BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Suatu teori akan memperoleh arti yang penting, apabila lebih banyak dapat melukiskan, menerangkan, dan meramalkan gejala yang ada. Teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan. Sugiyono (2012:52) menyatakan “landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan cobacoba” sehingga kajian teori sangat penting untuk membangun kerangka berfikir atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. 2.1.1 a.
Ilmu Pengetahuan Sosial
Pengertian IPS Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang memang
sudah diterapkan dari jenjang SD/MI, sampai tingkat sekolah menengah baik SMP maupun SMA. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran pada jenjang pendidikan di tingkat sekolah yang dikembangkan secara terintegrasi dengan mengambil konsep-konsep esensial dari Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora. IPS mengkaji berbagai masalah-masalah dan fenomena sosial yang ada di masyarakat. Ilmu pengetahuan sosial merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, antara lain seperti ekonomi, sejarah, geografi, dan sosiologi yang disusun secara sistematis dan terpadu yang kemudian menjadi suatu disiplin ilmu yang tidak dapat dipecah-pecah lagi karena telah terintegrasi dalam ilmu pengetahuan sosial. Soemantri dalam Sapriya (2011:11) menyatakan bahwa “Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan dikaji secara ilmiah dan pedagogis atau psikologis untuk tujuan pendidikan.” Pendapat serupa dikemukakan oleh Trianto (2010:171) menyatakan bahwa: “Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu sosial yang dimaksud seperti sosiologi,
7
8
sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial masyarakat yang diwujudkan dalam satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial tersebut”. Berdasarkan penjelasan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yaitu mata pelajaran yang merupakan suatu perpaduan dari sejumlah disiplin ilmu sosial seperti geografi, sosiologi, sejarah, ekonomi, hukum, politik, kewarganegaraan dan masih banyak lagi. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) lebih banyak menekankan hubungan antara manusia dengan masyarakat, hubungan manusia didalam masyarakat, disamping hubungan manusia dengan lingkungan fisiknya. b. Tujuan Pembelajaran IPS Tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) terutama membantu para siswa selaku warga negara agar mampu menjadi warga negara yang baik, dan mampu untuk mengambil keputusan secara rasional dengan dasar informasi yang mencukupi, dalam kaitan dengan permasalahan sosial yang hasilnya tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi,keluarga, tetapi juga berguna bagi masyarakat dan bangsanya sebagai bentuk perwujudan cinta tanah air. ”Gross, Solihatin (2007:14) menyebutkan bahwa tujuan Pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat. Secara tegas ia mengatakan “to prepare students to be will-functioning citizen in a democratic society”. Tujuan lain dari pendidikan IPS adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya. Berdasarkan berbagai definisi tentang tujuan pendidikan IPS di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan IPS di SMP bertujuan untuk membentuk warga negara yang memiliki ketrampilan yang berguna bagi dirinya sendiri, orang lain, maupun negara, serta menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa serta memiliki rasa cinta tanah air dan kepedulian sosial yang tinggi. Ilmu Pengetahuan Sosial juga bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik dalam kehidupan berbangsa.
9
c.
Karakteristik Pembelajaran IPS Karakteristik mata pelajaran IPS berbeda dengan disiplin ilmu lain yang
bersifat monolitik. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi. Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdarkan realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan interdisiplinerdari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial tersebut. Trianto (2010:175) menyatakan bahwa mata pelajaran IPS di SMP/ MTs memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut: 1) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama. 2) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu. 3) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. 4) Standar Kompetensi dan Kompetesi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses, dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar surviveseperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan. Berdasarkan perspektif mengenai karakteristik IPS di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah salah satu mata pelajaran yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu yaitu ekonomi, geografi, sosiologi, dan sejarah yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial serta dikaji dengan pendekatan interdisipliner. 2.1.2 a.
Hasil Belajar
Pengertian Hasil belajar Pendidikan bertujuan antara lain mengembangkan dan meningkatkan
kepribadian individu yang sedang melakukan proses pendidikan. Perkembangan kepribadian erat hubungannya dengan perubahan tingkah laku yang telah dihasilkan dan ingin mengetahui hasil perolehannya dalam suatu pendidikan dikenal dengan istilah prestasi belajar.
10
Bell Gredler dalam Winataputra (2008:1.5) menyatakan: belajar adalah peroses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan bekelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Penguasaan hasil belajar dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam
bentuk
penguasaan
pengetahuan,
keterampilan
berpikir
maupun
keterampilan motorik. Di sekolah, hasil belajar atau prestasi belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata pelajaran yang telah ditempuhnya. Alat untuk mengukur prestasi/hasil belajar disebut tes prestasi belajar atau achievement test yang disusun oleh guru. Sudjana (2001:22) mengatakan “Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Semakin tinggi proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa”. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa. Menurut Suprijono (2013:5) “Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati proses belajar. Maka pengukuran yang dilakukan guru lazimnya menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Dari beberapa pengertian tentang hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merujuk pada perubahan kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude)siswa setelah melakukan proses kegiatan belajar. Perubahan tersebut dapat diukur melalui pengukur prestasi/hasil belajar yang disebut tes prestasi belajar atau achievement test yang disusun oleh guru dengan kriteria-kriteria penilaian yang sesuai dan dengan patokan-patokan tertentu. b. Ranah Hasil Belajar Menurut teori Taksonomi Bloom (dalam Usman, 2010:34): tujuan instuksional pada umumnya dikelompokkan kedalam tiga kategori , yakni domain kognitif, afektif dan psikomotor. Domain kognitif mencakup
11
tujuan yang berhubungan dengan ingatan (recall), pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Domain afektif mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan sikap, nilai, perasaan dan minat. Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak (motor). Usman (2010:34-35) Hasil belajar terdapat tiga ranah antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor yaitu dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penelitian. 2) Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif memiliki lima jenjang kemampuan yaitu penerimaan, pemberian respon, penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi dengan suatu nilai. 3) Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan peniruan, manipulasi benda-benda, ketetapan, artikulasi, pengalamiahan. Penelitian ini mengarah pada ranah kognitif dan ranah afektif, karena penelitian pada ranah kognitif ditujukan untuk melihat hasil belajar siswa, dalam hal ini dilakukan suatu penilaian dilakukan penilaian terhadap siswa dan tes digunakan untuk mengetahui hasil pemahaman siswa terhadap mata pelajaran IPS, sedangkan pada ranah afektif ditujukan untuk melihat keaktifan belajar siswa yang dapat diukur melalui alat ukur dengan dengan syarat-syarat tertentu. 2.1.3 a.
Keaktifan Siswa
Pengertian Keaktifan Siswa Kegiatan pembelajaran yang baik adalah kegiatan pembelajaran yang
didalamnya terdapat interaksi positif antara guru dengan siswa dan antar siswa. Kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna jika tidak hanya terjadi oleh komunikasi satu arah, yaitu komunikasi yang dilakukan oleh guru terhadap siswa yang hanya membuat siswa mudah bosan dan sulit untuk menangkap penjelasan dari guru. Oleh karena itu, agar kegiatan pembelajaran tidak membosankan guru harus dapat memfasislitasi siswa dalam pembelajaran yang aktif. Menurut Asmani (2012:64), “istilah aktif disini lebih tepat merupakan lawan dari pembelajaran
12
konvensional, gurulah yang mendominasi”. Sementara, pada pembelajaran aktif siswalah yang banyak melakukan aktivitas belajar. Usman (2010:6) menyatakan “mengajar bukan sekedar proses menyimpan ilmu pengetahuan, melainkan terjadinya interaksi manusiawi dengan berbagai aspeknya yang cukup kompleks”. Pendekatan pembelajaran konvensional dan pendekatan pembelajaran aktif tersebut masih tetap menonjolkan keaktifan siswa, namun dalam kadar yang berbeda.
Secara
kuantitatif,
Depdiknas
pernah
menetapkannya
dengan
perbandingan 3:7. Pada pendekatan konvensional (implementasi kurikulum 1994 dan sebelumnya), 70% guru ceramah dan 30% siswa aktif melakukan kegiatan. Silberman, M dalam Asmani (2012:65) menggambarkan: Saat belajar aktif, para siswa melakukan banyak kegiatan. Mereka menggunakan otak untuk mempelajari ide-ide, memecahkan permasalahan, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif adalah mempelajari dengan cepat, menyenangkan, penuh semangat, dan terlibat secara pribadi untuk mempelajari sesuatu dengan baik. Oleh karena itu, siswa harus mendengar, melihat, menjawab pertanyaan, dan mendiskusikannya dengan orang lain. Menurut Mayer dalam Asmani (2012:67) “siswa yang aktif tidak hanya sekedar hadir di kelas, menghafalkan, dan akhirnya mengerjakan soal-soal di akhir pelajaran”. Siswa harus terlibat aktif secara fisik maupun mental. Menurut Usman (2010:22), aktivitas siswa dapat digolongkan kedalam beberapa hal: 1. Aktivitas visual yang meliputi meliputi membaca, menulis, melakukan eksperimen, dan demonstrasi. 2. Aktivitas lisan meliputi bercerita, membaca sajak, Tanya jawab, diskusi dan menyanyi. 3. Aktivitas mendengarkan meliputi mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan. 4. Aktivitas gerak seperti senam, atletik, menari, melukis dan aktivitas menulis seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat. 5. Aktivitas menulis seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat. Setiap jenis aktivitas tersebut memiliki bobot yang berbeda tergantung pada tu juan mana yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-
13
masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. Dari beberapa pendapat tentang keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat disimpulkan bahwa siswa merupakan subyek didik yang merencanakan dan melaksanakan belajar itu sendiri sedangkan guru bertugas untuk memfasilitasi siswa dalam pembelajaran yang aktif.
b. Indikator Keaktifan Siswa Menurut Usman (2010:22) terdapat aspek keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, yaitu: 1. Aktivitas visual (visual activities) yang meliputi membaca, menulis, melakukan eksperimen, dan demonstrasi. 2. Aktivitas lisan (oral activities) meliputi bercerita, membaca sajak, Tanya jawab, diskusi dan menyanyi. 3. Aktivitas mendengarkan (listening activities) meliputi mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan. 4. Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis dan aktivitas menulis seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat. 5. Aktivitas menulis (writting activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat. c. Sikap Guru yang Menerapkan Belajar Aktif Asmani (2012:79) menyatakan bahwa mengajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar siswa, maka guru harus selalu mengembangkan sikap dan perilaku sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Terbuka, mau mendengarkan pendapat siswa. Membiasakan siswa untuk mendengarkan bila guru berbicara. Menghargai perbedaan pendapat. Mentolerir perbuatan siswa yang salah dan mendorong untuk memperbaiki. Menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri siswa. Memberi umpan balik terhadap hasil kerja siswa Tidak terlalu cepat membantu siswa. Tidak kikir untuk memuji dan menghargai hasil karya siswa.
14
9. Tidak menertawakan pendapat atau hasil karya siswa, sekalipun kurang berkualitas. 10. Mendorong siswa untuk tidak takut melakukan kesalahan dan berani menanggung resiko atas semua tindakannya. 2.1.4
Model Pembelajaran Kooperatif
a. Landasan Pemikiran Joyce & Weil (Rusman: 2011) berpendapat “model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentu kurikulum, merancang bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas”. Sedangkan menurut Suprijono (2013:45), “model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas”. Lebih singkatnya, model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk mberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dalam kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disampaikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. Selama belajar secara kooperatif siswa tetap berada didalam kelompoknya hingga beberapa kali pertemuan. Siswa diajarkan beberapa keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dalam kelompoknya dengan baik, sperti menjadi penddenganr yang aktif, memberikan penjelasan kepada kelompoknya dengan baik. Agar kegiatan belajar dapat berjalan dengan baik siswa harus diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan, topik bahasan atau tugas yang nantinya akan mereka laksanakan secara bersama-sama. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru dan saling membantu antara teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan
15
materi. Belajar belum selesai apabila salah satu anggota kelompok belum menguasai materi. Sebagaimana model-model pembelajaran lain, model pembelajaran kooperatif memiliki tujuan-tujuan, langkah-langkah, lingkungan belajar dan sistem pengelolaan yang khas. Menurut Roger dan David Johnson (dalam Rusman, 2011:212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu sebagai berikut: 1. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif , keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan. 2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut. 3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain. 4. Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran. Unsur ini juga agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan untuk berkelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. a. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Berdasarkan landasan pemikiran tentang pembelajaran kooperatif, terlihat bahwa ide utama dari belajar kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Salvin (Trianto, 2009:65) mengatakan bahwa sebagai tambahan, belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi. Johnson &Johnson
16
(Trianto, 2009:57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Dari beberapa pendapat di atas jelas bahwa tujuan dari belajar kooperatif adalah agar siswa dapat dengan lebih mudah menguasai materi dengan ketrampilan bekerja atau belajar dalam kelompok. Karena siswa bekerja dalam satu team, maka diharapkan dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah. Tidak seperti kelompok belajar konvensional, kelompok belajar koopertif memiliki banyak manfaat dan tujuan yang jelas, bukan hanya sekedar belajar dalam kelompok-kelompok kecil, melainkan juga melatih siswa bagaimana cara melatih sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan sesama siswa yang berbeda latar belakangnya. Tabel 2.1 Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok belajar Konvensional Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motifasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individu yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salag seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng keberhasilan “pemborong”.
Kelompok belajar heterogen baik dalam Kelompok kemampuan akademik, jenis kelamin,
belajar
biasanya
17
ras, etnik, dan sebagainya sehingga homogen. dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberi bantuan. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok biasanya ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan utnuk memilih dengan cara masingmasing.
Keterampilan sosial yang diperlukan Keretampilan sosial sering tidak dalam kerja gotong royong seperti secara langsung diajarkan. kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan. Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan guru pada saat kelompok sedang berlangsung.
Guru memerhatikan secara proses Guru sering tidak memerhatikan kelompok yang terjadi dalam kelompok- proses kelompok yang terjadi kelompok belajar. dalam kelompok-kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada Penekanan sering hanya penyelesaian tugas, tetapi juga penyelesaian tugas. hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)
pada
Killen Dalam Trianto (2009: 58-59) 2.1.5 a.
Metode Two Stay Two Stray (TSTS)
Pengertian Secara etimologis metode berasal dari kata ‘met’ da ‘hodes’ yang berarti
melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga terdapat dua hal penting yang terdapat
18
dalam sebuah metode yaitu cara melakukan sesuatu dan rencana dalam pelaksanaan. Menurut Sagala (2005:201) “Hal yang penting dalam metode ialah, bahwa setiap metode pembelajaran yang digunakan bertalian dengan tujuan belajar yang ingin dicapai” dari penjelasan tersebut untuk mendorong keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar, guru seharusnya mengerti akan fungsi, dan langkah-langkah pelaksanaan mengajar. Terdapat beberapa metode pada pembelajara kooperatif, antara lain: jigsaw, Think-Pair-Share, Nubered Heads Togather, Group Investigation, Two Stay Two Stray, Make a Match, Listening Team, Inside-Outside Circle, Bamboo Dancing, The Poer of Two (Suprijono, 2013:89) Salah satu metode dari model pembelajaran kooperatif adalah metode two stay two stray. “Dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Two stay two stray yaitu salah satu metode pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya. Struktur two stay two stray (TSTS) yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain (Lie, 2008). Teknik ini biasa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik, hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling tergantung satu sama lainnya. Lie (2008:61) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif two stay two stray dapat megarahkan siswa untuk lebih aktif, siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.
19
Berdasarkan paparan tentang metode TSTS, dapat disimpulkan bahwa metode TSTS adalah siswa bekerja dalam berkelompok, kemudian diberikan permasalahan yang harus mereka kerjakan dengan cara kerjasama. Setelah kerjasama intra kelompok, separuh anggota kelompok dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompok untuk bertemu dengan kelompok lainnya. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas bertamu, tetap berada dalam kelompok untuk bertemu dengan kelompok lain. Anggota kelompok yang bertemu wajib datang pada semua kelompok. Setelah semua proses selesai, mereka kembali ke kelompok masing-masing untuk mencoba dan membahas hasil yang diperoleh. b. Ciri-ciri metode pembelajaran Two Stay Two Stray Ciri-ciri metode pembelajaran TSTS, yaitu: 1.
Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2.
Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3.
Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
4.
Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
c.
Tujuan Huda (2013:207) menyatakan bahwa metode TS-TS merupakan sistem
pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik. Model pembelajaran kooperatif metode TSTS memiliki tujuan yaitu siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif metode TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan metode pembelajaran two stay two stray ini karena terdapat pembagian kerja
20
kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar. d. Tahapan-tahapan dalam metode two stay two stray Suprijono (2013:93) menyatakan: Metode two stay two stray atau metode dua tinggal dua tamu. Pembelajaran dengan metode itu diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahanpermasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya. Setelah diskusi intra kelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai duta (tamu) mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan. Adapun teknik dalam TSTS Lie (2008:61) adalah sebagai berikut: 1. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa; 2. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain; 3. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka; 4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain; 5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Gambar 2.1 Bagan Proses Pembelajaran TSTS (Sumber: Adaptasi dari Lie, 2008:62)
21
Menurut Huda (2013:208), Sintak metode TS-TS dapat dilihat pada rincian tahap-tahap berikut ini. 1) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen, misalnya satu kelompok terdiri dari 1 siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang dan 1 siswa berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling mendukung. 2) Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing. 3) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir. 4) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain. 5) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu dari kelompok lain. 6) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. 7) Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. 8) Masing-masing kelompok mempresentasikn hasil kerja mereka. e.
Kelebihan dan kekurangan metode TSTS Suatu metode pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan.
Adapun kelebihan dari metode TSTS adalah sebagai berikut, Lie (2002:61): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1) 2) 3) 4)
Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna Lebih berorientasi pada keaktifan. Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar Sedangkan kekurangan dari metode TSTS adalah: Membutuhkan waktu yang lama Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Hasil penelitian ini relevan dengan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Kirniati (2012) yang berjudul “Penggunaan Metode Kooperatif
22
Tipe Two Stay - Two Stray Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Dalam Pembelajaran Ikhtisar Dan Laporan Keuangan Siklus Akuntansi Perusahaan Jasa Di SMA Negeri 2 Salatiga” disimpulkan bahwa penerapan metode kooperatif tipe two stay – two stray untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar, minat belajar siswa terhadap pelajaran ikhtisar dan laporan keuangan setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan metode kooperatif tipe two staytwo stray mengalami peningkatan dalam keaktifan rata-rata 25,1%, dan hasil belajar rata-rata meningkat 71,88%. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Rahayu (2012) yang berjudul “Upaya Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok Kelas VIIIB SMP N 8 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012” disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif tipe two stay – two stray mengalami peningkatan. Hal ini terlihat pada kondisi awal pra siklus yang menunjukkan persentase hasil belajar siswa 26,66% tuntas, pada siklus I 66,67% siswa yang tuntas, pada siklus II terjadi peningkatan yaitu 93,33% dan pada siklus I dan siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 60%, kemudian untuk melihat peningkatan keaktifan belajar siswa pada pra siklus hanya 33,33%, dan pada siklus I yaitu 56,94%, selanjutnya siklus II yaitu 80,55%. Hal tersebut dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika pokok bahasan kubus dan balok kelas VIII B SMP Negeri 8 Salatiga. 2.3 Kerangka Berpikir Model pembelajaran kooperatif metode two stay two stray dijadikan salah satu metode pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan keaktifan siswa Lie (2008:61) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif two stay two stray dapat megarahkan siswa untuk lebih aktif, siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu dan memecahkan masalah-masalah yang kompleks dengan baik. Model pembelajaran kooperatif metode two stay two stray
23
juga dijadikan salah satu metode pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa karena diyakini melalui metode pembelajaran ini siswa akan lebih memahami materi jika siswa saling berdiskusi. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Lie (2008:61) menyatakan “struktur two stay two stray (TSTS) yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain”. .
24
Bagan kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Pembelajaran Konvensional
Keaktifan siswa rendah
Hasil belajar IPS ≤ KKM
Keaktifan siswa
Pembelajaran menggunakan metode two stay two stray
Pembelajaran kooperatif two stay two stray dapat megarahkan siswa untuk: 1. Lebih aktif. 2. Siswa terlibat langsung dalam proses berdiskusi. 3. Siswa terlibat langsung dalam proses anya jawab dan mencari jawaban. 4. Siswa menjelaskan dan menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.
Keaktifan siswa meningkat
Kelebihan metode two stay two stray: 1. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan 2. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna 3. Lebih berorientasi pada keaktifan. 4. Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya 5. Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa. 6. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan. 7. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar
Hasil belajar IPS ≥ KKM
Gambar 2.2 Kerangka berpikir
25
2.4 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran tentang metode two stay two stray, maka dapat dirumuskan hipotesis dari penelitian ini adalah: “Penggunaan model pembelajaran kooperatif metode two stay two stray dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial jika dapat digunakan dengan baik dan dapat berjalan secara efektif dan efesien, ditafsirkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VI SDN 1 Jeruk, Selo, Kabupaten Boyolali akan meningkat.”