan ke dalam bak kiri 3) Pembenahan - Pasang tutup bak graphite - Lock mesin dibuka, kembalikan mesin pada posisi normal - Kembalikan alat-alat pada tempatnya C.
Proses produksi LPDC Proses produksi LPDC meliputi beberapa hal yaitu sebagai berikut : 1) Ambil core dari kereta LPDC 2) Pasang core di mold 3) Tekan kedua tombol operasi secara bersamaan (biarkan sampai selesai proses) 4) Ambil benda kerja dengan tang penjepit 5) Letakkan di tempat pemeriksaan benda kerja 6) Periksa benda kerja dengan teliti 7) Letakkan hasil pemeriksaan pada tempatnya 8) Pemeriksaan : - Periksa ukuran : Periksa dengan teliti dan bila perlu dibelah
23
- Periksa visual : Lakukan setiap shot dan periksa visual lebih teliti pada benda kerja yang rawan afkir
2.3.4. Cutting
Proses pemisahan benda kerja dari runner-nya dilakukan secara manual. Proses persiapan kerja cutting adalah sebagai berikut : 1) Siapkan benda kerja yang akan dipotong 2) Siapkan kereta tempat penampungan runner 3) Siapkan kotak tempat penampungan agari 4) Kereta dan kotak diletakkan pada tempatnya
Sedangkan proses produksi cutting adalah sebagai berikut : 1) Tekan tombol ON 2) Ambil benda kerja 3) Tekan counter yang nantinya berguna untuk menghitung hasil potongan (hasil produksi) 4) Potong benda kerja sesuai dengan urutan potong pada standar kerja (SK) 5) Benda kerja ditaruh pada kotak penampungan grinding 6) Runner diletakkan pada kereta runner, agari diletakkan pada kotak agari 7) Setelah proses potong selesai, matikan mesin dengan menekan tombol OFF 8) Selesai produksi kumpulkan kiriko dari kotak penampungan kemudian masukkan ke karung penampungan
2.3.5. Gerinding
Proses gerinda adalah proses untuk menghaluskan hasil cutting/membuang sisasisa yang tidak bisa diproses pada mesin cutting, menggunakan mesin gerinda. Proses persiapan mesin gerinda adalah sebagai berikut : 1) Batu gerinda telah terpasang pada mesin dan permukaannya harus rata 2) Gunakan masker, kacamata, apron dan hand sock serta sarung tangan
24
Sedangkan proses produksi mesin gerinda adalah sebagai berikut : 1) Ambil benda kerja dari tempat penampungan 2) Pegang benda kerja dengan mantap dan kuat 3) Gerinda bennda kerja dengan benar sesuai SK Hal-hal yang perlu diperhatikan saat proses gerinda adalah sebagai berikut: 1) Saat proses hati-hati benda kerja tersayat atau menggerinda terlalu dalam 2) Periksa hasil proses, kemudian kirim ke proses berikutnya (proses shotblast)
2.3.6. Shot Blast
Proses shotblast dilakukan setelah proses LPDC yaitu untuk membersihkan pasir core dari dalam benda kerja. Benda kerja yang di shotblast harus dalam keadaan dingin serta waktu proses shotblast diperlukan antara 600 ~ 720 detik. A.
Persiapan proses shotblast - Menggunakan alat keselamatan kerja - Siapkan kereta pasir dan benda kerja - Tempatkan kedua kereta tersebut pada tempatnya
B.
Proses kerja shotblast Proses kerja shotblast meliputi beberapa hal yaitu sebagai berikut : 1) Buka pintu shotblast 2) Masukkan
kereta
LPDC
ke
Bucket
elevator
dengan
cara
mendorongnya 3) Pasang kunci pengamannya 4) Tutup pintu pengamannya 5) Kunci pintu pengaman tersebut 6) Pastikan lampu sensor pada safety door sudah menyala 7) Pastikan jarum Ampere meter berkisar di 25 ±5 A 8) Setting timer sesuai SK (rata-rata berkisar 10 ~ 12 menit) 9) Kemudian operasikan mesin shotblast
25
10) Setelah proses selesai tarik kereta benda kerja dari bawah belt conveyor, pastikan hasil cucian benda kerja kasar dan bersih dari pasir core 11) Bila proses selesai masin shotblast dimatikan 12) Periksa hasil proses, kemudian kirim ke QC casting 13) Buat laporan pengiriman dengan slip pengiriman
2.3.7. QC Casting
QC Casting merupakan sub seksi diluar seksi Casting yang bertugas memeriksa akhir hasil proses kerja Casting, untuk menjaga mutu agar tetap sesuai dengan standar. QC Casting melakukan pemeriksaan dan memastikan barang OK/NG untuk dikirim ke proses berikutnya.
2.4.
Jenis Reject di seksi Casting dan Pengertiannya
Ada beberapa jenis reject yang ada di seksi Casting yaitu : Hole Hole adalah lubang yang terjadi karena udara yang terbungkus cairan metal, besarnya lebih dari 0.3 mm.
Gambar 2.7. Hole
26
Retak Retak adalah adanya bagian yang tidak sempurna saat proses peleburan, retak terlihat setelah diproses polishing.
Gambar 2.8. Retak Hike Hike adalah waktu cairan metal menyusut, terjadi kehilangan kristal, dan kondisinya bertebaran seperti retak waktu dilihat dengan mata biasa.
Gambar 2.9. Hike Bocor Bocor adalah adanya bagian lubang yang kecil dan tidak terlihat dengan mata biasa, ini terdeteksi setelah dilakukan tes fungsi dengan tekanan air maupun angin.
Gambar 2.10. Bocor
27
KurokawaKurokawa adalah bagian permukaan potongan Machining tidak terproses oleh Machining.
Gambar 2.11. Kurokawa Nakagore Nakagore adalah core patah saat proses pengecoran, sehingga menimbulkan produk tertutup/mampet.
Gambar 2.12. Nakagore
28