BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Keterampilan Berfikir Berdasarkan pengertian belajar menurut Slavin (Devi, 2001: 9), salah satu
prinsip penting dalam pendidikan adalah guru sebaiknya tidak memberikan pengetahuan secara langsung kepada siswanya, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Menurut Moh. Nur (Devi, 2001: 9) guru dapat memberikan kemudahan dalam proses ini dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Untuk membangun pengetahuan tersebut diperlukan proses berfikir Berfikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah kepada suatu tujuan atau berfikir dianggap sebagai suatu proses kognitif, suatu aktifitas mental untuk memperoleh pengetahuan. Meskipun aspek kognitif berkaitan dengan cara-cara bagaimana mengenal sesuatu seperti dalam persepsi, penalaran dan intuisi, keterampilan berfikir menitik-beratkan pada penalaran sebagai fokus utama dalam aspek kognitif. Proses berfikir berhubungan dengan sifat-sifat dan memerlukan keterlibatan aktivitas pemikir. Menurut Moein Musa (Devi, 2001: 9), keterampilan berfikir pada siswa dapat dilatih melalui pendidikan berfikir yang diharapkan dapat mengoptimalkan perkembangan intelektualnya. Keterampilan berfikir dikelompokan menjadi berfikir 8
9
dasar dan keterampilan berfikir kompleks atau tingkat tinggi. Dalam hal ini keterampilan berfikir dasar meliputi menghubungkan sebab akibat, mentransfortmasi, menemukan hubungan dan memberikan kualifikasi. Proses berfikir tingkat tinggi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu pemecahan masalah, membuat keputusan, berfikir kritis dan berfikir kreatif Berfikir kreatif dapat disebut juga sebagai berfikir divergen (Guilford dalam Munandar, 1992: 126). Pengertian berfikir divergen adalah memberikan bermacammacam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian. Menurut Supriadi (2004: 50) ciri kemampuan berfikir kreatif merujuk kepada definisi kreativitas yang menekankan dimensi proses. (Segal, 1999: 110) mengemukakan bahwa berfikir kreatif memiliki ciri sebagai proses berfikir yang menyebar, membayangkan, menghasilkan dan menjelajahi gagasan baru, pilihan dan berbagai kemungkinan pemecahan terhadap masalah. Kriteria utama dari berfikir kreatif adalah kemampuan menemukan jawaban pemecahan masalah sebanyak mungkin, beragam, lain dari yang lain dan tepat guna (Ruindungan, 1996: 67). Oleh karena itu siswa yang memiliki kemampuan berfikir kreatif tinggi memiliki gagasan yang banyak untuk memecahkan suatu masalah. Williams
(Munandar,
1992:
132)
menyebutkan
dalam
model
tiga
dimensionalnya bahwa bakat kreatif seseorang dalam aspek kognitif intelektual atau yang disebut kemampuan berfikir kreatif dapat dicirikan oleh 4 komponen yaitu berfikir lancar, berfikir luwes (fleksibel), berfikir orisinal (orisinalitas) dan berfikit terperinci (elaborasi). Sedangkan Munandar (1992: 88) mengajukan lima ciri
10
kemampuan berfikir kreatif seperti di atas. Namun berbeda dengan Guilford, Munandar merumuskan ciri kelima adalah kemampuan berfikir evaluasi (evaluation). Pada penelitian ini akan dikhusukan membatasi kemampuan kreatif yang dikembangkan pada diri siswa adalah kemampuan elaborasi.
B.
Kajian tentang Kemampuan Elaborasi Secara etimologis elaborasi berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu “
elaborate” yang menurut kamus Oxford bermakna “worked out with much care and ini great detail”. Berdasarkan arti kamus inilah elaborasi sering diartikan sempit sebagai proses menguraikan dan memerinci suatu masalah semata. Tidak salah memang, namun ternyata pengertian elaborasi berkembang sehingga bukan hanya pemerincian saja namun juga menyangkut makna yang lebih luas. Untuk lebih memahami makna dari elaborasi berikut definisi-definsi elaborasi menurut para ahli : 1.
Guilford (dalam Wahidin : 74) menyatakan bahwa : “Elaboration is the process or developing a system or theory once the basic outlines have been determined”. Guliford juga menyatakan bahwa “elaboration is the divergent production of implication”.
2.
Carin dan Sund (dalam Wahidin : 74) mengungkapkan bahwa elaborasi adalah salah satu kemampuan berfikir kreatif yang berupa kemampuan untuk mengembangkan gagasan secara rinci (gives many detail that spell out an idea)
11
3.
Utami Munandar (1992: 89) mengemukakan berfikir terperinci (elaboration) adalah
kemampuan
memperkaya
dan
mengembangkan
gagasan
serta
memperinci detil-detil dari suatu objek atau situasi sehingga lebih menarik. Selanjutnya Utami Munandar menyatakan indikator elaborasi meliputi : a.
Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan
b.
Memperinci detil-detil
c.
Memperluas gagasan
d.
Mencari arti yang lebih dalam terhadap berbagai jawaban tentang pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci
Jika ditelaah, pendapat-pendapat tersebut dapat kita rangkum bahwa makna elaborasi mencakup beberapa hal sebagai berikut : 1.
Mengemukakan gagasan secara terperinci
2.
Mengembangkan/menambah gagasan baru berdasarkan gagasan yang tersedia
3.
Membuat implikasi dari gagasan yang ada.
C.
Metode Eksperimen Dalam pembelajaran IPA salah satu faktor yang perlu diperhatikan oleh guru
adalah penggunaan metode pembelajaran. Untuk IPA, metode pembelajaran yang digunakan harus berpedoman pada prinsip belajar aktif, sehingga dalam proses belajar mengajar perhatian utama harus ditujukan kepada siswa yang belajar atau lebih dikenal dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).
12
Terdapat bermacam-macam metode pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa dapat diterapkan dalam pembelajaran IPA salah satunya adalah metode eksperimen. Metode eksperimen adalah cara melakukan pembelajaran melalui kegiatan eksperimen. M Amin (1987 : 95) mendefinisikan metode eksperimen sebagai salah satu strategi mengajar dengan menggunakan pendekatan ilmiah terhadap gejalagejala, baik gejala sosial, psikis maupun fisik yang diteliti dan diselidiki dan dipelajari. Sagala (2003 : 220) mendefinisikan metode eksperimen sebagai cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari. Melalui metode eksperimen, siswa akan dapat mempelajari IPA melalui pengamatan langsung terhadap gejala-gejala maupun proses-proses IPA, dapat melatih keterampilan berfikir ilmiah , dapat menanamkan dan mengembangkan sikap ilmiah, dapat menemukan dan memecahkan berbagai masalah baru melalui metode ilmiah dan lain sebagainya. Dengan demikian siswa akan melaksanakan proses belajar yang efesien dalam arti siswa tidak akan memperoleh ilmu pengetahuan yang statis dan otoriter. Pembelajaran dengan metode eksperimen pun akan menciptakan suatu pembelajaran yang lebih bermakna seperti yang dikemukakan Ausubel (Dahar, 1989: 111) bahwa belajar bermakna akan didapat melalui kegiatan penemuan yang dibantu dengan kegiatan hands-on experiences yang membutuhkan peralatan IPA. Kegiatan percobaan yang dilakukan di sekolah adalah kegiatan percobaan yang telah diatur dan dikondisikan oleh guru sebelumnya dan berfungsi untuk menemukan kembali atau membuktikan konsep IPA yang akan dipelajari. Konsep IPA yang akan
13
ditemukan kembali atau dibuktikan sebenarnya bukanlah
konsep yang baru,
melainkan konsep yang telah ditemukan sebelumnya oleh para ahli sains, Kegiatan eksperimen yang dilakukan oleh siswa bertujuan untuk melatihkan keterampilanketerampilan ilmiah yang meliputi keterampilan-keterampilan proses sains (science process skill) diantaranya mengamati, menghitung, mengklasifikasi, mencari hubungan ruang/waktu, membuat hipotesis, merencanakan penelitian, mengendalikan variabel, menafsirkan data, meyusun kesimpulan, meramalkan, menerapkan dan mengkomunikasikan. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan proses, siswa diharapkan akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan dan konsep serta pertumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Druxes (1986: 94-95) menekankan beberapa poin yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan eksperimen di sekolah, yaitu : 1.
Harus dapat disusun menurut isi, banyaknya, maksud dan dunia pengalaman belajar anak
2.
Harus mudah dapat diwujudkan kembali (direproduksi), baik dalam penyusunannya, pelaksanaan dan hasilnya.
3.
Sedapat-dapatnya harus dapat dilakukan oleh para siswa di rumah
4.
Harus tidak berbahaya
5.
Eksperimen di sekolah dengan kejutan, harus dapat membantu menimbulkan keinginan besar dan membentuk kemampuan melakukannya sendiri
14
Kegiatan eksperimen adalah salah satu solusi yang dapat menciptakan pembelajaran siswa aktif atau pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Namun hal tersebut baru terwujud jika kegiatan eksperimen tersebut dapat dilakukan oleh siswa dengan baik. Untuk mewujudkan kegiatan eksperimen yang benar-benar dapat membuat pembelajaran siswa menjadi aktif tidaklah semudah membalik telapak tangan, diperlukan usaha yang ekstra dari para guru dan kerjasama dari siswa sendiri. Oleh karena itu sebelum metode eksperimen dilakukan, guru harus dapat merencanakan dan mempersiapkan kegiatan ini dengan baik. Tanpa adanya suatu perencanaan dan persiapan kegiatan yang baik dan tepat, maka semua fasilitas yang ada tidak akan dapat berfungsi untuk mendukung tercapainya kegiatan eksperimen yang efektif. Persiapan dan perencanaan yang dilakukan oleh guru harus pula mencakup alokasi waktu yang akan digunakan untuk kegiatan eksperimen dan penyediaan peralatan serta bahan eksperimen bagi setiap siswa atau kelompok siswa. Dua hal ini seringkali menjadi kendala penghambat bagi para guru yang akan melaksanakan kegiatan eksperimen bahkan tidak jarang dijadikan alasan tidak dilaksanakan kegiatan eksperimen di sekolah. Agar mendapatkan hasil yang optimal, pembelajaran IPA melalui metode eksperimen dapat dilakukan dengan dua tahap, dan masing-masing tahap itu dilalui beberapa kegiatan. Pertama tahap persiapan, yang meliputi kegiatan; (1) merumuskan tujuan, (2) mempersiapkan semua peralatan yang diperlukan, (3) memeriksa apakah peralatan berfungsi atau tidak, (4) menetapkan langkah pelaksanaan agar efesien, (5) memperhitungkan/menetapkan alokasi waktu yang dibutuhkan. Kedua tahap
15
pelaksanaan, yang meliputi kegiatan; (1) memberi penjelasan secukupnya tentang hal-hal yang akan dilakukan dalam eksperimen (2) membicarakan dengan siswa tentang langkah-langkah yang akan ditempuh, bahan-bahan yang diperlukan, variabel yang perlu diamati dan hal-hal yang perlu dicatat, (3) menetapkan langkah-langkah pokok sebagai kerangka acuan bagi siswa dalam bereksperimen, (4) menetapkan tindak lanjut dari eksperimen (Subiyanto, 1988: 49 – 51) Pada tahap pelaksanaan semua ketentuan langkah-langkah/prosedur dalam kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa harus dituntun melalui lembaran kegiatan siswa (LKS). Dalam hal ini, kegiatan guru membimbing dan mengarahkan siswa dalam melakukan kegiatan eksperimen.
D.
Keunggulan dan Kelemahan Metode Eksperimen Tidak diragukan lagi bahwa metode eksperimen dapat menjadi salah satu solusi
untuk membuat siswa menjadi aktif selama pembelajaran IPA. Keberhasilan metode eksperimen dalam mengaktifkan siswa selama kegiatan belajar mengajar IPA tidak terlepas dari keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh metode eksperimen, antara lain : 1.
Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku saja
2.
Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplotaris tentang sains dan teknologi, suatu sikap dari seorang ilmuwan.
16
3.
Metode ini didukung oleh asas-asas didaktik modern, antara lain : a.
Siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian
b.
Siswa terhindar jauh dari verbalisme
c.
Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis
d.
Mengembangkan sikap berfikir ilmiah
e.
Hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi
Selain kebaikan, metode eksperimen mengandung beberapa kelemahan, menurut Sagala (2003 : 221) di antaranya : 1.
Pelaksanaan metode ini sering memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah untuk didapatkan
2.
Setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin faktor-faktor tertentu yang berbeda di luar jangkauan kemampuan atau pengedalian.
E.
Jenis-Jenis Kegiatan Eksperimen Kegiatan eksperimen yang melandasi metode eksperimen dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu kegiatan ekaperimen bersifat penemuan, verifikasi dan aplikasi (Dhevi, 2005: 12). Kegiatan eksperimen yang bersifat penemuan adalah suatu kegiatan eksperimen yang bertujuan melatih siswa untuk membentuk gagasan dan memahami konsep sains yang sedang dipelajarinya. Dalam eksperimen yang bersifat
17
penemuan, pembentukan gagasan dan pemahaman konsep sains dalam diri siswa dilakukan melalui upaya penemuan atau penyelidikan terhadap konsep yang sedang dipelajarinya. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode eksperimen yang bersifat penemuan ini tidak didahului dengan penjelasan teori atau prinsip sains oleh guru, tetapi siswa langsung melakukan kegiatan dalam upaya menemukan atau menyelidiki sendiri teori/prinsip yang sedang dipelajarinya. Kegiatan eksperimen yang bersifat verifikasi adalah suatu kegaiatn eksperimen yang bertujuan melatih siswa untuk membuktikan kebenaran suatu konsep atau teori sains yang telah dipelajarinya. Eksperimen yang bersifat verifikasi merupakan sarana bagi siswa dalam pembuktian ulang konsep sains yang telah dipelajarinya. Sebelum melaksanakan kegiatan eksperimen yang bersifat verifikasi, guru lebih dulu mengajarkan teori atau prinsip kepada siswa. Selanjutnya guru mengajak siswa untuk membuktikan kebenaran prinsip atau teori yang telah dipelajarinya melalui suatu kegiatan eksperimen. Kegiatan eksperimen yang bersifat aplikasi adalah suatu kegiatan eksperimen yang bertujuan untuk metaih siswa menerapkan prinsuip-prinsip sains yang telah dipelajari untuk memecahkan permasalahan yang teredapat dalam kehidupan seharihari. Sebelum melaksanakan kegiatan eksperimen yang bersifat aplikasi, guru mengajarkan lebih dulu teori atau prinsip sains kepada siswa. Selanjutnya setelah pemahaman siswa terhadap teori atau prinsip yang sedang diajarkannya baik, guru kemudian memberikan kegiatan eksperimen kepada siswa untuk menerapkan prinmsip atau teori tersebut. Melalui kegiatan eksperimen sains seperti ini diharapkan
18
siswa lebih terlatih untuk menemukan hubungan antara permasalahan dengan teori atau prinsip yang telah dipelajari.
F.
Kemampuan Elaborasi dan Metode Eksperimen Pembelajaran IPA dengan metode eksperimen merefleksikan hakekat studi
ilmiah seperti yang dilakukan oleh para ilmuwan yang profesional, yaitu melaksanakan metode ilmiah yang dilandasi oleh sikap ilmiah. Istilah metode ilmiah diartikan sebagai prosedur dan proses mental yang digunakan oleh para ilmuwan untuk mengembangkan pengetahuannya. Menurut Beveridge (Cendrawati, 2000: 9) metode ilmiah dapat dirangkum sebagai berikut : (1) menyadari dan merumuskan masalah, (2) mengumpulkan data, (3) hipotesis melalui induksi, (4) memuat deduksi dari hipotesis dan menguji. Dari hasil uji hipotesis itu akan dihasilkan paradigma baru yang mungkin berupa pengetahuan baru baik yang menguatkan pengetahuan siswa sebelumnya ataupun yang merombak pengetahuan awal siswa, yang kesemuanya itu pada hakekatnya memunculkan/menghasilkan pengetahuan baru walau kecil sekalipun tapi cukup menunjang pengembangan dan penambahan pengetahuan siswa. Elaborasi yang merupakan salah satu indikator kreativitas ialah proses penambahan pengetahuan yang berhubungan pada informasi yang sedang dipelajari (Dahar, 1989: 50). Jadi titik temu antara kemampuan elaborasi dan metode eksperimen adalah pada proses penambahan pengetahuan. Proses elaborasi pada seseorang dapat terjadi waktu melakukan kegiatan eksperimen terutama setelah fase mengumpulkan data untuk
19
mencapai fase hipotesis melalui indikasi. Alhasil dengan melakukan metode eksperimen, kemampuan elaborasi siswa akan lebih terasah dan meningkat.
G.
Kemampuan Elaborasi dan Belajar Bermakna Elaborasi sangat diperlukan bagi bermakna bagi belajar bermakna. Dengan
melakukan elaborasi dapat menghadirkan belajar bermakna. Belajar bermakna merupakan suatu proses pengaitan informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Belajar bermakna terjadi bila siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi yang telah dimilikinya. Sedangkan belajar
menghafal
siswa
hanya
menghafalkan
informasi
baru
tanpa
menghubungkannya dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya. Jadi jelas di sini bedanya antara menghafal dan belajar bermakna. Menurut Bruner belajar bermakna terjadi jika manusia di dalam proses belajarnya melakukan pencarian pengetahuan secara aktif. Manusia yang belajar, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Proses belajar seperti ini dikenal dengan belajar penemuan (discovery learning). Belajar penemuan melatih
keterampilan-keterampilan
kognitif
siswa
untuk
menemukan
dan
memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, membangkitkan keingintahuan siswa, member motivasi untuk belajar terus sampai menemukan jawaban (Dahar 1989: 103).
20
Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukan beberapa kebaikan yaitu pengetahuan bertahan lebih lama atau dapat lama diingat, mempunyai efek transfer yang lebih baik serta meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir bebas. Menurut Ausubel (Dahar, 1989: 112) belajar bermakna merupakan proses pengaitan informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Ausubel memandang bahwa belajar bermakna selain terjadi melalui belajar penemuan (sesuai dengan pendapat Bruner) dapat pula terjadi melalui belajar penerimaan (informasi terjadi dalam bentuk final). Kebermaknaan belajar tidak hanya terjadi pada diri pembelajar. Jadi menurut Ausubel, bermakna atau tidaknya suatu proses belajar terletak pada dikaitkan atau tidaknya informasi yang baru pada struktur pengetahuan yang telah ada pada pembelajar. Jika ditnijau berdasarkan teori Bruner yang menekankan pada belajar penemuan maupun ditinjau berdasarkan teori Ausubel yang menekankan keterkaitan antar konsep, tentang belajar bermakna kemudian dihubungkan dengan uraian tentang kemampuan elaborasi, maka jelas dapat disimpulkan bahwa melakukan elaborasi dapat menghasilkan belajar bermakna. Belajar bermakna melalui elaborasi dapat diterima juga dengan menggunakan teori Ausubel, sebab kaitan-kaitan antar pernyataan itu muncul berupa pernyataan lain
21
yang lebih komprehensif dan lebih mudah diingat karena pernyataan-pernyataan yang sepertinya berserakan tak beraturan itu diikat dan disusun dalam suatu pernyataan yang meliputi semua pernyataan yang ada. Namun demikian untuk mampu belajar bermakna dapat menghadirkan elaborasi sehingga ditemukan pengetahuan baru yang menunjang perkembangan IPTEK diperlukan latihan berfikir.