5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar menurut Arikunto (2001) adalah sebagai hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan. Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam aturan terdapat apa yang telah dicapai oleh siswa, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung (Arikunto, 2001). Menurut Hamalik (2004) menyatakan hasil belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Sependapat dengan sebelumnya Slameto (2010) mendefinisikan hasil belajar adalah perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan. Hasil belajar merupakan satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Djamarah (2003) mengatakan bahwa salah satu indikator tercapai atau tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar merupakan cerminan tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan dari proses belajar yang telah dilaksanakan yang pada puncaknya diakhiri dengan suatu evaluasi. Hasil belajar diartikan sebagai hasil akhir pengambilan keputusan tentang tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti proses belajar mengajar, pembelajaran dikatakan berhasil jika tingkat pengetahuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya. Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Sependapat dengan sebelumnya hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011). Berdasarkan dari beberapa ahli peneliti setuju dengan pendapat hasil belajar menurut Arikunto (2001) adalah sebagai hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan. 5
6 b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar (Baharuddin dan Wahyuni, 2007). 1) Faktor internal Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis. a) Faktor fisiologis, adalah faktor-faktor yang secara umum berhubungan dengan kondisi fisik individu, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan yang lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya, hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar terutama pancaindra. b) Faktor psikologis, adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat. 2) Faktor-faktor eksogen atau eksternal Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Syah sebagaimana dikutip dalam Baharuddin dan Wahyuni (2007), faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. a) Lingkungan sosial Lingkungan sosial terdiri dari lingkungan sosial sekolah, lingkungan sosial masyarakat, dan lingkungan sosial keluarga. b) Lingkungan nonsosial Faktor-faktor yang termasuk dalam lingkungan nonsosial adalah : Pertama, lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau atau kuat, suasana yang sejuk dan tenang. Kedua, faktor instrumenal, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-
7 alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga, dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, dan buku. c. Ranah Hasil Belajar Menurut Kingsley dalam Sudjana (2011) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita. Gagne membagi hasil belajar menjadi lima, yaitu (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) keterampilan motoris. Menurut Bloom dalam Sudjana (2011), secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. 1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis, dan evaluasi. 2) Ranah afektif berkenaaan dengan sikap dan nilai. Hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ada lima aspek dalam ranah afektif, yaitu penerimaan, jaawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3) Ranah psikomotoris, hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Ada enam aspek dalam ranah psikomotoris, yaitu gerakan reflex, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran (Sudjana, 2011). 2. Model Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian model pembelajaran kooperatif Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative learning yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Lie dalam Isjoni (2010) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong
8 royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Sependapat dengan sebelumnya cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut (Isjoni, 2010). In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher, Ini berarti bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar (Slavin dalam Isjoni, 2011). Lie (2009) menyebut pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu, prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Johnson & Johnson dalam Isjoni (2010) cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Berbeda dengan pendapat sebelumnya Nurhadi dan Senduk dalam Wena (2009) menyatakan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa. Pembelajaran kooperatif menurut Lie (2009) adalah sistem pembelajaran yamg memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator. Abdurrahman dan Bintaro dalam Lie (2009) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antarsesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Depdiknas (2003) menyatakan Pembelajaran Kooperatif adalah merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Suprijono, Agus (2010) menyatakan pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
9 b. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif Ibrahim dkk (2010) mengemukakan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif yang terdiri atas 6 langkah, yaitu: 1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, 2) Menyajikan informasi, 3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, 4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar, 5) Evaluasi, 6) Memberi penghargaan. Langkah awal dalam pembelajaran guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Langkah ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Langkah terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu agar siswa dapat termotivasi dalam mengikuti model pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok. Jadi pembelajaran kooperatif sangat positif dalam menumbuhkan kebersamaan dalam belajar pada setiap siswa sekaligus menuntut kesadaran dari siswa untuk aktif dalam kelompok, karena jika ada siswa yang pasif dalam kelompok maka hal itu dapat mempengaruhi kualitas pelaksanaan pembelajaran kooperatif khususnya berkaitan dengan rendahnya kerjasama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif juga harus didukung oleh langkah – langkah dan keterampilan yang melengkapinya. Langkah utama dalam pembelajaran kooperatif menurut Arends dalam Karuru (2001) ada enam fase. Pembelajaran kooperatif dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti siswa dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan kedalam tim – tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerjasama menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif yaitu penyajian hasil akhir kerja kelompok, dan mengetes apa yang mereka pelajari, serta memberi penghargaan terhadap usaha – usaha kelompok maupun individu. Keenam fase pembelajaran kooperatif dirangkum pada tabel 1 berikut.
10
Tabel 1 Langkah – langkah Pembelajaran kooperatif Fase Fase – 1 Menyampaikan tujuan dan motivasi Fase – 2 Menyajikan informasi Fase – 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok – kelompok belajar Fase – 4 Membimbing kelompok beke rja dan belajar Fase – 5 Evaluasi
Fase – 6 Memberi penghargaan
Tingkah laku guru Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Guru menyampaikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Guru menjelaskan kepada siswa bagiamana caranya membentuk kelompok – kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok mempresentasikan hasil kerja nya. Guru mencari cara menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.
c. Kelebihan pembelajaran kooperatif Menurut Karli dan Yuliariatiningsih (2010) mengemukakan kelebihan pembelajaran kooperatif terdiri atas : 1) Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri, 2) Dapat merangsang motivasi belajar, 3) Ada tempat bertanya, 4) Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat. Sependapat dengan pernyataan sebelumnya Karli dan Yuliariatiningsih (2002) mengemukakan kelebihan model pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis. 2) Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa. 3) Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat. 4) Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa
11 lainnya. 4) siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya. 5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya. 3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Co-op Co-op a. Pengertian model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op Menurut Slavin (2008) Co-op Co-op adalah sebuah bentuk Group investigation yang cukup familiar. Metode ini menempatkan tim dalam kooperasi antara satu dengan yang lainnya (seperti namanya) untuk mempelajari sebuah topik di kelas. Co-op Co-op merupakan salah satu metode dari pembelajaran Kooperatif yang termasuk dalam tipologi spesialisasi tugas. Darsim (2011) mengemukakan Co-op Co-op memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil pertama untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang diri mereka. Selanjutnya memberikan mereka kesempatan untuk saling berbagi pemahaman baru itu dengan teman sekelasnya. Menurut Slavin (2008) Co-op Co-op memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil, pertama untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang diri mereka dan dunia, dan selanjutnya memberikan mereka kesempatan untuk saling berbagi pemahaman baru itu dengan teman sekelasnya. Metodenya sederhana dan fleksibel. Guru bisa memegang filosofi Co-op Co-op, maka mereka bisa memilih sekian macam cara untuk mengaplikasikan pendekatan ini dalam kelas yang mereka ajari. Adapun kelebihan dan kekurangan menurut Darsim (2011), kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op adalah siswa dapat mengkonstruk pengetahuan sendiri, berfikir kompleks ketika menganaisis materinya, memberikan kesempatan berdiskusi dan bekerjasama dengan teman sekelas. kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op adalah membutuhkan banyak waktu untuk persiapan materi kecil, berdiskusi, dan mempresenasikan hasil diskusi kelompok sehingga dibutuhkan pengetahuan waktu yang lebih efektif,dan efisien. Selain itu model pembelajaran ini dapat diterapkan pada materi yang berjenjeng, artinya dalam satu materi atau topic, sub topik tidak menjadi syarat untuk sub topik lainnya. Slavin (2009) yang menyatakan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op apabila setiap siswa bertanggung jawab atas sebagaian dari
12 keseluruhan tugas maka masing-masing akan merasa bangga atas kontribusinya terhadap kelompok. b. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Co-op Co-op Sembilan langkah spesifik meningkatkan kemungkinan sukses dari metode ini, Slavin (2008). Langkah 1 : Diskusi kelas terpusat pada siswa Guru mendorong para siswa untuk menemukan dan mengekpresikan ketertarikan mereka pada materi pelajaran yang akan mempelajari. Melalui diskusi kelas yang terpusat pada siswa untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar. Langkah 2 : Menyusun tim pembelajaran siswa Guru mengatur siswa kedalam kelompok-kelompok yang heterogen yang terdiri dari empat sampai lima orang siswa dalam satu kelompok. Kemudian setiap kelompok diberikan topik-topik pelajaran untuk dibahas bersama dalam kelompok. Unsur kooperatif yang terdapat dalam langkah ini adalah adanya komunikasi antar anggota. Langkah 3 : menyeleksi topik untuk tiap kelompok Siswa dibiarkan memilih topik untuk kelompok mereka dan langsung diikuti dengan diskusi kelas terpusat pada siswa. Unsur kooperatif yang terdapat dalam langkah ini adalah adanya tatap muka antar anggota kelompok. Langkah 4 : Pemilihan topik mini dalam tiap kelompok Setelah ditentukan topik untuk tiap kelompok, selanjutnya tiap kelompok membuat pembagian tugas diantara anggota kelompok dengan membuat topik utama menjadi topik mini yang mencakup satu aspek dari topik kelompok. Unsur kooperatif yang terdapat dalam langkah ini adalah adanya komunikasi antar anggota kelompok Langakah 5 : Persiapan dan penyelesaian topik mini Setelah para siswa membagi topik kelompok mereka menjadi topik mini, maka siswa akan bekerja secara individu dan bertanggungjawab terhadap topik mini mereka yang menentukan kesuksesan usaha kelompok itu sendiri. Unsur kooperatif yang terdapat dalam langkah ini adalah adanya tanggungjawab perseorangan terhadap usaha kelompoknya. Dalam langkah ini tiap siswa akan dapat memberikan kontribusi yang unik dan kreatif bagi usaha kelompoknya.
13 Langkah 6 : Persiapan presentasi kelompok Para siswa didorong untuk memadukan semua topik kecil yang telah diselesaikan secara individual. Unsur kooperatif yang terdapat dalam langkah ini adalah adanya tatap muka antar anggota kelompok. Langkah 7 : Presentasi kelompok Selama waktu presentasi, kelompok memegang kendali kelas dan bertanggung jawab terhadap waktu, ruang dan bahan-bahan yang ada di dalam kelas selama presentasi. Dan kelompok juga harus memasukkan sesi tanya jawab untuk memberikan komentar dan umpan balik bagi para siswa. Unsur kooperatif yang terdapat dalam langkah ini adalah adanya hubungan saling ketergantungan positif antar anggota kelompok Langkah 8 : Presentasi Tim Mempresentasikan hasil diskusi kelompok Langkah 9 : Evaluasi Pada saat presentasi tim dievaluasi oleh kelas Tabel 2 Langkah-langkah Co-op Co-op Langkahlangkah Langkah 1
Langkah 2 Pembentukan tim
Langkah 3 Seleksi topik tim Langkah 4 Pemilihan Topik Kecil
Tingkah laku guru a.
Memotivasi siswa untuk menemukan dan mengekspresikan ketertarikan mereka sendiri terhadap subjek yang akan dicakupi. b. Membiarkan siswa untuk diskusi kelas yang terpusat pada siswa itu sendiri. a. Membagi siswa dalam tim heterogen yang terdiri dari empat sampai lima anggota. b. Menginformasikan kepada siswa bagaimana menemukan ide pokok/tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Mendorong para siswa untuk mendiskusikan berbagai macam topik di antara mereka sendiri. Memberikan tugas kepada siswa yang berkaitan dengan topik kecil mereka atau dengan tim membagi topiknya
Aktivitas siswa Menemukan ide/ materi yang akan di pelajari.
a. Membentuk kelompok. b. Memperhatikan penjelasan guru.
mendiskusikan berbagai macam topik. Memperhatikan penjelasan guru dan pembagian tugas tim.
14 untuk membuat pembagian tugas di antara anggota tim. Mengamati siswa dalam bekerja individual untuk kontribusi dalam tim.
Belajar sendiri tentang topik kecil dari tim.
Mengamati siswa dalam mempresentasikan pemahamannya dalam tim sendiri.
Mempresentasikan pemahamannya dalam tim sendiri.
Langkah 7 Persiapan Presentasi Tim Langkah 8 Presentasi Tim
Mendorong para siswa untuk memadukan semua topik kecil dalam presentasi tim. a. Mengatur waktu presentasi tim. b. Membuka tanya jawab siswa kepada tim yang selesai presentasi.
Memadukan semua topik kecil dalam tim.
Langkah 9 Evaluasi
a. Membiarkan siswa pada saat presentasi tim dievaluasi oleh kelas. b. Guru bersama dengan siswa melakukan refleksi.
Langkah 5 Persiapan Topik Kecil Langkah 6 Presentasi Topik Kecil
B.
a. Siswa dan tim melakukan presentasi di depan kelas. b. Menanyakan dan menjawab pertanyaanpertanyaan Mengevaluasi pembelajaran
PENELITIAN RELEVAN Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain, Ikhwani (2012) dengan judul “penerapan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op (cooperation in education) pada pokok bahasan aritmatika sosial di kelas VII SMP N 6 Tebing Tinggi ”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penelitian dilakukan di SMP Negeri 6 Tebing Tinggi tahun pelajaran 2011/2012, dengan subjek penelitian 40 siswa yang terdiri dari 20 siswa untuk kelas eksperimen dan 20 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VII. Instrumen penelitian yang diberikan berupa tes, observasi dan angket. Dari hasil perhitungan uji hipotesis diperoleh nilai t hitung = 2,49 kemudian dibandingkan dengan t tabel ada taraf signifikan 0,05 dan derajat kebebasan 68, diperoleh nilai t tabel = 1,68, karena atau t hitung 2,49 > t tabel 1,68, sehingga H a diterima. Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op lebih tinggi dari pada rata-rata hasil belajar yang menggunakan metode konvensional. Dengan demikian pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe co-op co-op berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.
15 Penelitian Kusumariyatni, dkk (2010) dengan judul “pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op berorientasi literasi sains terhadap hasil belajar kelas IV di SD Pancasari ”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op lebih efektif daripada metode konvensional pada pembelajaran IPA dengan standar kompetensi pengenalan organ tubuh pada manusia tahun pelajaran 2011/2012. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai rata – rata post test untuk kelas eksperimen sebesar 17,70 dan kelas kontrol sebesar 15,27. Simpulan dalam penelitian ini yaitu penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa, dan lebih efektif dibandingkan metode konvensional terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan standar kompetensi pengenalan organ tubuh pada manusia tahun pelajaran 2011/2012. Saran dalam penelitian ini yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op dijadikan sebagai alternatif pembelajaran bagi guru dalam rangka menambah variasi model mengajar karena efektif dalam meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa, perlu adanya belajar kelompok yang efektif untuk melatih tingkat sosial siswa, dan perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam rangka untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa. Sependapat dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan Silviani, dkk (2011) dengan judul “pengaruh penerapan model kooperatif tipe co-op co-op dalam pembelajaran matematika untuk mengetahui respon siswa kelas VIII MTsN Kota Solok”. Pengujian hipotesis penelitian dianalisis menggunakan rumus regresi diperoleh Freg hitung sebesar = 19,732. Harga ini lebih besar dari F tabel pada taraf signifikansi 5% dan 1 % yaitu 4,11 dan 7,39. Artinya , baik pada taraf 1% maupun 5%, Freg signifikan, sehingga H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara respon siswa pada penerapan metode pembelajaran berbasis masalah dengan model kooperatif tipe co-op co-op terhadap hasil belajar siswa kelas VIII materi pokok sistem persamaan linier dua variabel. Sebaliknya penelitian yang dilakukan Triansah (2011) dengan judul “pembelajaran fisika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op ditinjau dari motivasi belajar dan tingkat berpikir abstrak siswa”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan populasi penelitian siswa kelas X SMA 1 Ngaglik Sleman tahun ajaran 2011/2012, Sampel penelitian ditentukan dengan teknik cluster random sampling sebanyak dua kelas. Model pembelajaran pada kelas eksperimen 1 yaitu kelas X 2 menggunakan model
16 kooperatif tipe jigsaw dan pada kelas eksperimen 2 adalah kelas X 5 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op. Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes untuk data prestasi belajar dan tes berfikir abstrak siswa, kemudian metode angket untuk data motivasi belajar siswa. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan dengan desain faktorial 2 x 2 x 2. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa (Sig.= 0,016 < α = 0,05), model kooperatif tipe jigsaw lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op; (2) terdapat pengaruh yang signifikan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa (Sig.= 0,021 < α = 0,05), dan motivasi belajar kategori tinggi lebih baik daripada motivasi belajar kategori rendah; (3) terdapat pengaruh yang signifikan tingkat berfikir abstrak siswa terhadap prestasi belajar siswa (Sig.= 0,002 < α = 0,05), kemudian tingkat berfikir abstrak kategori tinggi tidak lebih baik dibandingkan dengan kategori rendah; (4) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar siswa; (5) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan tingkat berfikir abstrak siswa terhadap prestasi belajar siswa; (6) tidak terdapat interaksi antara motivasi belajar dengan tingkat berfikir abstrak siswa terhadap prestasi belajar siswa; (7) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar dan dengan tingkat berfikir abstrak siswa terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, para peneliti telah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op pada tingkat SD, SMP, maupun MTs. Peneletian ini untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op terhadap hasil belajar siswa kelas VII. Peneletian ini dilkukan pada tingkat SMP pada mata pelajaran matematika. Peneleti memilih matematika sebagai mata pelajaran yang digunakan ini suatu kelebihan karena ada peneletian sebelumnya menggunakan mata pelajaran IPA sebagai materi untuk peneletian. Walaupun ada peneletian sebelumnya pada mata pelajaran matematika, tetapi untuk melihat respon siswa, hasil belajar, dan aktivitas, sedangkan peneletian ini akan melihat sejauh mana pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga. C. KERANGKA BERFIKIR Guru memiliki peranan penting dalam mengelola lingkungan kelas dan menyusun ateri pelajaran dengan baik, karena akan membantu pembelajaran lebih efektif. Pembelajaran matematika seharusnya kemampuan guru dalam
17 membuat belajar matematika menjadi menyenangkan, karena pada kenyataannya, pelajaran matematika adalah pelajaran yang menakutkan dan membosankan bagi sebagian besar anak, apalagi fasilitas yang mendukung pembelajaran sangat kurang, sehingga siswa sering berbicara sendiri bahkan tidak mengikuti pelajaran, begitupula yang terjadi di SMP Kristen 2 Salatiga. Hal ini diketahui dari kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan dari guru sehingga dapat menerapkan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari, terutama di sekolahan tempat peneliti mengadakan penelitian dapat dilihat dari nilai ratarata hasil ujian matematika yang rendah dibandingkan dengan pelajaran lainnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, dan salah satu faktor yang paling dominan adalah faktor metode mengajar dalam kegiatan belajar mengajar. Pemilihan model pengajaran menjadi suatu tantangan bagi para guru, karena sukses tidaknya suatu pembelajaran tergantung pada kualitas pengajaran guru. Penerapan suatu model dalam pembelajaran matematika, merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan siswa dan mengarah kepada penguasaan materi, oleh karena itu seorang guru harus memiliki model pembelajaran yang tepat, efektif, menarik minat dan perhatian siswa, mengembangkan motivasi siswa, dan tentunya dapat menghasilkan hasil belajar matematika siswa yang lebih baik. Siswa SMP Kristen 2 Salatiga nampak malas karena hanya mendengarkan serta menuruti kata-kata guru saja tanpa berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op dianggap sebagai model yang efektif dan sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP K 2 Salatiga, dengan model co-op co-op siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar mengajar di kelas. Siswa diharapkan dapat melaksanakan langkah-langkah model co-op coop dengan baik dari awal hingga selesai proses belajar mengajar. Penggunaan model pembelajaran co-op co-op diduga dapat memberikan pengaruh yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa yang digambarkan dalam pola paradigma penelitian sebagai berikut.
18 Gambar 1 Paradigma penelitian Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Co-op Co-op
Hasil Belajar Matematika
D. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan uraian di atas, maka diajukan rumusan hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe co-op co-op berpengaruh terhadap hasil belajar matematika pada materi statistika kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga.