BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen “Management is the process of planning, organizing, leading, and controlling the use of resources to accomplish performance goals.” (John R. Schermerhon, Jr, 1996, p4) “Management is the attainment of organizational in an effective and efficient manner through planning, organizing, leading and controlling organizational resources.” (Richard L. Daft, 2003, p5) Menurut Patterson dan Plowman, mendefinisikan manajemen sebagai suatu teknik, maksud dan tujuan dari sekelompok manusia tertentu yang ditetapkan, dijelaskan, dan dijalankan. (Suprapto, 2009) Sehingga dapat disimpulkan manajemen adalah suatu proses dari perencanaan, pengaturan, kepemimpinan, serta pengendalian atas suatu sumber daya sebagai usaha yang dilakukan individu atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
2.1.2 Manajemen Strategik 2.1.2.1 Pengertian Manajemen Strategik “Strategic management is the analysis and decisions necessary to formulate and implement strategy.” (Dyck, 2010)
7
“Strategic management can be defined as the art and science of formulating, implementating, and evaluating cross-functional decisions that enable an organization to achieve its objective.”(David, 2011) Manajemen strategis adalah proses untuk membantu organisasi dalam mengidentifikasi apa yang ingin mereka capai, dan bagaimana seharusnya mereka mencapai hasil yang bernilai. (Hitt et al) Menurut Hunger dan Wheelen, (2001, p4) Manajemen strategik adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategik adalah sekumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan pelaksanaan tindakan manajerial yang dirancang untuk mencapai sasaran perusahaan dalam jangka panjang.
2.1.2.2 Proses Manajemen Strategik David (2011, p38) menjelaskan bahwa terdapat tiga tahap manajemen strategi, yaitu: 1. Perumusan strategi (strategy formulation) Mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif, dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Isi-isu perumusan strategi mencakup penentuan bisnis apa yang akan dijalankan, bisnis apa yang tidak akan dijalankan, bagaimana mengalokasikan sumber daya, perlukah ekspansi atau
8
diversifikasi operasi dilakukan, perlukah perusahaan terjun ke pasar internasional, perlukah merger atau penggabungan usaha dibuat, dan bagaimana menghindari pengambilalihan yang merugikan. 1. Penerapan strategi (strategy implementation) Mencakup pengembangan budaya yang suportif pada strategi, penciptaan struktur organisasional yang efektif, pengerahan ulang upaya-upaya pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan serta pemanfaatan sistem informasi, dan pengaitan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi. Mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya, sehingga strategi-strategi yang telah dirumuskan dapat dijalankan. 2. Penilaian strategi (strategy evaluation) Merupakan tahap terakhir dalam manajemen strategis, manajer mesti tahu kapan ketika strategi tertentu tidak berjalan dengan baik; penilaian atau evaluasi strategi merupakan cara utama untuk memperoleh informasi semacam ini. Tiga aktivitas penilaian strategi yang mendasar adalah: (1) Peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal (2) Pengukuran kinerja (3) Pengambilan langkah korektif
Gambar 2.1 Proses Manajemen Strategik
9
2.1.2.3 Manfaat Manajemen Strategik Penerapan manajemen strategik di dalam perusahaan mempunyai manfaat langsung maupun tak langsung terhadap setiap aspek perusahaan, terutama ke dalam kinerja aspek keuangan dan bisnis (Jemsly, 2006). Secara umum manfaat yang diperoleh perusahaan dalam menerapkan manajemen strategik adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan performasi perusahaan, baik dalam hal profitabilitas maupun keberhasilan lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang menggunakan konsep manajemen strategik mempunyai profitabilitas (lebih menguntungkan) dan keberhasilan yang lebih besar dari perusahaan yang tidak menggunakan. b. Memperbaiki proses manajemen, dan partisipasi di dalam organisasi seperti: -
Mendorong bawahan untuk terlibat dalam perencanaan dan membantu memonitor serta membuat peramalan dalam perencanaan.
-
Proses manajemen lebih baik karena melibatkan interaksi kelompok yang variatif dan didasarkan kepada spesialisasi dari angggota kelompok dalam membuat pilihan.
-
Mereduksi “gap” (kesenjangan/celah) dan “overlap” (tumpang tindih) dari aktivitas individu dan kelompok dengan mengklarifikasi formasi startegi.
-
Merepresentasikan sikap individu terhadap usaha keseluruhan perusahaan
10
-
Alokasi
waktu
dan
sumberdaya
yang
lebih
efisien
untuk
mengidentifikasi peluang. c. Memperbaiki pengambilan keputusan, seperti: -
Keputusan utama untuk dukungan terbaik dalam mencapai tujuan
-
Minimalisasi dampak dari kondisi dan perubahan yang merugikan
-
Lebih peduli dengan parameter yang membatasi pilihan yang ada sehingga membuat mereka lebih memungkinkan menerima keputusan yang ada.
d. Memperbaiki sikap, disiplin, dan motivasi individu di dalam organisasi seperti: -
Meningkatkan disiplin dalam mengelola bisnis.
“Strategic management allows an organization to be more proactive than reactive in shaping its own future; it allows an organization to initiate and influencer (rather than just respond to) activities-and thus to exert control over its own destiny.” (David, 2011, p48)
Sumber : Fred. R. David “strategic management” 13th edition, 2011, p48.
Gambar 2.2 The Benefits of Strategic Management
11
2.1.2.4 Tujuan Manajemen Strategik “The purpose of strategic management is to exploit and create new and different opportunities for tomorrow; low-range planning, in contrast, tries to optimize for tomorrow the trends of today.”Yang berarti tujuan manajemen strategis yaitu untuk mengeksploitasi serta menciptakan berbagai peluang baru dan berbeda untuk esok; perencanaan jangka panjang, sebaliknya, berusaha untuk mengoptimalkan tren-tren dewasa ini untuk esok. (David, 2011, p37) Tujuan utama dalam manajemen strategik adalah memadukan variabel-variabel internal perusahaan untuk memberikan kompetensi unik, yang memampukan perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif secara terus-menerus, sehingga menghasilkan laba. (Murniati & Nasir, 2009)
2.1.2.5 Strategi David (2011, p45) “strategies are the means by which long-term objectives will be achieved, potential actions that require top management decisions and large amounts of the firm’s resources. In addition, strategies affect an organization’s long term prosperity, typically for at least five years, and thus are future-oriented”, yang menyatakan strategi adalah tujuan bersama jangka panjang yang hendak dicapai, aksi potensial yang membutuhkan keputusan manajemen puncak dan sumber daya perusahaan dalam jumlah yang besar. Strategi memengaruhi perkembangan jangka panjang perusahaan, biasanya untuk lima tahun ke depan, karena berorientasi ke masa yang akan datang.
12
Porter berpendapat strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing (Rangkuti, 2006, p4). Dalam artikel Harvard Business Review (Nov-Des1996), Porter mengemukakan strategi adalah memilih suatu posisi yang unik dan bernilai, yang berakar di sistem aktivitas, yang jauh lebih sulit untuk ditandingi. Strategi adalah metode yang digunakan oleh organisasi untuk bergerak dari satu posisi ke posisi yang lain (Robert, 2008, p1). Suwardi (2007, p8-13) juga mengatakan di mana berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton, diketahui bahwa hanya 10% dari perusahaanperusahaan di Amerika Serikat yang dapat mengeksekusikan strategi dengan baik. Dari studi itu pula ditemukan bahwa ada empat hal yang dapat menghambat eksekusi strategi (Evans, 2002), yaitu : (1) Hambatan pada visi (Vision Barrier) Terjadi karena kurangnya sosialisasi dari visi yang telah dibangun. Kaplan dan Norton menemukan bahwa pada umumnya hanya 5% dari total jumlah karyawan yang tahu dan memahami visi organisasi tempat mereka bekerja. Hal ini seringkali terjadi karena visi dan misi organisasi dirasakan terlalu mengawang-awang oleh para karyawan. Sementara itu, strategi yang dibuat kerap kali terlalu panjang lebar, atau sangat detail, dan dibuat dalam bentuk kalimat yang kurang membumi, tidak menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dicerna.
13
(2) Hambatan pada pelaku (People Barrier) Seluruh karyawan perusahaan di semua jenjang dalam struktur organisasi adalah para pelaku dari visi, misi dan strategi yang telah dibangun. Untuk memotivasi mereka agar efisien dan efektif dalam menerapkan strategi, penting sekali mengaitkan strategi itu dengan insentif yang bisa diterima oleh karyawan. Berkaitan dengan penerapan BSC, para karyawan akan lebih termotivasi untuk melaksanakan strategi yang telah digariskan bila mereka juga melihat ada sistem insentif yang terkait dengan strategi itu. Pada kenyataannya, hal ini belum banyak dilakukan. Riset menunjukkan bahwa hanya 25% dari insentif yang telah dikaitkan dengan strategi. (3) Hambatan pada manajemen (Management Barrier) Kendala berikutnya adalah manajemen. Sesuatu yang wajar bila manajer terlalu banyak menghabiskan waktunya pada kegiatan operasional, tetapi sangat disayangkan bila mereka tidak punya waktu sedikit pun untuk membahas strategi perusahaan. Studi yang dilakukan oleh Kaplan dan Norton membuktikan bahwa 85% dari pihak manajemen menghabiskan waktu kurang dari 1 jam per bulan untuk membahas strategi. Pembahasan itu pun hanya berfokus pada hal-hal seperti keuangan, penjualan dan inventori semata. Seringkali hal-hal intangible luput dari perhatian dan pembicaraan mereka. Pada akhirnya pembahasan tersebut hanya berfokus pada hasil atau pencapaian mereka (result oriented) dan tidak memberi perhatian cukup pada proses.
14
(4) Hambatan pada sumber daya (Resource Barrier) Hambatan terakhir adalah sumber daya, yang dalam hal ini adalah modal. Studi menunjukkan bahwa 60% dari organisasi tidak mengaitkan anggaran dengan strategi. Anggaran dengan strategi perlu dikaitkan karena pelaksanaan strategi membutuhkan biaya. Alangkah baiknya bila anggaran dibuat selaras dengan strategi. Keempat hambatan ini dapat berakibat fatal bagi sebuah organisasi, karena dapat mengakibatkan gagalnya atau terhambatnya eksekusi strategi yang telah dibangun. Namun demikian, keempat hambatan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan konsep Balanced Scorecard.
2.1.3 Visi & Misi 2.1.3.1 Visi (Peter M. Senge, p88) dalam buku “The fifth Discipline”, visi yaitu gambaran masa depan yang ingin kita ciptakan. Visi adalah sesuatu yang berhubungan dengan menciptakan masa depan perusahaan dengan tujuan yang besar oleh karena itu maka visi merupakan titik awal sebuah perjalanan dan sebagai media untuk memfokuskan seluruh tindakan dan pandangan kepada apa yang diinginkan di masa mendatang (Jemsly, 2006, p30). Visi adalah suatu pernyataan menyeluruh tentang gambaran ideal yang ingin dicapai oleh organisasi di masa yang akan datang. (Gasperz, p10, 2011) - Diciptakan melalui konsensus,
15
- Bentuk-bentuk
image
ideal
di
masa
yang
akan
datang,
yang
mempengaruhi mental orang-orang untuk berhasrat mencapainya, - Menggambarkan sesuatu yang mungkin, tidak perlu harus dapat diperkirakan, - Memberikan arah dan fokus, - Mempengaruhi orang-orang untuk menuju ke visi itu, - Tidak memiliki batas waktu.
2.1.3.2 Misi “A mission statement is more than a statement of specific details; it is a declaration of attitude and outlook” (David, 2011, p81). Seperti yang dikemukakan oleh Pearce dan Robinson (2005, p33-34) bahwa misi adalah apa yang diinginkan perusahaan yang bersifat ideal atau misi merupakan sebuah pesan yang dirancang untuk menyatakan harapan yang inklusif dari seluruh stakeholder terhadap kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Misi adalah bagian dari visi yang mereka komunikasikan (Birch, 2006, p40). Gaspersz mengatakan misi adalah suatu pernyataan bisnis dari perusahaan, yang memiliki karakteristik sebagai berikut: - Menyatakan alasan-alasan bisnis tentang keberadaan perusahaan itu, - Tidak menyatakan suatu hasil, - Tidak ada batas waktu atau pengukuran, - Memberikan basis untuk pembuatan keputusan tentang alokasi sumbersumber daya dan penetapan tujuan yang tepat,
16
- Mendefinisikan bisnis sekarang dan yang akan datang dalam bentuk produk, skor, pelanggan, alasan-alasan dan pasar.
2.1.4 Kinerja Menurut Ambar (2003, p223), kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Maluyu S.P. Hasibuan (2001, p34) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001, p78), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Menurut Robbins, kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama (Gusti, 2008, p40). Di pihak lain Ahuya menjelaskan,“Performance is the way of job or task is done by an individual, a group of an organization.”Yang memiliki arti kinerja adalah cara perseorangan atau kelompok dari suatu organisasi menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas. “Performance is defined as the outcomes or achievements that result from goal-directed work system behavior.”(Reid)
17
2.1.4.1 Manfaat Pengukuran Kinerja Menurut Yuwono, et.all (2008, p29) manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah: a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat kepada pelanggannya dan membuat seluruh orang yang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberikan kepuasan kepada pelanggan b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai mata rantai pelanggan dan pemasok internal c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut d. Membuat tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut Agar pengukuran tersebut dapat memberikan manfaat bagi suatu perusahaan, tentunya sebuah pengukuran kinerja harus mempunyai atribut yang dapat menjadi tolak ukur yang baik dengan mengkombinasikan antara aspek keuangan dan nonkeuangan sebagai berikut: 1. Mendukung dan konsisten dengan tujuan, tindakan, budaya, dan faktorfaktor kunci keberhasilan perusahaan 2. Relevan dan mendukung strategi 3. Sederhana untuk diimplementasikan
18
4. Tidak kompleks 5. Digerakkan oleh pelanggan 6. Integral dengan seluruh fungsi dalam organisasi 7. Sesuai dengan keseluruhan tingkatan organisasi 8. Sesuai dengan lingkungan eksternal 9. Mendorong kerjasama dalam organisasi baik secara vertikal maupun horizontal 10. Hasil pengukurannya dapat dipertanggungjawabkan 11. Jika memungkinkan, dikembangkan dengan menggabungkan pendekatan top- down dan bottom-up 12. Dikomunikasikan ke seluruh bagian yang relevan dalam organisasi 13. Dapat dipahami 14. Disepakati bersama 15. Realistik 16. Berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dan membuat sebuah perbedaan 17. Terhubung dengan aktivitas, sehingga hubungan yang jelas terlihat antara sebab dan akibat 18. Difokuskan lebih kepada pengelolaan sumber daya ketimbang biaya yang sederhana 19. Dimanfaatkan untuk memberi “real time feeedback” 20. Digunakan untuk memberi “action oriented feedback”
19
21. Jika diperlukan, suatu tolak ukur bisa ditambah lintas fungsional dan lintas manajemen 22. Mendukung bagi pembelajaran individu dan organisasi 23. Mendorong perbaikan secara kontinyu dan tiada henti 24. Secara kontinyu dinilai relevansinya dinilai relevansinya terhadap 23 atribut diatas dan dibuang jika kegunaannya hilang atau ada tolak ukur yang baru atau lebih relevan ditemukan
2.1.5 Balanced Scorecard “The collision between the irresistible force to build long-range competitive capabilities and the immovable object of the historical-cost financial accounting model has created a new synthesis is Balanced scorecard.” (Kaplan & Norton, 1996) Balanced
Scorecard
adalah
sistem
pengendalian
manajemen
yang
memungkinkan perusahaan untuk memperjelas strategi mereka, menerjemahkan strategi menjadi tindakan, dan menghasilkan umpan balik yang bermanfaat, seperti apakah strategi tersebut menciptakan nilai, berpengaruh terhadap kompetensi
inti,
memuaskan
pelanggan
perusahaan,
dan
menghasilkan
penghargaan keuangan untuk para pemegang saham. (Pearce & Robinson, 2008, p519) “The Balanced Scorecard provides a voice of strength and clarity to intangible assets, allowing organizations to benefit fully from their astronomical potential.” (Niven, 2008)
20
Scorecard merupakan alat yang dapat digunakan untuk menetapkan target kerja, mendorong implementasi strategi, dan mengukur kinerja organisasi. Scorecard memengaruhi kinerja organisasi karena dapat meningkatkan fokus dan efektivitas implementasi strategi. Gambar di bawah memberikan ilustrasi sebuah scorecard yang meliputi empat perspektif dalam BSC (Balanced Scorecard), yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran & pertumbuhan. Keempat perspektif yang ada dalam scorecard memiliki tujuan, ukuran, target, dan serangkaian inisiatif penting yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tetap mempertahankan ukuran finansial untuk kinerja masa lalu, BSC juga mencoba memperkenalkan performance driver untuk kinerja mendatang. Dengan demikian BSC mencerminkan keseimbangan (Purwanto, p36): a. Antara tujuan finansial dan tujuan nonfinansial b. Antara kepentingan stakeholder internal dan kepentingan stakeholder eksternal; c. Antara lag indicatordan lead indicator dari kinerja.
Sumber : Robert S. Kaplan and David P. Norton, “Using the Balanced Scorecard as a Strategic Management System, “ Harvard Business Review (Jan-Feb 1996) : 76.
Gambar 2.3 Kerangka Kerja Balanced Scorecard
21
Suwardi (2010, p16) mendefinisikan BSC sebagai beikut, Balanced Scorecard adalah suatu alat manajemen kinerja (performance management tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan non-finansial yang kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat. Dari definisi tersebut, jelaslah bahwa BSC sangat berperan sebagai penerjemah atau pengubah (converter) visi dan strategi organisasi menjadi aksi. Karena itu, BSC tidak berhenti pada saat stategi selesai dibangun, tetapi terus memonitor proses eksekusinya. Secara diagram, BSC terdiri atas empat perspektif, yaitu: 1) Perspektif Keuangan (Financial Perspective) Tidak bisa dipungkiri bahwa keuangan merupakan hal penting bagi setiap organisasi, terlepas apakah organisasi itu diharapkan untuk menghasilkan laba atau tidak (nirlaba). Keuangan adalah penting karena diperlukan keuangan yang baik untuk mengelola suatu organisasi, apalagi organisasi yang memang bertujuan untuk mengakumulasi laba. Tidak berbeda dengan konsep untuk membangun strategi keuangan lainnya, BSC menggariskan upaya apa yang harus dilakukan untuk dapat berhasil secara keuangan, dan bagaimana kinerja kita secara keuangan di mata para pemegang saham. Keuangan organisasi dapat dilihat dari 2 sudut pandang, yaitu: (1) Jangka pendek, dalam pendekatan keuangan yang bertujuan jangka pendek, strategi yang digunakan adalah strategi peningkatan produktivitas,
22
meliputi upaya-upaya yang dapat dilakukan agar produktivitas dapat optimal. (2) Jangka panjang, dalam pendeketan keuangan yang bertujuan jangka panjang dilakukan strategi khusus yang disebut strategi pertumbuhan. Strategi ini meliputi peningkatan pendapatan. 2) Perspektif Pelanggan (Customer Perspective) Dalam menyusun strategi ini, kita harus menggunakan kacamata pelanggan yang menikmati produk atau jasa pelayanan kita. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana pelanggan menilai produk atau jasa, dan oganisasi kita. Hal-hal yang dinilai antara lain adalah hubungan dengan pelanggan dan tingkat kepuasan pelanggan. Nilai-nilai tersebut dapat diukur dengan cara menilai tanggapan pelanggan atas organisasi dan produk kita berdasarkan hasil survei mengenai reputasi atau peringkat organisasi kita di mata masyarakat umum yang kerap dilakukan oleh lembaga independen. Dengan adanya perspektif ini kita dapat melihat output dari produk/jasa kita di mata masyarakat. Bila outputnya negatif, dapat segera kita lakukan perbaikan agar kinerja organisasi dapat segera meningkat. Apabila output-nya positif, kinerja finansialnya pun akan ikut terpengaruh secara positif, dan anggota organisasi akan termotivasi untuk lebih baik lagi. Untuk memberikan nilai yang baik bagi pelanggan, ada 3 pendekatan (value proposition) yang berkaitan dengan produk kita, yaitu: • Product Leadership, adalah produk-produk unggulan yang selalu terdepan dalam hal inovasi.
23
• Operational
Excellence,
adalah
produk-produk
yang
dirancang
seekonomis mungkin. • Customer Intimacy, adalah produk-produk yang dibuat spesial dan disesuaikan dengan keinginan pelanggan. 3) Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process Perspective) Yang dimaksud dengan proses bisnis internal adalah serangkaian aktivitas yang ada dalam bisnis kita secara internal yang kerap disebut dengan rantai nilai (value chain). Dalam perusahaan yang menghasilkan barang maupun jasa, pada umumnya rantai nilai terdiri dari pengembangan produk baru, produksi, penjualan dan marketing, distribusi (product delivery). Kaplan dan Norton membagi proses bisnis internal menjadi beberapa proses: 1. Proses Inovasi Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. 2. Proses Operasi Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk/jasa. Aktivitas di dalamnya terbagi ke dalam 2 bagian: yang pertama proses pembuatan produk, dan yang kedua proses penyampaian produk kepada pelanggan. 3. Proses Pelayanan Purna Jual Proses ini merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan produk/jasa dilakukan. Aktivitas di dalamnya biasanya: penanganan garansi, perbaikan atas barang yang rusak, dsb.
24
4. Perspektif Pembelajaran dan Petumbuhan (Learning and Growth Perspective) Organisasi-organisasi di negara maju umumnya telah sadar akan pentingnya peranan karyawan bagi kinerja organisasi. Mereka sadar bahwa manusia adalah aset utama bagi organisasi, karena manusia-lah yang mengoperasikan organisasi tersebut. Pemikiran seperti ini juga telah merambah ke organisasi di Indonesia.Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini berfokus pada sumber daya khususnya sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi. Perspektif ini berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia, agar masing-masing menjadi karyawan yang kompeten yang akhirnya akan menghasilkan kinerja yang prima bagi organisasi. Karena itu Sasaran Strategis harus merefleksikan strategi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan. Daya dukung teknologi juga merupakan salah satu faktor pendorong kepuasan karyawan dalam bekerja. Itu jelas penting, karena karyawan yang terpuaskan akan dapat meningkatkan produktivitas dan tingkat retensi mereka. Melalui penggabungan tujuan dari masing-masing perspektif tersebut, pendekatan balanced scorecard memungkinkan strategi bisnis dikaitkan dengan penciptaan nilai pemegang saham, sembari menyediakan beberapa hasil jangka pendek terukur yang mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan strategi (p520521). Balance Scorecard lebih dimanfaatkan sebagai alat yang efektif untuk perencanaan strategis, yaitu sebagai alat untuk menerjemahkan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan ke dalam rencana tindakan
25
(action plans) yang komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang. (Mulyadi, 2007, p317). Ada 3 kategori utama yang dianalisis dan diukur dalam perspektif ini, yaitu: 1. Kompetensi Karyawan Peran pegawai dalam organisasi sangatlah penting. Untuk itu perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Infrastruktur Teknologi Meskipun motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian tujuan perusahaan, namun masih diperlukan teknologi yang terbaik. Dengan teknologi yang mendukung, maka kebutuhan seluruh tingkat manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya. 3. Kultur Perusahaan Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi pegawai. Semua itu tetap harus diseimbangkan dengan tujuan/sasaran organisasi yang ingin dicapai.
2.1.5.1 Tahap Perancangan BSC Tahap Perancangan Balanced Scorecard (Rangkuti, 2011, p93), diantaranya sebagai berikut:
26
1. Merumuskan misi, nilai, visi, tujuan dan strategi perusahaan. Tahap ini menjadi landasan utama dalam penentuan perspektif. 2. Menentukan perspektif. Perspektif yang dipilih harus dapat mencerminkan strategi perusahaan. 3. Merumuskan sasaran strategis (objectives). Menerjemahkan strategi ke dalam setiap perspektif yang berupa sasaran strategis pada setiap perspektif. Sasaran strategis tersebut harus dapat mendukung pencapaian visi, misi, nilai, tujuan perusahaan, dan strategi perusahaan. Kemudian dari sasaran strategis tersebut peta strategis ditentukan atau dapat dilakukan setelah tahap keempat telah dilakukan. 4. Menentukan ukuran strategis (measures). Sasaran strategis yang telah dirumuskan melalui strategi perlu ditetapkan ukuran pencapaiannya. Ada dua ukuran yang perlu ditentukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis, yaitu (1) ukuran hasil (outcome measure atau lag indicator) dan (2) ukuran pemacu kinerja (performance measure atau lead indicator). 5. Menentukan target. Target merupakan pernyataan kuantitatif kinerja yang hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu di masa mendatang untuk mewujudkan sasaran strategis dalam setiap perspektif. 6. Merumuskan inisiatif strategis. Inisiatif strategis merupakan pelaksanaan program yang bersifat strategis untuk mewujudkan sasaran strategis pada setiap perspektif. Hal itu dirumuskan dengan membuat suatu pernyataan
27
kualitatif berupa langkah besar yang akan dilaksanakan di masa depan dan yang akan membantu pencapaian target. 7. Implementasi Balanced Scorecard. BSC diimplmentasikan atau tepatnya diturunkan ke setiap level dalam perusahaan dan bahkan ke setiap individu agar perusahaan mendapatkan hasil kinerja yang berlipat ganda.
2.1.5.2 Kelebihan Balanced Scorecard Beberapa keunggulan utama sistem BSC (Rangkuti, 2011, p94) dalam mendukung proses manajemen strategis antara lain: a. Memotivasi personel untuk berpikir dan bertindak strategis. Untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, personel perlu menempuh langkah-langkah strategis dalam hal permodalan yang memerlukan langkah besar berjangka panjang. Selain itu sistem ini juga menuntut personel untuk mencari inisiatif-inisiatif strategis dalam mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. b. Menghasilkan program kerja yang menyuluruh. Sistem BSC merumuskan sasaran strategis melalui keempat perspektif. Ketiga persepektif nonkeuangan hendaknya dipicu dari aspek keuangan. c. Menghasilkan business plan yang terintegrasi. Sistem BSC dapat menghasilkan dua macam integrasi: (a) integrasi antara visi dan misi perusahaan dengan program dan (b) integrasi program dengan rencana meningkatkan profit bersih.
28
Kelebihan-kelebihan utama BSC tersebut mendorong banyak perusahaan di dunia untuk menggunakan metode perencanaan strategi tersebut. Hasil studi yang dilakukan oleh Bank & Company, sebuah perusahaan konsultasi asal Amerika, menyebutkan bahwa di tahun 2003 tak kurang dari 60% dari organisasi berskala menengah dan besar di Amerika Utara telah menggunakan BSC dengan tingkat pertumbuhan 10% per tahun. Di Asia Tenggara sendiri, dari 121 perusahaan yang disurvey tentang pemanfaatan BSC tahun 2004, sebanyak 36% telah menggunakan BSC, 18% berencana menerapkannya, dan sisanya 46% belum menerapkan sama sekali. Data tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak organisasi di dunia yang percaya pada BSC dan menerapkannya dalam organisasi mereka. Berikut contoh peta strategi untuk Departemen Sumber Daya Manusia:
Sumber :Journal of Competitiveness, Vol.4, Issues 1, pp.177-128, 2012 Gambar 2.4 Peta Strategi level sumber daya manusia
29
2.1.6 KPI (Key Performance Indicator) KPI (Key Performance Indicators), atau biasa disebut dengan indikator kinerja utama (IKU) dalam bahasa Indonesia, adalah metrik finansial ataupun nonfinansial yang digunakan untuk membantu suatu organisasi menentukan dan mengukur kemajuan terhadap sasaran organisasi. KPI digunakan untuk menilai keadaan dari suatu bisnis dan menentukan suatu tindakan untuk menghadapi keadaan tersebut. KPI digunakan sebagai suatu indikator untuk mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam pencapaian strateginya. (Kaplan & Norton, 2004) Huselid, Becker and Beatty (2005) declared that the elements in the HR Scorecard are key leading indicators for workforce success. Key performance indicators are assigned to each perspective in strategy map and lately KPIs on HR level became significant benchmark in the entrepreneurial sector. Griffin (2004) pointed out that there should be a direct link from KPIs to goals, from goals to objectives and from objectives to strategies. KPI sering digunakan untuk menilai aktivitas-aktivitas yang sulit diukur seperti keuntungan pengembangan kepemimpinan, perjanjian, layanan, dan kepuasan KPI umumnya dikaitkan dengan strategi organisasi yang contohnya diterapkan oleh teknik-teknik seperti kartu skor berimbang (balanced scorecard). Di dalam BSC sendiri, terdapat berbagai macam KPI sesuai dengan perspektif yang ada di dalam BSC tersebut. Contoh; KPI yang sering digunakan dalam perspektif keuangan adalah jumlah laba, ROI, ROE, dan efisiensi biaya, sedangkan KPI yang sering digunakan pada perspektif pelanggan adalah market
30
share, brand image, dan indeks kepuasan pelanggan. KPI yang sering digunakan pada perspektif proses bisnis internal adalah jumlah produk baru per tahun, tingkat defect, dan downtime. Sedangkan pada perspektif pertumbuhan, KPI yang biasanya digunakan adalah jumlah karyawan yang terlatih, retensi karyawan, dan produktivitas karyawan. Hursman (2010) mendefiisikan ada lima criteria untuk efektivitas KPI, yaitu : - Specific, spesifik dan jelas sehingga tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi - Measurable, Dapat diukur secara obyekif, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif - Attainable, Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan perusahaan - Relevant ,Cukup signifikan dan mempunyai hubungan dengan visi, misi dan strategi dan business planning perusahaan - Time bound, Memiliki batas waktu untuk mengukur pencapaian target. KPI berbeda tergantung sifat dan strategi organisasi. KPI merupakan bagian kunci suatu sasaran terukur yang terdiri dari arahan, KPI, tolok ukur, target, serta kerangka waktu. Sebagai contoh: "Meningkatkan pendapatan rata-rata per pelanggan dari 10 ribu ke 15 ribu rupiah pada akhir tahun 2008". Dalam contoh ini, “Pendapatan rata-rata per pelanggan” adalah suatu KPI.
31
2.1.7 SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) Menurut Rangkuti (2005), SWOT adalah indentitas berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pelayanan. Analisis ini berdasarkan logika yang
dapat
memaksimalkan
meminimalkan
kekurangan
peluang dan
namun
ancaman.
secara
Analisis
bersamaan SWOT
dapat
ini
juga
membandingkan antara faktor eksternal dan faktor internal. Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi
kekuatan
(strengths),
kelemahan
(weaknesses),
peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisa SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths)
mampu
mengambil
keuntungan
(advantage)
dari
peluang
(opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan
32
(weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.
2.1.7.1 Cara Menyusun SWOT Matriks Formulasi strategis disusun menggunakan hasil analisis SWOT adalah dengan menggabungkan berbagai indikator yang terdapat dalam kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Model penggabungannya menggunakan SWOT Matirks. Namun tidak semua rencana strategi yang disusun dari SWOT Matriks ini digunakan seluruhnya. Strategi yang dipilih adalah strategi yang dapat memecahkan isu strategis perusahaan.
Gambar 2.5 SWOT Matriks
- S-O Strategi adalah strategi yang disusun dengan cara menggunakan semua kekuatan untuk merebut peluang - W-O Strategi adalah strategi yang disusun dengan cara meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada - S-T Strategi adalah strategi yang disusun dengan cara menggunakan semua kekuatan untuk mengatasi ancaman
33
- W-T Strategi adalah strategi yang disusun dengan cara meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman.
2.1.8 Analisis Porter SWOT Analysis adalah suatu analisa yang dilakukan sebelum bisnis merancang sebuah strategic plan. Salah satu tools yang digunakan untuk membuat SWOT Analysis diantaranya adalah Porter Five Forces analysis, yang memberikan gambaran mengenai bagaimana posisi bisnis kita di dalam suatu industri. Analisa Porter’s Five Forces memberikan gambaran yang powerful mengenai bagaimana tingkat persaingan dari suatu industri, baik itu dari sisi supply chain (supplier dan pelanggan) serta pasar (pemain baru dan substitusi). Keempat dari forces (dorongan) ini memberikan kontribusi terhadap competitive rivalry atau tingkat persaingan dalam industri. a. The threat of a substitute product Bagaimana substitusi terhadap barang/jasa Anda? Apakah konsumen dapat memperoleh barang substitusinya dengan mudah? Semakin banyak dan dekat barang substitusi, maka pelanggan juga bisa beralih dengan mudah. Force ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya switching cost, kecenderungan untuk substitusi, diferensiasi produk, dan lainnya. b. The threat of the entry of new competitors Bagaimana tingkat kesulitan/kemudahan bagi pesaing baru untuk masuk ke dalam industri Anda? Force ini antara lain dipengaruhi oleh brand equity,
34
hambatan masuk seperti paten dsb, distribusi, skill atau core competence tertentu, economy of scope, cost advantage, dan lainnya. c. The bargaining power of customers Bagaimana kekuatan yang dimiliki pelanggan Anda? Force ini antara lain dipengaruhi oleh: jumlah pembeli, konsentrasi pembeli, switching cost pembeli, ketersediaan barang, besar order pembeli, sensitivitas harga, tingkat diferensiasi, dan sebagainya. Misalnya, Anda memiliki sebuah ritel premium dengan pelanggan-pelanggan kelas atas. Pada kelompok pelanggan tersebut, sekitar 60% penjualan berasal dari 20% pelanggan. Artinya, konsentrasi pembeli cukup tinggi, sehingga pembeli punya kekuatan yang lebih tinggi. Switching cost bagi pembeli pun tidak ada, sementara bagi Anda sulit untuk memperoleh pelanggan baru lagi. d. The bargaining power of suppliers Supplier merupakan tempat dimana kita membeli input yang digunakan untuk bahan produksi. Force ini ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya: switching cost ke supplier lain, jumlah supplier, konsentrasi supplier, ketersediaan substitusi input, tingkat diferensiasi input, hingga tingkat hubungan dengan supplier. Misalnya, supplier obat-obatan untuk rumah sakit, pada umumnya memiliki tingkat konsentrasi tinggi. Rumah sakit biasanya memiliki langganan kepada segelintir perusahaan farmasi tertentu. Dalam kasus ini, berarti bargaining power of supplier tinggi karena supplier terkonsentrasi pada sebagian kecil saja.
35
e. The intensity of competitive rivalry Bagaimana intensitas persaingan dalam industri Anda? Semakin banyak jumlah pesaing, dengan produk yang berkualitas dan harga bersaing, maka semakin tinggi tingkat persaingan. Force ini ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya: jumlah pesaing, perbedaan kualitas, loyalitas pelanggan, diferensiasi produk, perbedaan harga, exit barriers, dan sebagainya. Analisa Porter’s Five Forces ini digunakan pada level industri, dan dapat diaplikasikan pada segala macam industri. Pengertian industri disini adalah serangkaian bisnis yang menawarkan produk/jasa yang sejenis. Seandainya satu perusahaan bergerak di berbagai macam industri, maka perusahaan tidak bisa hanya membuat satu analisis saja. Analisa ini perlu dibuat pada masing-masing industri dimana perusahaan bergerak. Dengan memahami bagaimana posisi kita dalam industri, maka selanjutnya dapat dirancang strategi yang tepat untuk memenangkan persaingan.
Gambar 2.6 Porter’s Five Forces Model