BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 . Kajian Teori 2.1.1. Hakikat Belajar Menurut Slameto (2010: 2) mendefinisikan bahwa “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannnya”. Menurut Oemar Hamalik (2002: 154), belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Belajar menurut kamus besar bahasa Indonesia (2008: 23) adalah “berubah tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman”. Belajar disini lebih kepada proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar merupakan suatu usaha perubahan tingkahlaku dalam interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat, maka dapat disimpulkan bahwa belajar sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu: 1.
Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku.
2.
Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.
3.
Perubahan perilaku karena berinteraksi dengan lingkungannya.
2.1.2. Minat Belajar a.
Pengertian Minat Salah satu faktor utama untuk mencapai sukses dalam segala bidang, baik
berupa studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun adalah minat. Hal ini karena dengan tumbuhnya minat dalam diri seseorang akan melahirkan perhatian untuk melakukan sesuatu dengan tekun dalam jangka waktu yang lama, lebih berkonsentrasi, mudah untuk mengingat dan tidak mudah bosan dengan apa yang dipelajari.
8
9
Sejalan dengan itu, menurut Joko Sudarsono (2003: 8) “Minat merupakan bentuk sikap ketertarikan atau sepenuhnya terlibat dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya atau bernilainya kegiatan tersebut”. Begitupun dengan Slameto (2010: 80) mengatakan bahwa “Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”. Berdasakan beberapa pengertian minat belajar menurut para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah suatu bentuk perbuatan atau sikap tertarik dan senang dengan pelajaran untuk mempelajarinya.
b. Indikator Minat Belajar Pada umumnya minat seseorang tehadap sesuatu akan diekspresikan melalui kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan minatnya. Sehingga untuk mengetahui indikator minat dapat dilihat dengan cara menganalisis kegiatankegiatan yang dilakukan individu atau objek yang disenangi, karena minat merupakan motif yang dipelajari yang mendorong individu untuk aktif dalam kegiatan tertentu. Dengan demikian untuk menganalisis minat belajar dapat digunakan beberapa indikator minat sebagai berikut: Menurut Sukartini dalam Suhartini (2001: 26) analisis minat dapat dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut: 1.
Keinginan untuk mengetahui atau memiliki sesuatu
2.
Objek-objek kegiatan yang disenangi
3.
Jenis kegiatan untuk mencapai hal yang disenangi
4.
Usaha untuk merealisasikan keinginan atau rasa senang terhadap sesuatu. Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Slameto (2010:
180), mengatakan bahwa “Suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.“ Selain itu menurut Djamarah (2002: 132) mengungkapkan bahwa minat dapat diekspresikan peserta didik melalui: 1.
Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya.
10
2.
Partisipasi dalam aktif dalam suatu kegiatan.
3.
Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminatinya tanpa menghiraukan yang lain (fokus). Berdasarkan pengertian minat dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa
minat belajar peserta didik dapat dilihat dari perhatian yang lebih besar dalam melakukan aktivitas yang mereka senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Menurut pendapat Suhartini dan Djamarah Indikator minat dapat disimpulkan meliputi aspek perhatian, aspek ketertarikan dan aspek rasa senang. Minat yang diungkap melalui penelitian ini adalah minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran IPA melalui Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri).
2.1.3. Hasil Belajar Setelah individu mengalami proses belajar maka akan memperoleh output atau hasil dari proses belajar yang dialaminya. Itulah yang biasa disebut hasil belajar. Hasil belajar biasanya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang positif misalnya anak yang belum bisa memakai sepatu atau alas kaki, setelah belajar anak tersebut dapat memakai sepatu atau alas kaki dan menjadi kebiasaan yang baik. Inilah yang dimaksud hasil belajar atau perubahan perilaku ke arah positif. Menurut Gerlach dan Ely (dalam Riffa’i Anni 2009: 5) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang diterapkan. Hasil belajar digunakan untuk bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas, umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar, meningkatkan hasil belajar peserta didik, evaluasi diri terhadap kinerja peserta didik. Sedangkan menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang
11
diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi domain (ranah) kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam Ismiyahni 2000) Bloom (dalam Poerwanti 2008: 1.23) mengemukakan bahwa belajar dibagi menjadi tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik, lebih rinci akan di jelaskan sebagai berikut: 1.
Ranah Kognitif Yaitu perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi yang meliputi stimulus eksternal, penyimpanan, pengolahan dalam otak yang menjadi informasi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Bloom,
menyebutkan
ranah
kognitif
meliputi:
1)
mengingat
(remember), kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: memasangkan, membaca, membilang, menamai, menandai; 2) memahami (understand), kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: membedakan, melaporkan, member contoh, memperkirakan dan membandingkan; 3) mengaplikasikan (apply), kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: melaksanakan, melakukan, melatih, memproses, menentukan; 4) menganalisis (analyze), kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: melatih, memadukan, memaksimalkan, membagankan, membuat struktur, memecahkan; 5) mengevaluasi (evaluate), kata-kata operasional yang di gunakan yaitu: membuktikan, memilih, memisahkan, memonitor; 6) mencipta (create), katakata operasional yang di gunakan yaitu: memadukan, membangun, membatas, membentuk dan memproduksi. 2.
Ranah Afektif Yaitu hasil belajar yang di susun secara hirarkis mulai dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi dan kompleks yang berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai dan emosi yang meliputi: 1) menerima; 2) menjawab; 3) menilai; 4) Organisasi.
12
3.
Ranah Psikomotorik Ranah psikomotorik merupakan ranah yang berkaitan dengan kegiatan motorik yang meliputi: 1) gerakan reflek; 2) gerakan dasar; 3) gerakan persepsi; 4) gerakan kemampuan fisik; 5) gerakan terampil; 6) gerakan indah dan kreatif. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari proses belajar dimana perubahan itu terjadi pada ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (ketrampilan). Dalam penelitian ini peneliti mengkaji minat belajar dengan ranah afektif dan hasil belajar dengan ranah kognitif (mengingat dan memahami).
2.1.4. Pembelajaran IPA a.
Pengertian Pembelajaran IPA Suyitno (2004: 2) menyimpulkan pembelajaran adalah upaya menciptakan
iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara pendidik dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik. Pengajaran IPA dikembangkan berdasarkan persoalan atau tema untuk dapat dikaji dari aspek kemampuan peserta didik yang mencakup aspek mengkomunikasikan konsep secara ilmiah, aspek pengembangan konsep dasar, dan pengembangan kesadaran dalam konteks ekonomi dan sosial. Menurut Iskandar (2001: 2-3) hakikat pembelajaran IPA terdiri dari: 1.
Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Produk IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan
teori-teori IPA. Fakta dalam IPA adalah pertanyaan benda-benda yang benarbenar ada, atau peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara objektif. Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA. Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan antara konsep-konsep IPA. Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan.
13
2.
Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Proses Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para
ilmuan diantaranya adalah : 1) Mengamati 2) Mengukur 3) Menarik kesimpulan 4) Mengendalikan variabel 5) Membuat grafik dan tabel data 6) Membuat definisi operasional 7) Melakukan eksperimen 3.
Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Sikap IPA sebagai sikap ilmiah yaitu dalam memecahkan masalah seorang ilmuan
sering berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usaha mencapai hasil yang diharapkan. Beberapa ciri sikap ilmiah yaitu: 1) Obyektif terhadap fakta 2) Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan 3) Berhati terbuka 4) Tidak mencampuradukan fakta dengan pendapat 5) Bersifat hati-hati 6) Ingin menyelidiki Pembelajaran IPA dapat didefinisikan yaitu sebagai ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Mata pelajaran IPA merupakan ilmu yang nyata yang setiap harinya berkaitan dengan kehidupan manusia dan lingkungan. Hal ini menyebabkan peserta didik kesulitan memahami konsep pembelajaran jika pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran tidak dibuat dengan menggunakan model yang nyata. Salah satu model pembelajaran yang nyata yaitu menerapkan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dengan materi sifat-sifat cahaya pada peserta didik kelas V SD Negeri Kalibeji.
14
b. Tujuan Pembelajaran IPA Berdasarkan PERMEN No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1.
Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4.
Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5.
Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6.
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7.
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Tujuan yang tertuang dalam PERMEN No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil pengamatannya secara lisa dan tertulis. 2. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya dan interaksi antara mahkluk hidup dengan lingkungannya. 3. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup. 4. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya, perubahan wujud benda dan kegunaannya.
15
5. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya. 6. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia.
c.
Hasil Belajar IPA Bundu (2006: 19) menjelaskan bahwa hasil belajar IPA di SD hendaknya
mencakup hal-hal sebagai berikut: 1.
Penguasaan produk ilmiah atau produk IPA yang mengacu pada seberapa besar mengalami perubahan dalam pengetahuan dan pemahamannya tentang IPA baik berupa fakta, konsep, prinsip, hukum maupun teori. Aspek produk IPA dalam pembelajaran di sekolah dikembangkan dalam pokok-pokok bahasan yang menjadi target program pembelajarn yang harus dikuasai.
2.
Penguasaan proses ilmiah atau proses IPA mengacu pada sejauh mana peserta didik mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuan yang terdiri atas keterampilan proses IPA dasar dan keterampilan proses IPA terintegrasi. Untuk tingkat pendidikan dasar di SD maka penguasan proses IPA di fokuskan pada keterampilan proses IPA dasar (basic science prosess skill) yang
meliputi
(klasifikasi),
keterampilan menghitung
mengamati (kuantifikasi),
(observasi),
menggolongkan
meramalkan
(prediksi),
menyimpulkan (inferensi), dan komunikasi. 3.
Penguasaan sikap ilmiah atau sikap IPA merujuk pada sejauh mana peserta didik
mengalami perubahan dalam sikap dan sistem nilai dalam proses
keilmuan. Sikap ilmiah yang sangat penting dimiliki pada semua tingkatkan pendidikan IPA adalah hasrat ingin tahu, menghargai, kenyataan (fakta dan data), ingin menerima ketidakpastian, refleksi, kritis dan hati-hati, tekun, ulet, tabah, kreatif untuk penemuan baru, berpikiran terbuka, sensitif terhadap lingkungan sekitar, dan bekerjasama dengan orang lain. 4.
Hasil belajar IPA SD adalah segenap perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik
dalam bidang IPA sebagai hasil mengikuti proses
pembelajaran IPA. Hasil belajar biasanya dinyatakan dengan skor yang diperoleh dari satu tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai mengikuti
16
program pembelajaran. Hal ini sesuai dengan dimensi hasil belajar yang terdiri atas dimensi tipe isi (produk), dimensi tipe kinerja (proses), dan dimensi tipe sikap ilmiah. Iskandar (2001: 12) menarik kesimpulan bahwa hasil belajar IPA berupa fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip klasifikasi dan struktur. Hasil IPA penting bagi kemajuan hidup manusia, cara kerja memeroleh itu disebut proses IPA, dalam proses IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara berfikir.
Beberapa pendapat menggambarkan bahwa hasil belajar IPA merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas belajar IPA yang ditunjukan dalam bentuk angka-angka seperti yang dapat dilihat dari nilai rapor. Dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji minat belajar dengan ranah afektif dan hasil belajar dengan ranah kognitif (mengingat dan memahami). Hasil belajar IPA juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPA yang dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah melakukan tes.
2.1.5. Model Pembelajaran Menurut Suprijono (2011) model pembelajaran merupakan perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh pendidik di kelas. Model pembelajaran juga dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi petunjuk kepada pendidik di kelas. Menurut Joyce & Weil dalam (Trianto, 2011) mendefinisikan model pembelajaran sebagai perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain- lain.
17
Dari definisi yang diungkapkan oleh Joyce & Weil dapat dikatakan bahwa model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, sehingga pendidik dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien dengan materi untuk mencapai tujuan pendidikan dan membuat hasil belajar lebih baik. Menurut Trianto (2011) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar. Berdasarkan pendapat tentang model pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah proses kegiatan belajar mengajar yang dirancang secara sistematis dari awal sampai akhir pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
2.1.6. Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Menemukan Sendiri (Inkuiri) a.
Hakikat Contextual Teaching and Learning (CTL) Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep
yang membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga atau masyarakat (Suprijono 2011: 79-80). Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran kontekstual adalah teori pembelajaran konstruktivisme. Esensi teori tersebut adalah peserta didik diusahakan harus dapat menemukan serta mentransformasikan suatu informasi yang kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Nurhadi, dkk (2003: 11) mengemukakan beberapa pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) dari berbagai sumber, yaitu: 1.
Menurut Johnson
18
CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik melihat makna dalam bahan-bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya dan budayanya.
2.
Menurut The Washington Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan peserta
didik memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika peserta didik menerapkan dan mengalami yang diajarkan dan mengacu pada masalah-masalah nyata yang berasosiasi dengan peranan dan tanggungjawab mereka sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, peserta didik dan selaku pekerja. 3.
Menurut proyek yang dilakukan oleh Centre on Education and Work at the University of Wisconsin-Madison Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar mengajar yang
membantu pendidik menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata, dan memotivasi peserta didik membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan peserta didik sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar. Pembelajaran kontekstual dilakukan dengan berbasis masalah, menggunakan cara belajar yang dilakukan sendiri, berlaku dalam kehidupan peserta didik, menggunakan penilaian autentik, dan menggunakan pola kelompok yang bebas. Dari berbagai definisi di atas, diambil kesimpulan bahwa dengan model Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar, dimana pendidik menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan ke dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara peserta didik memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit dan dari proses
19
mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
b. Prinsip-Prinsip Contextual Teaching and Learning (CTL) Contextual Teaching and Learning (CTL) mempunyai beberapa prinsip pokok. Jika prinsip itu dilaksanakan maka dapat dijamin bahwa pembelajaran kontekstual yang dilaksanakan akan berhasil seutuhnya. Untuk mewujudkan pembelajaran dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) yang
ideal
menurut Rusman (2010: 193), terdapat tujuh prinsip
kontekstual yang harus dikembangkan oleh pendidik, yaitu : 1.
Kontruktivisme (Contructivision) Kontruktivisme
merupakan
landasan
berpikir
filosofi
model
pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat faktafakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Peserta didik
perlu dibiasakan untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Pendidik tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktis adalah ide bahwa peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Berdaarkan hal ini, maka pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkontruksi bukan menerima pengetahuan. 2.
Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, selalu bermula dari bertanya, karena bertanya merupakan setrategi utama pembelajaran yang berbasis
20
kontekstual. Dalam usaha pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: a) menggali informasi, baik administrasi maupun akademis, b) mengecek pemahaman peserta didik, c) membangkitkan respon kepada peserta didik, d) mengetahui sejauhmana keingintahuan peserta didik, e) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui peserta didik, f) menfokuskan perhatian peserta didik pada sesuatu yang dikehendaki pendidik, g) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari peserta didik untuk menyegarkan kembali pengetahuan peserta didik, h) untuk menyegarkan kembali pengetahuan peserta didik. 3.
Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Pendidik harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
4.
Masyarakat Belajar (Learning Community) Konsep masyarakat belajar menyarankan agar kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh melalui sharing antar teman, antar kelompok,dan antar yana tahu kepada yang belum tahu. Diruang ini di kelas ini, di sekitar ini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semuanya adalah anggota masyarakat belajar.
5.
Pemodelan (Modeling) Komponen model pembelajaran selanjutnya adalah pemodelan. Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang di tiru. Model itu member peluang besar bagi pendidik untuk memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu pendidik member model tentang bagaimana cara belajar. Sebagian pendidik memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum peserta didik melaksanakn tugas, misalnya cara
21
menemukan kata kunci bacaan. Dalam pembelajaran tersebut pendidik mendemontrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan dengan cara menelusuri bacaan secara cepat, dengan memanfaatkan gerak mata. Secara sederhan kegiatan ini disebut pemodelan. Pendidik berperan sebagai model yang biasa ditiru dan diamati peserta didik, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci.
6.
Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Peserta didik
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai
struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, akt4itas, atau pengetahuan yang baru diterima. Pada akhir pelajaran, refleksi dapat dilakukan melalui pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu, catatan atau jurnal di buku peserta didik , diskusi, kesan, dan saran peserta didik mengenai pembelajaran hari itu. Melalui refleksi peserta didik merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya serta berfungsi sebagai umpan balik. 7.
Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment) Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa menberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik . Gambaran perkembangan belajar peserta didik perlu diketahui oleh pendidik agar bisa memastikan bahwa peserta didik mengalami proses pembelajaran dengan benar. Program pembelajaran yang dirancang oleh pendidik dalam bentuk tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama peserta didik selama berlangsungnya
proses
pembelajaran
peserta
didik
harus
tercermin
penerapannya dari ketujuh komponen CTL dengan jelas. Adanya ketujuh komponen tersebut maka setiap pendidik memiliki persiapan yang utuh
22
mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing kegiatan belajar-mengajar di kelas.
c.
Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Menemukan Sendiri (Inkuiri) Menurut Nurhadi (2002), “Inkuiri merupakan kegiatan dari pembelajaran
berbasis kontruktivisme”. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh peserta didik diharap bukan dari proses mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari hasil penyelidikan sendiri. Pendidik harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan penyelidikan, apapun materi yang diajarkanya. Setelah menemukan atau memperoleh ketrampilan maka peserta didik diharapkan dapat mengkomunikasikanya melalui melalui Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri). Peranan pendidik disini adalah sebagai fasilitator dan pembimbing. Tugas pendidik adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada peserta didik untuk dipecahkanya. Roestiyah (2001: 75) menyatakan bahwa inkuiri merupakan suatu tehnik atau cara yang diigunakan pendidik untuk mengajar didepan kelas dan peserta didik diharapkan aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah, akhirnya dapat mencapai kesimpulan yang disetujui bersama. Berdasarkan definisi model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) yang dikemukakan para ahli dapat disimpulkan bahwa model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri)
merupakan kegiatan belajar mengajar
dimana peserta didik dihadapkan pada suatu masalah untuk dicari jawaban atau kesimpulan, sehingga menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar yang aktif. Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) berpusat pada kegiatan peserta didik, namun pendidik tetap memegang peran penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar. Menurut Kuslan dan Stone dalam Amri (2010: 104) proses belajar mengajar dengan model inkuiri ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
23
1. Menggunakan ketrampilan proses; 2. Jawaban yang dicari peserta didik tidak diketahui terlebih dahulu; 3. Suatu masalah ditemukan dengan pemecahan sendiri; 4. Hipotesis dirumuskan oleh peserta didik untuk membimbing percobaan dan eksperimen; 5. Peserta didik mengusulkan cara-cara pengumpulan data yang diperlukan; 6. Peseta didik melakukan penelitian secara individu atau kelompok untuk mengunpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis; 7. Peserta didik mengolah data sehingga mereka mencapai pada kesimpulan. Berdasarkan ciri-ciri model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri), pendidik berusaha membimbing, melatih dan membiasakan peserta didik terampil berpikir karena mereka mengalami keterlibatan secara mental maupun secara fisik seperti terampil menggunakan alat peraga, terampil untuk merangkai peralatan percobaan dan sebagainya. Dari aspek lain pendidik berkewajiban menggiring peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri. Tujuan penggunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) ini menurut National Research Council dalam Amri (2010: 91) adalah: 1. Mengembangkan keinginan dan motivasi peserta didik untuk mempelajari prinsip dan konsep sains; 2. Mengembangkan ketrampilan ilmiah peseta didik sehingga mampu bekerja seperti seorang ilmuan; 3. Membiasakan peserta didik bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan. Untuk pencapaian tujuan pengunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat dilihat dari keunggulan model inkuiri tersebut. Model inkuiri ini memiliki keungulan, menurut Roestiyah (2001: 76-11) yaitu 1. Dapat membentuk dan mengunakan “sel-consept” pada diri peseta didik, sehingga peserta didik dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik.
24
2. Dembantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi belajar yang baru. 3. Mendorong peseta didik untuk berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka. 4. Mendorong peserta didik untuk berfikir kritis dan merumuskan hipotesis sendiri. 5. Member keputusan yang bersifat interinsik. 6. Situasai pembelajaran lebih mengairahkan. 7. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. 8. Memberi kebebasan peserta didik untuk belajar sendiri. Pada prinsipnya keunggulan pengunaan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat dicapai melalui langkah-langkah pembelajaran yang sesuai. Menurut Eggen dan Kauchack dalam Trianto (2011: 141) menyatakan, ada 6 tahapan yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran dalam menggunakan pengunaan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) yaitu: 1.
Menyajikan Pertanyaan atau Masalah Pada tahapan penyajian pertanyaan atau masalah pendidik membimbing peserta didik mengidentifikasi masalah dan masalah ditulis di papan tulis. Pendidik membawa peserta didik dalam kelompok.
2.
Membuat Hipotesis Pada tahap membauat hipotesis pendidik memberikan kesempatan pada peserta didik untuk curah pendapat dalam bentuk hipotesis. Pendidik membimbing peserta didik dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang jadi prioritas penyelidikan.
3. Merancang Percobaan Pada tahap merancang percobaan pendidik memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Pendidik membimbing peserta didik mendiktekan langkah-langkah percobaan.
25
4. Melakukan Percobaan untuk Memperoleh Informasi Pada tahapan ini pendidik membimbing peserta didik mendapatkan informasi dari percobaan. 5. Mengumpulkan dan Menganalisis Data Pada tahapan mengumpulkan dan menganalisis data pendidik memberikan kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul. 6.
Membuat Kesimpulan Tahap terakhir adalah tahap membuat kesimpulan dimana peserta didik diarahkan untuk menemukan jawaban atau kesimpulan yang paling tepat atas permasalahan yang diajukan bedasarkan analisis data sebelumnya.
Dari enam langkah-langkah menurut Eggen & Kauchak, Sanjaya (2008: 202) juga mengungkapakan bahwa langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri)
meliputi: orientasi, merumuskan masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan. Untuk lebih jelasnya sebagai berikut: 1.
Orientasi Pada tahap ini pendidik melakukan langkah-langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapakan dapat dicapai oleh peserta didik; menjelaskan pokok-pokok bagian yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai tujua. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan; menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar peserta didik.
2.
Merumuskan Masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa peserta didik pada persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah
26
persoalan yang menantang peserta didik untu memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam merumuskan masalah tentu ada jawabanya dan pesrta didik didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut peserta didik akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. 3.
Merumuskan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan pendidik untuk mengembangkan kemampuan menebak, berhipotesis, pada setiap peserta didik adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong peserta didik untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan. Kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
4.
Mengumpulkan Data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam mengembangkan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi
yang kuat
dalam belajar, akan tetapi juga
membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. 5.
Menguji Hipotesis Menguji hipoesis adlah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
6.
Merumuskan Kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendiskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan
27
yang akurat sebaiknya pendidik mampu menunjukkan apada peserta didik data mana yang relevan.
Setelah langkah-langkah menurut Eggen, Kauchak dan Sanjaya adapaun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) menurut Kumalasari, Kokom (2011: 23-74) antara lain: 1.
Merumuskan Masalah Pembelajaran biasanya dimulai dengan pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu peserta didik dan atau kekaguman peserta didik akan satu fenomena. Peserta didik diberi kesempatan bertanya yang dimaksudkan sebagai pengarah kepertanyaan inti yang akan dipecehkan oleh peserta didik. Selanjutnya, pendidik menyampaikan pertanyaan inti atau maslah inti yang harus dipecahkan oleh pendidik.
2.
Mengamati atau Melakukan Observasi Lapangan Membaca buku atau sumber laian untuk mendapatkan informasi pendukung. Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau objek yang diamati.
3.
Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lain.
4.
Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, pendidik atau audien lainnya karya peserta didik disampaikan kepada teman sekelas atau kepada orang banyak untuk mendapatkan masukkan, bertanya jawab dengan teman memunculkan ide-ide baru.
5.
Melakukan Refleksi Menempelkan gambar, karya tulis, peta dan sejenisnya didinding sekolah, majalah dinding, majalah sekolah dan sebagainya.
Dari beberapa teori mengenai langkah-langkah pembelajaran model Contextual Teaching and Learning (CTL ) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) yang sudah termodifikasi, yaitu tahap penyajian masalah, tahap membuat
28
hipotesis, tahap merancang dan melakukan percobaan, tahap penyajian hasil percobaan, tahap penarikan kesimpulan. 1.
Tahap Penyajian Masalah a) Peserta didik dibagi dalam 4 kelompok yang anggotanya 5-6 peserta didik. b) Setiap kelompok menerima lembar permasalahan (LKS). c) Peserta didik dalam kelompok membaca atau
menyimak materi yang
diberikan. 2.
Tahap Membuat Hipotesis a) Peserta didik menyampaikan persepsi tentang permasalahan yang diperoleh dalam kelompok. b) Setiap kelompok membuat hipotesis atas permasalahan yang diberikan pendidik dalam LKS.
3.
Tahap Melakukan Percobaan Peserta didik dalam kelompok melakukan percobaan sesuai dengan materi dalam kehidupan sehari-hari. Langkah-langkah percobaan yang akan dilakukan peserta didik antara lain: a) Pendidik dan peserta didik menyiapkan alat dan bahan percobaan b) Pendidik menjelaskan aturan dalam melakukan setiap percobaan. c) Peserta didik mengambil alat dan bahan yang dibutuhkan dalam melakukan percobaan. d) Setiap kelompok melakukan kegiatan percobaan, pendidik menjadi fasilitator. e) Kelompok yang sudah melakukan percobaan itu berdiskusi (pemecahan masalah) dan mengutarakan hasil pengamatannya untuk disimpulkan. f) Peserta didik bekerja sama dalam kelompoknya untuk menyimpulkan dari hasil percobaan.
4.
Tahap Penyajian Percobaan a) Peserta didik mempresentasikan hasil percobaan tentang materi. b) Melakukan tanya jawab.
5.
Tahap Penarikan Kesimpulan
29
a) Peserta didik membuat kesimpulan dari materi pelajaran yang telah dipelajari. b) Peseta didik melakukan refleksi mengenai materi yang telah dipelajari.
2.2. Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang terkait dengan Model Contextual Teaching Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri): 1.
Nugroho, Ulfi Sindu. 2012. Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) dengan menemukan sendiri Peserta didik Kelas IV SD Negeri Salatiga 12 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga pada Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi, Fakultas Kependidikan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Program Studi Pendidikan Pendidik Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Kristen Satya Wacana. Latar belakang masalah dalam penelitian ini di dasarkan adanya tujuan pembelajaran IPA yang menuntut keterlibatan peserta didik untuk aktif dan mengaktualisasikan konsep materi yang sudah dipelajari. Salah satu cara untuk mengaktifkan peserta didik yakni dengan menggunakan pendekatan contextual teaching learning (CTL) dengan menemukan sendiri konsep yang telah dipelajari. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Model PTK yang digunakan adalah model spiral dari C. Kemmis dan Mc Taggart, R dengan menggunakan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri dari 3 tahap yakni 1) perencanaan tindakan, 2) pelaksanaan tindakan dan observasi, dan 3) refleksi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar IPA dengan kompetensi gaya yang dapat mengubah gerak suatu benda melalui penggunaan pendekatan CTL dengan menemukan sendiri. Skor ratarata yang diperoleh di kondisi pra siklus sebesar 74,51 naik menjadi 92,42 pada siklus 1 dan pada siklus 2 naik lagi menjadi 94,76. Adapun ketuntasan belajar klasikal pada kondisi pra siklus 67,57 %, siklus I naik menjadi 78,38% dan pada siklus 2 naik menjadi 100%. Sedangkan skor minimal pada kondisi prasiklus sebesar 46, pada siklus 1 naik menjadi 75,33 dan pada
30
siklus 2 tetap 90,17. Sedangkan skor maksimal pada kondisi prasiklus 96 dan siklus 1 sebesar 99,42 dan siklus 2 naik menjadi 99,75. 2.
Maulani Aries, Armi. 2013. Penggunaan Model Pembelajaran CTL Untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SDN Regunung 01 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi, Fakultas Kependidikan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Program Studi Pendidikan Pendidik Sekolah Dasar (PGSD Universitas Kristen Satya Wacana. Peningkatan minat dapat dilihat dari peningkatan persentase skor angka minat belajar siswa terhadap IPA yaitu sebesar 75. Pra siklus menunjukkan hanya 4 siswa atau 16,67 % dari seluruh siswa yang memiliki minat terhadap IPA sisanya sebanyak 20 siswa atau 83,33% kurang minat terhadap IPA. Pada siklus I siswa yang minat terhadap IPA sebanyak 13 siswa atau 54,17% sedangkan yang kurang minat terhadap IPA sebanyak 11 siswa atau 45,83%. Pada siklus II siswa yang minat terhadap IPA hanya sebanyak 23 siswa atau 95,83%. Sedangkan siswa yang kurang minat terhadap IPA sebanyak 1 siswa atau 4,17%. Peningkatan hasil belajar IPA ditunjukkan sebagai berikut:pada pra siklus siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM = 70) sebanyak 6 siswa atau 25,00% sedangkan yang belum mencapai KKM sebanyak 18 siswa atau 75,00%. Pada siklus I Siswa yang mencapai KKM 14 siswa atau 58,33% sedangkan yang belum dapat mencapai KKM sebanyak 10 siswa atau 41,67%. Pada pembelajaran siklus II siswa yang mencapai KKM sebanyak 22 siswa atau 91,67% sedangkan yang belum dapat mencapai KKM sebanyak 2 siswa atau 8,33%.
Berdasarkan
hasil
penelitian
tersebut
bahwa
pembelajaran
yang
menggunakan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat meningkatkan minat dan hasil belajar peserta didik. Model ini dapat meningkatkan minat dan hasil belajar peserta didik karena dalam model ini menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan sendiri konsep materi yang diajarkan, sehingga mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannnya dalam kehidupan sehari-
31
hari.
Sehubungan
dengan
hal
tersebut,
peneliti
merasa
perlu
untuk
mengembangkan penelitian supaya model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat digunakan sebagai model pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan hasil belajar peserta didik.
32
2.3. Kerangka Berfikir
Pra Siklus
PENDIDIK: Model pembelajaran yang digunakan konvensional. Berpusat pada pendidik
PESERTA DIDIK :
Minat dan hasil bejalar IPA peserta didik rendah.
Pendidik menggunakan Model CTL dengan menemukan sendiri (Inkuiri) , dengan sintak sebagai berikut:
Tindakan
Kondisi Akhir
1. Peserta didik dibagi dalam 4 kelompok yang anggotanya 5-6 peserta didik. 2. Setiap kelompok menenerima lembar kerja peserta didik (LKS) 3. Peserta didik dalam kelompok menyimak atau membaca materi yang diberikan. 4. Peserta didik menyampaikan persepsi tentang permasalahan yang dihadapi dalam kelompoknya untuk membuat hipotesis. 5.Kondisi PesertaAwal didik dalam kelompok melakukan percobaan sifat cahaya 6. Kelompok yang sudah melakukan percobaan itu bekerja sama (pemecahan masalah) dan mengutarakan hasil pengamatannya untuk disimpulkan. 7. Peserta didik mempresentasikan hasil percobaan sifat cahaya yang sudah didiskusikan dengan kelompok. 8. Peserta didik membuat kesimpulan. 9. Peserta didik dan pendidik melakukan refleksi. 10. Peserta didik mengerjakan evaluasi.
SIKLUS I : Menggunakan Model CTL dengan menemukan sendiri (Inkuiri).
SIKLUS II : Menggunakan Model CTL dengan menemukan sendiri (Inkuiri).
Melalui penerapan model Contextual Teaching Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat meningkatkan minat dan hasil belajar IPA peserta didik.
33
Skema alur berpikir tersebut menunjukkan bahwa pra siklus pada pembelajaran IPA peserta didik kelas V SD Negeri Kalibeji minat dan hasil belajar IPA rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran pendidik menggunakan model pembelajaran konvensional yang berpusat pada pendidik, sehingga peserta didik cepat merasa bosan dan perhatian peserta didik teralih pada hal lain diluar kegiatan pembelajaran. Melihat kondisi tersebut, peneliti berkolaborasi dengan pendidik kelas V untuk melakukan tindakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) Maka dengan penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) diharapkan dapat meningkatkan minat dan hasil belajar IPA peserta didik kelas V SD Negeri Kalibeji Kab. Semarang semester II tahun ajaran 2013/2014. Selain itu dapat memberikan masukkan bagi pendidik untuk selalu menerapkan pembelajaran inovatif dan menyenangkan agar peserta didik berminat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
2.4. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka dapat diajukan hipotesis yang berbunyi: “Pembelajaran dengan menggunakan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menemukan sendiri (Inkuiri) dapat meningkatkan minat dan hasil belajar IPA peserta didik kelas V SD Negeri Kalibeji semester II tahun pelajaran 2013/2014”.