BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Batubara Batubara adalah suatu batuan sedimen organik berasal dari penguraian sisa berbagai tumbuhan yang merupakan campuran heterogen yang mengandung unsur
– unsur karbon, hidrogen dan oksigen sebagai unsur utamanya dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahannya. Selain itu diseluruh senyawa batubara
terdapat pula senyawa anorganik pembentuk-ash yang tersebar dan terpisah sebagai partikel zat mineral. Batubara tersusun atas tiga komponen utama, yaitu: 1. Air yang terikat secara fisika terdiri dari air bebas dan air lembab. 2. Senyawa batubara atau coal substance atau coal matter, yaitu senyawa organik (material yang dapat terbakar/dioksidasi oleh oksigen) yang terdiri atas karbon padat, senyawa hidrogen, senyawa sulfur, dan senyawa nitrogen. Karbon, hidrogen, dan oksigen merupakan unsur utama pembentuk batubara. 3. Zat mineral atau mineral matter, yaitu suatu senyawa anorganik atau material yang tidak terbakar yang terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2, MnO2, CaO, MgO, Na2O, K2O serta pengotor lainnya. (Muchjidin, 2006) 2.2 Abu Batubara Abu batubara adalah zat anorganik yang tertinggal setelah sampel batubara dibakar dalam suhu dan waktu tertentu atau dengan kata lain sisa atau residu dari pembakaran batubara yang tidak dapat terbakar. Komposisi abu batubara terdiri dari senyawa oksida (mayor) seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO,TiO2 Na2O, K2O, MnO2, SO3, P2O5 dan senyawa anorganik (minor) lainnya seperti arsen, barium, boron, klorin, tembaga, timbal, nikel dan seng terdapat sangat sedikit sekali (trace element). Komponen – komponen yang menonjol yang terdapat dalam abu batubara sebenarnya sama dengan komponen – komponen yang 6
7
terkandung dalam bahan baku pembuatan semen diantaranya SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, SO3 dan MgO. (Muchjidin, 2006)
Kegunaan abu batubara antara lain :
1. Bahan campuran beton untuk jalan dan bendungan
2. Recovery magnetic, cenosphere dan karbon 3. Bahan baku keramik, gelas dan batu bata 4. Bahan penggosok (polisher)
5. Filler aspal, plastik dan kertas 6. Sebagai bahan pengganti atau bahan baku semen
7. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization) 8. Konversi menjadi zeolit dan adsorben (Sumber:http://mheea-nck.blogspot.com/2011/01/pemanfaatan-abu batubara.html)
2.3 Lembaga LQSi (Laboratory Quality Services International) LQSi (Laboratory Quality Services International) adalah sebuah institusi di bawah SGS (Societe Generale de Surveillance Holding S.A) yang menyediakan program quality-monitoring untuk seluruh jaringan laboratorium analisis yang dimiliki oleh SGS dan laboratorium analisis rekanan dari SGS. Program qualitymonitoring LQSi antara lain jasa audit dan pengujian laboratorium, peningkatan kinerja dan layanan jaminan kualitas laboratorium serta proficiency testing programme (PTP). Layanan jaminan kualitas laboratorium antara lain penyediaan bahan referensi bersertifikat (CRM) untuk validasi dan verifikasi metode instrumen kalibrasi, program uji untuk menjamin validitas statistik dari hasil analisis. Sedangkan proficiency testing programme (PTP) ditujukan untuk analisis mineral, besi dan baja, biofuel, emas, belerang, pupuk dan lain – lain. Proficiency testing programme di bidang mineral yaitu energy minerals (bahan tambang) yang meliputi : 1. High rank coal 2. Low rank coal 3. Mineral analysis of coal ash Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
8
4. Ash Fusion Suhue 5. Trace elements
(Sumber : http://www.sgs.com/en/Mining/Analytical-Services/Proficiency Testing-Programs-LQSi.aspx)
Uji profisiensi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kinerja laboratorium. Program uji profisiensi telah sering dilakukan di Indonesia oleh berbagai institusi antara lain KAN - BSN, Pusat Penelitian Kimia - LIPI dan institusi lainnya. Tujuan utama uji profisiensi adalah untuk mengevaluasi unjuk
kerja masing-masing laboratorium peserta dengan cara uji banding antar
laboratorium dengan kata lain menyediakan perangkat jaminan mutu bagi laboratorium – laboratorium dalam membandingkan kinerja suatu laboratorium terhadap laboratorium lain yang sejenis, sehingga dapat mengambil langkah perbaikan yang diperlukan bila ada ketidaksesuaian. Uji profisiensi ini didesain sebagai peringatan bahwa suatu laboratorium sudah harus memodifikasi prosedurnya. Pada uji ini semua laboratorium peserta melaksanakan suatu pengujian terhadap sampel yang sama dan hasilnya dibandingkan terhadap hasil dari laboratorium lain yang berpartisipasi dalam program yang sama. Sampel yang telah homogen didistribusikan kepada laboratorium peserta kemudian seluruh peserta laboratorium menganalisis sampel tersebut secara serentak dan hasilnya kemudian dikumpulkan untuk diolah secara statistika untuk kemudian data mereka dibandingkan terhadap laboratorium lain yang berpartisipasi didalam program yang sama. (Sumber:http://www.rcchem.co.id/rcchem/course/60). Penilaian dihitung untuk masing-masing laboratorium dengan menggunakan statistik. “The 1993 Harmonized Protocol” merekomendasikan konversi hasil uji dari masing-masing laboratorium peserta dengan menggunakan nilai z-score. Hasil yang diperoleh peserta (x) dikonversikan ke nilai z-score berdasarkan persamaan z = (x-xa)/sp dimana xa adalah nilai yang telah ditetapkan (Assigned value) dan sp adalah standar deviasi untuk penilaian profisiensi. Dihitungnya nilai z score adalah untuk menjadikan hasil uji dari tiap-tiap peserta menjadi dapat Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
9
diperbandingkan. Nilai (x-xa) dapat didefinisikan sebagai error atau kesalahan dalam pengukuran sedangkan sp mendeskripsikan nilai ketidakpastian standar.
Nilai z score dapat dinterpretasikan berdasarkan distribusi normal sebagai berikut: 1. Nilai z score = 0 menandakan bahwa hasil uji yang didapatkan adalah
sempurna. Hal ini sangat jarang terjadi bahkan pada laboratorium berpengalaman sekalipun. 2. Nilai z score antara -2 sampai 2 dianggap memuaskan atau diterima.
3. Nilai z score < -3 atau > +3, berarti hasil uji tidak dapat diterima atau tidak memuaskan.
4. Nilai z score diantara -2 hingga -3 dan 2 hingga 3 berarti hasil uji yang diperoleh diragukan. (Sumber:http://kimia.lipi.go.id/wp-content/uploads/2010/05/uji-profisiensilaboratorium-dyah-styarini-rev.pdf) Berikut contoh grafik Z-score uji profisiensi :
Gambar 2.1 Grafik Z-score. (Sumber: http://kimia.lipi.go.id/wp-content/uploads/2010/05/ujiprofisiensi-laboratorium-dyah-styarini-rev.pdf)
CRM (Certified Reference Materials) atau bahan acuan tersertifikasi yaitu suatu bahan yang mempunyai satu atau lebih sifat bahan yang homogen. Nilai CRM telah diketahui dan bersifat stabil untuk digunakan dalam pengukuran atau analisis suatu sampel. Penggunaan CRM di laboratorium antara lain untuk mengetahui adanya kesalahan pada suatu analisis, memvalidasi suatu metode, mengukur kompetensi seorang analis, mengukur kompetensi laboratorium dan Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
10
memonitor
unjuk
kerja
laboratorium dari
waktu
ke
waktu.
(Sumber
:www.scribd.com/doc/61735879/JMDHP-Laporan)
2.4 Metode Standar ASTM
ASTM merupakan singkatan dari American Society for Testing and Material,
dibentuk pertama kali pada tahun 1898 oleh sekelompok insinyur dan ilmuwan untuk mengatasi bahan baku besi pada rel kereta api yang selalu bermasalah. Sekarang ini, ASTM mempunyai lebih dari 12.000 buah standar. Standar ASTM banyak digunakan pada negara-negara maju maupun berkembang dalam
penelitian secara akademis maupun industri.
Standar ASTM digunakan untuk menganalisis bahan, produk, sistem dan layanan. Standar ASTM telah digunakan oleh ribuan individu, perusahaan dan lembaga contohnya transaksi jual beli antara penjual dan pembeli yang memasukkan standar kontrak dengan menggunakan metode ASTM. Setiap barang yang diproduksi dan ditandai dengan standar ASTM harus memenuhi semua persyaratan yang berlaku sesuai dengan standar yang digunakan. Diselenggarakan pada tahun 1898, ASTM internasional telah tumbuh menjadi salah satu sistem pengembangan standar mandiri terbesar di dunia. Standar-standar dan informasi teknis lainnya yang terkait di ASTM diterima dan digunakan di seluruh dunia. Standar ASTM dilindungi secara hukum. ASTM sendiri hingga saat ini terdiri dari 78
volume
dan
dibagi
menjadi
16
bagian.
(http://id.wikipedia.org/wiki/American_Standard_Testing_and_Material). 2.5 Unsur Natrium Natrium adalah logam berwarna putih-perak yang lunak. Logam ini akan melebur pada suhu 97,5 oC. Logam natrium teroksidasi dengan cepat di dalam udara lembab. Logam ini akan langsung bereaksi dengan air membentuk natrium hidroksida dan hidrogen seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut ini : 2Na + 2H2O → 2Na+ + 2OH- + H2 ↑ (Basset,J,1985)
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
11
Didalam tabel periodik unsur natrium memiliki nomor atom 11. Natrium
yang terpapar di udara dapat bereaksi spontan dengan gas oksigen membentuk
oksida berwarna putih yang disertai nyala berwarna kuning. Di alam natrium tidak pernah berwujud sebagai unsur murni namun dalam bentuk senyawa seperti
oksida atau garam. Saat direaksikan dengan oksigen dalam jumlah terbatas, natrium dapat membentuk oksidanya (Na2O). (Ngatin,A, 2010) Tabel 2.1 Sifat Unsur Natrium dan Kalium
Unsur Golongan Periode Na
IA
3
E° (V) M+ + e-2,71
K
IA
4
-2,93
I (kJ mol-1) 496 419
(Ngatin,A, 2010)
2.6 Unsur Kalium Kalium adalah logam putih perak yang lunak dan akan melebur pada suhu 63,5oC. Kalium tidak berubah dalam udara kering tetapi cepat teroksidasi dalam udara lembab. Garam – garam kalium biasanya larut dan membentuk larutan yang tidak berwarna. Kalium dapat menguraikan air dan melepaskan hidrogen seperti yang ditunjukkan pada reaksi berikut ini : 2K + 2H2O → 2K+ + 2OH- + H2 ↑ (Basset,J, 1985) Didalam tabel periodik unsur natrium memiliki nomor atom 19. Nyala logam kalium bersamaan dengan hidrogen akan menghasilkan warna merah muda kebiru biruan. (Ngatin,A, 2010). Sifat unsur kalium dapat dilihat pada Tabel 2.1.
2.7 Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometry (ICP-OES) Varian Vista MPX 2.7.1 Sejarah Perkembangan Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometry (ICP-OES) Varian Vista MPX. Jika suatu campuran yang mengandung logam diuapkan dalam nyala api maka akan menghasilkan suatu warna. Seperti pada percobaan pembakaran garam Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
12
Na menggunakan nyala bunsen akan dihasilkan nyala kuning, pembakaran garam Ca akan menghasilkan nyala api merah bata dan pembakaran garam Ba akan
menghasilkan nyala api hijau. Warna nyala api dari setiap unsur tersebut memiliki panjang gelombang tertentu. Dengan perkembangan mekanika kuantum dapat
diketahui bahwa garis dan pita dari transisi elektronik adalah spesifikasi dari setiap atom atau molekul. Sebagai contoh nyala api Na yang memberikan nyala api warna kuning sebagai hasil dari sepasang garis pada panjang gelombang
588,995 nm dan 589,592 nm yang dipancarkan oleh atom Na. Berdasarkan prinsip tersebut, optical emission spectrophotometry telah dikembangkan menjadi suatu
metode analisis kimia dimana konsentrasi suatu unsur yang diukur akan berbanding lurus dengan intensitas dari unsur tersebut pada panjang gelombang (λ) tertentu. Sebagai contoh, spektrofotometri emisi yang telah dikembangkan oleh Lundergardh tahun 1930-an sebagai rangkaian penyempurnaan dari spectrofotometri nyala yang telah digunakan oleh Kirchoff dan Bunsen pada akhir abad ke-19. Larutan sampel dimasukkan kedalam nyala api dalam bentuk butiranbutiran halus, selanjutnya intensitas dari garis spektrum yang karakteristik untuk setiap elemen diukur dengan suatu spektrofotometer atau monokromator secara otomatis. Spektrofotometer nyala telah dikembangkan secara luas untuk mendeteksi unsur Na, K dan beberapa unsur lainnya dengan mengukur intensitas dari unsur-unsur tersebut pada λ karakteristiknya. Sampel yang mengandung unsur – unsur tersebut disemprotkan ke dalam nyala api. Hubungan antara intensitas dengan konsentrasi dapat diketahui dengan membandingkan hasil pengukuran
intensitas
larutan
standar
kalibrasi
yang
telah
diketahui
konsentrasinya melalui kalibrasi larutan standar. ICP-OES (Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometer) adalah suatu peralatan modern untuk pengukuran unsur – unsur dengan kemampuan yang sangat luas. ICP-OES mempunyai prinsip dasar yang sama dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) tetapi nyala api diganti oleh suatu plasma sedangkan monokromator dan detektor yang sederhana diganti oleh suatu spektrofotometer optik yang teliti. Spektroskopi emisi atom pada awalnya Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
13
digunakan untuk analisis logam-logam alkali tanah seperti Na dan K serta logamlogam lainnya menggunakan nyala api sebagai sumber pengeksitasi. Alat tersebut
cukup bermanfaat, namun suhu yang dicapai oleh nyala masih rendah (170 405 oC) sehingga pemakaiannya terbatas pada logam-logam yang mudah
tereksitasi pada suhu rendah. Dalam perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa pemakaian gas diganti dengan bunga api listrik yang dikenal dengan sebutan Arc dan Spark sebagai sumber pengeksitasi atom. Arc dihasikan dari
tenaga listrik dengan mengalirkan arus listrik sekitar 2 - 30 A diantara dua elektroda. Potensial yang digunakan beberapa ratus volt sehingga menghasilkan
suhu bervariasi antara 2000 - 8000oC. Sedangkan Spark adalah nyala api yang dihasilkan diantara dua elektoda pada voltase tinggi sehingga menyebabkan terjadinya ionisasi atom. Seiring dengan perkembangannya, terdapat beberapa tipe ICP Varian, diantaranya: ICP Varian Liberty Series I, ICP Varian Series II, ICP Varian Vista Pro, dan ICP Varian Vista MPX yang dilengkapi dengan detektor CCD (Charge Coupled Device) yang memiliki kemampuan 1,1 mega pixel sehingga mampu mengukur 71 jenis unsur sekaligus secara simultan. (Gassing,2005).
Keterangan : 1. Vista spectrometer 2. Gas connection 3. Exhaust fan 4. GPIB card 5. IEEE-488 cable 6. PC
7. Printer 8. Sample Preparation System 9. IEEE-488 cable 10. Water cooler 11. Water pipes
Gambar 2.2 ICP Varian Vista MPX dan accesorisnya. (Gassing,2005)
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
14
2.7.2 Prinsip Kerja Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometry (ICP-OES) Varian Vista MPX
Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometry (ICP-OES)
merupakan salah satu teknik untuk mengukur logam secara spektrofotometri
dengan tingkat sensitivitas yang tinggi. Selain itu, mampu mengukur banyak logam sekaligus dan mempunyai limit deteksi yang baik untuk segala aplikasi. Analisis logam menggunakan ICP-OES dapat dilakukan dengan cepat karena ICP
OES mengukur semua logam secara berkesinambungan dan langsung. Pengukuran logam dengan ICP-OES didasarkan pada sifat unsur yang jika diberi
energi berupa cahaya akan menyebabkan elektron valensinya tereksitasi dari keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian setelah beberapa saat elektron tersebut akan kembali ke keadaan dasar sambil melepaskan cahaya (emisi) yang intensitasnya sebanding dengan konsentrasi logam tersebut. Inductively Coupled Plasma (ICP) menggunakan coupled induksi, yaitu induksi medan magnet dan medan listrik sebagai sumber energi untuk mengeksitasi elektron dari atom- atom yang ada dalam sampel. Gabungan dua buah induksi (coupled) ini sangat penting, agar terbentuk medan magnet dengan frekuensi tinggi. Dengan demikian atom-atom dalam sampel tidak hanya tereksitasi kesatu tingkat energi elektron yang lebih tinggi, tetapi tereksitasi kebeberapa macam tingkat energi elektron yang lebih tinggi. Gabungan elektronelektron yang tereksitasi ini akan membentuk awan-awan elektron yang jenuh dengan elektron-elektron atau disebut juga plasma. Jadi gabungan kedua induksi ini menimbulkan medan magnet dengan frekuensi plasma yang tinggi atau disebut Inductively Coupled High Frequency Plasma. Elektron-elektron yang sudah tereksitasi ketingkat energi elektron yang lebih tinggi akan kembali ke keadaan dasar sambil melepaskan energi yang berupa sinar. Sinar yang dilepaskan masuk ke spektrometer oleh grating, difraksi sinar ini didispersikan menjadi spektrum garis yang spesifik untuk masing-masing atom atau ion yang terkandung dalam sampel tersebut. Besarnya intensitas sinar yang dilepas atau diemisikan oleh elektron-elektron waktu kembali ke keadaan dasar Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
15
diukur oleh spektrometer. Intensitas sinar yang diukur adalah intensitas sinar emisi sehingga ICP disebut juga ICP-AES (Inductively Coupled Plasma Atomic
Emission Spectroscopy).
Frekuensi tinggi sebesar 40,68 MHz dan daya 1600 watt dialirkan ke kawat
kumparan (kawat kumparan terbuat dari tembaga). Kawat kumparan ini berada pada bagian puncak torch (tungku pembakaran). Pada bagian dalam tungku pembakaran dialiri gas argon. Arus dengan frekuensi 40,68 MHz dan daya 1600
watt ini, menyebabkan timbulnya perubahan medan magnet dalam kawat kumparan. Perubahan medan magnet akan menyebabkan timbulnya sirkulasi arus
dalam kawat kumparan. Arus ini tegak lurus bidang kawat kumparan akhirnya akan timbul elektron-elektron dan ion-ion. Elektron-elektron dan ion-ion mengalir terus-menerus didalam kawat
kumparan menyebabkan kawat
kumparan
bertambah panas. Sehingga timbul perubahan medan magnet dengan suhu yang tinggi disekeliling kawat kumparan. Gas argon pertama kali dipanaskan atau dibakar oleh kawat kumparan. Gas argon pada suhu kamar tidak menghantarkan arus listrik. Namun bila dipanaskan gas argon bersifat menghantarkan arus listrik, maka akan terjadi induksi medan listrik pada kawat kumparan. Arus listrik yangmengalir pada kawat kumparan menyebabkan gas argon terionisasi, seperti reaksi berikut ini ; Ar2 → 2 Ar – + 2e Elektron – elektron yang terbentuk dari gas argon bertubrukan kembali dengan gas argon yang belum terionisasi. Pada akhirnya terbentuk elektron yang banyak dan demikian seterusnya. Jumlah elektron – elektron yang terbentuk lebih banyak dari pada elektron – elektron yang hilang (yang bertubrukan dengan gas argon), sehingga akan terbentuk plasma (awan-awan elektron) disekeliling medan listrik. Dengan demikian suhu disekeliling medan listrik dan plasma bertambah tinggi pula. Plasma yang terdiri dari awan – awan elektron yang bersifat konduktor ini bergerak ke atas sehingga terjadi interaksi plasma dengan medan magnit. Plasma yang suhunya sudah tinggi tersebut akan menyerap panas yang
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
16
dihasilkan oleh perubahan medan magnit, akibatnya suhu plasma semakin lebih tinggi hingga mencapai 10.000 oK
Agar sampel yang dibakar terfokus pada bagian tengah torch (tidak
terdistribusi ke pinggir torch), maka ke dalam nebulizer dialirkan gas argon sebagai carrier gas, sehingga eksitasi sampel sangat efektif. Apabila argon tidak dialirkan maka panas yang dihasilkan oleh induksi medan magnet dan plasma tidak efisien. (Gassing,2005). Tabel 2.2 Aliran dan Tekanan Gas dalam ICP Varian Vista MPX
No 1 2 3 4. 5
Aliran dan tekanan gas Plasma flow Auxilary flow Nebulizer flow Tekanan gas argon Tekanan gas N2 UHP
Nilai 15,0 1,50 0,60 80 80
Satuan L/min L/min L/min Psi Psi
(Gassing,2005)
Pembentukan plasma pada medan listrik menimbulkan suhu yang tinggi, akan meningkat bila dipuncak torch (10.000 0K). Maka dapat menyebabkan torch pecah. Untuk menghindari hal ini maka pada dinding lapisan luar torch dialirkan gas argon. Gas argon sebagai purge gas dialirkan melewati puncak torch, berfungsi untuk: 1) Mengusir komponen–komponen yang kurang stabil atau susah tereksitasi. 2) Untuk mendorong komponen–komponen yang sudah tereksitasi ke atas, sehingga komponen-komponen yang belum tereksitasi naik ke atas atau ke tengah torch.
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
17
Ketika aerosol memasuki area yang panas pada plasma, aerosol tersebut akan
dikonversi menjadi partikel garam melalui penghilangan pelarut. Partikel garam
kemudian akan diubah menjadi atom atau ion . Hampir seluruh logam terionisasi dengan efisien (>90%) sehingga dalam plasma tidak ada molekul atau atom dalam
keadaan dasar. Sejumlah besar energi diberikan kepada atom atau ion supaya elektronnya mengalami eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Secara teknis, prinsip kerja ICP Varian Vista MPX dapat digambarkan
sebagai berikut; Larutan sampel, dihisap melalui selang kapiler dan masuk ke nebulizer, sehingga terbentuk aerosol di dalam spray chamber. Aerosol dalam
yang berukuran lebih besar dari 5 µm akan terbuang keluar ketempat pembuangan limbah. Sedangkan aerosol yang berukuran lebih kecil dari 5 m akan tercampur dengan gas argon yang masuk melalui nebulizer. Dengan adanya tekanan dari gas argon (nebulizer flow), aerosol akan terdorong ke atas arah torch. Di torch ini terjadi pembakaran dengan nyala api. 2 Ar 2 Ar + 2 eElektron yang dihasilkan ini akan membentur atau menumbuk gas argon yang baru masuk sehingga melepaskan elektron. Jumlah elektron yang dihasilkan lebih banyak dari jumlah elektron yang dipakai bereaksi dengan gas argon yang baru masuk. Sehingga di sekitar torch terbentuk awan elektron yang disebut plasma yang menyebabkan medan listrik. Pada plasma dilewatkan Radio Frekwensi (RF) tinggi sehingga menimbulkan medan magnet dan medan listrik tersebut akan menghasilkan suhu 10.000 0 K. Sampel yang mengandung unsur logam dengan pembakaran pada suhu 10.000 0K akan mengalami eksitasi. Unsur yang tereksitasi tersebut pada saat kembali ke keadaan dasar (ground state) akan melepaskan energi dalam bentuk intensitas yang akan dideteksi oleh detektor sesuai dengan λ dan unsur yang dianalisis. (Gassing,2005) Secara ringkas tahapan pengukuran menggunakan ICP-OES dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pemilihan unsur yang akan dianalisis
Preparasi sampel hingga berbentuk larutan
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
18
Persiapan larutan standar, konsentrasi dari sampel yang akan dianalisis berada dalam kisaran konsentrasi deret standar yang akan digunakan
Pengukuran larutan sampel dan larutan standar dilakukan dengan cara
menyemprotkannya ke dalam plasma. Selanjutnya masing-masing unsur yang dianalisis akan terukur dalam besaran intensitas cahaya.
ICP akan menghasilakan kurva kalibrasi dari setiap unsur yang dianalisis berdasarkan intensitas terhadap konsentrasi larutan standar. Konsentrasi dari setiap unsur yang terdapat dalam sampel ditentukan berdasarkan kurva kalibrasi deret standar. Hasil akhir dari pengukuran berupa nilai konsentrasi analit dalam sampel (mg/L).
2.7.3 Bagian Peralatan Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometer (ICP-OES) Varian Vista MPX. A.
Filter Gas Argon UHP (Ultra High Purity)
Filter gas argon ini berfungsi untuk menyaring gas argon sebelum masuk ke ICP sehingga argon lebih murni dan terbebas dari berbagai zat pengotor seperti uap air.
B.
Tubing Peristaltic pump pada ICP berfungsi untuk mengontrol kecepatan alir cairan
yang masuk ke nebulizer sesuai dengan besarnya RPM (rotation per minutes) yang telah diset pada progam condition ICP. Peristalticc pump berfungsi pula untuk mengatur kecepatan alir cairan sisa analisis dari spray chamber ke tempat Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
19
pembuangan limbah (drain). Peristallic pump dapat dioperasikan menggunakan program fast pump. Sehingga kecepatan alir cairan yang masuk ke nebulizer dan
kecepatan alir cairan sisa analisis dari spray chamber yang akan dibuang ke drain akan dipercepat secara otomatis 10 kali dari RPM normal pada saat uptake delay
dan rinse time. Dengan demikian waktu yang dibutuhkan untuk analisis dapat lebih singkat.
C.
Nebulizer Nebulizer pada ICP berfungsi untuk membentuk aerosol dari cairan yang
disemprotkan ke dalam spray chamber. Aerosol yang memiliki ukuran partikel sangat halus (< 5 µm) akan didorong ke torch sedangkan yang berukuran besar (> 5 µm) akan dibuang ke tempat pembuangan limbah (drain). Nebulizer memiliki 2 buah pipa yaitu: 1) Kapiler tempat masuknya sampel yang dihubungkan dengan peristaltic pump tubing dan auto sampler. Melalui kapiler ini sampel akan dipompakan ke dalam nebulizer. 2) Selang gas argon yang berfungsi untuk masuknya gas argon sebagai gas pendorong yang menyebabkan sampel dapat terkabutkan membentuk aerosol. Kecepatan alir gas argon dapat diatur secara otomatis dalam program nebulizer flow. Efisiensi nebulizer dan sensitivitas alat sangat ditentukan oleh pengaturan program nebulizer flow tersebut. Terdapat tiga jenis nebulizer pada ICP Varian yaitu: 1) V-Groove nebulizer V-groove nebulizer terbuat dari bahan yang tahan terhadap berbagai jenis pelarut termasuk asam fluoride (HF). Demikian pula terhadap sampel yang Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
20
dilarutkan dengan cara peleburan dengan menggunakan pereaksi kering seperti natrium karbonat, litium tetraborat, sodium peroksida dan lain-lain. Untuk sampel
yang mengandung nebulizer jenis ini, V-groove nebulizer dapat digunakan pada ICP Varian Vista MPX dengan tipe radial menggunakan Sturman-Masters spray
chamber.
2) Concentric glass nebulizer Concentric glass nebulizer terbuat dari bahan kaca yang mudah pecah sehingga memerlukan penanganan yang lebih hati-hati dan digunakan pada ICP
Varian tipe axial. Concentric glass nebulizer dapat dihubungkan dengan Sturman – Masters spray chamber atau dengan glass cyclonic spray chamber. 3) Ultrasonic nebulizer Ultrasonic nebulizer digunakan untuk menganalisis sampel yang memerlukan limit deteksi sangat kecil.
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
21
D.
Spray Chamber
Spray chamber berfungsi sebagai tempat terjadinya pembentukan aerosol. Jika aerosol yang dihasilkan memiliki ukuran pertikel > 5 µm ini akan dialirkan ke tempat pembuangan limbah dengan bantuan peristaltic pump. Sedangkan aerosol berukuran partikel < 5 µm akan terdorong ke torch dengan bantuan gas argon yang dialirkan melalui nebulizer. Untuk menghubungkan antara spray chamber dengan torch digunakan transfer tubing. Terdapat tiga tipe spray chamber yaitu: 1) Sturman-Masters spray chamber untuk ICP Varian tipe radial dan digunakan pula pada ICP Varian tipe axial jika menggunakan V-groove nebulizer. 2) Glass cyclonic spray chamber untuk ICP Varian tipe axial. 3) Cooled glass spray chamber untuk analisis sampel organik yang mudah menguap.
E.
Torch Torch merupakan tempat terbentuknya plasma sehingga sampel yang
dianalisis dapat diemisikan pada suhu 10.000 0K. Untuk mencegah agar torch tidak meleleh pada suhu tersebut maka pada bagian luar torch (outer tube) dialiri gas argon dengan kecepatan alir 15 liter per menit.
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
22
Torch terdiri atas tiga bagian yaitu: 1) Bagian terluar dari torch yang disebut outer tube yang dihubungkan dengan plasma flow. 2) Bagian tengah torch yang disebut intermediate tube yang dihubungkan dengan auxilary flow. 3) Bagian dalam torch yang disebut injector tube yang dihubungkan dengan transfer tubing. Terdapat empat jenis torch ICP Varian yaitu: 1) Radial torch yang injektornya terbuat dari bahan kwarsa dengan diameter dalam 1,4 mm digunakan pada ICP Varian tipe radial. 2) Axial Radial torch yang injektornya terbuat dari bahan kwarsa dengan diameter dalam 2,3 mm digunakan pada ICP Varian tipe axial. 3) Demountable torch yang injektornya terbuat dari bahan kwarsa atau alumina dengan diameter dalam 0,8 mm dan 1,8 mm yang dapat digunakan pada ICP Varian tipe radial maupun axial, hanya pada demountable torch ini injektornya dapat dibongkar pasang berbeda dengan tipe lainnya. 4) Slotted extended torch digunakan pada ICP Varian tipe radial khusus untuk analisa nitrogen.
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
23
F.
Bannet Torch Bannet torch terbuat dari kuarsa yang dipasang antara ujung torch dengan
Coil, berfungsi untuk mencegah kontak langsung antara plasma dengan coil.
G.
Induction coil Induction coil ini berfungsi untuk menghasilkan induksi medan magnet yang
dialiri radio frekwensi tinggi yaitu 40,68 MHz. Bagian dalam coil dialirkan air dari water cooler dengan suhu konstan 20 0C sebagai pendingin.
H.
Snout Snout diletakkan antara plasma dan pre-optics sehingga memungkinkan ICP
Varian Vista MPX mampu mendeteksi panjang gelombang di bawah 190 nm.
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
24
I.
RF Generator RF Generator berfungsi sebagai penyedia arus bolak balik dengan frekuensi
tertentu yang dialirkan pada induction coil sehingga dapat menghasilkan induksi medan magnet yang dibutuhkan pada pembentukan plasma. RF generator pada
ICP Varian Vista MPX menghasilkan frekuensi 40,68 MHz. J.
Spektrofotometer
Spektrofotometer disini pada prinsipnya mempunyai fungsi untuk menerima
sinar yang dihasilkan oleh plasma dan merubahnya menjadi energi listrik emisi
yang selanjutnya akan diteruskan untuk dibaca atau diintegrasikan pada Read Out Console. Ada dua jenis spektrofotometer yang digunakan bersama rangkaian ICPS (Inductively Coupled Plasma Spectrophotometer), yaitu monokromator dan polikromator. Pada monokromator, ICPS melakukan analisis hanya untuk satu logam pada setiap pengoperasian. Sedangkan polikromator dapat melakukan analisis beberapa logam sekaligus. ICP Varian Vista MPX dilengkapi dengan detektor CCD (Charge Coupled Detector) yang merupakan suatu pengembangan terbaru yang dikenal juga dengan sebutan mega pixel detektor dengan 1,1 mega pixel. Dengan detektor CCD ini memungkinkan ICP Varian Vista MPX dapat mendeteksi 73 unsur sekaligus secara simultan atau mampu mendeteksi 250 λ sekaligus secara simultan dalam waktu sekitar enam menit. K.
Sistem Optik Cara kerja sistem optik sebagai berikut mula-mula emisi sinar dari nyala
plasma diarahkan dengan lensa kondensor ke entrance slit. Celah yang mempunyai lebar tetap (10 m) ini menjadikan cahaya sebagai sinar yang sejajar untuk diteruskan menuju concave mirror kemudian panjang gelombangnya diseleksi oleh grating. Dengan terpilihnya salah satu panjang gelombang yang diinginkan, maka spektra diteruskan ke concave mirror dan dipantulkan ke photomultiplier melalui exit slit. Dengan photomultiplier energi radiasi akan diubah menjadi energi listrik untuk dapat dibaca pada recorder setelah dikuatkan. Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
25
Pada ICPS-Polikromator sistem optiknya seperti ICPS monokromator, pada ICPS polikromator sinar radiasi yang dihasilkan oleh plasma diarahkan menuju grating
melalui celah masuk (entrance slit). Difraksi yang dihasilkan akan diteruskan atau difokuskan ke lingkaran “Rowland”dimana terdapat detektor Photomultiplier di
depan celah keluar. Hasil difraksi dari berbagai arah akan menunjukkan panjang gelombang dari
masing-masing logam yang dianalisis. Dengan telah ditempatkannya detektor
Photomultiplier pada lokasi fokus panjang gelombang tersebut menyebabkan analisis untuk beberapa logam dapat berjalan secara simultan. (Gassing,2005).
2.7.4 Keistimewaan Menggunakan Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometer (ICP-OES) Varian Vista MPX Keistimewaan yang dapat diperoleh menggunakan Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometry (ICP-OES) Varian Vista MPX ,antara lain: 1. Sensitivitas yang tinggi. Sensitivitas yang tinggi dari ICP dipengaruhi oleh: a. Suhu dan arus yang tinggi. Nyala mempunyai suhu dan arus yang tinggi maka partikel partikel – partikel sampel terdifusi sempurna. Akibatnya sedikit sekali sampel yang hilang (sampel tereksitasi sempurna), baik yang konsentrasinya
rendah
maupun
tinggi.
Sehingga
sampel
yang
konsentrasinya sangat kecil (ppb) masih dapat terdeteksi oleh ICP . b. Kevakuman spectrometer. Spektrometer ICP dioperasikan dalam keadaan vakum, maka ICP mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi daripada AAS. Bila boron, fosfor dan sulfur diukur menggunakan AAS, maka hasil yang diperoleh kurang akurat, karena adanya interefensi oksigen. Hal ini menyebabkan AAS tidak sensitif dibandingkan dengan ICP, demikian juga halnya untuk senyawa merkuri, yodium dan bromida.
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
26
2. ICP memberikan hasil dengan ketelitian yang tinggi. Dalam ICP eksitasi atom-atom dan ion-ion dikonsentrasikan pada bagian
tengah dan atas flame. Atom dan ion yang sudah tereksitasi didorong keatas
dengan kecepatan yang konstan. Sampel yang belum tereksitasi akan bergerak
ke atas dengan kecepatan yang konstan pula. Sehingga sampel yang konsentrasinya sangat kecil akan tereksitasi sempurna, dengan demikian data yang diperoleh mempunyai ketelitian yang tinggi.
3. ICP mempunyai spektrometer dengan resolusi yang tinggi. Grating
difraksi
dari
spektrometer
ICP
mempunyai
celah
(grove)
1.100.000/mm. Spektrum garis logam-logam alkali tanah saling berdekatan, tapi dengan menggunakan ICP hal itu tidak jadi masalah. 4. ICP dapat menganalisis logam-logam dengan cepat. Pada saat pembakaran sampel, semua logam-logam yang ada dalam sampel akan tereksitasi sempurna 73 macam logam dapat dianalisis sekaligus secara simultan. Selain itu sebanyak 250 jenis λ dapat dianalisis sekaligus secara simultan hanya dalam waktu sekitar 6 menit. 5. Pengaruh matriks lain sangat kecil. Matriks - matriks pengganggu seperti keasaman sampel akan mempengaruhi hasil analisis. Namun dengan menambahkan sejumlah asam yang sama ke dalam sampel dan standar, maka pengaruh matrik ini dapat dihilangkan. Sehingga ICP akan memberikan sensitivitas yang tinggi sekalipun untuk trace elements yang terkandung dalam sampel. 6. ICP sangat aman dalam operasinya. Gas argon yang dipakai tidak mudah meledak, jadi tidak akan menimbulkan kebakaran selama operasi. (Gassing,2005)
2.8 Atomic Absoption Spectrophotometer (AAS) Atomic Absoption Spectrophotometer atau spektrofotometri serapan atom adalah salah satu metode analisis yang dapat digunakan untuk mengukur unsur di dalam suatu bahan dengan kepekaan, ketelitian dan selektifitas yang sangat tinggi. Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
27
Pada perkembangan terakhir atomisasi dapat dilakukan tanpa nyala (Flameless Atomization). Dalam hal ini batang karbon (Carbon Rod Atomizer) digunakan
untuk menghasilkan energi listrik. Selain itu dapat pula melalui penguapan seperti pada analisis unsur Hg. Atomisasi dengan energi listrik pada batang karbon dapat
mengurangi gangguan spektrum nyala. Besarnya suhu dapat diatur dengan mudah, yaitu dengan mengatur arus listrik yang digunakan. Analisis spektrofotometri serapan atom, baik atomisasi dengan nyala menggunakan berbagai bahan bakar
maupun atomisasi tanpa nyala dapat menentukan hampir semua unsur logam kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat kepekaan mulai dari beberapa ppm secara
sampai ppb kecuali beberapa unsur berat seperti Uranium dan Zirkanium yang baru dapat ditentukan pada konsentrasi relatif tinggi, di atas 100 ppm (N.S Djenar,dkk, 2001) Peristiwa serapan atom telah diamati diabad XIX, misalnya oleh Wollaston, Kirchoff dan Bunsen. Namun, baru pada tahun 1955, Walsh mengemukakan penggunaannya dalam teknik - teknik analisis kimia. Mulai tahun 1960 beberapa Atomic Absoption Spectrophotometer yang diperdagangkan. Sepuluh tahun kemudian, lebih dari 20.000 buah instrumen semacam ini dipasarkan diseluruh dunia. Perkembangan yang sudah dicapai hingga kini meliputi instrumentasi, sumber radiasi, nyala atomisasi yang lebih stabil, suhu atomisasi dan efisiensi atomisasi yang lebih tinggi serta usaha untuk dapat menentukan lebih banyak unsur. Hingga kini sekitar 67 unsur telah dapat ditentukan dengan metode AAS. Banyak penentuan unsur logam yang sebelumnya dilakukan dengan metode polarografi, kemudian spektrofotometri, sekarang banyak digantikan oleh metode AAS. Kini AAS telah diterima sebagai metode yang umum dalam analisis sebagian besar unsur-unsur logam. Metode ini cukup spesifik, artinya hasil analisis suatu unsur tidak dipengaruhi oleh adanya unsur lain. Cara-cara pemisahan seperti yang diperlukan dalam metode lain tidak banyak dilakukan dalam AAS. (Shelly,2010)
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
28
2.8.1 Prinsip Analisis Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis yang di
dasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan energi radiasi menyebabkan
tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi (excited state). Pengurangan intensitas radiasi yang diberikan sebanding dengan jumlah atom pada tingkat energi dasar yang menyerap energi radiasi tersebut.
Dengan mengukur energi radiasi yang diteruskan (transmisi) atau mengukur intensitas radiasi yang diserap (absorbansi), maka konsentrasi unsur di dalam
larutan sampel dapat ditentukan. Pada spektrofotometer serapan atom, lampu katoda berrongga (Hollow Cathode Lamp) digunakan sebagai sumber radiasi resonansi yang diberikan. Lampu ini sesuai dengan unsur yang akan dianalsis. Radiasi resonansi tersebut mempunyai panjang gelombang atau frekuensi yang karakteristik untuk setiap unsur/atom. (N.S Djenar,dkk, 2001). Jika suatu larutan yang mengandung suatu garam logam atau suatu senyawa logam dihembuskan ke dalam suatu nyala (misalnya asetilen yang terbakar dalam nyala), maka dapat terbentuk uap yang mengandung atom-atom logam tersebut. Atom-atom logam tersebut mampu menyerap energi cahaya yang panjang gelombangnya khas untuk setiap unsur. Dengan demikian bila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan kedalam nyala yang mengandung atomatom logam, maka sebagian cahaya itu akan diserap dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom yang berada dalam nyala. Sampel berupa larutan, dijadikan suatu aerosol, dicampur dengan bahan bakar dan dimasukkan kedalam pembakar (nyala), selanjutnya terjadi penguapan pelarut sehingga dihasilkan residu padat dari senyawa logam tersebut. Penguapan berkelanjutan akan mendisosiasi senyawa logam menjadi atom-atom bebas penyusunnya yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar. Atom-atom bebas kemudian mengabsorpsi energi cahaya dari sumber radiasi sehingga elektron kulit terluar dari atom tersebut mengalami eksitasi. Atom-atom teresitasi Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
29
tersebut tidak stabil, sehingga akan segera kembali ke keadaan dasar (ground state) dengan melepaskan energi berupa cahaya yang memiliki warna khas untuk
setiap atom logam. Pada AAS, energi untuk eksitasi diperoleh dari lampu katoda. Apabila energi yang melewati atom cukup untuk proses eksitasi, maka cahaya
akan diserap oleh atom. Namun, apabila energi yang melewati atom tidak cukup untuk membuat elektron tereksitasi, maka cahaya akan terus melewati atom sebagai sinar yang ditransmisikan. (Shelly,2010).
Berikut merupakan diagram alir untuk larutan hingga terjadinya proses
eksitasi pada SSA :
Mo ground state
hv
M*
Mo
M + + e-
Atom
Atom
Atom
disosiasi
MX Gas
MX Padatan
+ -
MX
penguapan pelarut
Aerosol
pengkabut + - an
MX
Larutan
Gambar 2.13 Diagram Alir Proses Eksitasi pada Spektrofotometer Serapan Atom (Shelly,2010)
Dalam pengukuran, mula-mula radiasi resonansi (energi cahaya) yang melalui nyala dari larutan blanko yang sedang diaspirasikan diukur intensitasnya. Selanjutnya diukur
lagi sewaktu larutan sampel diaspirasikan. Berikut
persamaannya :
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
30
Keterangan
: It = Intensitas Io = Intensitas mula-mula
T = Transmitansi
A = Absorbansi
Dalam penerapan spekrofotometer serapan atom berlaku hukum Lambert-Beer yang menyatakan bahwa apabila suatu cahaya monokromatis melalui suatu media transparan, maka bertambah turunnya intensitas cahaya yang diserap sebanding
dengan bertambahnya kepekatan dan ketebalan media. Bentuk matematika hukum Lambert Beer :
A = ε. c. t
Keterangan:
A = Absorbansi
c = Konsentrasi
ε = Koefisien absortivitas molar
t = Ketebalan Media
Berdasarkan hukum Lambert-Beer tersebut, terdapat hubungan yang linier antara absorbansi dengan konsentrasi unsur dalam larutan. Konsentrasi unsur dalam larutan sampel dapat diperoleh dengan memplot hubungan antara konsentrasi standar (ppm) pada sumbu X dan absorbansi pada sumbu Y. a b s o r b a n s i
y
x Konsentrasi (ppm)
Gambar 2.14 Grafik Hubungan antara Konsentrasi (ppm) dan Absorbansi. (Shelly,2010)
Berikut merupakan persamaan kurva kalibrasi : Y = mX + C Keterangan: Y = absorbansi
X = konsentrasi
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
31
m = slope
C = intercept
Susunan Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom Sistem Nyala 2.8.2
Susunan peralatan yang digunakan dalam spektrofotometer serapan atom
pada dasarnya sama dengan spektrofotometer biasa. Perbedaanya hanya terletak pada : Sumber sinar pengeksitasi yang memancarkan spektrum garis tajam media
pengabsorpsi.
Sampel berupa atom bebas.
Letak monokromator setelah sampel.
detektor slit
monokromator
amplifier read out HCL
burner lensa nebulizer
Spray chamber
sampel Gambar 2.15 Skema Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom Sistem Nyala (Shelly,2010)
a.
Nebulizer Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol, yaitu butiran-
butiran cairan yang sangat halus yang terdispersi dalam udara. Larutan yang dihisap melalui kapiler akan menumbuk glass bead dengan kecepatan tinggi. Maka, cairan akan terpecah menjadi butiran-butiran yang sangat halus, butiran tersebut memiliki ukuran > 5 μm dan < 5 μm. Besar butiran yang dihasilkan bergantung dari posisi glass bead di depan nebulizer dan diameter kapiler. Karena Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
32
alat ini langsung kontak dengan larutan yang biasanya mengandung asam, maka alat ini dibuat dari logam yang tahan terhadap asam seperti platina atau tantalum.
Sedangkan glass bead terbuat dari silika (fused silica). b. Spray Chamber Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara
gas oksidan, bahan bakar serta aerosol yang mengandung sampel sebelum campuran ini mencapai pembakar (nyala). Larutan sampel terhisap kedalam
spray chamber melalui kapiler dan nebulizer. Penghisapan ini merupakan efek tekanan gas oksidan yang masuk ke nebulizer. Butir-butir cairan yang besarnya
< 5 μm akan bercampur dengan bahan bakar, sedangkan > 5 μm akan mengembun kembali ke dasar spray chamber dan mengalir keluar melalui pembuangan (drain). c.
Sumber Cahaya Sebagai sumber cahaya pada AAS, dipakai lampu katoda berongga. Lampu
katoda terbuat dari gelas yang membungkus suatu katoda (suatu logam berbentuk silinder mengandung unsur kimia yang akan dieksitasi) dan sebuah anoda yang cocok. Kedua elektroda ini diselubungi oleh tabung borosilikat atau kuarsa yang diisi gas argon atau neon. d.
Lensa Lensa dalam AAS berfungsi untuk mengumpulkan cahaya dari sumbernya,
melewatkannya ke sampel dan kemudian ke monokromator. Lensa yang dipakai haruslah dari gelas silikat yang dapat mentransmisikan cahaya 190 nm-900 nm. e.
Pembakar Pembakar (burner) merupakan tempat campuran gas (bahan bakar, oksidan,
dan sampel) dinyalakan. Dalam nyala yang bersuhu tinggi inilah terjadi pembentukan atom-atom bebas dari logam yang akan diukur. Bentuk pembakar (burner) sangat spesifik yaitu berupa celah sempit dengan panjang 10-12 cm, sehingga terbentuk nyala yang panjang. Bagian nyala yang paling banyak populasi atom-atomnya adalah sekitar 0,5 hingga 1 cm dari dasar nyala. Pada bagian nyala inilah cahaya dari lampu katoda harus diarahkan, hal ini untuk Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
33
memperoleh nilai absorpsi maksimum, yang berarti kepekaan pengukuran yang tinggi. Pembakar ini dapat diatur posisinya secara vertikal-horizontal, kearah
depan-belakang maupun memutar bagian atas pembakar (hingga 90o) sehingga cahaya yang melewati nyala dapat memberikan nilai absorbansi yang sesuai.
f.
Monokromator Monokromator berfungsi untuk mengubah cahaya polikromatis (banyak
panjang gelombang) menjadi monokromatis (panjang gelombang yang sesuai).
Ada beberapa jenis monokromator, yaitu : 1) Filter
Pada monokromator filter, cahaya dengan berbagai panjang gelombang diseleksi sesuai dengan panjang gelombang analisis. Panjang gelombang yang diharapkan, dilewatkan dari monokromator sedangkan panjang gelombang yang tidak diharapkan diserap oleh monokromator sistem filter ini. Monokromator ini disebut filterfotometer. 2) Sistem dispersi 1) Prisma Monokromator prisma dapat
mendispersikan cahaya
berdasarkan
pembiasan (refraksi). Cahaya polikromatis dibiaskan menjadi cahayacahaya monokromatis yang selanjutnya dilewatkan pada slit untuk diseleksi. 2) Gratting Monokromator gratting dapat mendispersikan cahaya berdasarkan pemantulan (refleksi). Gratting biasanya terbuat dari aluminium dengan banyak gerigi berukuran 15.000 - 30.000 per inchi dipermukaannya, bagian inilah yang memantulkan cahaya polikromatis menjadi cahayacahaya monokromatis yang selanjutnya dilewatkan pada slit untuk diseleksi. Penggunaan gratting sebagai monokromator pada AAS lebih diminati karena memiliki daya dispersi yang lebih baik daripada prisma ataupun filter.
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
34
g.
Slit Slit merupakan bagian dari AAS yang berfungsi untuk mempersempit
cahaya yang akan masuk ke detektor. Lebar celah ini amat sempit, slit yang lebih sempit akan meminimalkan gangguan spektral tetapi sebaliknya akan
mengurangi intensitas radiasi yang masuk dan diukur oleh detektor. Oleh karena itu, lebar celah yang digunakan harus sesuai agar intensitas radiasi yang masuk lebih kuat. h.
Detektor
Detektor berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi (cahaya) yang datang
dengan mengubahnya menjadi energi listrik. Tipe detektor ini biasanya adalah photomultiplier tube yang mempunyai faktor amplifikasi lebih dari 10-6. Absorbansi merupakan hasil pengukuran yang dapat dibaca sebagai ”Read Out”, ideal pembacaan yang akurat pada AAS, antara 0 sampai 0,900 absorbansi. (Shelly,2010) 2.8.3 Gangguan – Gangguan dalam Metode Spektrometri Serapan Atom 1) Gangguan Matriks Gangguan matriks yaitu gangguan yang disebabkan adanya unsur-unsur atau senyawa-senyawa lain yang terkandung di dalam sampel. Adanya matriks ini menyebabkan sifat-sifat fisik dari setiap sampel (baik berupa larutan maupun padatan) akan tidak sama, lebih-lebih jika dibandingkan dengan standar murni. Adanya perbedaan kandungan matriks ini akan mengakibatkan perbedaan dalam proses atomisasinya dan proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang dianalisis. Gangguan ini dapat diatasi dengan menyesuaikan kandungan komponen-komponen matriks dengan jumlah yang berlebih pada preparasi standar dan sampel. Metode lain yang sangat baik untuk mengatasi gangguan matriks ini adalah dengan metode penambahan standar (standar addition method). (http://www.scribd.com/doc/60759233/BAB-Revisi-Aas)
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
35
2) Gangguan Kimia Gangguan ini dapat ditemui apabila larutan sampel mengandung senyawa
tertentu yang dapat menghalangi terbentuknya atom – atom bebas dari unsur yang dianalisis. Misalnya senyawa fosfat, silikat dan sulfat yang dapat mengikat logam
lain (misalnya Ca, Pb dll) membentuk senyawa yang sangat stabil dalam nyala udara-asetilen. Dalam nyala N2O-asetilen yang suhunya lebih tinggi, senyawa yang terbentuk tidak stabil serta nilai absorbansi lebih rendah. Maka untuk
mengatasinya diperlukan “realeasing agent” yang mampu mengikat senyawa pengganggu secara lebih kuat, analit dapat dibebaskan sehingga nilai absorbansi
yang diperoleh akan kembali normal. Realeasing agent yang dapat digunakan antara lain : garam La, Sr, zat pengkompleks (misalnya EDTA). (Sumardi,2008) 3) Gangguan Ionisasi Unsur alkali bersifat lebih mudah terionisasi dalam nyala AAS daripada unsur lain. Ionisasi akan mengurangi populasi atom unsur yang bersangkutan sehingga akan terjadi nilai absorbansi yang lebih rendah dari nilai sebenarnya. Penambahan buffer seperti garam LiCl akan mengatasi gangguan ini. Penambahan buffer dilakukan pada larutan sampel dan larutan standar. (Sumardi,2008) 2.9 Uji Statistik Statistika adalah cabang ilmu matematika terapan yang terdiri dari teori dan metoda mengenai bagaimana cara mengumpulkan, mengukur, mengklasifikasi, menghitung, menjelaskan, mensintesis, menganalisis dan menafsirkan data yang diperoleh secara sistematis. Dengan demikian didalamnya terdiri dari sekumpulan prosedur mengenai bagaimana cara mengumpulkan data, meringkas data, mengolah data, menyajikan data dan menarik kesimpulan serta interpretasi data berdasarkan
kumpulan
data
dan
hasil
analisisnya.
Sumber
(http://www.smartstat.info/statistika/statistika-dasar/pengertian-statistika.html).
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
:
36
2.9.1 Uji F Digunakan untuk membandingkan simpangan baku dua metode yaitu
menguji apakah metode A dan metode B berbeda ketelitian. (Miller dan Miller,1991).
Uji F digunakan untuk menentukan apakah dua prosedur analitik
menghasilkan ketepatan bermakna yang berbeda. Dapat dilakukan pendekatan secara statistika terhadap permasalahan tersebut dengan menyusun suatu hipotesis
nol (Ho) pada hipotesis ini berbunyi bahwa kedua nilai simpangan baku masing masing metode adalah identik atau sama. Pada uji F hipotesis ini dapat digunakan
dan akan memberikan jawaban ya atau tidak terhadap kebenaran hipotesis nol (Ho) pada suatu selang kepercayaan (aras) tertentu seperti 95%. Kemudian dibuat hipotesis tandingan H1 yang berbunyi bahwa kedua metode tersebut memiliki simpangan baku yang berbeda nyata. Untuk prosedur awal akan ditentukan nilai F hitung terlebih dahulu rmengunakan rumus uji F sebagai berikut :
Keterangan : S2 besar = simpangan baku dengan nilai terbesar S2 kecil = simpangan baku denagn nilai terkecil S2 besar dan S2 kecil ditempatkan sedemikian rupa sehingga selalu menghasilkan F≥ 1. Tempatkan nilai simpangan baku yang lebih besar diantara kedua metode tersebut sebagai penyebut sehingga didapatkan nilai F > 1. Kemudian bandingkan Fhitung dengan Ftabel. Ftabel dilihat pada derajat kebebasan (d.k) : n1 + n2 – 2 . Jika diperoleh Fhitung < Ftabel berarti Ho diterima yang berarti bahwa kedua metode tersebut mempunyai sebaran normal dan keragaman yang merata dengan kata lain tidak berbeda nyata. Jika diperoleh Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak atau dengan kata lain kedua siampangan baku dan masing – masing metode berbeda nyata dan H1 diterima. (Ayi,2009)
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
37
2.9.2 Uji-t Uji-t merupakan lanjutan dari uji F. Uji-t ini digunakan untuk
membandingkan dua rata – rata dalam satu populasi dan untuk melihat perbedaan nyata rata – rata nilai pengukuran dari dua metode yang menggunakan scara
sampel yang sama. Setelah diketahui hipotesis yang diterima pada uji F, maka dilakukan uji selanjutnya yaitu dengan mencari nilai thitung dan ttabel, kemudian nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel. Jika kedua sampel tersebut mempunyai
standar deviasi yang tidak berbeda secara berarti maka suatu taksiran gabung standar deviasi dapat dihitung dari masing – masing deviasi standar S1 dan untuk
S2 dengan menggunakan persamaan berikut :
dan nilai t untuk mengujinya (thitung) diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut ini :
dengan derajat kebebasan (d.k) : n1 + n2 – 2. (Ayi,2009) Keterangan: = rata hasil uji metode pertama = rata hasil uji metode kedua
S1= simpangan baku metode pertama S2 = simpangan baku metode kedua
= jumlah data uji metode pertama = jumlah data uji metode kedua Jika yang diterima adalah H1 atau dengan kata lain bahwa kedua standar deviasi dari kedua metode (sampel) tersebut tidak absah maka pendekatan nilai t berubah menjadi :
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)
38
Keterangan: = rata hasil uji metode pertama
= jumlah data uji metode pertama
= rata hasil uji metode kedua
= jumlah data uji metode kedua
S1= simpangan baku metode pertama S2 = simpangan baku metode kedua
dan untuk menghitung derajat bebas nya sebagai berikut :
Keterangan : db = derajat bebas
= jumlah data uji metode pertama = jumlah data uji metode kedua S1= simpangan baku metode pertama S2 = simpangan baku metode kedua Pada uji t ini juga disusun suatu hipotesis dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Hipotesis untuk uji t ini terbagi dua, yaitu hipotesis nol (Ho)
dan hipotesis tandingan (H1). Hipotesis nol diterima apabila rata – rata hasil uji yang dihasilkan kedua metode mempunyai nilai thitung < ttabel berarti nilai thitung berada diwilayah Ho yang artinya Ho diterima yang menunjukan bahwa kedua metode tersebut mempunyai keragaman yang merata dengan kata lain kedua metode tidak berbeda nyata, sedangkan hipotesis tandingan (H1) diterima apabila antara kedua rata – rata kadar yang dihasilkan kedua metode mempunyai nilai thitung > ttabel berarti H1 diterima yang berarti bahwa kedua metode tersebut
memberikan hasil pengukuran yang berbeda nyata. (Budi S,2010)
Pembandingan Hasil Pengukuran Natrium Oksida (Na2O) dan Kalium Oksida (K2O) dalam Abu Batubara menggunakan ICP-OES (Inductively Coupled Plasma-Optical Emission Spectrometry) dan AAS (Atomic Absorption Spectrometry)