BAB II KAJIAN PUSTAKA A.
Produktivitas Kerja 1.
Definisi Produktivitas Kerja Dewasa ini masalah produktivitas menjadi fokus perhatian para
pemimpin perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Semua ini disebabkan karena semakin ketatnya persaingan bisnis diberbagai bidang usaha. Sumber daya yang dipergunakan untuk menghasilkan barang dan jasa terdiri dari berbagai faktor, seperti tenaga kerja, tanah dan modal, termasuk peralatan, bahan mentah, hingga kemajuan teknologi dan lain-lain. Namun dari semua faktor produksi tersebut, sumber daya manusia yang memegang peran utama dalam meningkatkan produktivitas karena produktivitas menempati posisi yang sangat strategis dalam mewujudkan tersedianya barang dan jasa. Secara mikro, dalam arti lingkungan suatu unit kerja (departemen atau organisasi), maka sumber daya manusia adalah tenaga kerja atau karyawan di dalam suatu organisasi, yang mempunyai peran penting dalam mencapai keberhasilan. Fasilitas yang canggih dan lengkap, belum merupakan jaminan akan berhasilnya suatu organisasi, tanpa diimbangi oleh kualitas manusia yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut (Sedarmayanti, 2009). Seorang tenaga kerja dinilai produktif dalam menghasikan barang dan jasa, jikalau ia mampu menghasilkan keluaran (output) yang lebih banyak dibandingkan tenaga kerja lain, dalam satuan waktu yang sama. Dan seorang tenaga kerja menunjukkan tingkat produktivitas yang lebih tinggi
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
bila ia mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan, dalam satuan waktu yang lebih singkat atau memakai sumber daya lebih sedikit. Dan berpandangan bahwa cara kerja hari ini harus lebih baik daripada cara kerja kemarin, dan hasil yang dicapai besok harus lebih baik atau lebih banyak daripada hasil yang diperoleh hari ini. Sikap yang demikian membuat orang selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan-peningkatan (Ravianto, 1987). Anoraga (2014) bahwa produktivitas merupakan suatu tingkah laku, dimana produktivitas kerja menunjukkan tingkah laku sebagai keluaran (output) dari suatu proses berbagai macam komponen kejiwan yang melatarbelakanginya. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa produktivitas individu atau tenaga kerja merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian unjuk kerja yang maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan (tenaga kerja) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam satuan waktu tertentu. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja adalah unjuk kerja yang maksimal yang mengacu pada prinsip efektifitas dan efisiensi dalam menyelaraskan input dengan output guna mencapai kualitas barang dan jasa dengan waktu yang terbaik. Produktivitas kerja bukanlah membuat karyawan bekerja lebih lama atau lebih keras namun merupakan hasil dari perencanaan yang tepat, dari investasi yang bijaksana, dari teknologi baru, dari teknik yang lebih baik, dari efisiensi yang lebih tinggi. Dengan kata lain, merupakan pelaksanaan dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
manajemen yang lebih baik. Diluar itu, produktivitas kerja tergantung pada usaha yang penuh kesadaran dari tiap-tiap karyawan.
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik yang
berhubungan dengan tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan dan kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan. Tinggi rendahnya suatu produktivitas kerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya menurut Balai Pengembangan Produktivitas Daerah (Sedarmayanti, 2009) terdapat enam faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja, adalah : a.
Sikap kerja, seperti : kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work), dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam suatu tim.
b.
Tingkat keteampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam manajemen dan supervisi serta keterampilan dalam teknik industri.
c.
Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha bersama antara pimpinan organisasi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu (quality control circles) dan panitia mengenai kerja unggul.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
d.
Manajemen produktivitas, yaitu : manajemen yang efisien mengenai sumber dan sistem kerja untuk mencpai peningkatan produktivitas.
e.
Efisiensi tenaga kerja, seperti : perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas.
f.
Kewiraswastaan, yang tercermin dalam pengambilan resiko, kreatif dalam berusaha, dan berada pada jalur yang benar dalam berusaha.
Sedangkan menurut Anoraga (2014), faktor-faktor keinginan para pekerja bukan hanya imbalan yang besar saja, tetapi ada faktor-faktor lain yang lebih penting dari itu. Terdapat 10 faktor yang sangat diingini oleh para pekerja untuk meningkatkan produktivitas kerja mereka, yakni : a.
Pekerjaan yang menarik Biasanya apabila seseorang mengerjakan suatu pekrjaan dengan
senang atau menarik bagi dirinya, maka hasil pekerjaannya akan lebih memuaskan daripada dia mengerjakan pekerjaan yang tidak ia senangi. Hal ini dilakukan agar kita mendapatkan suatu hasil yang lebih memuaskan. Jadi rasa senang dengan suatu pekerjaan juga merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan mutu dari hasil produksi. b.
Upah yang baik Pada dasarnya seseorang yang bekerja, mungkin mengharapkan
imbalan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Karena adanya upah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
yang sesuai dengan pekerjaannya, maka akan timbul pula rasa gairah kerja yang semakin baik. Dengan terpenuhinya upah yang baik atau dengan kata lain upah yang tak ditangguh-tangguhkan oleh para manajer atau pimpinan, maka rasa kecukupan untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik bagi dirinya maupun bagi keluarganya, akan semakin terasa. Selain itu ia akan merasa dibutuhkan oleh perusahaan, da ia membutuhkan pekerjaan itu, sehingga ada rasa timbal balik yang selaras. c.
Keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan Biasanya dalam melakukan kita merasakan suatu ke khawatiran
bila kita gagal dalam melaksanakannya, karenanya kita harus selalu hati-hati. Tetapi bila melakukan pekerjaan itu terlampau hati-hati, maka akibatnya akan sama bila kita tidak berhati-hati. Yang dimaksud keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, bekerja pada pekerjaan yang memerlukan perlindungan tubuh, ataupun juga memberikan trainning sebelumnya untuk pekerjaan yang akan dilakukannya. Dengan terpenuhinya jaminan atas pekerjaan, maka dalam bekerja tidak akan ada lagi perasaan was-was atau ragu-ragu. d.
Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan Yang dimaksud penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan
adalah bila seorang pekerja tetap telah tahu kegunaan dari pekerjaannya bagi umum, dan juga sudah tahu betapa sangat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
pentingnya pekerjaan dia, maka dalam mengerjakan pekerjaannya, si pekerja tadi akan lebih meningkatkan produktivitas kerjanya. Prinsip utamanya adalah berdasarkan dari keinginan para pekerja tentang penghayatan atas pekerjaannya sendiri. Hal ini tentulah dengan bantuan para manajer atau pimpinan untuk menerapkannya pada pekerja tadi. e.
Lingkungan atau suasana kerja yang lebih baik Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik
pula pada segala pihak, baik pada para pekerja, pimpinan ataupun pada hasil pekerjaannya. Misalkan, para pekerja seharusnya bekerja pada suatu ketenangan untuk mendapatkan hasil yang baik, akan tetapi lingkungan kerjanya tidak sesuai karena kebisingan atau pengaruh udaranya, maka mungkin hasil yang baik itu tidak dapat dicapai. Jadi jelaslah, penyesuaian atas suasana lingkungan kerja sangat berpengaruh. Oleh karena itu para pemimpin atau manajer harus tahu dengan pasti bagaimana menyesuaikan tempat kerja untuk para pekerja. f.
Promosi
dan perkembangan diri mereka sejalan dengan
perkembangan perusahaan Seorang pekerja akan merasa bangga bila perusahaan dimana ia bekerja mengalami kemajuan yang pesat, apalagi sampai terkenal di mata masyarakat. Hal ini pulalah yang mengangkat derajat kebanggaan pada diri si pekerja akan pekerjaannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Timbulnya rasa bangga itu merupakan keuntungan juga bagi perusahaan, karena secara langsung atau tidak, si pekerja tadi membawa promosi perusahaan dan menjaga citra perusahaan agar tetap baik dimata masyarakat. Untuk itulah, maka para pemimpin atau manajer harus tahu menghargai perasaan si pekerja agar tetap menjaga citra, baik di dalam perusahaan atau di luar pekerjaannya. g.
Merasa terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi Dengan adanya keterlibatan dalam organisasi dimana para pekerja
itu bekerja, ia akan merasakan bahwa dirinya benar-benar dibutuhkan dalam perusahaan, dan ia merasa memiliki perusahaan. Dengn timbulnya kecintaan dalam dirinya terhadap perusahaan, maka si pekerja tadi akan lebih meningkatkan produktivitas kerjanya, jika si pekerja bermalas-malasan, maka produktivitas kerjanya akan menurun dan mengakibatkan kerugian pada perusahaan. Dengan ruginya perusahaan, sakan-akan rugi pula dirinya. Jadi para manajer hendaknya menanamkan rasa atau sifat yang demikian terhadap bawahannya agar perusahaan dapat mencapai tujuannya dengan lebih baik. h.
Pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi Seorang
pemimpin
yang
bijaksana
akan
memperhatikan
bawahannya sampai pada urusan pribadinya. Dengan demikian para pekerja merasakan bahwa dirinya diberi perhatian besar oleh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
pimpinanya. Hal ini mendorong motivasi pekerja untuk bekerja lebih giat lagi melalui pendekatan secara kekeluargaan atau dari hati ke hati antara pimpinan dan bawahan. i.
Kesetiaan pimpinan pada diri si pekerja Kesetiaan pimpinan pada diri si pekerja merupakan juga dasar
rasa kepercayaan pekerja terhadap perusahaan dimana dia bekerja. Kesetiaan pemimpin ini merupakan juga suatu wibawa dari perusahaan, karena bila si pimpinan hanya mengobral janji-janji akan melakukan sesuatu, tetapi kenyataannya tidak, maka hal ini akan menimbulkan suatu rasa yang tak baik dalam diri si pekerja. Akibatnya si pekerja akan merasakan sikap atasannya itu bukan sebagai seorang pemimpin yang baik dan jika dibiarkan terusmenerus, maka kehancuran perusahaan akan terancam. j.
Disiplin kerja yang keras Kita sebagai manusia biasanya mempunyai sifat ego yang tinggi,
antara lain tak ingin dikekang oleh suatu peraturan atau suatu tata tertib yang ketat. Demikian pula dengan para pekerja, biasanya mereka akan merasa enggan aka disiplin kerja yang keras dari perusahaan dimana dia bekerja, karena hal ini akan membuat si pekerja merasa terkekang.
Disamping hal tersebut, menurut Sedarmayanti (2009) terdapat pula berbagai faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, diantaranya adalah:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
a.
Sikap mental, berupa : 1) Motivasi kerja 2) Disiplin kerja 3) Etika kerja
b.
Pendidikan Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi
akan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan arti pentingnya produktivitas. Pendidikan disini dapat berarti pendidikan formal amupun non formal. Tingginya kesadaran akan pentingnya
produktivitas
dapat
mendorong
pegawai
yang
bersangkutan melakukan tindakan yang produktif. c.
Keterampilan Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan
lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pegawai akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup. d.
Manajemen Pengertian manajemen disini dapat berkaitan dengan sistem yang
diterapkan oleh pemimpin untuk mengelola ataupun memimpin serta mengendalikan staf atau bawahannya. Apabila manajemennya tepat maka akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindaka yang produktif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
e.
Hubungan Industrial Pancasila (H.I.P) Dengan penerapan Hubungan Industrial Panasila maka, akan : 1) Menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja
secara
produktif
sehingga
produktivitas
dapat
meningkat. 2) Menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis sehingga menumbuhkan partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan produktivitas. 3) Menciptakan
harkat
dan
martabat
pegawai
sehingga
mendorong diwujudkannya jiwa yang berdeikasi dalam upaya peningkatan produktivitas. f.
Tingkat penghasilan Apabila tingkat penghasilan memadai maka dapat menimbulkan
konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas. g.
Gizi dan kesehtan Apabila pegawai dapat dipenuhi kebutuhan gizinya dan berbadan
sehat, maka akan lebih kauat bekerja, apalagi bila mempunyai semangat yang tinggi maka akan dapat meningkatkan produktivitas kerjanya. h.
Jaminan sosial Jaminan sosial yang diberikan oleh suatu organisasi kepada
pegawainya dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
semangat kerja. Apabila jaminan sosial pegawai mencukupi maka akan dapat menimbulkan kesenangan bekerja, sehingga mendorong pemanfaatan
kemampuan
yang
dimiliki
untuk
meningkatkan
produktiitas kerja. i.
Lingkungan dan iklim kerja Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong pegawai
agar senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik menuju kearah peningkatan produktivitas. j.
Sarana produksi Mutu sarana produksi
berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas. Apabila sarana produksi yang digunakan tidak baik, kadang-kadang dapat menimbulkan pemborosan bahan yang dipakai. k.
Teknologi Apabila tenologi yang dipakai tepat dan lebih maju tingkatannya
maka akan memungkinkan : 1) Tepat waktu dalam penyelesaian proses produksi. 2) Jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu. 3) Memperkecil terjadinya pemborosan bahan sisa. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka penerapan teknologi dapat mendukung peningkatan produktivitas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
l.
Kesempatan berprestasi Pegawai yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan karier
atau pengembangan potensi pribadi yang nantinya akan bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi organisasi. Apabila terbuka kesempatan untuk berprestasi, maka akan menimbulkan dorongan psikologis ntuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja. Tiap faktor dapat saling berpengaruh satu dengan yang lainnya, dan faktor-faktor demikian dapat mempengaruhi produktivitas baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Dengan demikian bahwa faktor manajemen sangat berperan dalam meningkatkan produktivitas kerja, baik secara langsung melalui perbaikan organisasi dan tata prosedur untuk memperkecil pemborosan,
maupun
secara tidak
langsung
melalui
penciptaan jaminan kesempatan bagi pegawai untuk berkembang, penyediaan fasilitas latihan, dan perbaikan penghasilan serta pemberian jaminan sosial.
3.
Indikator-Indikator Produktivitas Kerja Produktivitas dapat ditinjau berdasarkan tingkatannya dengan tolak
ukur masing-masing. Tolak ukur produktivitas kerja dapat dilihat dari kinerja karyawan. Untuk melihat sejauh mana produktivitas kerja karyawan, diperlukan penjelesan tentang dimensi, unsur, indikator dan kriteria yang menyatakan
produktivitas
kerja
karyawan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dimensi
produktivitas
20
menyangkut masukan, proses dan produk atau keluaran. Masukan merujuk kepada pelaku produktivitas dan produk, sedangkan keluaran berkaitan dengan hasil yang dicapai. Sedarmayanti (2009) mengatakan bahwa pngertian produktivitas memiliki dua dimensi, yakni efektivitas dan efisiensi. Dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Efisiensi merupakan ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Apabila masukan yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin kecil masukan yang dapat dihemat, sehingga semakin rendah tingkat efisiensi. Pengertian efisiensi di sini lebih berorientasi kepada masukan (input) sedangkan masalah keluaran (output) kurang menjadi perhatian utama. Sedangkan efektivitas merupakan suatu ukuran yng memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih kurang menjadi perhatian umum. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat (Sedarmayanti, 2009). Gilmore dan Fromm (Sedarmayanti, 2009) mengenai individu yang produktif, yaitu :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
a.
Tindakan konstruktif
b.
Percaya pada diri sendiri
c.
Bertanggung jawab
d.
Memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan
e.
Mempunyai pandangan ke depan
f.
Mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah.
g.
Mempunyai kontribusi positif terhadap
lingkungannya
(kreatif, imaginatif, dan inovatif). h.
Memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya.
Gilmore dan fromm (Sedarmayanti, 2009) menyatakan bahwa orang yang produktif adalah “Who is making a tangible and significant contribution in his choosen field, who is imaginative, perceptive, and inovative in his approach to life problems and to accomplishment of his own goals (creativity), and who is at the same time both responsible and responsive in his relationship with other”. Dalam uraian tersebut, Gilmore menekankan kontribusi yang positif dari diri seseorang terhadap lingkungannya dimana dia berada. Dengan adanya tindakan yang konstruktif, imaginatif, kreatif dari individu dallam suatu organisasi, maka diharapkan produktivitas organisasi akan meningkat. Timpe (Sedarmayanti, 2009) mengungkapkan ciri umum pegawai yang produktif adalah sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
a.
Cerdas dan dapat belajar dengan cepat.
b.
Kompeten secara profesional atau teknis selalu memperdalam pengetahuan dalam bidangnya.
c.
Kreatif dan inovatif,
memperlihatkan kecerdikan dan
keanekaragaman. d.
Memahami pekerjaan.
e.
Belajar
dengan
“cerdik”
menggunakan
logika,
mengorganisasikan pekerjaan dengan efisien, tidak mudah macet dalam pekerjaan. Selalu mempertahankan kinerja rancangan, mutu, kehandalan, pemeliharaan keamanan, mudah dibuat, produktivitas, biaya dan jadwal. f.
Selalu mencari perbaikan, tetapi tahu kapan harus berhenti menyempurnakan.
g.
Dianggap bernilai oleh pengawasnya.
h.
Memiliki catatan prestasi yang berhasil.
i.
Selalu meningkatkan diri.
Pribadi yang produktif menggambarkan potensi, persepsi dan kreativitas seseorang yang senantiasa ingin menyumbangkan kemampuan agar bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Jadi orang yang produktif adalah orang yang dapat memberi sumbangan yang nyata dan berarti bagi lingkungan sekitarnya, imaginatif dan inovatif dalam mendekati persoalan hidupnya serta mempunyai kepandaian (kreatif) dalam mencapai tujuan hidupnya. Dan pada saat yang bersamaan orang seperti ini selalu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
bertanggung jawab dan responsif dalam hubungannya dengan orang lain (kepemimpinan). Pegawai yang seperti ini merupakan aset organisasi, yang selalu berusaha meningkatkan diri dalam organisasinya, dan akan menunjanag pencapaian produktivitas organisasi. B.
Gaya Kepemimpinan 1.
Definisi Kepemimpinan Seseorang yang menduduki posisi sebagai pemimpin di dalam suatu
organisasi mengemban tugas untuk melaksanakan kepemimpinannya. Dengan kata lain pemimpin adalah orangnya dan kepemimpinan adalah kegiatannya. Pemimpin adalah orang yang dikenal oleh pengikut dan berusaha mempengaruhi para pengikutnya untuk merealisasikan visinya. Pemimpin merupakan unsur esensial dari kepemimpinan, tanpa pemimpin tidak akan ada kepemimpinan. Pemimpin dapat berupa seorang individu atau dalam kepemimpinan kolektif pemimpin barupa kelompok individu (Nawawi & Martini, 2012). Secara sederhana, yang disebut pemimpin adalah apabila berkumpul tiga orang atau lebih kemudian salah seorang diantara mereka “mengajak” untuk melakukan suatu pekerjaan maka orang tersebut telah melakukan “kegiatan memimpin” karena ada unsur “mengajak” dan mengkoordinasi dan ada kegiatan serta sasarannya. Dan bahwa kepemimpinan disini dihubungkan dengan proses memengaruhi orang, baik individu maupun masyarakat (Nasrudin, 2010).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Sudaryono (2014), kepemimpinan adalah setiap perbuatan yang ditentukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasikan dan memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung didalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut Robbins (dalam Sudaryono, 2014) kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dimana pendapat ini memandang semua anggota kelompok atau organisasi sebagai satu kesatuan, sehingga kepemimpinan diberi makna sebagai kemampuan mempengaruhi semua anggota kelompok atau organisasi agar bersedia melakukan kegiatan atau bekerja untuk mencapai tujuan kelompok atau organisasi. Nawawi & Martini (2012) bahwa kepemimpinan dijalankan dengan melakukan kegiatan memepengaruhi, membimbing, dan mengarahkan orang-orang yang dipimpin agar bersedia melakukan kegiatan sesuai yang diinginkan pemimpin. Dengan kata lain pemimpin harus mempengaruhi agar orang-orang yang dipimpinnya taat atau patuh, segan atau hormat dan mempercayai dirinya. Handoko & Sukanto (1992) kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan atau bimbingan, hubungan
antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi mungkin
menjadi renggang (lemah). Keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaransasarannya. 2.
Studi-studi
Klasik
Kepemimpinan
dan
Teori-Teori
kepemimpinan Kesuksesan dan kegagalan suatu organisasi selalu dihubungkan dengan kepemimpinan, namun sebenarnya kepemimpinan itu sendiri masih merupakan suatu konsep yang sulit diterangkan atau sebuah “kotak hitam” (black box) yang sangat indah. Banyak penelitian dan studi yang telah dilakukan untuk mengungkapkannya, tiga terpenting diantaranya adalah : a.
Studi Lippit dan White Studi yang silakukan oleh Ronald Lippit dan Ronald K.
White pada akhir tahun 1930-an, dilakukan terhadap berbagai kelompok hobi anak-anak yang berumur sepuluh tahun. Masingmasing kelompok dipimpin oleh pemimpin yang mempunyai gaya (style) yang berbeda-beda, yaitu otoriter,demokratis dan laissez-faire. Walaupun penelitian ini tidak memasukkan banyak variabel, tetapi telah menemukan bahwa perbedaan gaya kepemimpinan telah menimbulkan reaksi dan hasil yang berbedabeda pula. b.
Studi Ohio State Biro penelitian bisnis di Ohio State University mencoba
menganalisa bermacam-macam dimensi perilaku pemimpin yang efektif dalam berbagai kelompok dan situasi. Penelitian ini menggunakan kuesioner deskripsi perilaku pemimpin (Leader
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Behavior Description Questionnaire – LBDQ) dan dengan memberikan berbagai macam situasi kepemimpinan. Hasilnya telah ditemukan dua dimensi utama yang selalu muncul, yaitu perhatian (consideration) dan struktur pengambilan inisiatif (initiating structure). Faktor consideration menggambarkan hubungan yang hangat antara seorang atasan dan bawahan, adanya saling percaya, kekeluargaan dan penghargaan terhadap gagasan bawahan. Initiating structure menjelaskan bahwa seorang pemimpin mengatur dan menentukan hubungannya dengan bawahan. Pemimpin itu menentukan pola organisasi, saluran komunikasi, struktur peran dalam pencapaian tujuan organisasi dan cara pelaksanaannya. Studi ini menunjukkan fungsi-fungsi kepemimpinan yang penting, yaitu berpijak pada pengarahan tugas atau tujuan dan perhatian terhadap kebutuhankebutuhan individu. c.
Studi Early Michigan Studi ini dilakukan oleh Pusat Penelitian Survey University of
Michigan pada tahun 1947. Studi ini bertujuan untuk menentukan prinsip-prinsip yang mempengaruhi produtivitas kelompok kerja dan kepuasan para anggota kelompok atas dasar partisipasi yang mereka berikan. Ditetapkan berbagai ukuran kuantitatif variabelvariabel yang mempengaruhi para mandor dan pekerja. Ukuranukuran yang sistematik mengenai persepsi serta sikap para
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
mandor dan pekerja tersebut kemudian dihubungkan dengan ukuran-ukuran pelaksanaan kerja. Hal ini meliputi juga variabelvariabel tan-psikologis yang mungkin mempengaruhi moral dan produktivitas. Jadi, faktor-faktor yang dikendalikan adalah seperti tipe pekerjaan, kondisi kerja dan metode kerja. Selain melalui studi-studi klasik kepemimpinan diatas, analisis ilmiah tentang kepemimpinan saat ini mulai memusatkan perhatian pada para pemimpin itu sndiri. Ada beberapa teori kepemimpinan diantaranya : a.
Teori Sifat Kepemimpinan Teori sifat (trait theories) yang dapat ditelusuri kembali
sampai jaman kerajan Yunani dan Romawi, mengemukakan bahwa kepemimpinan itu dilahirkan, bukan dibuat. Teori ini, sering disebut juga teori “great-man”, lebih lanjut menyatkan bahwa seseorang itu dilahirkan membawa atau tidak membawa ciri-ciri atau sifat-sifat yang diperlukan bagi seorang pemimpin, atau dengan kata lain, individu yang lahir telah membawa ciri-ciri tertentu yang memungkinkan dia dapat menjadi seorang pemimpin. Menurut teori sifat ini, kepemimpinan adalah suatu fungsi kualitas seorang individu bukan fungsi situasi, teknologi, atau dukungan masyarakat. b.
Teori Kelompok Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan
kelompok harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
bawahannya.
Kepemimpinan
itu
merupakan suatu proses
pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya, yang juga melibatkan konsep sosiologi tentang peranan yang diharapkan kedua belah pihak. c.
Teori Situasional (Contingency) Fred Fiedler telah mengajukan sebuah model dasar
situasional bagi efektivitas kepemimpinan, yang dikenal sebagai contingency model of leadership efectiveness. Model ini menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan atau menyenangkan. Situasi-situasi tersebut digambaarkan oleh Fiedler dalam tiga dimensi empirik yaitu hubungan pimpinan anggota, tingkat dalam struktur tugas, dan posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan melalui wewenang formal. Situasi-situasi itu menguntungkan bagi pemimpin bila ketiga diensi di atas adalah berderajat tinggi. Bila situasi terjadi sebaliknya maka akan sangat tidak menguntungkan bagi pemimpin. Atas dasar penemuannya, Fiedler berkeyakinan bahwa situai-situasi menguntungkan yang dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan akan menentukan aektivitas pelaksanaan kerja kelompok. d.
Teori Path-Goal Teori ini memasukkan empat tipe atau gaya pokok perilaku
pemimpin, yaitu :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
1)
Kepemimpinan direktif. Dimana bawahan mengetahui secara jelas apa yang diharapkan dari mereka dan perintah-perintah khusus diberikan oleh pemimpin.
2)
Kepemiminan suportif. Pemimpin yang selalu bersedia menjelaskan, sebagai teman, mudah didekati dan menunjukkan diri sebagai orang sejati bagi bawahan.
3)
Kepemimpinan partisipatif. Pemimpin meminta dan menggunakan saran-saran bawahan, tetapi masih membuat keputusan. Kebanyakan
tudi dalam
organisasi industri manufaktur menyimpulkan bahwa dalam tugas-tugas yang tidak rutin karyawan lebih puas di
bawah
pimpinan
yang
partisipatif
daripada
pemimpin yang non-partisipatif. 4)
Kepemimpinan
orientasi-prestasi.
Pemimpin
mengajukkan tantangan-tantangan dengan tujuan yang menarik bagi bawahan dan merangsang bawahan untuk mencapai tujuan tersebut
serta melaksanakannya
dengan baik.
3.
Macam-macam Gaya Kepemimpinan Gaya
kepemimpinan
mengandung
pengertian
sebagai
suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya
dalam
memimpin.
Perwujudan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
tersebut
biasanya
30
membentuk suatu pola atau bentuk tertentu (Sudaryono, 2014). Sedangkan menurut Handoko & Sukanto (1992) gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. Secara relatif ada tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu : a.
Otoktratis Dimana semua penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh
pemimpin. Teknik-teknik dan langkah-langkah kegiatan didikte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkat yang luas. Kemudian pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerja bersama anggota. Pemimpin cenderung menjadi “pribadi” dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota, mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukkan keahliannya. b.
Demokratis Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan
keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan bila dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis, pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih. Kemudian para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih, dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok. Pemimpin dalam gaya kepemimpinan demokratis
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
ini adalah obyektif atau “fact-minded” dalam pujian dan kecamannya, dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan. c.
Laissez faire Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu
dengan partisipasi minimal dari pemimpin. Bahan-bahan yang bermacam-macam tersediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberikan informasi pada saat ditanya. Dia tidak mengambil bagian dalam diskusi kerja. Kemudian dalam gaya laissez-faire ini tidak ada sama sekali partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas. Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.
Sedangkan gaya kepemimpinan menurut Herbert dan Ray (1976) terdapat tiga gaya kepemimpinan yakni otokratis, demokratis dan laissezfaire. a.
Gaya otokratis Semua keputusan
pemimpin bebas untuk menafsirkan
atau
makin dipusatkan pada
pemimpin,
mengatur kebijakan dan struktur,
memodifikasi
tugas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Semua
penentuan
32
kebijakan oleh pemimpinan, teknik dan langkah-langkah kegiatan ditentukan oleh pemimpin secra satu persatu. Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja dan mendampingi khusus masing-masing anggota. Pemimpin cenderung “personal” dalam pujian dan kritik dari pekerjaan masing-masing anggotanya. Keuntungan dari gaya kepemimpinan otokratis adalah bahwa hal itu memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat. b.
Gaya Demokratis Bahwa semua kebijakan terkait diskusi kelompok dan
keputusan, didorong dan dibantu oleh pemimpin. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih, dan pembagian tugas diserahkan kepada kelompok. c.
Gaya Laissez-Faire Kebebasan penuh bagi kelompok atau keputusan individu,
dengan minimal partisipasi dari pemimpin. Terkadang komentar spontan dari pemimpin, kegiatan anggota jarang dipertanyakan, dan tidak ada upaya untuk menilai atau mengatur jalannya peristiwa.
C.
Dinamika Antar Variabel Keterkaitan gaya kepemimpinan dengan produktivitas kerja sangat erat.
Dimana gaya kepemimpinan adalah sebuah perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu atau merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. Tanpa seorang pemimpin dan kepemimpinan hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi mungkin menjadi renggang. Tidak hanya itu pemilihan gaya kepemimpinan yang kurang tepat akan dapat mempengaruhi pencapaian suatu tujuan individu maupun organisasi. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kerja para karyawannya. Sehingga akan berpengaruh juga terhadap produktivitas kerja yang dihasilkan oleh para karyawan. Dari penelitian sebelumnya Husna (2012) mengenai “pengaruh gaya kepemimpinan terhadap produktivitas kerja karyawan bagian bengkel pada CV Mitra Denso di Bandar Lampung” mengungkapkan bahwa pengaruh gaya kepmimpinan terhadap produktivitas kerja karyawan adalah positif dengan hasil Chi-kuadrat tabel dengan taraf keyakinan 95% dan derajat kebebasan 4 yaitu sebesar 9,488. Dan keeratan hubungan berada pada tingkat kuat, karena hasil perbandingan koefisien kontingensi (C) dengan koefisien kontingensi maksimum (Cmaks) sebesar 74,26% berada diantara 60% - 80% dari standar koefisien kontingensi. Penelitian lainnya tentang “hubungan gaya kepemimpinan dengan produktivitas kerja karyawan pada PT. Sarana Pumas Mandiri” penelitian ini dilakukan oleh Permana (2008) yang mengungkapkan bahwa hubungan gaya kepemimpinan dengan produktivitas kerja karyawan dilihat dari nilai koefisien korelasi Rank Spearman (rs) sebesar 0.839, artinya terdapat hubungan yang kuat antara gaya kepemimpinan dengan produktivitas kerja karyawan. Namun berdasarkan analisa data di peroleh bahwa gaya kepemimpinan demokratis yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
dilaksanakan cukup baik menghasilkan nilai dengan rata-rata 3,32 dan untuk produktivitas kerja karyawan juga terlihat sangat baik dengan nilai 3,58. Namun dalam penelitian ini, peneliti menyarankan untuk adanya evaluasi secara berkala terhadap gaya kepmimpinan yang digunakan oleh pemimpin agar apabila ada perubahan dari bawahan atau karyawan, pemimpin dapat menyesuaikannya.
D.
Kerangka Berpikir Perusahaan sebagai pelaku utama di bidang industri dituntut untuk lebih efektif dan efisien dalam menghadapi persaingan yang terjadi. Setiap pelaku industri dituntut untuk menjalankan perusahaannya secara profesional, dengan meningkatkan kualitas kinerjanya di segala sektor. Dalam berjalannya perusahaan tentu diperlukan adanya pemimpin yang bertanggung jawab terhadap semua aspek yang terjadi demi kelancaran perusahaan yang dipimpinnya. Dalam menjalankan misinya pemimpin memiliki gaya yang berbeda-beda untuk mengatur segala hal yang berkaitan dengan karyawannya diantaranya yaitu otokratis, demokratis, dan laissez faire. Dimana setiap gaya kepemimpinan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Dari berbagai karakteristik yang berbeda itu dapat menghasilkan produktifitas kerja karyawan yang berbeda pula. Oleh karena itu rencana penelitian ini dapat disimpulkan menjadi table kerangka berpikir sebagai berikut : Gaya kepemimpinan -
Otokratis
-
Demokratis
-
Laissez Faire
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Produktivitas Kerja
35
E.
Hipotesis Penelitian H1 : Terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan produktivitas kerja pada karyawan pada PT. Sparindo Mustika Tangerang. H2 : Terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan tipe otokratis dengan produktivitas kerja karyawan pada PT. Sparindo Mustika Tangerang. H3 : Terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan tipe demokratis dengan produktivitas kerja karyawan pada PT. Sparindo Mustika Tangerang. H4: Terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan tipe laissez-faire dengan produktivitas kerja karyawan pada PT. Sparindo Mustika Tangerang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/