BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka 1.
Tinjauan Sistem Pembukuan Pembukuan merupakan hal yang wajib dilakukan oleh lembaga,
perusahaan, atau pengusaha skala kecil dan menengah dalam mengatur keuangannya, seperti yang dikutip oleh Waluyo (2008:4) dalam Wiji Amarti (2015:33) bahwa pasal 13 Undang-Undang Pajak Perseroan Tahun 1995 menyatakan bahwa pihak pengurus perseroan, perhimpunan, maskapai, lembaga, dan badan yang menjalankan perusahaan yang labanya dikenakan pajak harus menyelenggarakan pembukuan di Indonesia dengan cara sedemikian rupa, sehingga dari pembukuan tersebut dapat diketahui laba yang dikenakan pajak. Demikian halnya dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagai penyempurnaan perundangundangan perpajakan sebelumnya, kewajiban memang melekat pada setiap wajib pajak, tetapi undang-undang pajak juga memberikan pembatasan bagi wajib pajak orang pribadi sebagai bentuk toleransi. Pengertian pembukuan sendiri sesuai dengan pasal 1 angka 29 UndangUndang KUP menyatakan bahwa pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi asset, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
8
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 28 ayat (1) dan (2), yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah: 1) Wajib pajak badan 2) Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali wajib pajak orang pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,- (Empat Miliar Delapan Ratus Juta Rupiah).
Sedangkan tujuan penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan adalah untuk mempermudah dalam pengisian SPT: 1) Menentukan Penghasilan Kena Pajak. 2) Perhitungan PPN dan PPnBM. 3) Mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha /pekerjaan bebas.
a.
Ketentuan Penyelenggaraan Pembukuan: Ketentuan terkait penyelenggaraan pembukuan menurut isi dari Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 28 ayat 3 samapi dengan ayat 11 adalah sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
9
1) Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. 2) Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 3) Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. 4) Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. 5) Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. 6) Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. 7) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. 8) Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
10
pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.
b. Pembukuan Dalam Bahasa Asing selain Rupiah Menurut Pasal 28 ayat 8 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 28 tahun 2007 dijelaskan bahwa pembukuan dengan bahasa asing dan mata uang selain rupiah digunakan oleh Wajib Pajak yang dalam rangka: 1) Kontrak bagi hasil; 2) WP yang mempunyai afilisiasi dengan pengusaha di Luar Negeri; 3) Bentuk Usaha Tetap (BUT); 4) Kontrak karya, yaitu WP yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan pemerintah RI sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai pertambangan; 5) Penanaman modal asing yaitu WP yang beroperasi berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan
yang
mengatur
mengenai
Penanaman Modal Asing; 6) Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan Reksadana dalam denominasi mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawasan Pasar Modal - Lembaga Keuangan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
11
Kemudian setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan, kecuali WP dalam rangka Kontrak Karya/Kontrak Bagi Hasil, cukup dengan pemberitahuan. Selanjutnya pemberian izin dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Pajak.
c.
Prinsip Taat Asas Berdasarkan penjelasan Pasal 28 ayat (5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan: 1) Stelsel pengakuan penghasilan; 2) Tahun buku; 3) Metode penilaian persediaan; 4) Metode penyusutan dan amortisasi;
2. Tinjauan Yayasan Pengertian Yayasan Definisi Yayasan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 bahwa Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
12
yang dipisahkan dan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
Wajib Pajak Yayasan yang bergerak dibidang pendidikan (sekolah) secara umum mempunyai kewajiban sebagai berikut : 1)
Wajib Pajak mempunyai kewajiban menyetor dan melaporkan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri sebesar 10 % x 20 % x Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan gedung/bangunan apabila membangun sendiri gedung dengan luas bangunan paling sedikit 200 m2 (sejak 22 Nopember 2012).
2)
Wajib Pajak mempunyai kewajiban memotong dan menyetor serta melaporkan PPh Pasal 4 ayat (2) atas kegiatan pembangunan gedung yang dilakukan oleh kontraktor atau pihak lain dan atas semua kegiatan jasa kontruksi lainnya.
3)
Wajib Pajak mempunyai kewajiban memotong dan menyetor serta melaporkan PPh Pasal 21 atas kegiatan yang merupakan objek PPh Pasal 21 termasuk gaji guru dan karyawan lain serta PPh Pasal 21 atas Jasa Arsitek pembanguan gedung tersebut.
4)
Wajib Pajak mempunyai kewajiban memotong dan menyetor serta melaporkan PPh Pasal 23 atas kegiatan yang merupakan objek PPh Pasal 23 antara lain atas sewa kendaraan, jasa katering, dan jasa lain objek PPh Pasal 23.
5)
Wajib Pajak mempunyai kewajiban menyetor serta melaporkan PPh Pasal 25 bulanan apabila ada PPh Pasal 25 yang harus disetor, kalau tidak ada
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
13
hanya wajib melaporkan tiap bulan. Batas Waktu penyetoran Tanggal 15 dan Pelaporan Tanggal 20 bulan berikut. 6)
Wajib Pajak mempunyai kewajiban menyetor serta melaporkan SPT Tahun PPh Badan terhadap sisa lebih laba yayasan yang berasal dari objek pajak setelah dalam jangka waktu empat tahun tidak digunakan untuk pembangunan gedung dan sarana prasarana.
7)
Wajib Pajak tidak mempunyai kewajiban penyetoran PPh Pasal 29 SPT Tahunan PPh Badan apabila dalam jangka empat tahun sisa laba yayasan digunakan untuk pembangunan gedung dan sarana prasarana. Hanya berkewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh Badan Nihil.
3. Tinjauan Pajak Penghasilan Final 1% Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang mulai diberlakukan bulan Juli 2013 mengatur tentang Pajak Penghasilan bagi penghasilan pengusaha yang memiliki peredaran bruto tertentu. Maksud dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 terkandung tiga tujuan yaitu kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan, mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi dan transparasi, serta memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara. Yang didasarkan oleh Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang PPh dan Pasal 4 ayat (2) huruf e UndangUndang No 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan (PPh) Pasal 17 ayat (7). Dengan Peraturan Pemerintah tersebut dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
14
melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penjelasan Pasal 17 ayat (7) Undnag-Undang Pajak Penghasilan. Inti dari Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yaitu pengenaan PPh dengan tarif 1% dari penghasilan bruto (omzet) setiap bulan dari penghasilan atas usaha yang dimiliki oleh wajib pajak yang peredaran brutonya tidak melebihi Rp 4.800.000.000,- dalam satu Tahun Pajak. a. Subjek Pajak Penghasilan Subjek pajak dari PP No. 46 Tahun 2013 yang dikenakan tarif pajak sebesar 1% adalah sebagai berikut: 1) Wajib pajak orang pribadi dan badan kecuali Bentuk Usaha Tetap (BUT). 2) Wajib pajak pada huruf (a) menerima penghasilan dari usaha tidak termasuk penghasilan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto (omzet) tidak melebihi Rp 4.800.000.000,untuk semua cabang dalam satu Tahun Pajak.
Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, meliputi hal-hal berikut: 1) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris. 2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang
iklan,
sutradara,
kru
film,
foto
peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari. 3) Olahragawan. 4) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
model,
15
5) Pengarang, peneliti, dan penerjemah. 6) Agen iklan. 7) Pengawas atau pengelola proyek. 8) Perantara. 9) Petugas penjaja barang dagangan. 10) Agen asuransi. 11) Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multi level marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
b. Bukan Subjek Pajak Penghasilan Bukan Subjek pajak dari Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang dikenakan tarif pajak sebesar 1% adalah sebagai berikut: 1) Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya: a)
Menggunakan sarana dan prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap;
b) Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. 2) Wajib pajak badan yang: a) Belum beroperasi secara komersial. b) Dalam jangka waktu satu tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.800.000.000,-
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
16
c.
Objek Pajak Penghasilan Objek pajak dari PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp 4.800.000.000,- dalam satu Tahun Pajak. Peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto (omzet) semua gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya. Pajak yang terutang dan harus dibayar adalah 1% dari jumlah peredaran bruto (omzet).
d.
Bukan Objek Pajak Penghasilan Bukan Objek pajak dari PP Nomor 46 Tahun 2013 yang dikenakan tarif pajak sebesar 1% adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, seperti yang ada dalam penjelasan pasal 2 ayat (2) PP Nomor 46 Tahun 2013. 2. Penghasilan dari usaha dagang dan jasa yang dikenai PPh Final pasal 4 ayat (2), seperti misalnya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.
e.
Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 bahwa tarif pajak penghasilan ini bersifat final dan dikenakan tarif sebesar 1% yang dikalikan dengan penghasilan bruto (omzet) sebulan atas usaha wajib pajak yang omzetnya kurang dari Rp 4.800.000.000,- setahun dalam satu Tahun Pajak. Berikut
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
17
mekanisme penghitungan pajak penghasilan berdasarkan PP 46 Tahun 2013 yaitu: Gambar 2.1: Mekanisme Penghitungan PPh Berdasarkan PP 46 Tahun 2013 PPh terutang sebulan = tarif x dasar pengenaan pajak sebulan = 1% x peredaran bruto (omzet) per bulan
Contoh perhitungan PPh Final meenggunakan tarif 1% : CV.Manis Makmur adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang Penjualan Alat dan Mesin Pertanian. Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2014 sebesar Rp 3.550.000.000,-. Peredaran Bruto CV.Manis Makmur dalam Tahun Pajak 2015 sebesar Rp.4.000.000.000,- . Hitunglah Pajak Penghasilan Terutang CV. Manis Makmur untuk tahun 2015, maka didapat hasil perincian sebagai berikut : Tabel 2.1 : Contoh Perhitungan PPh Final 1%
1
Januari
Peredaran Bruto Per Bulan Rp 313,186,500
2
Februari
Rp
364,967,000
1%
Rp
3,649,670
3
Maret
Rp
260,804,500
1%
Rp
2,608,045
4
April
Rp
130,439,500
1%
Rp
1,304,395
5
Mei
Rp
204,868,000
1%
Rp
2,048,680
6
Juni
Rp
358,849,500
1%
Rp
3,588,495
7
Juli
Rp
167,502,500
1%
Rp
1,675,025
8
Agustus
Rp
393,029,000
1%
Rp
3,930,290
9
September
Rp
803,315,300
1%
Rp
8,033,153
10
Oktober
Rp
315,146,700
1%
Rp
3,151,467
11
November
Rp
445,207,000
1%
Rp
4,452,070
12
Desember
Rp
242,684,500
1%
Rp
2,426,845
Rp
4,000,000,000
Nomor
Bulan
Jumlah
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Tarif Pajak 1%
PPh Terutang Per Bulan Rp 3,131,865
Rp 40,000,000
18
PPh Pasal 4 ayat 2 (berdasarkan PP 46 Tahun 2013) disetorkan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan Kode Jenis Setoran Pajak 411128-420. Menurut Resmi (2014:145) dalam Wiji Amarti (2015:32), dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh bersifat final 1% adalah: 1.
Dasar pengenaan pajak adalah peredaran bruto dari usaha dalam satu tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan.
2.
Dalam hal peredaran bruto kumulatif wajib pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp 4.800.000.000,- dalam suatu tahun pajak, wajib pajak tetap dikenai PPh bersifat final 1% sampai dengan akhir tahun pajak yang bersangkutan.
3.
Dalam
hal
peredaran
bruto
wajib
pajak
telah
melebihi
jumlah
Rp4.800.000.000,- pada suatu tahun pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak pada tahun pajak berikutnya dikenai tarif PPh berdasar ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
4. Penelitian Terdahulu Rujukan penelitian ini yaitu skripsi Wiji Amarti mahasiswi Universitas Dharma Persada tahun 2015 dengan judul Perbandingan Metode Pembukuan Dengan PP No 46 Tahun 2013 Dalam Rangka Menetapkan Besarnya Pajak Penghasilan Terutang (Studi Kasus Pada PT.X). Rujukan lainnya yaitu jurnal-jurnal yang didapat peneliti dari berbagai sumber, penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tidak jauh berbeda
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
19
dengan penelitian sebelumnya yaitu untuk menganalisa besarnya pajak penghasilan terutang dengan PP Nomor 46 tahun 2013 di STIE Jayakusuma Jakarta. Untuk lebih jelas dan detail terhadap penelitian terdahulu, dibawah ini peneliti sajikan tabel penelitian terdahulu sebagai berikut :
Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu No.
Peneliti
Tahun
Judul
Hasil Penelitian
1 .
Wiji Amarti (Universitas Dharma Persada)
2015
Perbandingan Metode Pembukuan dengan PP No. 46 Tahun 2013 Dalam Rangka menetapkan besarnya pajak penghasilan terutang
2 .
Ardela Lita Peptasari, (Universitas Muhammadiyah Surakarta)
2015
Analisis Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Tingkat Pertumbuhan Wajib Pajak Dan Penerimaan PPh Pasal 4 ayat (2) (Studi Kasus Pada Kantor
Hasil yang didapat dari peneliti menunjukan bahwa besarnya pajak penghasilan di PT.X menggunakan PP No. 46 tahun 2013 lebuih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode pembukuan. Dengan adanya penerepan peraturan PP No.46 Tahun 2013 meningkatkan penerimaan pajak. Setelah diterapkannya PP No.46 terjadi kenaikan pada penerimaan pajak sebesar
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
20
Pelayanan Pajak Pratama Surakarta)
3 .
Ayu Putu Mirah Haryati, Naniek Noviari, (Universitas Udayana, Bali)
2015
Analisis Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Pada Besarnya Pajak Penghasilan
4 .
Feny Sagita (Universitas Lampung)
2015
Analisis sebelum dan sesudah diterapkannya PP 46 Tahun 2013 untuk UMKM dan Pengaruhnya Terhadap Pembayaran Pajak Akhir Tahun
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
19,12%. Hal ini menunjukkan bahwa upaya DJP untuk meningktakan potensi penerimaan pajak tercapai dengan baik. Berdasarkan analisis penerapan PP Nomor 46 Tahun 2013 pada PT XYZ, untuk tahun 2014 masih terdapat kesalahan dalam penentuan peredaran bruto dan penentuan PPh terhutang pada setiap bulannya. PPh terhutang tahun 2015 antara perhitungan perusahaan dengan perhitungan berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 telah sesuai. Hasil dari peneliti menyimpulkan bahwa Tata cara penghitungan pajak terutang PP 46 tahun 2013 lebih sederhana sehingga lebih memudahkan
21
5 .
Maria Yoka Luckvani, Erly Suandy (Universitas Atma Jaya Yogjakarta)
2015
Analisis Perbedaan Pajak Penghasilan Terutang Berdasarkan Norma Perhitungan Dengan PPh Final Wajib Pajak Orang PribadiUsahawan Di Bidang Usaha Jasa Padaa KPP Pratama Purworejo
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
wajib pajak dalam menghitung pajak terutangnya dan dilihat dari segi waktu yang digunakan PP 46 tahun 2013 ini lebih efisien bagi wajib pajak jika dibandingkan dengan penerapan Pasal 17 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 dan penerapan PMK Nomor 01/PMK.03/2007 menggunakan NPPN. Dengan adanya perbedaan PPh terutang dengan norma penghitungan dan PPh terutang dengan PPh Final, penerimaan pajak mengalami peningkatan sebesar Rp 3.469.515,04.De ngan meningkatnya penerimaan pajak, tujuan pemerintah dapat dicapai yaitu memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi
22
dalam penyelenggaran negara dengan membayar pajak dari penghasilan yang diperoleh, khususnya bagi kalangan UMKM.
Wajib pajak orang pribadi maupun badan yang melakukan usaha dagang atau jasa diwajibkan melakukan pencatatan ataupun pembukuan. Dimana wajib pajak yang melakukan usaha sedangkan omzetnya masih kurang dari Rp 4.800.000.000,- dapat menggunakan beberapa metode yang diatur oleh undangundang perpajakan. Bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan pembukuan, menggunakan tarif pasal 17 ayat 1a UU PPh. Sedangkan wajib pajak Badan yang melakukan pembukuan, tarif yang digunakan adalah pasal 31E Undang-Undang PPh, mekasinme penghitungan menggunakan metode tersebut masih terbilang rumit, dimana wajib pajak wajib menyusun Laporan Keuangan yang sebagian besar harus dilakukan oleh para ahli akuntansi, dibandingkan dengan tarif final 1% PP Nomor 46 tahun 2013 yang hanya mengkalikan peredaran bruto sebulan dengan tarif 1%. Dengan itu, penulis akan menghitung besarnya pajak penghasilan terutang dengan menggunakan tarif PPh Final 1% PP Nomor 46 Tahun 2013 pada STIE Jayakusuma.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z