BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Biaya Perusahaan manufaktur mengolah bahan baku menjadi barang jadi, sebelum kegiatan produksi akan merumuskan rencana dan tujuan yang berkaitan dengan produksi tersebut. Salah satunya dengan mengadakan perhitungan terhadap biayabiaya yang dikeluarkan dalam penentuan harga pokok produksi barang yang dihasilkan. Sehubungan dengan hal tersebut, berikut ini disajikan beberapa pengertian biaya. Menurut Supriyono (2002:253) biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Menurut Mulyadi (2005:8) biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Simamora (2002:40) biaya adalah kas atau setara kas yang dikorbankan (dibayarkan) untuk barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat (pendapatan) pada saat ini atau di masa mendatang bagi organisasi. Sedangkan menurut Hansen & Mowen (2000:38) biaya adalah kas atau ekuivalen kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa yang akan datang untuk organisasi.
9
10
Berdasarkan beberapa pengertian biaya diatas maka dapat disimpulkan bahwa biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang dapat diukur dalam satuan uang guna mencapai tujuan tertentu yang merupakan pengurang dari penghasilan selama suatu periode akuntansi serta diharapkan memberi manfaat (pendapatan) pada saat ini atau di masa mendatang bagi organisasi. Berdasarkan pengertian biaya tersebut maka para manajer untuk dapat menentukan berapa harga pokok produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasinya maka perlu mengetahui berapa biaya per unit dari produk/jasa tersebut.
2.1.2 Penggolongan Biaya Penggolongan merupakan suatu proses pengelompokan secara sistematis untuk seluruh elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas dan terperinci untuk dapat memberikan informasi yang lebih berarti atau lebih penting. Akuntansi biaya bertujuan untuk menyajikan informasi biaya yang akan digunakan untuk berbagai tujuan. Penggolongan biaya harus disesuaikan dengan tujuan dan informasi biaya yang akan disajikan. Menurut Mulyadi (2005:13) terdapat beberapa penggolongan biaya yaitu: 1) Penggolongan biaya yang sesuai dengan fungsi pokok dari kegiatan/aktivitas dari perusahaan. Fungsi pokok dari kegiatan perusahaan-perusahaan dapat digolongkan ke dalam fungsi produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum. Atas dasar fungsi tersebut, biaya dapat dikelompokkan menjadi:
11
(a) Biaya produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik. (b) Biaya pemasaran, yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. (c) Biaya administrasi dan umum, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk koordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. 2) Penggolongan biaya yang sesuai dengan periode akuntansi dimana biaya akan dibebankan yaitu: (a) Pengeluaran modal (capital expenditures) adalah pengeluaran yang dapat memberikan manfaat (benefit) pada beberapa periode akuntansi, atau pengeluaran yang dapat memberikan manfaat pada periode akuntansi yang akan datang seperti pengeluaran untuk pembelian mesin. (b) Pengeluaran penghasilan (revenue expenditures) adalah pengeluaran yang akan memberikan manfaat hanya pada periode akuntansi dimana pengeluaran tersebut terjadi seperti pengeluaran iuran untuk biaya iklan dan biaya tenaga kerja. 3) Penggolongan biaya yang sesuai dengan tendensi perubahannya terhadap aktivitas atau kegiatan yaitu: (a) Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tanpa dipengaruhi oleh volume kegiatan.
12
(b) Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. (c) Biaya semi variabel
(semi variable cost) adalah biaya yang jumlah
totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan 4) Penggolongan biaya yang sesuai dengan obyek biaya atau pusat yang dibiayai: (a) Biaya langsung (direct cost) adalah biaya-biaya yang terjadi dimana penyebab satu-satunya karena adanya sesuatu yang dibiayai. (b) Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai, atau dapat dikatakan sebagai biaya yang manfaatnya dinikmati oleh berbagai obyek biaya atau pusat biaya. Dalam hubungannya dengan departemen, biaya tidak langsung
merupakan biaya yang terjadi di suatu departemen tetapi
manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu manajemen. 5) Penggolongan biaya yang bertujuan untuk pengendalian biaya: (a) Biaya terkendali (controllable cost) adalah biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh seorang pemimpin dalam jangka waktu tertentu. (b) Biaya tidak terkendali (uncontrollable cost) adalah biaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh seorang pemimpin/pejabat tertentu berdasarkan wewenang yang dia miliki atau tidak dapat dipengaruhi oleh seorang pejabat pada jangka waktu tertentu.
13
6) Penggolongan sesuai dengan tujuan pengambilan keputusan: (a) Biaya relevan (relevant cost) adalah biaya yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan, maka biaya tersebut harus diperhitungkan dalam pengambilan keputusan. (b) Biaya tidak relevan (irrelevant cost) adalah biaya yang tidak mempengaruhi pengambilan keputusan, maka biaya tersebut tidak perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.
2.1.3 Pengertian Harga Pokok Produk Menurut Supriyono (1999:16) harga pokok produk adalah jumlah yang dapat diukur dalam satuan uang yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi barang jadi sedangkan menurut Hansen dan Mowen (1999:49) harga pokok produk adalah biaya manufaktur bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead yang hanya dibebankan ke produk yang diselesaikan selama periode berjalan. Mulyadi (2005b:42) mengemukakan bahwa harga pokok produk adalah sumber-sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi untuk memperoleh aktiva atau secara tidak langsung untuk memperoleh penghasilan yang berhubungan dengan produk. Berdasarkan definisi di atas maka harga pokok produk adalah biaya produksi yang dibebankan ke masing-masing produk yang diselesaikan selama periode berjalan yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
14
2.1.4 Tujuan dan Manfaat Penentuan Harga Pokok Produksi Menurut Mulyadi (2005:65) manfaat perhitungan harga pokok produk yaitu: 1) Menentukan harga jual produk. Perusahaan yang berproduksi masa, biaya produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu untuk menghasilkan informasi biaya produksi per satuan produk yang merupakan salah satu data yang dipertimbangkan dalam penetapan harga jual produk. 2) Memantau realisasi biaya produksi. Apabila rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk dilaksanakan, maka manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. 3) Menghitung laba atau rugi periodik. Untuk menghitung apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan dalam periode tertentu mampu menghasilkan laba atau rugi bruto, maka manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. 4) Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca. Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban secara periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca
15
dan laporan laba/rugi. Oleh karena itu, manajemen perlu menyelenggarakan catatan biaya produksi tiap periode. Setelah mengetahui tujuan serta manfaat yang diperoleh dari menghitung harga pokok produk seperti yang telah diuraikan di atas , maka perhitungannya harus dilakukan secara tepat dan teliti dengan memakai harga pokok produksi tertentu sesuai dengan proses produksi yang dilakukan dalam perusahaan.
2.1.5 Elemen-Elemen Harga Pokok Produk Menurut Supriyono (1999a:19) elemen-elemen harga pokok produk terdiri dari: 1) Biaya bahan baku Bahan baku adalah bahan yang akan diolah menjadi bagian produk selesai dan pemakaiannya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya serta merupakan bagian integral pada produk tertentu. Biaya bahan baku merupakan harga perolehan dari bahan baku yang digunakan di dalam pengolahan produk. 2) Biaya tenaga kerja langsung Tenaga kerja adalah semua karyawan perusahaan yang memberikan jasa kepada perusahaan. Biaya tenaga kerja langsung adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik yang manfaatnya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan.
16
3) Biaya overhead pabrik Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang elemennya dapat digolongkan ke dalam biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya penyusutan dan amortisasi aktiva tetap pabrik, biaya reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik, biaya listrik, air pabrik, biaya asuransi pabrik dan biaya overhead lain-lain.
2.1.6 Sistem Akuntansi Biaya Tradisional (Konvensional) Menurut Supriyono (1999a:269) metode biaya konvensional adalah metode yang melibatkan dua tahap dimana tahap pertama biaya dilacak ke suatu unit organisasi misalnya ke departemen-departemen dalam pabrik dan tahap kedua meliputi pelacakan biaya ke berbagai produk yang hanya menggunakan satu atau dua pemacu biaya (cost driver) berdasarkan unit. Jadi, dalam sistem biaya tradisional semua biaya terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel yang berkaitan dengan perubahan unit atau volume produksi, dimana biaya-biaya tersebut adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung yang merupakan biaya langsung yang dibebankan ke produk dan biaya overhead pabrik yang dibebankan ke produk berdasarkan driver berlevel unit. Tarif overhead dihitung dengan cara membagi total overhead dengan pemacu biaya tertentu, misalnya biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya unit produksi, jam kerja langsung atau jam mesin sedangkan biaya overhead yang dibebankan dihitung dengan mengalikan tarif overhead dengan unit pemacu yang digunakan. Harga
17
pokok produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan prime cost dengan biaya overhead. Dalam sistem biaya konvensional terdapat dua metode yang dipergunakan untuk menentukan harga pokok produk, yaitu: 1) Metode harga pokok penuh (full costing) Merupakan metode penentuan harga pokok dengan memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang dibebankan pada produk dengan berdasarkan tarif yang telah ditentukan serta dialokasikan berdasarkan volume produksi. 2) Metode harga pokok variabel (variable costing) Merupakan metode penentuan harga pokok yang hanya memperhitungkan biaya produk yang bersifat variabel ke dalam harga pokok produk seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, sedangkan biaya yang bersifat tetap dianggap sebagai biaya periode. Dengan metode ini, biaya produk tidak akan mengalami perubahan dalam jangka pendek dalam hubungannnya dengan pembebanan volume kegiatan. Dalam sistem biaya konvensional, penentuan harga pokok dilakukan melalui dua tahap (Supriyono, 1999a:269) yaitu: 1) Tahap pertama. Pada tahap ini semua biaya yang terjadi ditelusuri ke unit organisasi seperti pabrik atau departemen.
18
2) Tahap kedua. Pada tahap ini, biaya-biaya yang terjadi tersebut dilacak atau ditelusuri ke produk. Pembebanan biaya bahan langsung dan tenaga kerja langsung ke produk tidak memiliki tantangan khusus, karena biaya ini dapat dibebankan ke produk dengan menggunakan penelusuran langsung yang sangat akurat. Biaya overhead sebaliknya memiliki masalah berbeda. Hubungan masukan-keluaran yang dapat diobservasi secara fisik antara tenaga kerja langsung, bahan langsung dan produk, tidak tersedia untuk overhead. Pembebanan overhead harus tergantung pada penelusuran penggerak dan alokasi hanya penggerak aktivitas tingkat unit digunakan untuk membebankan biaya pada produk. Penggunaan penggerak hanya berdasarkan unit untuk membebankan biaya overhead ke produk mengasumsikan bahwa overhead yang dikonsumsi produk berkorelasi tinggi dengan jumlah unit yang diproduksi.
2.1.7 Kelebihan dan Kelemahan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional (Konvensional) Menurut Hartanto (1992:22) kelebihan dari sistem akuntansi biaya tradisional adalah: 1) Mudah diterapkan Sistem akuntansi biaya konvensional tidak banyak menggunakan cost driver dalam biaya produksi tidak langsung (overhead), sehingga hal ini memudahkan bagi manager untuk melakukan perhitungan. Sistem ini sudah lama diterapkan, sehingga manager tidak terlalu sulit untuk mengadakan penyesuaian dengan sistem ini.
19
2) Mudah diaudit Cost driver yang digunakan tidak terlalu banyak, sehingga biaya produksi tidak langsung (overhead) dialokasikan berdasarkan volume based measure, hal ini akan memmudahkan auditor dalam melakukan proses audit. Menurut Sulastiningsih dan Zulkifli (2002:20) terdapat dua kelemahan sistem biaya konvensional, yaitu: 1) Sistem penetapan biaya produk yang konvensional memang tidak dirancang untuk penetapan biaya produk yang akurat, sebab tujuan utamanya hanya dimaksudkan untuk menetapkan biaya persediaan. 2) Belum pernah dimodifikasi walaupun proses produksi telah berubah. Untuk memutuskan apakah sistem biaya suatu perusahaan telah mencerminkan biaya produk yang optimal, diperlukan analisis detail terhadap sistem biaya tersebut.
2.1.8 Activity Based Costing (ABC) System ABC System merupakan metode costing yang membebankan biaya ke aktivitas-aktivitas dan objek biaya berdasarkan konsumsi sumber daya, bukan berdasarkan alokasi arbitrer, misalnya tenaga kerja langsung seperti dalam pendekatan costing tradisional. ABC System memungkinkan perusahaan untuk menganalisis biaya sumber daya dalam aktivitas dan objek biaya (Walker, 1999:18). Menurut Supriyono (1999b:305) ABC System adalah sistem pembebanan biaya pada obyek biaya melalui dua tahap yaitu melacak biaya pada aktivitas-aktivitas, selanjutnya melacak biaya aktivitas-aktivitas pada obyek-
20
obyek biaya. Mulyadi (2004:20) menyatakan bahwa: βABC System adalah sistem informasi biaya yang berbasis aktivitas didesain untuk memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengelolaan terhadap aktivitasβ. Menurut Sujana (2006), penerapan ABC System merupakan inovasi yang salah satunya adalah untuk mengurangi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah, menambah nilai tambah kepada produk/jasa yang akan dihasilkan, dan mengeliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak sesuai dengan keinginan pelanggan atau yang tidak menciptakan nilai tambah.
2.1.9 Pengertian dan Penggolongan Aktivitas Menurut Mulyadi (2003:9) aktivitas adalah peristiwa, tugas, atau satuan pekerjaan dengan tujuan tertentu sedangkan menurut Supriyono (1999b:33) aktivitas adalah tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran fungsi dengan mengkombinasikan manusia, teknologi, bahan mentah, metode, dan lingkungan secara bersama-sama untuk menghasilkan produk atau jasa. Dari definisi di atas, maka aktivitas adalah tindakan-tindakan yang merupakan suatu unit dasar yang diambil untuk mencapai tujuan perusahaan atau organisasi. Menurut Supriyono (1999b:277) terdapat empat penggolongan aktivitas yaitu:
21
1) Aktivitas-aktivitas berlevel unit. Aktivitas-aktivitas berlevel unit (unit level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi. Besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. 2) Aktivitas-aktivitas berlevel batch. Aktivitas-aktivitas berlevel batch (batch level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk diproduksi. Besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk diproduksi. 3) Aktivitas-aktivitas berlevel produk. Aktivitas-aktivitas berlevel produk (product level activities) atau aktivitas penopang produk (product sustaining activities) adalah aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi atau dijual. Aktivitas ini dapat dilacak pada produk secara individual, namun sumber-sumber yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut tidak dipengaruhi oleh jumlah produk atau batch produk diproduksi. 4) Aktivitas-aktivitas berlevel fasilitas. Aktivitas-aktivitas berlevel fasilitas (facility level activities) atau aktivitas penopang fasilitas (facility sustaining activities) adalah meliputi aktivitas untuk menopang proses pemanufakturan secara umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi produk, namun banyak atau sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan
22
dengan volume atau bauran produk yang diproduksi. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama-sama oleh berbagai jenis produk yang berbeda.
2.1.10 Manfaat ABC System Manfaat yang diberikan ABC System menurut Supriyono (1999b:281) yaitu: 1) Menentukan biaya produk secara lebih akurat 2) Membantu dalam pengambilan keputusan 3) Meningkatkan mutu pembuatan keputusan 4) Menyempurnakan perencanaan strategis 5) Meningkatkan kemampuan yang lebih baik untuk mengelola aktivitasaktivitas melalui penyempurnaan berkesinambungan Sedangkan manfaat yang diberikan oleh ABC System menurut Tunggal (2000:23) yaitu: 1) Suatu pengkajian ABC System meyakinkan manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif, sehingga mereka dapat berusaha meningkatkan mutu sambil secara simultan memfokuskan mengurangi biaya. Analisis biaya dapat menyoroti bagaimana mahalnya proses manufakturing. Hal ini pada akhirnya dapat memacu aktivitas untuk mereorganisasi proses, memperbaiki mutu, dan mengurangi biaya.
23
2) Manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang lebih wajar. 3) Manajemen dapat melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume yang diperlukan untuk mencapai impas (break even) atas produk yang bervolume rendah, dengan adanya analisis biaya yang diperbaiki. 4) Melalui analisis data biaya dan pola konsumsi sumber daya, manajemen dapat mulai merekayasa kembali proses manufacturing untuk mencapai pola keluaran mutu yang lebih efisien dan lebih tinggi.
2.1.11 Kelemahan-kelemahan ABC System Menurut Supriyono (1999 : 714) kelemahan-kelemahan ABC System yaitu: 1) Sistem penentuan harga pokok produk berbasis aktivitas mensyaratkan bahwa perusahaan memproduksi berbagai macam produk dan berada di dalam suatu lingkungan persaingan tertentu. Kondisi ini tidak selalu dapat dipenuhi oleh setiap perusahaan, akibatnya sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas kurang ekonomis apabila diterapkan pada perusahaan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. 2) Sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas lebih menekankan pada permasalahan
pembebananan
biaya-biaya
manufaktur,
pemasaran,
penelitian, dan pengembangan serta yang lainnya namun tidak menjelaskan bagaimana komposisi produk yang paling optimal. 3) Sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas tidak dapat menunjukkan biaya-biaya yang dapat dihindarkan jika suatu produk, jasa atau segmen
24
organisasi tertentu dieleminasi. Biaya-biaya tersebut seperti gaji manajer pabrik. Biaya ini tidak dapat dieleminasi jika salah satu produk yang diproduksi dihentikan. Untuk mengatasi hal tersebut, sistem penentuan harga pokok berbasis aktivitas perlu menggabungkan konsep attributable atau avoidable cost. Biaya yang dapat diatributkan (attributable cost) adalah biaya-biaya yang dieleminasi jika suatu aktivitas tertentu dihentikan. Biaya-biaya tersebut seperti biaya tetap dan variabel yang berkaitan langsung dengan aktivitas tertentu.
2.1.12 ABC System Dalam Dua Dimensi Menurut Supriyono (1999b:364) konsep ABC dinyatakan memiliki dua dimensi, yaitu: 1) Dimensi Biaya (Cost Dimension) Memberikan informasi biaya mengenai sumber daya, aktivitas, produk, dan pelanggan, dimana biaya-biaya sumber daya yang dapat ditelusuri ke aktivitas-aktvitas dan kemudian biaya aktivitas dibebankan ke pelanggan. Dengan demikian dimensi ini merefleksikan kebutuhan untuk membagi sumber daya biaya (cost of resouces) terhadap aktivitas dan biaya aktivitas (cost of activities) terhadap obyek biaya (cost object), seperti pelanggan dan produk agar dapat menganalisa keputusan kritikal. Keputusan tersebut termasuk penetapan harga, pengadaan produk, dan penetapan prioritas untuk usaha.
25
2) Dimensi Proses (Process Dimension) Memberikan informasi mengenai aktivitas apa saja yang dilaksanakan, mengapa
aktivitas
pelaksanaannya.
tersebut
Dimensi
ini
dilaksanakan menjelaskan
dan
seberapa
mengenai
baik
akuntansi
pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas dan lebih memfokuskan pada pertanggungjawaban aktivitas bukan pada biaya, dan menekankan pada maksimalisasi kinerja secara individu. Dengan demikian, dimensi ini merefleksikan kebutuhan untuk suatu kategori informasi baru mengenai kinerja aktivitas. Dimensi ini juga sangat membantu manajemen dalam mengidentifikasikan kesempatan perbaikan.
2.1.13 Perhitungan Harga Pokok Produksi Menurut ABC System Penentuan harga pokok produksi dengan ABC System langkah awalnya sama seperti penentuan harga pokok produksi dengan metode konvensional, yaitu berdasarkan elemen biaya-biaya produksi pada CV. Bentala Bali terdiri dari: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Adapun langkah-langkah dalam perhitungan biaya overhead ABC System adalah sebagai berikut: 1) Tahap pertama Penggolongan berbagai aktivitas dalam satu cost driver Dalam tahap ini dilakukan penghubungan berbagai biaya-biaya dengan setiap kelompok aktivitas, kemudian menentukan kelompok biaya (cost pool) yang homogen, dimana kelompok biaya yang homogen harus terdiri
26
dari aktivitas overhead yang terhubung dan mempunyai konsumsi yang sama untuk semua produk dan yang terakhir adalah menentukan tarif kelompok (pool rate) dengan rumus: πππππ ππππππππ =
π΅ππ ππππππππ πππ‘ππ£ππ‘ππ π‘πππ‘πππ‘π’ πΆππ π‘ π·πππ£ππ ππππππππ π‘πππ‘πππ‘π’
2) Tahap kedua Dalam tahap kedua, biaya setiap kelompok biaya ditelusuri ke produk. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tarif kelompok yang dihitung dalam tahap pertama dan tolak ukur dari jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap produk. Tolak ukur ini merupakan kuantitas pemacu biaya yang digunakan oleh setiap produk. Dengan demikian, overhead yang dibebankan dari setiap kelompok biaya ke setiap produk dapat dihitung sebagai berikut: BOP yang dibebankan = Tarif kelompok Γ unit pemacu biaya yang digunakan
Biaya overhead total per unit produk diperoleh dengan pertama-tama menelusuri biaya overhead dari kelompok ke produk individual. Total ini kemudian dibagi dengan jumlah unit yang dihasilkan, hasilnya adalah biaya overhead per unit. Dengan menambahkan biaya overhead per unit ke biaya utama per unit menghasilkan biaya manufacturing per unit dihitung dengan menggunakan ABC.
27
2.1.14 Perbandingan ABC System dengan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional (Konvensional) Perbedaan antara ABC System dengan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional (konvensional) menurut Tunggal (2003:26) adalah: 1) ABC System menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemicu untuk menentukan berapa besar setiap overhead tidak langsung dari setiap produk yang mengkonsumsi. Sistem tradisional mengalokasikan biaya overhead secara arbiter berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representative, dengan demikian gagal menyerap konsumsi overhead yang benar menurut produk individual. 2) ABC System membagi konsumsi overhead ke dalam empat kategori yaitu: unit, batch, produk, dan penopang fasilitas (facility sustaining). Sistem tradisional membagi biaya overhead ke dalam unit yang lain. Sebagai akibat pengeluaran organisasional ABC memfokus pada sumber biaya, tidak hanya dimana sumber biaya terjadi. Hal ini lebih berguna untuk pengambilan keputusan. Manajemen dapat mengikuti bagaimana biaya timbul dan menemukan cara-cara untuk mengurangi biaya. 3) Fokus ABC System adalah pada biaya, mutu, dan faktor waktu. Sistem tradisional terutama memfokus pada kinerja keuangan jangka pendek, seperti laba dengan cukup akurat. Apabila sistem tradisional digunakan untuk mengidentifikasikan produk yang menguntungkan, angka-angkanya tidak dapat diandalkan/dipercaya.
28
4) ABC System memerlukan masuknya dari seluruh departemen. Persyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih baik dan memberikan suatu pandangan fungsional silang mengenai organisasi. 5) ABC System mempunyai kebutuhan yang lebih kecil untuk analisis varian daripada sistem tradisional karena kelompok biaya (cost pool) dan pemacu (driver) jauh lebih akurat dan jelas, dan ABC dapat menggunakan biaya historis pada akhir periode untuk mengurangi biaya aktual apabila kebutuhan biaya muncul.
2.1.15 Pengertian Laba Kotor Menurut Soemarso (2004:226) laba kotor (gross profit) adalah selisih antara penjualan bersih dengan harga pokok penjualan, sering disebut bruto karena masih harus dikurangi dengan biaya-biaya usaha sedangkan Frasen dan Ormist (2004:104) menyatakan bahwa: βlaba kotor adalah laba tingkat pertama dalam laporan laba rugi yang multiple step. Laba kotor menunjukkan berapa besar keuntungan yang dihasilkan perusahaan sesudah dipotong dengan harga pokok penjualanβ.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian yang lain dilakukan oleh : 1) Erna (2002) dengan judul βAnalisis Perbandingan Metode Konvensional dengan ABC System dalam Penentuan Harga Pokok Produksi Pada Perusahaan Meranggi Jati Gianyarβ. Penelitian tersebut bertujuan untuk
29
menghitung harga pokok produk berdasarkan ABC System dan mengetahui besarnya perbedaan harga pokok per unit berdasarkan metode ABC System dan metode konvensional selama tahun 2001 di Perusahaan Meranggi Jati. Variabel yang dikaji dalam penelitian tersebut adalah harga pokok produksi dan selisih harga pokok produksi. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa ada perbedaan antara metode konvensional dengan ABC System, baik dari segi ukuran produk, maupun dari segi jenis produk yang dihasilkan. Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel yang diteliti, dimana dalam penelitian ini variabel yang dikaji adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik, harga pokok produksi menurut metode konvesional, harga pokok produksi menurut Activity Based Costing System, unit produksi, dan laba kotor. Perbedaan lainnya terletak pada lokasi penelitian. Lokasi penelitian pada penelitian ini adalah pada CV. Bentala Bali Denpasar. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada obyek yang diteliti yaitu sama-sama merupakan perusahaan yang bergerak di bidang konveksi pakaian jadi. Persamaan lain terletak pada tujuan penelitian yaitu sama-sama untuk mengetahui besarnya harga pokok produk berdasarkan ABC System dan untuk mengetahui besarnya perbedaan harga pokok per unit berdasarkan metode ABC System dan metode konvensional. 2) Anang (2002). Penelitian ini tentang perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode ABC System di PT. TMG Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkkan bahwa pembebanan biaya overhead pabrik ke produk
30
dengan menggunakan metode tradisional terjadi penyimpangan biaya terhadap biaya pokok produksi tiap produk. Penyimpangan biaya ini ditunjukkan dengan menggunakan metode ABC System dengan terjadinya overcosting dan undercosting. 3) Mahayuni (2004) dengan judul βABC System sebagai Salah Satu Alternatif Penentuan Harga Pokok Produk pada CV. Fenua Rose Bali β. Permasalahan dari penelitian tersebut adalah bagaimana penentuan harga pokok per unit pada CV. Fenua Rose jika menggunakan ABC System. Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada perusahaan yang dijadikan obyek penelitian, dimana perusahaan yang dijadikan obyek dalam penelitian ini adalah CV. Bentala Bali Denpasar. Perbedaan lainnya terletak pada jenis produk yang diproduksi. Jika CV. Fenua Rose memproduksi 7 jenis produk yang diproduksi yaitu top, dress, skirt, long pant, short pant, blouse, dan shirt. Sedangkan CV. Bentala Bali memproduksi 6 jenis produk yaitu blouse, dress, top skirt, jacket, dan pant. Persamaannya lainnya terletak pada tujuan penelitian yaitu sama-sama untuk mengetahui besarnya harga pokok produk berdasarkan ABC System. 4) Ami (2005). Penelitian ini tentang aplikasi penentuan harga jual kamar pada perusahaan jasa perhotelan menggunakan Metode Activity Based Costing. Hasil penelitian ini adalah metode Activity Based Costing dapat digunakan untuk menentukan harga jual kamar pada perusahaan jasa perhotelan dalam bentuk aplikasi komputer sehingga mampu menghasilkan informasi harga
31
pokok dan harga jual kamar yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan jumlah keuntungan yang diharapkan. 5) Sastriyawati (2005). Melakukan penelitian di perusahaan UD. Dewata di Denpasar. Jumlah produk yang dihitung dalam penentuan harga pokok produksinya sebanyak empat (4) jenis produk, yaitu meja, kursi, almari, dan meja rias. Proses produksi dalam menentukan harga pokok produksi untuk masing-masing produk melalui tiga departemen antara lain departemen pengolahan, departemen perakitan, dan departemen penyempurnaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan metode konvensional lebih kecil dibandingkan harga pokok produksi dengan Activity Based Costing System, karena sistem konvensional membebankan biaya overhead pabrik berdasarkan unit yang diproduksi. Sedangkan perhitungan harga pokok produksi dengan ABC System membebankan biaya overhead pabrik sesuai dengan tingkat atau proporsi konsumsi aktivitas masing-masing produk. 6) Richie (2006). Penelitian ini tentang rekayasa ulang akuntansi biaya: sintesis costing basis fungsional dan aktifitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Functional-Based
Cost
Accounting
telah
menunjukkan
kelemahannya dalam mengalokasikan biaya overhead ke produk. ABC sendiri pun tidak berjalan efektif tanpa penggunaan nyata dalam sistem formal. Reengineering sistem akuntasi biaya menunjukkan bahwa analisis ABC dapat diintegrasikan ke sistem fungsional dan mampu memberikan hasil yang signifikan. Dengan reengineering, informasi akuntansi memenuhi
32
kebutuhan manajemen untuk menentukan harga produk, mengendalikan sumberdaya, dan mengambil keputusan. Reengineering akuntansi biaya menciptakan sistem ABC yang relatif lebih murah, lebih akurat dan lebih sederhana dalam pengoperasian di lingkungan berbasis fungsional. 7) Femala (2007). Penelitian ini tentang penerapan metode Activity Based Costing System dalam menentukan besarnya tarif jasa rawat inap pada RSUD Kabupaten Batang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari perhitungan tarif rawat inap dengan menggunakan metode ABC, apabila dibandingkan dengan metode tradisional maka metode ABC memberikan hasil yang lebih besar kecuali pada kelas VIP dan Utama I yang memberikan hasil lebih kecil. Hal ini disebabkan karena pembebanan biaya overhead pada masing-masing produk. Pada metode akuntansi biaya tradisional biaya overhead pada masing-masing produk hanya dibebankan pada satu cost driver saja. Akibatnya cenderung terjadi distorsi pada pembebanan biaya overhead. Sedangkan pada metode ABC, biaya overhead pada masingmasing produk dibebankan pada banyak cost driver. Sehingga dalam metode ABC, telah mampu mengalokasikan biaya aktivitas kesetiap kamar secara tepat berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas. 8) Myrna (2008). Penelitian ini adalah tentang penerapan Activity Based Costing System untuk mencapai tingkat biaya yang optimal pada PT. Industri Kemasan Semen Gresik Tuban. Hasil penelitian ini adalah pada PT. Industri Kemasan Semen Gresik sangat cocok jika menerapkan metode Activity Based Costing, karena sebagai perusahaan industri yang sedang
33
berkembang, penggunaan metode ini dapat memberikan informasi secara lebih akurat dalam penentuan biaya produksi. 9) Masyhudi (2008). Analisis Biaya Dengan Metode Activity Based Costing Kepaniteraan Klinik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unissula Di Rumah Sakit Pendidikan (Studi Kasus di Rumah Sakit Islam Sultan Agung). Hasil penelitian ini adalah dengan ABC System didapatkan bahwa unit cost biaya kepaniteraan klinik lebih tinggi dari biaya kepaniteraan klinik yang ditetapkan saat ini, hal ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk meningkatkan biaya kepaniteraan agar kualitas kepaniteraan klinik dapat lebih baik. 10) Anggraeni (2008) melakukan penelitian pada perusahaan Marioβs Handicraft di Mengwi. Jumlah produk yang dihitung dalam penentuan harga pokok produksinya sebanyak empat (4) jenis produk, yaitu tempat lilin, tempat tissue, pajangan dinding dan lampu hias. Proses produksi dalam menentukan harga pokok produksi untuk masing-masing produk melalui tiga departemen antara lain departemen pengolahan, departemen perakitan, dan departemen penyempurnaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa adanya selisih lebih dan kurang dalam perhitungan harga pokok produksi dengan metode konvensional dan ABC System, karena perusahaan dalam membebankan biaya overhead pabrik tidak proporsional dengan aktivitas yang dikonsumsi oleh produk tersebut sehingga biaya produksi yang dihasilkan lebih besar. 11) Edy (2009) dengan judul βPenerapan ABC System Dalam Menentukan Harga Pokok Produk Pada CV. Padila Denpasar β. Perbedaan penelitian
34
yang dilakukan peneliti dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada perusahaan yang dijadikan obyek penelitian, dimana perusahaan yang dijadikan obyek dalam penelitian ini adalah CV. Bentala Bali Denpasar. Perbedaan lainnya terletak pada jenis produk yang diproduksi. Jika CV. Padila Denpasar memproduksi 7 jenis produk yang diproduksi yaitu bikini, jump suit, beach pant, top, stocking, swim wear, swim pant. Sedangkan CV. Bentala Bali memproduksi 6 jenis produk yaitu blouse, dress, top skirt, jacket, dan pant. Persamaannya lainnya terletak pada tujuan penelitian yaitu sama-sama untuk mengetahui besarnya harga pokok produk berdasarkan ABC System.