BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Pembelajaran IPA di SD Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti “saya tahu”. Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti “pengetahuan”. Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural science yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam (IPA). IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran. IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 2.1.1 Pengertian IPA IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. Sains menurut Suyoso (dalam Kamala,2008:23) merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal”. Menurut Abdullah (dalam Kamala,2008:23), IPA merupakan “pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan,
7
8
penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain”. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan. Dalam pembelajaran IPA mencakup semua materi yang terkait dengan objek alam serta persoalannya. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPA merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengungkap gejalagejala alam dengan menerapkan langkah-langkah ilmiah serta untuk membentuk kepribadian atau tingkah laku siswa sehingga siswa dapat memahami proses IPA dan dapat dikembangkan di masyarakat. 2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA SD Mata pelajaran IPA SD/MI betujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1)
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;
2)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat;
3)
Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan;
4)
Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam;
5)
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; dan
6)
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
2.1.3 Ruang lingkup IPA Ruang lingkup IPA yaitu makhluk hidup, energi dan perubahannya, bumi dan alam semesta serta proses materi dan sifatnya. IPA terdiri dari tiga aspek yaitu
9
Fisika, Biologi dan Kimia. Pada aspek Fisika IPA lebih memfokuskan pada benda-benda tak hidup. Pada sapek Biologi IPA mengkaji pada persoalan yang terkait dengan makhluk hidup serta lingkungannya. Sedangkan pada aspek Kimia IPA mempelajari gejala-gejala kimia baik yang ada pada makhluk hidup maupun benda tak hidup yang ada di alam.
2.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran
kooperatif
disusun
dalam
sebuah
usaha
untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama,maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan diluar sekolah. Menurut Slavin, (2008:23) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompokkelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: 1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif, 2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, 3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan 4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
10
2.3 Model Pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) 2.3.1 Pengertian Teams Games Tournaments (TGT) Teams Games Tournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David Devries dan Keith Edwards. Teori yang melandasi model pembelajaran kooperatif TGT ini adalah teori belajar konstruktivisme. Menurut Nur (dalam Trianto, 2009:28) dalam teori konstruktivistik, siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Guru tidak hanya sekadar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Menurut Slavin (dalam Himitshu, 2007:29) dalam pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT), para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas 4-5 orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Games Tournaments dimasukkan sebagai tahapan review setelah siswa bekerja dalam tim. Dalam
Anatahime
(2009) model
pembelajaran
Teams Games
Tournaments (TGT) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang mudah untuk diterapkan karena tidak memerlukan ruangan dan peralatan khusus. Teams Games Tournaments (TGT) sebagai model baru, belum banyak yang mengetahui
apalagi
menerapkan.
Model
pembelajaran
kooperatif
TGT
mempunyai banyak manfaat antara lain sebagai alternatif untuk menciptakan kondisi yang variatif dalam kegiatan belajar mengajar, dapat membantu guru untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran, seperti rendahnya minat belajar siswa, rendahnya aktivitas proses belajar siswa ataupun rendahnya hasil belajar siswa dan melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, juga melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya, dan mengandung unsur reinforcement.
11
2.3.2 Komponen Teams Game Turnaments (TGT) Menurut Slavin (dalam Anatahime, 2009), ada 5 komponen utama dalam TGT, yaitu sebagai berikut. a. Presentasi kelas Pada tahapan ini, guru memberikan materi secara garis besar, menjelaskan rambu-rambu
permainan
dan
turnamen,
menjelaskan
langkah-langkah
pembelajaran termasuk kompetensi apa saja yang ingin dicapai dalam pembelajaran serta memotivasi siswa dalam kerja kelompok untuk menjadi pemenang dalam game dan turnamen. b. Kerja kelompok Pada tahapan ini, kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, agama dan ras atau etnik. Dalam kerja kelompok, siswa mendiskusikan materi yang diberikan bersama-sama untuk mempersiapkan game dan turnamen. Setiap kelompok mempunyai tugas untuk memahamkan anggotanya. c. Permainan (Game). Game biasanya terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa yang menjawab benar pertanyaan tersebut akan mendapatkan skor yang nantinya digunakan pada saat turnamen. d. Turnamen Turnamen biasanya diadakan pada akhir minggu atau pada setiap selesai materi yang telah dipelajari. Turnamen ini dibagi menjadi beberapa meja turnamen. Meja 1 untuk siswa berkemampuan tinggi, meja 2 untuk siswa berkemampuan sedang, meja 3 untuk siswa berkemampuan rendah dan seterusnya. Dalam turnamen siswa pada kelompok belajar heterogen dibagi dalam kelompok turnamen dengan kemampuan akademik yang homogen berisi 3-4 siswa. Dalam turnamen ini siswa melakukan pertandingan untuk mendapatkan point. Guru menyediakan beberapa pertanyaan untuk dipertandingan. Pertandingan dilakukan dengan cara siswa mengambil kartu secara acak. Nomor yang ada pada kartu merupakan nomor pertanyaan yang harus dijawab.
12
Apabila siswa yang mengambil kartu dapat menjawab, maka dia harus menyimpan kartunya untuk dihitung pada akhir turnamen. Apabila siswa yang mengambil kartu tidak dapat menjawab, maka siswa yang lain dalam satu kelompok turnamen boleh menantang untuk menjawabnya. Penantang yang menjawab dengan jawaban yang benar akan menyimpan kartunya. e. Penghargaan kelompok Setelah mengikuti turnamen, siswa-siswa kembali ke kelompok belajarnya masing-masing dengan membawa nilai dari turnamen. Nilai kemudian dijumlahkan dan dibagi sesuai dengan jumlah anggota kelompok belajar. Nilai ini merupakan nilai rata-rata kelompok belajar. Kelompok belajar yang nilainya tinggi akan mendapatkan penghargaan. Penghargaan bisa berupa pemberian ucapan selamat, pujian, sertifikat, alat-alat tulis, maupun yang lainnya. Pemberian penghargaan bertujuan untuk memotivasi siswa agar dapat lebih sungguh-sungguh dalam belajar kelompok. 2.3.3 Kelebihan model pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) Model pembelajaran kooperatif Teams Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan. Adapun kelebihan model pembelajaran Teams Games Tournaments
menurut Suarjana (dalam Anatahime, 2009:32) yaitu sebagai
berikut. a. Mudah diterapkan pada proses belajar mengajar. b. Melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, prestasi akademik, jenis kelamin, ras ataupun etnis. c. Melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya. d. Mengandung unsur permainan dan reinforcement. e. Siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. f. Penggunan model ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa terhadap suatu pelajaran. g. Turnamen dapat meningkatkan aktivitas siswa untuk belajar dengan baik bekerja sama dan bersungguh-sungguh membantu teman dalam satu kelompok untuk memperoleh poin tertinggi.
13
2.3.4 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TGT (Teams Games
Tournaments). Dalam Implementasinya secara teknis Slavin (dalam Himitshu, 2007:32) mengemukakan empat langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TGT yang merupakan siklus regular dari aktivitas pembelajaran, sebagai berikut.
Langkah 1; Pengajaran, pada tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran.
Langkah 2; Belajar Tim, para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.
Langkah 3; Turnamen, para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen tiga peserta (kompetisi dengan tiga peserta).
Langkah 4; Rekognisi Tim, skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan game dalam bentuk turnamen dilakukan dengan prosedur,
sebagai berikut. 1. Guru menentukan nomor urut siswa dan menempatkan siswa pada meja turnamen (3 orang atau lebih dengan kemampuan setara). Setiap meja terdapat 1 lembar permainan, 1 lembar jawaban, 1 kotak kartu nomor, 1 lembar skor permainan. 2. Siswa mencabut kartu untuk menentukan pembaca I (nomor tertinggi) dan yang lain menjadi penantang I dan II. 3. Pembaca I menggocok kartu dan mengambil kartu yang teratas. 4. Pembaca I membaca soal sesuai nomor pada kartu dan mencoba menjawabnya.
Jika
jawaban
salah,
tidak
ada
sanksi
dan
kartu
dikembalikan. Jika benar kartu disimpan sebagai bukti skor. 5. Jika penantang I dan II memiliki jawaban berbeda, mereka dapat mengajukan jawaban secara bergantian. 6. Jika jawaban penantang salah, dia dikenakan denda mengembalikan kartu jawaban yang benar (jika ada). 7. Selanjutnya siswa berganti posisi (sesuai urutan) dengan prosedur yang sama.
14
8. Setelah selesai, siswa menghitung kartu dan skor mereka dan diakumulasi dengan semua tim. 9. Penghargaan sertifikat, Tim Super untuk kriteria atas, Tim Sangat Baik (kriteria tengah), Tim Baik (kriteria bawah) 10. Untuk melanjutkan turnamen, guru dapat melakukan pergeseran tempat siswa berdasarkan prestasi pada meja turnamen. Secara skematis model pembelajaran TGT untuk turnamen tampak seperti gambar berikut. A1
T1
B1
B2
A2
T2
B3
B4
A3
A4
T3
B5
A5
T5
T4
C1
C2
C3
C4
C5
Gambar 2.1 Skema Pertandingan atau Turnamen TGT ( Slavin 1995:56 ) Keterangan: A1,B1,C1
= Siswa berkemampuan tinggi
A(2,3,4) B(2,3,4) C(2,3,4) = Siswa berkemampuan sedang A5,B5,C5
= Siswa berkemampuan rendah
TT1,TT2,TT3,TT4,TT5
= Tournament Table (1,2,3,4,5)
Dalam turnamen setelah terbentuk kelompok kemudian dilakukan suatu permainan dengan menggunakan beberapa pertanyaan yang didesain dalam sebuah soal untuk dijawab setiap siswa dalam kelompoknya. Setiap siswa dalam kelompok akan mendapatkan tugas yang berbeda, setelah itu diadakan tahap selanjutnya (kompetisi dilakukan secara individu). Pembagian kelompok
15
kompetisi ini diperoleh berdasarkan skor yang diperoleh siswa pada soal permainan sebelumnya.
2.4 Media visual Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran) sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan pembelajar (siswa) dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu (Ibrahim dalam Tegeh,2008:6). Dalam penelitian ini jenis media pembelajaran yang digunakan adalah media visual. Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip (film rangkai), slide (film bingkai), foto, gambar atau lukisan, cetakan, dan ada pula yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu dan film kartun (Setyosari dan Sihkabuden, 2005). Akan tetapi dalam penelitian ini, media visual yang disajikan berupa tampilan gambar dan simbol yang bergerak yang berhubungan dengan materi pembelajaran dan ditampilkan melalui LCD proyektor dalam media power point.
2.5 Pengertian Aktivitas Belajar Aktivitas belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang dilakukan seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya, berupa perubahan pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perubahan. Menurut Dimyati dan Moedjiono (2009:45), yakni aktivitas belajar adalah bentuk kegiatan pembelajaran yang muncul dalam suatu proses pembelajaran baik kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik yang dimaksudkan di antaranya adalah membaca, mendengar, menulis, meragakan. Sedangkan kegiatan psikisnya seperti mengingat kembali isi pelajaran, menyimpulkan hasil eksperimen, membandingkan suatu konsep dan sebagainya. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.
16
Belajar menurut Oemar Hamalik (2011: 28), “Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”, sedangkan Sardiman A.M. (2011: 22) menyatakan “Belajar merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi fakta, konsep
ataupun teori”. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk
mendapatkan aktivitas belajar yang maksimal saat pembelajaran berlangsung. Siswa cenderung untuk cepat melupakan apa yang diberikan oleh guru. Diperlukan suatu perangkat tertentu untuk dapat mengikat informasi yang diberikan guru ke siswa, salah satunya dengan model pembelajaran kooperatif (Hisyam Zaini, 2008: 14). Jadi dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif.
2.6 Jenis-Jenis Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. Berkenaan dengan hal tersebut, Paul B. Diedrich (dalam Sardiman, 2007:101) menggolongkan aktivitas siswa dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut. 1). Visual aktivities (kegiatan visual), yang termasuk didalamnya misalnya, membaca, memperhatikan dan melihat gambar, mengamati orang lain bekerja, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
17
2). Oral activities (kegiatan lisan), seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, dan member salam, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3). Listening activities (kegiatan mendengarkan), sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, music, penyajian bahan, pidato. 4). Writing activities (kegiatan menulis), seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin dan mengerjakan LKS. 5). Drawing activities (kegiatan menggambar), misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6). Motor activities (kegiatan metrik), yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model merepasi, bermain, berkebun, berternak, dan memilih alat-alat, bahan atau media. 7). Mental activities (kegiatan emosional), sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan
masalah,
menganalisa,
melihat
hubungan,
mengambil keputusan. 8). Emotional activities (kegiatan emosional), seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup. Sedangkan menurut Getrude M. Whipple dalam Martinus Yamin (2007: 86-89) membagi kegiatan-kegiatan siswa sebagai berikut: 1) Bekerja dengan alat-alat visual seperti mengumpulkan gambar-gambar, mempelajari gambar-gambar, mencatat pertanyaan-pertanyaan, memilih alatalat visual ketika memberikan laporan lisan, menyusun pameran, menulis tabel, mengatur file material untuk digunakan kelak. 2) Ekskursi dan trip seperti mengunjungi museum akuarium dan kebun binatang, mengundang lembaga-lembaga/jawatan-jawatan yang dapat memberikan keterangan-keterangan dan bahan-bahan, menyaksikan demonstrasi, seperti proses produksi di pabrik sabun, proses penerbitan surat kabar dan proses penyiaran televisi. 3) Mempelajari masalah-masalah seperti mencari informasi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penting, menilai informasi dari berbagai sumber, menentukan kebenaran atas pertanyaan-pertanyaan yang bertentangan,
18
membuat
rangkuman,
menulis
laporan
dengan
maksud
tertentu,
mempersiapkan daftar bacaan yang digunakan dalam belajar. 4) Mengapresiasi
literature
seperti
membaca
cerita-cerita
menarik,
mendengarkan bacaan untuk kesenangan dan informasi. 5) Ilustrasi dan konstruksi seperti membuat chart dan diagram, menggambar dan membuat peta, menyusun rencana permainan, menyiapkan suatu frieze, membuat artikel untuk pameran. 6) Bekerja menyajikan informasi seperti menyarankan cara-cara penyajian informasi yang menarik, menyusun bulletin board secara up to date, merencanakan dan melaksanakan suatu program assembly, menulis dan menyajikan dramatisasi. 7) Cek dan tes seperti mengerjakan informal dan standardized test, menyiapkan tes-tes siswa lain, menyusun grafik perkembangan. Berdasarkan teori-teori yang telah disebutkan sebelumnya mengenai jenisjenis aktivitas belajar, maka aktivitas yang dapat diterapkan dalam penelitian ini untuk mengaktifkan siswa adalah sebagai berikut: 1) Aktivitas Visual (visual activities) Siswa memperhatikan penjelasan mengenai materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru. 2) Aktivitas Menulis (writing activities) a) Siswa mencatat materi pembelajaran yang telah disampaikan oleh guru. b) Siswa mengerjakan LKS dari guru secara berkelompok heterogen. 3) Aktivitas Mendengar (listening activities) a) Siswa mendengarkan pendapat temannya saat diskusi kelompok mengerjakan LKS. b) Siswa mendengarkan informasi tentang tata tertib, penilaian dan cara pelaksanaan permainan akademik (turnamen). 4) Aktivitas Lisan (oral activities) a) Siswa menanggapi pertanyaan yang disampaikan oleh guru mengenai pembahasan materi pembelajaran.
19
b) Siswa mengajukan pertanyaan kepada guru mengenai materi pembelajaran maupun pelaksanaan turnamen. 5) Aktivitas Mental (mental activities) Siswa dalam kelompok homogen memberikan jawaban pada tahap permainan (game) pada kegiatan pembelajaran. 6) Aktivitas Emosional (emotional activities) Siswa dalam kelompok homogen minat dan berani menyampaikan jawabannya pada tahap permainan (game) pada kegiatan pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa dalam mengikuti pembelajaran sehingga menimbulkan perubahan prilaku belajar pada diri siswa, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu atau dari tidak mampu melakukan kegiatan menjadi mampu melakukan kegiatan.
2.7 Indikator Aktivitas Siswa Raka roni (dalam Dimyati, 2009: 120-121) mengemukakan aktivitas siswa yang baik sebagai berikut: 1) Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, sehingga siswa berperan lebih aktif seperti
memperhatikan penjelasan mengenai materi
pembelajaran yang disampaikan oleh guru, mencatat materi pembelajaran yang telah disampaikan oleh guru, mengerjakan LKS dari guru secara berkelompok heterogen, mendengarkan pendapat temannya saat diskusi kelompok mengerjakan LKS, mendengarkan informasi tentang tata tertib, penilaian dan cara pelaksanaan permainan akademik (turnamen), menanggapi pertanyaan yang disampaikan oleh guru mengenai pembahasan materi pembelajaran, mengajukan pertanyaan kepada guru mengenai materi pembelajaran maupun pelaksanaan turnamen, memberikan jawaban pada tahap permainan (game) pada kegiatan pembelajaran dan minat serta berani menyampaikan jawabannya pada tahap permainan (game) pada kegiatan pembelajaran. Siswa berperan serta dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode TGT dan melalui beberapa tahap seperti penyajian kelas
20
(penjelasan materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru), teams (mengerjakan LKS secara berkelompok heterogen), turnamen (melaksanakan permainan
akademik/turnamen
secara
berkelompok
homogen)
dan
penghargaan kelompok (penghargaan diberikan kepada kelompok heterogen yang mendapat skor tertinggi). 2) Tujuan kegiatan tidak hanya sekedar mengejar standar akademis. Namun, kegiatan ditekankan untuk mengembangkan secara utuh dan seimbang. 3) Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, dan memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai konsep-konsep dengan mantap. 4) Penilaian dilaksanakan untuk mengamati dan mengukur kegiatan dan kemajuan siswa, serta mengukur berbagai keterampilan yang dikembangkan misalnya
keterampilan
berbahasa,
keterampilan
sosial,
keterampilan
matematika, dan keterampilan proses dalam IPA dan keterampilan lainnya, serta mengukur hasil belajar siswa. Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa indikator aktivitas siswa tergantung dari aktivitas siswa dalam kegiatan merencanakan,
melaksanakan,
menilai
proses
pembelajaran
dan
hasil
pembelajaran. Aktivitas siswa hendaknya dapat nampak pada saat terjadinya proses pembelajaran, baik secara perorangan maupun secara berkelompok. Aktivitas siswa yang baik dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimiliki, siswa juga dapat berlatih untuk berpikir kritis, dan dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
2.8 Cara Meningkatkan Aktivitas Siswa Menurut Wahid Murni, dkk (2010: 144-153) cara untuk mengaktifkan kegiatan belajar siswa adalah sebagai berikut: 1. Learning Starts with a Question Cara ini cocok untuk memulai pembelajaran dengan topik baru dimana karakteristik materi pelajaran tertentu kadang sudah dibahas dalam kelas
21
sebelumnya. Untuk menghindari pengulangan pembahasan topik, perlu ditanyakan sesuai tingkat pemahaman dan kebutuhan siswa. 2. Everyone is a Teacher Here Setiap orang, bahan ajar cetak atau elektronik adalah guru. Strategi ini diterapkan dengan memandang bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan tentang sebuah topik yang akan dipelajari sekalipun kadarnya berbeda-beda. Guru dapat meminta siswa menuliskan pertanyaan tentang topik yang akan dipelajari di atas kertas, kemudian pertanyaan diacak untuk dijawab temannya sendiri untuk menggali pengetahuan atau kemampuan siswa. 3. The Power of Two (Kekuatan Berdua) Didasari pandangan bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan tentang topik pembelajaran yang akan dipelajari. Cara ini digunakan untuk mengajak siswa berpikir lebih serius tentang topik/masalah yang akan didiskusikan, guru dapat mengajukan pertanyaan untuk memperoleh jawaban yang lebih dalam. 4. Information Research Strategi ini diterapkan manakala guru hendak menyampaikan informasi terkait dengan topik pembelajaran yang sudah disiapkan dalam teks atau handout yang dilengkapi pertanyaan yang jawabannya dapat digali dari teks. Untuk lebih mengaktifkan, bentuklah kelompok belajar dan presentasikan hasil belajar di depan kelas. 5. Snowballing Strategi
memberdayakan
siswa
dengan
membagi
pertanyaan
atau
permasalahan yang berbeda-beda kepada kelompok kecil. Setiap anggota kelompok berkewajiban merumuskan jawaban atau pemecahan masalah sebagai bekal tatkala bergabung pada pembentukan kelompok baru. Karena setiap anggota kelompok yang baru berkewajiban berbagi jawaban atau pemecahan masalah dari hasil kelompok sebelumnya. 6. Jigsaw Learning Strategi ini dapat diterapkan pada pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan dan diketahui siswa dengan membagikan bahan ajar yang lengkap. Untuk mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan atau dibagi
22
secara berkelompok, siswa dapat mendiskusikan dalam kelompok kecil. Setiap anggota kelompok kecil berusaha membuat resume untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Bentuklah kelompok baru secara acak dan setiap anggota kelompok saling menjelaskan resume kepada sesama anggota sehingga diperoleh pemahaman yang utuh. Hasil resume kelompok itupun dapat dipresentasikan. 7. Debat yang Efektif Strategi ini diterapkan jika guru hendak menyajikan topik atau persoalan yang menimbulkan pro kontra. Debat akan berjalan seru saat dibentuk kelompok pro dan kontra untuk saling mengungkapkan argumentasinya. Banyak kecakapan hidup yang dapat dilatihkan dalam strategi ini, antara lain kemampuan berkomunikasi dan mengomunikasikan gagasannya kepada orang lain. 8. Card Sort Strategi ini dapat diterapkan guru jika akan menyajikan materi atau topik pembelajaran yang memiliki bagian-bagian atau kategori yang luas. Caranya, guru menuliskan materi dan bagian-bagiannya ke dalam kertas karton secara terpisah. Kertas diacak dan setiap siswa dipersilahkan mengambil satu kertas kemudian mencari pasangan siswa lain dalam berdasarkan kategori yang tertulis. Jika seluruh siswa sudah dapat menemukan pasangannya berdasarkan kategori yang tepat, mintalah mereka berjajar secara urut kemudian salah satu menjelaskan kategori kelompoknya. 9. Synergetic Teaching Strategi ini dapat diterapkan pada pembelajaran yang mengkaji suatu permasalahan secara utuh dari berbagai sudut pandang. Setelah kelas dibagi menjadi empat kelompok, kemudian beri tugas masing-masing kelompok untuk meninjau dari berbagai sudut pandang. 10. Tim Pendengar (Listening Team) Strategi ini akan menjadi ajang diskusi yang seru karena masing-masing peran dapat memberikan argumentasi dan sanggahan. Karena itu, strategi ini cocok
23
untuk materi atau topik pembelajaran yang membutuhkan kajian atau pemecahan mendalam. 11. Point Counterpoint Strategi ini dapat diterapkan jika guru hendak menyajikan topik atau permasalahan yang menimbulkan berbagai pandangan yang berbeda. Karena itu, sampaikan topik kepada siswa dan mintalah pendapat atau pandangannya. Setelah mengetahui berbagai pandangan dari siswa, kelompokkan siswa berdasarkan pandangannya. 12. Tim Quiz Strategi ini diterapkan untuk memberdayakan seluruh siswa dengan mempelajari suatu topik pembelajaran dan membagi kelompok belajar dimana setiap kelompok akan membuat kuis untuk ditanyakan kepada kelompok lain yang aturan mainnya telah ditetapkan oleh guru sebelumnya. Jadi aktivitas siswa dapat ditingkatkan dengan cara melakukan persiapan rencana pembelajaran, penyampaian dan pengembangan materi pelajaran, pemilihan model dan media pembelajaran, serta penciptaan lingkungan belajar yang kondusif. Selain itu guru sebagai pendidik juga harus dapat menciptakan suasana belajar yang menarik sehingga aktivitas siswa dapat meningkat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemilihan pendekatan yang tepat bagi siswa selama proses pembelajaran. Pemilihan pendekatan juga harus dipilih sesuai dengan kebutuhan yang ada sehingga tujuan dari pembelajaran yang sudah ditentukan sebelumnya dapat tercapai.
2.9 Hasil Belajar 2.9.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Hamalik (2001), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sebagai suatu proses tentu saja ada yang diproses (masukan) dan diperoleh hasil (keluaran). Dalam hal ini yang menjadi masukan adalah siswa dengan segala karakteristiknya, sedangkan keluarannya berupa hasil belajar.
24
Menurut Nurkancana dan Sunartana (1990:11), “hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai seseorang dalam kegiatan belajar selama kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai”. Dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara guru dan siswa. Interaksi guru dan siswa memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Kedudukan siswa dalam proses adalah sebagai subjek dan sekaligus objek dalam pembelajaran,
sehingga pembelajaran adalah kegiatan belajar siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Dengan demikian hasil belajar dapat dilihat dari hasil yang dicapai siswa, baik hasil belajar yang berupa angka atau nilai ataupun peningkatan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah perubahan tingkah laku atau kedewasaannya. 2.9.2 Ciri-Ciri Hasil Belajar Sardiman (2003:20) mengatakan: ”belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditimbulkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, dan kecakapan serta kemampuan”. Dimyati dan Moedjiono (dalam Agung, 2005:75-76) membagi ciri-ciri belajar ada tiga yaitu: “(1) hasil belajar memiliki kapasitas berupa pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, sikap dan cita-cita, (2) adanya perubahan mental dan perubahan jasmani, (3) memiliki dampak pengajaran dan dampak pengiring”. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri hasil belajar melibatkan perolehan kemampuan-kemampuan yang bukan merupakan dibawa sejak lahir. Belajar tergantung pada pengalaman, sebagian dari pengalaman itu merupakan umpan balik dari lingkungan. Belajar berlangsung karena usaha dengan sengaja untuk memperoleh kecakapan baru dan membawa perbaikan para ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
25
2.9.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Ahmadi dan Tri Prasetya (1997:105), faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar, yaitu: 1) Faktor dari luar (ekstern): Faktor dari luar yang mempengaruhi proses dan hasil belajar terdiri dari dua bagian, yaitu: (1) Faktor environmental input (lingkungan). Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial. (2) Faktor-faktor instrumental. Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. 2) Faktor dari dalam (intern): Faktor dari dalam adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri atau kondisi individu. Faktor individu yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut. (a) Kondisi fisiologis siswa. Secara umum kondisi fisiologis seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan kelelahan, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan kondisi panca indera berfungsi dengan baik. (b) Kondisi psikologi siswa. Kondisi psikologi yang dimaksudkan, yaitu: (1) Minat, kalau seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu, ia tidak akan dapat diharapkan akan berhasil dengan baik, dalam mempelajari hal tersebut dan sebaliknya. (2) Kecerdasan, orang yang lebih cerdas pada umumnya akan lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas. (3) Bakat, belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat akan memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu. (4) Motivasi, motivasi adalah kondisi psikologi yang mendorong seseorang untuk belajar. Hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah. (5) Kemampuan-kemampuan kognitif, kemampuan-kemampuan kognitif yang terutama persepsi, ingatan dan daya pikir.
26
2.10 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Tri Wahyuni. 2013. Penerapan Model Kooperatif Tipe TGT Dalam Peningkatan Pembelajaran IPA Kelas IV SD Negeri I Giritirto Kecamatan Karanggayam Tahun Ajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksanakan baik oleh observer atau oleh peneliti, proses pembelajaran IPA dengan menggunakan model kooperatif tipe TGT mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hasil observasi menunjukkan bahwa proses pembelajaran telah memenuhi indikator keberhasilan yaitu 80% dari seluruh kegiatan pembelajaran. Kegiatan observasi ini mengamati jalannya pembelajaran. Sebelum diadakan tindakan, pada saat pembelajaran siswa hanya mendengarkan guru berceramah tanpa ada tanya jawab atau siswa tidak aktif dalam pembelajaran. Guru hanya menggunakan buku pembelajaran sebagai media saja. Pada saat peneliti telah menggunakan model kooperatif tipe TGT, hampir seluruh siswa ikut aktif dalam pembelajaran sehingga pembelajaran semakin menarik. Agustinus Turus Nakia. 2013. Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) pada Siswa Kelas 4 Semester II SDN Tlogo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa sebelum tindakan adalah 17 siswa (45.9%). Setelah diberikan tindakan pada siklus I, meningkat menjadi 25 siswa (67.6%). Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus II meningkat menjadi 37 siswa (100%). Siswa yang belum tuntas sebelum tindakan, berjumlah 20 siswa (54.1%). Setelah diberikan tindakan pada siklus I, menurun menjadi 12 siswa (32.4%). Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus II menurun menjadi tidak ada lagi siswa yang belum tuntas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa upaya peningkatan ketuntasan belajar IPA siswa kelas 4 SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, berhasil. Lisa Putri Harmawati. 2015. Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)
27
Pada Siswa Kelas IV Semester 2 SDN Blotongan 01 Salatiga Tahun 2014/2015. Hasil penelitian menunjukkan bahawa model pembelajarankooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SDN Blotongan 01 Salatiga. Hal itu terlihat dari data hasil belajar siswa prasiklus dengan nilai rata-rata 59 dan persentase ketuntasan belajar 24 % kemudian meningkat pada hasil tes siklus I dengan nilai rata-rata 90 dan persentase ketuntasan belajar sebesar 95 %. Siklus II rata-rata nilai tes meningkat menjadi 94 dengan persentase ketuntasan belajar sebesar 100 %. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) sebagai solusi yang efektif karena terbukti mampu meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SDN Blotongan 01 Salatiga.
2.11 Kerangka Berpikir Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal dalam proses pembelajaran hendaknya diperhatikan segala sesuatu yang yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik melalui aktivitas belajar siswa. Dalam setiap kegiatan pembelajaran guru hendaknya mampu merencanakan proses pembelajaran yang tepat agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Penelitian ini adalah penelitian tindakan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan maksud untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dan aktivitas belajar siswa melalui penggunaan media visual. Agar terjadi pembelajaran yang diharapkan maka penelitian ini dilakukan dalam beberapa siklus, dengan pertimbangan bahwa hasil pada siklus pertama akan menjadi pertimbangan untuk dilanjutkan pada penelitian berikutnya. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah 90% siswa berhasil lulus kriteria KKM pada hasil belajar IPA dan 85% aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan.
28
Adapun kerangka berpikir penelitian ini dirumuskan dalam bagan berikut ini: Pembelajaran IPA Kelas V SD
Kondisi Awal
Kondisi setelah tindakan
Pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan media visual
1) Guru dalam mengajar dominan menggunakan metode ceramah dan terkadang melaksanakan kegiatan praktikum pada bab-bab tertentu mata pelajaran IPA. 2) Kurangnya persiapan dalam menyiapkan penggunaan media peraga saat kegiatan pembelajaran IPA untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa.
Aktivitas siswa: Siswa aktif dalam aktivitas visual, mendengar, menulis, lisan, mental dan emosional.
Siklus I: Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT berbantuan media visual dengan langkahlangkah pembelajaran yaitu presentasi kelas mengenai penjelasan materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru melalui media visual (power point) berupa gambar dan simbol bergerak, tim, permainan dan turnamen akademik, yang diuji adalah pemahaman siswa, dimana masing-masing tim mengutus salah satu anggota untuk turnamen. Turnamen yaang dilaksanakan menggunakan media kartu, dimana dalam kartu tersebut berisi pertanyaan. Setiap kelompok dapat menjawab ataupun mengabaikan pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain melalui kartu 2.9 Hipotesis Tindakan pertanyaan.
Aktivitas siswa: Kurangnya keberanian siswa untuk mengemukakan pendapatnya saat guru memberikan pertanyaan.
Hasil belajar siswa: (25,72% tidak tuntas)
Hasil belajar siswa: Meningkat dan 81,81% tuntas
Siklus II: Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT berbantuan media visual dengan perbaikan hasil refleksi, dengan langkahlangkah pembelajaran yaitu presentasi kelas mengenai penjelasan materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru melalui media visual (power point) berupa gambar dan simbol bergerak, tim, permainan dan turnamen akademik, yang diuji adalah pemahaman siswa, dimana masing-masing tim mengutus salah satu anggota untuk turnamen. Turnamen yaang dilaksanakan menggunakan media kartu, dimana dalam kartu tersebut berisi pertanyaan. Setiap kelompok dapat menjawab ataupun mengabaikan pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain melalui kartu pertanyaan.
Aktivitas siswa: Siswa sangat aktif dalam aktivitas visual, mendengar, menulis, lisan, mental dan emosional.
Hasil belajar siswa: Sangat meningkat dan 97,05% tuntas
29
2.12 Hipotesis Tindakan Hipotesis merupakan dugaan sementara, karena kebenaran harus diuji dengan data empiris. Meskipun hipotesis hanya dugaan sementara, namun pengajuannya tidak dapat sembarangan. Berdasarkan teori-teori/kerangka berfikir para pakar pendidikan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. 1) Jika model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dalam pembelajaran IPA dapat diterapkan dengan efektif, maka aktivitas belajar pada mata pelajaran IPA diduga dapat meningkat pada siswa kelas V semester 2 SDN Tegalrejo 04 Salatiga Tahun Pelajaran 2015/2016. 2) Jika model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dalam pembelajaran IPA dapat diterapkan dengan efektif, maka hasil belajar pada mata pelajaran IPA diduga dapat meningkat pada siswa kelas V semester 2 SDN Tegalrejo 04 Salatiga Tahun Pelajaran 2015/2016.