BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Debate Metode debate merupakan teknik pembelajaran umtuk mempresentasikan argument yang terdiri dari argumen yang mendukung dan menentang isu, metode debate dapat digunakan bila hasil pembicaraan perlu diasah dan diteliti kebenaran kesimpulan itu lebih lanjut (Roestiyah, 2008:148). Debate dalam kelas memiliki tujuan ganda yaitu memfasilitasi siswa untuk berpikir kritis dan analisis serta sebagai perangkat otentik untuk mengetahui ranah pengetahuan. Debate merupakan teknik yang sangat baik untuk mengetahui kemampuan berargumen siswa. Menurut hasil penelitian terungkap bahwa metode debate dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyampaikan argumentasi dengan benar hal ini menunjukkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran yang disampaikan guru. Metode debate adalah model belajar dengan langkah-langkah siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu seterusnya secara bergantian, guru membimbing, membuat kesimpulan dan menambahkannya bila perlu. Dengan demikian siswa diajak untuk belajar mandiri dan mengujinya secara mandiri pula dengan dibimbing guru. Pola pembelajaran seperti ini akan memberikan kebermaknaan (modul model pembelajaran UKSW, 2012:11). Di dalam melakukan debat ada langkah-langkah yang harus ditempuh di dalam aplikasinya, adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Guru menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario pembelajaran. 2. Siswa mendengarkan penjelasan singkat guru tentang materi yang dipelajari dan materi yang akan didiskusikan melalui perdebatan. Guru telah menyampaikan tindakan yang akan diujicobakan pada pertemuan minggu kemarin agar kegiatan belajar mengajar tidak terganggu serta berjalan wajar.
1
3. Guru menyampaikan aturan main (rule of game) serta semua hal, tahapan atau langkah yang harus dilaksanakan dalam kegiatan perdebatan nanti. 4. Guru membagi 2 (dua) kelompok siswa yang saling berhadapan, yakni pro (setuju) dan pihak kontra (tidak setuju) dengan jumlah anggota yang sama. 5. Guru mengingatkan kembali cara-cara berkomunikasi dan berpendapat yang efektif dan benar serta poin-poin utama yang harus siswa pegang dari kegiatan debat. 6. Setelah
itu
guru
menunjuk
salah
satu
anggota
kelompok
untuk
berbicara/menyampaikan pemikirannya kemudian ditanggapi/dibahas oleh kelompok yang lawan, demikian seterusnya sampai diharapkan seluruh siswa bisa mengemukakan pendapatnya. 7. Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis pointer/inti ide-ide dari setiap siswa di lembar/catatan guru yang ditempel di tembok, baik yang pro ataupun yang kontra. Dari catatan ini guru dapat melihat distribusi siswa yang aktif dan yang kurang/tidak aktif. 8. Untuk mempermudah proses pencatatan ide dan nama-nama siswa selama perdebatan berlangsung guru memberikan semacam Kartu pengenal bernomor yang berbeda warna pada 2 kelompok tersebut. 2.1.2 Kelebihan Metode Debate Metode debate itu kelebihannya adalah: 1.
Siswa yang ikut serta dalam perdebatan memiliki kesempatan untuk mencari, mendengarkan dan menikamati belajar,
2.
Membantu siswa membuat keputusan penting dan menjadi pendengar kritis,
3.
Perdebatan membantu siswa untuk bekerja sama memahami masalah umum,
4.
Perdebatan memungkinkan siswa untuk mencari ide-ide dan argumen yang mendukung pernyataan mereka,
5.
Perdebatan merupakan cara-cara efektif memperoleh pengetahuan karena argumen harus didukung informasi, yang relevan, akurat dan lengkap,
2
6.
Perdebatan membawa siswa untuk belajar mengenali unsur-unsur argumen yang baik dan mengembangkan kemampuan berbicara sehingga mereka lebih percaya diri. Metode debate itu kelebihannya adalah (Roestiyah, 2008:148-149):
1.
Metode ini dapat menyajikan kedua segi permasalahan,
2.
Mendorong adanya analisis dari kelompok,
3.
Menyampaikan fakta dari dua sisi masalah,
4.
Membangkitkan motivasi siswa,
5.
Dapat dipakai pada kelompok besar.
2.1.2 Kekurangan Metode Debate Metode debate itu kekurangannya adalah: 1.
Memerlukan waktu yang relatif banyak dibandingkan dalam pengambilan keputusan secara individual,
2.
Dapat memboroskan waktu terutama bila terjadi hal-hal yang bersifat negatif ,
3.
Anggota yang pemalu, rendah diri, pendiam sering tidak mendapatkan kesempatan dalam mengungkapkan idenya, sehingga mungkin dapat mengakibatkan frustasi, Metode debate itu kekurangannya adalah (Roestiyah, 2008:148-149):
1.
Keinginan untuk menang terlalu besar,
2.
Alasan-alasan yang dikemukakan mungkin terlalu subjektif,
3.
Melibatkan emosi,
4.
Mungkin mendapatkan kesan yang salah.
2.1.2 Hasil Belajar Dalam kegiatan pembelajaran hasil belajar ini dinyatakan dalam rumusan tujuan. Oleh karena itu setiap mata pelajaran menuntut hasil belajar yang berbeda. Pada mata pelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
3
Tujuan
pembelajaran
yang
merupakan
wujud
hasil
belajar
menggambarkan bentuk tingkah laku atau kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa setelah proses pembelajaran (Hakiim, 2009:100). Rumusan tujuan pembelajaran dapat dibuat dalam berbagai macam cara. Seringkali terjadi rumusan tujuan itu menggambarkan apa yang akan dilakukan guru dalam proses pembelajaran. Jika rumusan semacam ini dibuat, tidak memberi tuntutan kepada siswa untuk belajar sehingga memperoleh hasil tertentu. Dengan singkat kata dapat dikemukakan bahwa rumusan tujuan harus menggambarkan bentuk hasil belajar yang ingin dicapai siswa melalui proses pembelajaran yang dilaksanakan. Bentuk perilaku sebagai tujuan digolongkan ke dalam tiga klasifikasi. Benyamin S. Bloom dan kawan-kawan menamakan cara mengklasifikasikan itu dengan taksonomi Bloom. Yang teridiri dari: (1) tercapainya tujuan pembelajaran, (2) minat siswa, aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika, (3) berhitung dengan cepat dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar mengacu pada segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan (Hernawan, 2007;10.20). Jenis-jenis hasil belajar menurut Bloom (dalam Hernawan, 2007;10.29) antara lain: 1.
kognitif, yaitu hasil belajar yang berkenaan dengan pengembangan kemampuan otak dan penalaran siswa,
2.
afektif, yaitu hasil belajar mengacu pada sikap dan nilai yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran
3.
psikomotor, yaitu hasil belajar yang mengacu pada kemampuan bertindak. Adapun dalam penelitian ini fokus hasil belajar pada aspek kognitif.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Belajar merupakan perubahan perilaku manusia atau perubahan kapabilitas yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (Santoso, 2007:1.7). Belajar melalui proses yang relatif terus-menerus dijalani dari berbagai pengalaman. Pengalaman inilah yang membuahkan hasil yang disebut belajar (Robert M. Cagne, 1984, The Conditional of Learning and Theory of Intructions dalam Santoso, 2007:1.7). Belajar juga merupakan kegiatan yang kompleks. Artinya di dalam proses belajar terdapat berbagai kondisi yang dapat menentukan keberhasilan belajar.
4
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah berbagai kondisi yang berkaitan dengan proses belajar yakni kondisi eksternal dan kondisi internal. Kondisi eksternal adalah faktor di luar diri siswa seperti: (1) lingkungan sekolah, (2) guru, (3) teman sekolah, (4) orang tua, (5) masyarakat. Kondisi eksternal terdiri dari 3 prinsip belajar yaitu: (1) memberikan situasi atau materi yang sesuai dengan respons yang diharapkan, (2) pengulangan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat, (3) penguatan respons yang tepat untuk mempertahankan dan menguatkan respons itu. Kondisi internal adalah faktor dalam diri siswa yang terdiri atas: (1) motivasi yang positif dan rasa percaya diri dalam belajar, (2) tersedia materi yang memadai untuk memancing aktivitas siswa, (3) adanya strategi dan aspek-aspek jiwa siswa. Faktor eksternal lebih banyak ditangani pendidik sedangkan faktoe internal dikembangkan sendiri oleh siswa dengan bimbingan guru. Dalam belajar Bahasa kedua faktor ini harus diperhatikan. 2.1.4 Pengertian Belajar Ada beberapa definisi tentang belajar, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Cronbach memberikan definisi: Learning is show by a change in behavior as a result of experience.
2.
Harild Spears memberikan batasan: Learning is to observe, to read, to imitate, to try somethingthemselves, to listen, to follow direction.
3.
Geoch, mengatakan: Learning is a change in perfomance as a result of practice. Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu
senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya (Sardiman, 2011:20). Juga belajar itu akan lebih baik, kalau di subjek belajar itu mengalami atau melakukannya jadi tidak bersifat verbalistik. Di samping definisi-definisi tersebut, ada beberapa pengertian lain dan cukup banyak, baik dilihat secara mikro maupun secara makro, dilihat dalam arti luas
5
ataupun terbatas/khusus. Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Relevan dengan ini ada pengertian bahwa belajar adala penambahan pengetahuan. Definisi ini dalam konsp praktiknya banyak dianut di sekolah-sekolah. Para guru berusaha memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan siswa giat untuk mengumpulkan/menerimanya. Dalam kasus yang demikian guru hanya berperan sebagai pengajar. Sebagai konsekuensi dari pengertian yang terbatas ini kemudian muncul banyak pendapat yang mengatakan bahwa belajar itu menghafal. Hal itu terbukti misalnya kalau siswa (subjek belajar) itu akan ujian, mereka akan menghafal terlebih dahulu. Sudah barang tentu pengertian seperti ini secara esensial belum memadai. Selanjutnya ada yang mendefinisikan belajar adalah berubah. Dalam hal ini yang dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotor (Sardiman, 2011:21). Ada beberapa teori yang berpendapat bahwa proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi subjek didik. Teori semacam ini boleh jadi diterima, dengan suatu alasan bahwa dari strujtur kognitif itu dapat memengaruhi perkembangan afeksi ataupun penampilan seseorang. Dari konsep ini, pada perkembangan berikutakan melahirkan teori belajar yang bertumpu pada konsep pembentukan super ego, yakni suatu proses belajar melalui suatu peniruan, proses interaksi antara pribadi seseorang dengan pihak lain. Yang perlu ditegaskan adalah siapapun yang menjadi figur untuk ditiru, bagi si peniru akan mendapatkan pengalaman yang berguna bagi dirinya. Semakin banyak orang itu belajar melalui peniruan tokoh, semakin banyak pula pengalaman yang diperoleh. Sesuai dengan konsep super ego, maka pengalaman yang diperoleh
6
subjek didik akan banyak menyangkut segi moral. Hal ini sesuai dengan penegasan Brend bahwa struktur kepribadian individu manusia itu terdiri dari tiga komponen yang dinamakan id, ego dan super ego. Id lebih menekankan pemenuhan nafsu, super ego lebih bersifat sosial dan moral, sedang ego akan menjembatani antara keduannya, terutama kalau berkembang menghadapi lingkungannya, atau dalam aktivitas belajar. Menurut konsep super ego, bagaimana seorang belajar itu dapat membina moralitas dirinya, yang mungkin melalui interaksi dengan pribadi-pribadi manusia yang lain. Secara umum, belajar boleh dikatakan juga sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia (id-ego-super ego) dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Dalam hal ini terkandung suatu maksud bahwa proses interaksi itu adalah proses internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar dan dilakukan secara aktif dengan segenap panca indera ikut berperan (Sardiman, 2011:22). Proses internalisasi dan dilakukan secara aktif dengan segenap panca indera perlu follow upnya yakni proses sosialisasi. Proses sosialisasi dalam hal ini dimaksudkan mensosialisasikan atau menginteraksikan atau menularkan kepada pihak lain. Dalam proses sosialisasi, karena berinteraksi dengan pihak lain sudah barang tentu melahirkan suatu pengalaman. Dari pengalaman yang satu ke pengalaman yang lain, akan menyebabkan proses perubahan pada diri seseorang. Belajar adalah perubahan tingkah laku. Orang yang tadinya tidak tahu setelah belajar menjadi tahu. Jelasnya proses belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku dan terjadi karena hasil pengalaman. Oleh karena itu dapat dikatakan terjadi proses belajar apabila seseorang menunjukkan tingkah laku yangberbeda. Sebagai contoh misalnya seorang yang belajar itu dapat membuktikan pengetahuan tentang faktafakta baru atau dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya ia tidak dapat melakukannya. Jadi belajar menempatkan seseorang dari status abilitas yang satu ke tingkat abilitas yang lain. 2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Metode debate dapat digunakan dalam keadaan bila hasil pembicaraan perlu diasah, diteliti kebenaran kesimpulan itu dalam perdebatan yang lebih lanjut (Roestiyah, 2008:148), oleh karena itu dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Karena dengan
7
berdebat bersama temannya siswa akan mampu menguasai materi pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran.sehingga hasil belajar dapat maksimal. Untuk membangkitkan analisa, siswa dilatih untuk menganalisa sesuatu masalah dalam mencari kemungkinan-kemungkinan jalan keluar dari masalah yang dihadapi itu. Mengingat pula adanya pendapat yang berbeda-beda perlu disampaikan pada siswa serta kesediaan siswa untuk mendengarkan kedua segi permasalahan, sehingga dari pandangan yang betbeda-beda itu mereka dapat menyerap hasilnya untuk dirumuskan sebagai hasil perdebatan merupakan kesimpulan/keputusan. Menurut Roestiyah metode debate memiliki keunggulan: (1) dengan perdebatan yang sengit akan mempertajam hasil pembicaraan, (2) kedua segi masalah dapat disajikan, yang memiliki ide dan yang mendebat/menyanggah sama-sama berdebat untuk menemukan hasil yang lebih tepat mengenai sesuatu masalah, (3) siswa dapat terangsang untuk menganalisa masalah di dalam kelompok, asal terpimpin sehingga analisa itu terarah pada pokok permasalahan yang dikehendaki bersama, (4) dalam pertemuan debat itu siswa dapat menyampaikan fakta dari kedua sisi masalah, kemudian diteliti fakta mana yang benar/valid dan bias dipertanggungjawabkan, (5) karena terjadi pembicaraan aktif antara penyampai dan penyanggah maka akan membangkitkan daya tarik untuk turut berbicara, turut berpartisipasi mengeluarkan pendapat, (6) bila masalah yang diperdebatkan menarik, maka pembicaraan itu mampu mempertahankan minat anak untuk terus mengikuti perdebatan itu, (7) untungnya pula metode ini dapat dipergunakan pada kelompok besar. 2.3 Kerangka Berpikir Pembelajaran yang menerapkan metode debate dapat dijadikan solusi untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Sehingga pembelajaran menjadi menarik, bermanfaat, dan menantang, setelah materi dikuasai siswa maka latihan diperlukan untuk membuat siswa terbiasa terhadap penerapan konsep sehingga konsep-konsep itu akan dipahami dan tertanam dengan baik dalam pikiran siswa. Dalam proses belajar pentingnya tekanan pada kemampuan siswa dalam berpkir intuitif dan analitik akan mencerdaskan siswa membuat prediksi dan terampil dalam menemukan pola dan hubungan/keterkaitan.
8
Dari proses latihan ke proses bermakna dan dilanjutkan proses berpikir intuitif dan analitik merupakan usaha yang luar biasa untuk selalu meningkatkan mutu pembelajaran. Reaksi-reaksi positif untuk perubahan mempunyai dampak perkembangan kurikulum sekolah yang dinamis. Metode debate adalah model belajar dengan sintaks siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu seterusnya secara bergantian, guru membimbing, membuat kesimpulan dan menambahkannya bila perlu. Dengan demikian siswa diajak untuk belajar mandiri dan mengujinya secara mandiri pula dengan dibimbing guru. Pola pembelajaran seperti ini akan memberikan kebermaknaan. Berdasarkan kenyataan di atas maka diduga metode debate dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VI SDN 1 Gondangmanis Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Semester 1 Tahun Pelajaran 2012/2013. Secara rinci tercermin pada skema di bawah ini: Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Penelitian
Pra Siklus Guru menggunakan metode pembelajaran konvensional hasil belajar matematika siswa rendah Siklus I Guru menggunakan metode debate hasil belajar matematika siswa sedikit meningkat Siklus II Guru menggunakan metode debate hasil belajar matematika siswa meningkat
2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori di atas dan identifikasi masalahnya maka diduga penggunaan metode debate dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VI SDN 1 Gondangmanis Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Semester 1 Tahun Pelajaran 2012/2013.
9