BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Roger dkk 1992 dalam Huda (2012:29) menyatakan pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh suatu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap
pembelajar
bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Selanjutnya Agus Suprijono (2009:54) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Menurut Slavin (1985), pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Dari beberapa pendapat para ahli mengenai pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah suatu model pembelajaran dimana siswa dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 4-6 siswa secara heterogen yang dipimpin oleh guru dengan di dasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Masingmasing anggota tim tidak hanya memiliki tanggung-jawab untuk belajar dan mempelajari apa yang sedang diajarkan, tapi juga harus membantu rekan sekelompok dalam belajar. Guru lebih berperan sebagai fasilitator artinya sebagai jembatan dalam pembelajaran. Menurut Roger dan David Johnson dalam Suprijono (2011:58) menyatakan bahwa tidak semua kerja kelompok dapat disebut sebagai pembelajaran kooperatif. 6
7
Terdapat lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan, antara lain: 1) Saling ketergantungan positif Keberhasilan suatu pembelajaran sangat bergantung kepada usaha dari setiap anggota kelompok. Dalam menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu merancang penugasan yang menuntut setiap anggota kelompok untuk menyelesaikan tugasnya sendiri dan agar anggota kelompok yang lain dapat mencapai tujuan pembelajaran. 2) Tanggung jawab perseorangan Tanggung jawab perseorangan dalam model pembelajaran kooperatif di maksudkan agar setiap siswa merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik untuk menyelesaikan tugas kelompok. Tanggung jawab perseorangan merupakan kunci untuk menjamin semua anggota dapat menyelesaikan tugas yang sama di dalam kelompok. Siswa diharapkan untuk dapat saling membantu untuk menyelesaikan tugas kelompok. 3) Tatap muka Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan pada siswa untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota kelompok. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan. 4) Komunikasi antaranggota kelompok Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat-pendapatnya. Untuk memeroleh keterampilan berkomunikasi dalam kelompok memerlukan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
8
5) Evaluasi proses kelompok. Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Sedangkan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : a.
Siswa secara
berkelompok bekerjasama untuk menyelesaikan materi
pembelajaran yang akan dicapai. b.
Kelompok dibentuk secara heterogen berdasarkan kemampuan akademik, ras/etnis, dan jenis kelamin.
c.
Penghargaan kelompok lebih diutamakan daripada penghargaan individu.
2.1.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif Isjoni (2007: 27-28) menyatakan bahwa pada dasarnya cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu: 1. Hasil Belajar Akademik; Dalam cooperative learning meskipun mencangkup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. 2. Penerimaan terhadap perbedaan individu; Tujuan lain cooperative learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang
2.1.3 Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif Riger dan David johnson (Rusman 2011:212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperatif learning), yaitu sebagai berikut: 1. Prinsip
ketergantungan
positif
(positive
interdependence),
yaitu
dalam
pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
9
2. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. 3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain. 4. Partisipasi dan komunikasi (participacion communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran. 5. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif.
2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Menurut Slavin dalam Isjoni (2009:74) salah satu tipe kooperatif yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling membantu dan memotivasi dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievemen Division (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dikembankan oleh Robert Slavin dan teman-temanya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan Student Teams Achievement Division (STAD) juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa didalam satu kelas dibagi menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang yang setiap kelompok harus heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota kelompok menggunakan lembar kegiatan siswa (LKS) atau menggunakan perangkat pembelajaran lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan
10
pelajaran melalui tutorial, kuis satu sama lain dan atau melakukan diskusi setiap individu. Berikut adalah langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (2005) : 1.
Persiapan a. Materi Guru mempersiapkan materi pembelajaran yang dirancang untuk pembelajaran secara berkelompok. kemudian membuat lembar diskusi, lembar jawaban diskusi, dan kuis untuk setiap periode pembelajaran. b. Pembagian siswa ke dalam tim/kelompok Anggota tim berjumlahkan 4-5 orang yang heterogen. Aturan heterogenitas tim dapat berdasarkan pada kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah), jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif). c. Penentuan skor awal Skor awal dapat diambil dari nilai tes paling akhir yang dimiliki siswa. Bisa juga diambil dari rapor siswa pada semester sebelumnya. d. Membangun tim Sebelum memulai pembelajaran dapat dilakukan kegiatan yang bertujuan untuk mendekatkan antar anggota dalam tim. Misalnya dengan cara memberikan kesempatan kepada tim untuk memberikan nama tim, menciptakan logo tim, atau yel-yel tim.
2.
Pengajaran Pembelajaran dalam STAD diawali dengan guru menyajikan materi pelajaran. Dalam penyajian materi pelajaran yang perlu dilakukan adalah menginformasikan dan membangun rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan dipelajari.
11
3.
Belajar Tim Dalam kegiatan ini, guru membagikan lembar diskusi dan lembar jawaban diskusi untuk setiap tim sebagai bahan yang akan dipelajari siswa di dalam tim. Siswa di dalam tim dituntut untuk secara bersama-sama mendiskusikan dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru melalui lembar diskusi. Guru membantu siswa mengarahkan, memperjelas konsep, dan menjawab pertanyaan siswa di dalam tim.
4.
Tes Setelah kegiatan tim berakhir, dilanjutkan pemberian tes/kuis kepada setiap siswa. Dalam mengerjakan kuis siswa dilarang untuk saling membantu. Hasil tes digunakan untuk nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok.
5.
Rekognisi Tim a. Menghitung skor individual dan tim Setelah pemberian tes/kuis, guru menghitung skor perkembangan individu dan skor kelompok berdasarkan rentan skor yang diperoleh setiap individu. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, penghargaan kelompok didasarkan atas skor yang didapatkan oleh kelompok dan skor kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap kuis. b. Pemberian penghargaan kelompok Setelah dihitung skor perkembangan individu dan kelompok, kemudian guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang memiliki poin paling tinggi. Pemberian penghargaan tergantung pada kreativitas guru, dapat berupa pujian, sertifikat, atau hadiah.
6.
Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok Setelah beberapa periode pertemuan (2-3 pertemuan) dilakukan penghitungan ulang skor skor evaluasi yang berfungsi untuk penentuan skor awal siswa yang baru. Satu periode penilaian (3-4 minggu) dilakukan
12
perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain. Berdasarkan penjabaran mengenai pengertian dan langkah-langkah model STAD, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model STAD meliputi: 1. Membentuk kelompok yang anggotanya empat orang secara heterogen (campuran menurut jenis kelamin, prestasi, ras, suku, etnik, dll). 2. Guru menyajikan pelajaran. 3. Guru memberikan soal untuk di diskusikan. 4. Tiap anggota tim saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim. 5. Guru memberi kuis atau pertanyaan pada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu. 6. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. 7. Memberi evaluasi 8. Penutup Berdasarkan simpulan langkah-langkah model Student Teams Achievement Division (STAD), dapat diketahui bahwa model ini menekankan pada adanya kerja kelompok yang dibagi secara heterogen agar masing-masing siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Dengan begitu siswa secara individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh nilai maksimal.
2.3
Hakikat IPA
2.3.1 Pengertian IPA Ilmu pengetahuan alam diambil dari kata dalam bahasa Inggris natural science, artinya ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Powler dalam Samatowa (2009: 3) menyatakan bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang
13
tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis.
Selanjutnya
Winataputra
dalam
Samatowa
(2009:3)
mengatakan bahwa IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, melainkan cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan masalah. Selanjutnya Depdiknas, 2006 menjelaskan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Menurut Abdullah (1998:18) IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan cara melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan yang lain. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen observasi yang dilakukan secara sistematis untuk mendapatkan sebuah proses penemuan. IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap. Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi; evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.
2.3.2 Tujuan IPA Bernal (1998:3) Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan Sebagai berikut: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
14
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4. Mengembangkan
keterampilan
proses
untuk
menyelidiki
alam
sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargaialam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.3.3 Ruang Lingkup IPA Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 ruang lingkup mata pelajaran IPA meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas. 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. 4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Proses pelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajah dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri untuk menumbuhkan kemampuan fisik, bekerja, dan bersikap ilmiah serta dapat mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu
15
Pendididikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
2.4
Hakikat Belajar
2.4.1 Pengertian Belajar Menurut Dimyati dan Mudjiono, (2009:20) hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar, hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti, Oemar Hamalik, (2011:30). Menurut Suprijono (2012:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Senada dengan pendapat tersebut menurut Nana Sudjana (2002:2), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Selanjutnya menurut Winkel (2006:53), belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Hasil belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan hasil merupakan hasil dari proses belajar.
2.4.2 Hasil Belajar Guru merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap proses pembelajaran maupun hasil belajar, sebab guru merupakan manajer atau sutradara dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut agar mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, aktif dan menantang.
16
Nana Sudjana (2010:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hasil belajar merupakan wujud dari keberhasilan belajar yang menunjukkan kecakapan dalam penguasaan materi pengajaran. Hasil Belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono, (2011:7) mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowlwedge (pengetahuan, ingatan), comprehension
(pemahaman,
menjelaskan,
meringkas,
contoh),
application
(menerapkan), analysism (menguraikan, menentukan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organizations (organisasi),
characterization
(karakterisasi).
Domain
psikomotorik
meliputi
initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotorik juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Selanjutnya hasil belajar menurut Winkel dalam Purwanto, (2011: 45) adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.
2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Sardiman (2007:39) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor intern (dari dalam) diri siswa dan faktor ekstern (dari luar) siswa. Berkaitan dengan faktor dari dalam diri siswa, selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Kehadiran faktor psikologis dalam belajar akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal. Menurut Dimyati dan Mudjiono dalam Slameto (2010:54) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
17
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Abdulrahman (dalam Slameto 2010), hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar mengajar. Menurut Sudjana (2010), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Sudjana (2010), dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu: 1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi; 2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni gerakan reflek, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan komplek, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA adalah perubahan tingkat perkembangan mental yang lebih baik dari sebelumnya akibat dari proses pembelajaran yang diukur dengan pemberian evaluasi oleh guru sehingga akan diketahui hasil belajar dan mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru pada pembelajaran IPA. Hasil belajar IPA yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan treatment atau perlakuan
18
berupa model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
2.5 Hasil Kajian Relevan Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh: Penelitian Rahmawati (2011) yang berjudul Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Pecahan Siswa Kelas 4 Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukan bahwa setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD), hasil belajar siswa pada materi pelajaran penjumlahan dan pengurangan pecahan semakin meningkat. Hal ini ditunjukan dengan sebelum pelaksanaan tindakan, siswa yang mencapai KKM sejumlah 11 siswa atau 45,83% dari 24 siswa dan rata-rata kelas 70,83. Sedangkan pada siklus 2 siswa yang mencapai KKM sejumlah 21 siswa atau 87,50% dari 24 siswa dan rata-rata kelas 83,08 Sumiyatik, Sri (2012) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Tema Pasar Melalui Metode Student Team Archievement Division (STAD) Kelas III SD Negeri Besani Blado Batang Semester 2 Tahun 2012” Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode metode Student Teams Achievmet Division (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tema pasar. Hal ini dapat ditunjukan dengan kenaikan rata-rata nilai siswa pada pra siklus 51,00, siklus satu adalah 69,67 dan siklus dua adalah 88,34. Wijaya, Adus (2012) “Peningkatan Hasil Belajar IPA Tentang Sifat– Sifat Cahaya Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) Siswa Kelas V SD N Mangunsari 05 Kecamatan Sidomukti Salatiga” Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadinya peningkatan pemahaman yang ditandai dengan ketuntasan hasil belajar. Peningkatan pemahaman belajar siswa tersebut terjadi secara bertahap, dimana pada kondisi awal hanya terdapat 25 siswa (54%) yang telah tuntas dalam belajarnya, pada Siklus I melalui 2
19
pertemuan ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 31 siswa (67%) yang telah tuntas, dan pada Siklus II ketuntasan belajar siswa meningkat lagi menjadi 41 siswa atau 89%. Hariyuwati (2011) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran STAD, Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan pada Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012” Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar matematika. Prosentase ketuntasan siswa pada kondisi awal hanya 18,2% pada siklus 1 meningkat menjadi 45% dan meningkat lagi pada siklus 2 menjadi 95%. Pencapaian hasil belajar yang signifikan membuktikan bahwa pembelajaran kooperatif model STAD cocok digunakan dalam pembelajaran matematika pada kelas IV SD Negeri 3 Mrisi kecamatan Tanggungharjo kabupaten Grobogan, dan perlu disosialisasikan serta menjadi alternatif dalam pembelajaran matematika. Yanuardi (2014) “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Siswa Kelas 4 di SD Negeri Kutowinangun 04 Kecamatan Tingkir Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014”. Hasil penelitian yang saya lakukan adalah terjadinya peningkatan hasil belajar. Peningkatan hasil belajar terseebut terjadi secara bertahap, dimana pada prasiklus siswa yang mencapai KKM berjumlah 22 siswa atau 61% dari 36 siswa. Pada siklus I
melalui 2 pertemuan
menggunakan media gambar.
Ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 28 siswa atau 78% dan pada siklus II saya menggunakan 2 media yaitu gambar dan benda yang yang saya rangkai menjadi media menyerupai tanah longsor. Ketuntasan belajar siswa meningkat lagi menjadi 33 siswa atau 92%.
20
2.6 Kerangka Berpikir Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Menurut Rumusan (2011:210) model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Bagan kerangka berpikir model pembelajara Student Teams Achievement Division (STAD) dapat digambarkan sebagai berikut:
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Awal
Guru menggunakan metode ceramah
Guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
Hasil belajar siswa dapat meningkat
a. Siswa merasa bosan, jenuh dalam PBM b. Siswa tidak aktif dalam pembelajaran c. Hasil belajar siswa rendah
Siklus I: Guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD Siklus II: Guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD setalah dilakukan perbaikan-perbaikan
Tabel 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Hasil belajar IPA kelas 4 rendah di bawah KKM ≥ 70 dan setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) guru telah mempersiapkan materi dari sebelumnya sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD), siswa lebih aktif
21
dalam pembelajaran tidak merasa bosan, jenuh, mengantuk, dan siswa mendapatkan pengalaman belajar yang baru yaitu mengerjakan tugas kelompok bertukar pendapat atau ide sesama anggota kelompoknya. Hasil belajar siswa meningkat di atas KKM ≥ 70, jadi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4.
2.7 Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian pada kajian pustaka dan kerangka berpikir yang sudah dibuat, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Kutowinangun 04 Kecamatan Tingkir Salatiga Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014.