8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1
Pengertian Matematika Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang sangat penting dan sangat
berperan dalam perkembangan dunia. Untuk mengetahui matematika lebih jauh, kita harus mengetahui pengertian matematika itu sendiri. Berikut pengertian matematika menurut ahli: Berdasarkan Kurikulum 2004: Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Kurikulum 2006): Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan diskrit. Untuk mengusai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Menurut Jujun S (2007:190) dalam Wahyudi dan Kriswandani (2013:9) “matematika merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari emosi. Matematika sebagai bahasa merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan”. Menurut Johnson & Rising (1972) dalam Subarinah (2006) dalam Wahyudi dan Kriswandani (2013:10) “matematika merupakan telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat”. Menurut Subarinah (2006) dalam Wahyudi
dan Kriswandani (2013:10)
“matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Hal ini berarti belajar
8
9
matematika pada hakikatnya adalah belajar konsep, struktur konsep, dan mencari hubungan antara konsep dan strukturnya. Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2013:10): “Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan simbol dan merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari emosi. Matematika berkenaan dengan ide-ide, strukturstruktur dan hubungan-hubungannya diatur menurut aturan yang logis, berpola deduktif, dan berupa bahasa yang dilambangkan dengan simbol-simbol. Menurut Depdikbud yang dikutip Suharno dalam Wahyudi dan Kriswandani (2013:11) “matematika yang diberikan di pendidikan tingkat dasar sampai tingkat menengah disebut juga dengan matematika sekolah”. Matematika
sekolah
terdiri
atas
bagian-bagian
yang
dipilih
untuk
menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpadu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu penulis menyatakan bahwa matematika adalah merupakan ilmu pengetahuan dasar yang menekankan pada pembentukan nalar atau logika, sikap, dan keterampilan sehingga harus diberikan pada peserta didik karena yang akan membawa manfaat dalam kehidupannya kelak. Matematika menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain sehingga penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsepkonsep matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini. Berdasarkan hal tersebut maka matematika dipilih menjadi salah satu mata pelajaran yang diberikan di ketiga tingkatan pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan dasar (Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama), pendidikan menengah (Sekolah Menengah Atas), dan perguruan tinggi. 2.1.2
Teori Proses Belajar Mengajar Matematika
a. Tujuan Pembelajaran Matematika Mata pelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar menekankan pada pembentukan nalar atau logika, sikap, dan keterampilan yang terkandung dalam setiap pembelajaran matematika. Matematika SD digunakan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
10
Pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah proses yang dengan tujuan untuk untuk menciptakan susasana lingkungan yang memungkinkan sesorang (peserta didik) melaksanakan kegiatan belajar mengajar matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Dalam batasan pengertian pembelajaran yang dilakukan di sekolah, pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika di sekolah. Dari pengertian tersebut jelas kiranya bahwa unsur pokok dalam pembelajaran matematika adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja dirancang disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksanaan kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai obyek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran. Pembelajaran matematika tujuan adalah untuk mendidik siswa dapat berpikir secara logis, kreatif, dan sistematis. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Depdiknas (2006) dalam Dina Mayadiana Suwarna (2009:2) dijelaskan bahwa tujuan pembelajaran matematika untuk: 1) Siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2) Siswa memiliki kemampuan menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Siswa memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
11
b. Strategi Pembelajaran Matematika Menurut Gatot Muhsetyo (2008) dalam pembelajaran matematika dikenal beberapa strategi yang dapat diterapkan yaitu: 1) Strategi ekspositorik, yaitu suatu strategi belajar mengajar yang menyiasati agar semua aspek dari komponen-komponen sistem pembelajaran mengarah pada materi pelajaran atau pesan kepada siswa secara langsung. Dalam strategi ini siswa tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang dipelajari. 2) Strategi heuristik, yaitu suatu strategi belajar mengajar yang menyiasati aspekaspek dari komponen-komponen pembentuk sistem pembelajaran mengarah kepada pengaktifan siswa untuk mencari dan memahami sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan. Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan strategi pembelajaran matematika yang disesuaikan dengan: 1) Topik yang sedang dibicarakan, artinya guru dalam menentukan strategi pembelajaran perlu untuk menyesuaikan dengan karakeristik topik pembelajaran sebab tidak semua strategi pembelajaran cocok untuk semua topik pembelajaran. 2) Tingkat perkembangan intelektual peserta didik, artinya penerapan strategi pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan intelektual peserta didik, misalnya siswa SD kelas rendah lebih tepat diterapkan strategi pembelajaran yang lebih banyak mengajak siswa untuk bermain dan belajar. 3) Prinsip dan teori belajar, artinya prinsip dan teori belajar memberikan banyak pengetahuan tentang bagaimana seharusnya guru merancang strategi pembelajaran sehingga diharapkan pembelajaran lebih berhasil dalam mencapai kompetensi siswa. 4) Keterlibatan aktif peserta didik, artinya penggunaan startegi pembelajaran harus semaksimal mungkin melibatkan siswa secara aktif sehingga yang diperoleh siswa lebih bermakna dalam kehidupannnya. 5) Keterkaitan dengan kehidupan peserta didik sehari-hari, artinya strategi pembelajaran harus diupayakan agar mampu mengaitkan apa yang dipelajari siswa dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dengan demikian apa yang dipelajari siswa bukan sesuatu yang asing namun bermakna dan bermanfaat bagi kehidupannya.
12
6) Perkembangan dan pemahaman penalaran tematis, artinya penyusunan strategi pembelajaran perlu memperhatikan perkembangan dan pemahaman penalaran siswa dimana siswa pada tingkatan rendah masih memahami sesuatu secara tema bukan secara sendiri-sendiri.
c. Prinsip Pembelajaran Matematika Dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika seorang guru sebaiiknya menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran matematika. Menurut Gatot Muhsetyo (2008:9) mengemukakan bahwa prinsip pembelajaran matematika adalah sebagai berikut : 1) Proses pembelajaran dalam pengajaran matematika seperti latihan (drill), menghafal, dan ulangan memang memadahi tetapi akan lebih efektif apabila guru mendorong kreatifitas siswa dengan membantu menanamkan pengertian ide dasar dan prinsip-prinsip berhitung melalui kegiatan-kegiatan tersebut. Pembelajaran matematika yang dilandasi pengertian akan mengakibatkan daya ingat dan daya transfer yang lebih besar. Seperti yang dikemukakan oleh Thondike bahwa perlu diupayakan banyak praktik dan latihan (drill and practice) kepada peserta didik agar konsep dan prosedur dapat mereka kuasai dengan baik. 2) Dalam menyajikan topik-topik baru hendaknya dimulai dari tahapan yang paling sederhana menuju ke tahapan yang lebih kompleks, dari lingkungan yang dekat dengan anak menuju ke lingkungan yang lebih luas. 3) Pengalaman-pengalaman sosial anak dan penggunaan benda-benda kongkret perlu dilakukan guru untuk membantu pemahaman anak-anak terhadap pengertian-pengertian dalam pembelajaran matemtika. 4) Setiap langkah dalam pembelajaran matematika hendaknya diusahakan melalui penyajian yang menarik untuk menghindarkan terjadinya tekanan atau ketegangan pada diri siswa. 5) Setiap siswa belajar dengan kesiapan dan kecepatannya sendiri-sendiri. Tugas guru selain memotivasi kesiapan juga memberikan pengalaman yang bervariasi dan efektif.
13
6) Latihan-latihan sangat penting untuk memantapkan pengertian dan keterampilan. Karena itu latihan-latihan harus dilandasi pengertian. Latihan akan sangat efektif apabila dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip penciptaan suasana yang baik. Latihan yang terlalu rumit, padat, dan melelahkan hendaknya dihindarkan untuk mencegah terjadinya ketegangan. Berlatih secara berkala, teratur, dengan mengulang kembali secara ringkas, akan mendorong kegiatan belajar karena timbul rasa menyenangi dan menghindarkan dari kelelahan. 7) Relevansi pembelajaran matematika dengan kehidupan sehari-hari perlu ditekankan. Dengan demikian pelajaran matematika yang didapatkan anak-anak akan lebih bermakna baginya dan lebih jauh lagi mereka dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu guru perlu membuat persiapan yang terencana agar anak-anak mendapatkan pengalaman belajar yang beragam dan fungsional. 2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran
kooperatif
merupakan
model
pembelajaran
yang
mengutamakan kerja sama siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang belajar dalam kondisi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk
bekerja
sama
pada
suatu
tugas
bersama,
dan
mereka
harus
mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Menurut Parker (1994) dalam Miftahul Huda (2012:29) mendefinisikan “kelompok kecil kooperatif sebagai suasana pembelajaran di mana para siswa saling berinteraksi dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi tercapainya tujuan bersama”. Menurut Woolfolk (2001) dalam Warsono & Hariyanto (2012:161) mendefinisikan: Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengaturan yang memungkinkan para siswa bekerja sama dalam suatu kelompok campuran dengan kecakapan yang berbeda-beda, dan akan memperoleh penghargaan jika kelompoknya mencapai suatu keberhasilan. Dengan demikian pembelajaran kooperatif bergantung pada efektifitas kelompok-kelompok siswa tersebut. Dalam pembelajaran ini, guru diharapkan mampu
14
membentuk kelompok-kelompok kooperatif dengan berhati-hati agar semua anggotanya dapat bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan pembelajarannya sendiri dan pembelajaran teman-teman satu kelompoknya. Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab mempelajari apa yang disajikan dan membantu temanteman satu kelompok untuk mempelajarinya juga. Menurut penulis pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran di mana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dan bekerja sama dalam belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif umumnya melibatkan kelompok yang terdiri 3-4 orang siswa dengan kemampuan yang berbeda dan ada pula yang menggunakan kelompok dengan ukuran yang berbeda-beda. b.
Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Merujuk pendapat dari Stahl dalam Slavin (2003) disebutkan bahwa sebuah pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1) Adanya tatap muka antar teman 2)
Adanya sikap mau mendengarkan antar anggota
3)
Adanya proses belajar dari teman sendiri dalam kelompok
4)
Belajar dalam kelompok kecil
5)
Produktif berbicara atau mengemukakan pendapat
6)
Siswa mampu membuat keputusan
7)
Siswa aktif Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif, guru melakukan pemantauan
terhadap kegiatan belajar siswa, mengarahkan keterampilan kerjasama, dan memberikan bantuan pada saat diperlukan. Aktifitas belajar berpusat pada siswa, guru berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator. Dengan kondisi demikian diharapkan siswa mampu mengembangkan semua potensinya secara optimal dengan keleluasaan cara berfikir dan kreatifitas yang dimiliki siswa dalam pembelajaran. Sistem evaluasi dalam pembelajaran kooperatif yaitu sistem evaluasi yang dilakukan berdasarkan pencapaian prestasi belajar komulatif dalam kelompok. Kemampuan atau prestasi setiap anggota kelompok sangat menentukan hasil pencapaian belajar kelompok. Untuk itu penguasaan materi pelajaran setiap siswa sangat ditekankan dalam pembelajaran kooperatif.
15
c.
Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur Menurut Miftakhul Huda (2012:138), model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa pada kelompok kecil dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur merupakan modifikasi dari model pembelajaran numbered heads together. Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah pada penugasan dan masuk keluarnya anggota kelompok. Menurut Agus Suprijono (2013), model kepala bernomor struktur adalah suatu metode belajar dimana siswa dikelompokkan dengan diberi nomor. Setiap nomor mendapat tugas berbeda dan nantinya dapat bergabung dengan kelompok lain yang bernomor sama untuk bekerjasama. Model kepala bernomor struktur adalah modifikasi dari number heads together (NHT). Menurut penulis, model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur adalah model pembelajaran yang membagi siswa menjadi kelompok sekitar 3-4 orang dan tiap siswa dalam kelompok mendapatkan nomor yang berbeda, dimana setiap nomor tugasnya berbeda. Alasan pemilihan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur adalah: 1) Teknik ini merupakan pengembangan dari teknik number heads together (NHT) 2) Memudahkan pembagian tugas 3) Memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab individunya sebagai anggota kelompok. 4) Dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas Prosedur dari model kepala bernomor struktur (modifikasi dari Number Heads) dalam (Miftahul Huda, 2012: 139) yaitu: 1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
16
2) Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya. Misalnya: siswa nomor 1 membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang berhubungan dengan penyelesaian soal. Siswa nomor 2 bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa nomor 3 mencatat dan melaporkan hasil pekerjaan kelompok. 3) Jika perlu (untuk tugas-tugas yang lebih sulit), guru juga bisa melibatkan antar kelompok. Siswa diminta keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka 4) Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain 5) Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Kelebihan model kepala bernomor struktur, yaitu : 1) Setiap siswa menjadi siap semua. 2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. 3) Dapat bertukar pikiran dengan siswa yang lain. 4) Dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 5) Mampu memperdalam pemahaman siswa. 6) Melatih tanggung jawab siswa. 7) Menyenangkan siswa dalam belajar. 8) Mengembangkan rasa ingin tahu siswa. 9) Meningkatkan rasa percaya diri siwa. 10) Mengembangkan rasa saling memiliki dan kerjasama. 11) Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi. 12) Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar. 13) Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat pelajaran menempati jam terakhir pun, siswa tetap antusias belajar. Kelemahan model kepala bernomor struktur, yaitu: 1) Guru tidak mengetahui kemampuan masing-masing siswa. 2) Waktu yang dibutuhkan banyak
17
d.
Hasil Belajar 1) Definisi Belajar Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dari segala sesuatu yang diperkirakan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting didalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Oleh karena itu dengan menguasai prinsip-prinsip dasar tentang belajar, seseorang mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis. Banyak ilmuwan yang memberikan pengertian tentang belajar menurut sudut pandang masing-masing. Pendapat ahli tentang belajar antara lain : Menurut Gagne dalam Agus Suprijono (2013) “belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktifitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah”. Selanjutnya Winkel dalam Muhammad (2008) “belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan”. Menurut Morgan dalam Agus Suprijono (2013) “learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience”. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman). Menurut Slameto dalam Syaiful Bahri Djamarah (2011:13) “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa belajar yaitu suatu aktivitas atau usaha yang disengaja untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
18
2) Hasil Belajar Pengertian hasil belajar menurut Agus Suprijono (2013:4) bahwa: Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Menurut Kunandar (2006:229): Hasil belajar adalah kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar. Hasil belajar dalam silabus berfungsi sebagai petunjuk tentang perubahan perilaku yang akan dicapai oleh siswa sehubungan dengan kegiatan belajar yang dilakukan, sesuai dengan kompetensi dasar dan materi standar yang dikaji. Hasil belajar bisa berbentuk pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Adapun yang dimaksud dengan prestasi belajar menurut Muhibbin Syah, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008) bahwa: Prestasi belajar adalah taraf keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok pesantren yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Prestasi belajar atau prestasi adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Kingsley dalam Sudjana (2012:22) “membagi tiga macam hasil belajar, yaitu :(a) keterampilan dan kebiasaan; (b) pengetahuan dan pengertian; (c) sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah”. Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasili belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya dalam satu kompetensi dasar yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Adapun dalam penelitian ini yang dimaksud hasil belajar adalah tingkat keberhasilan peserta didik setelah menempuh proses pembelajaran tentang materi tertentu, yakni tingkat penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu dan diwujudkan dalam bentuk nilai atau skor.
19
3) Tujuan Belajar Tujuan belajar sebetulnya sangat banyak sekali dan bervariasi. Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan instructional effects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sementara tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional lazim bentuknya berupa kemampuan berpikir kritis, kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain dan sebagainya. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu. (Agus Suprijono, 2013:5) 4) Prinsip-Prinsip Belajar Dalam melakukan kegiatan belajar dihadapkan pada berbagai masalah yang dapat menghambat pencapaian tujuan belajar. Berkaitan dengan hal tersebut maka Agus Suprijono (2013) mengemukakan prinsip-prinsip belajar yaitu: a) Belajar adalah perubahan perilaku Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri: (1) Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari (2) Kontinyu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya (3) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup (4) Positif atau berakumulasi (5) Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan (6) Permanen atau tetap, sebagaimana dikatakan Wittig, belajar sebagai any relatively permanent change in an organism’s behavioral reperoire that occurs as a result of experience (7) Bertujuan dan terarah (8) Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan. b) Belajar adalah proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistematik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar. c) Belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.
20
5) Jenis dan Indikator Hasil Belajar Hasil belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai setelah seseorang belajar. Menurut Ahmad Tafsir (2008: 34-35), hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: 1) tahu, mengetahui (knowling); 2) terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing); dan 3) melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekwen (being). Adapun menurut Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008), bahwa hasil belajar diklasifikasikan ke dalam tiga ranah yaitu: 1) ranah kognitif (cognitive domain); 2) ranah afektif (affective domain); dan 3) ranah psikomotor (psychomotor domain). Bertolak dari kedua pendapat tersebut di atas, penulis lebih cenderung kepada pendapat Benjamin S. Bloom. Kecenderungan ini didasarkan pada alasan bahwa ketiga ranah yang diajukan lebih terukur, dalam arti bahwa untuk mengetahui hasil belajar yang dimaksudkan mudah dan dapat dilaksanakan, khususnya pada pembelajaran yang bersifat formal. Sedangkan ketiga aspek tujuan pembelajaran yang diajukan oleh Ahmad Tafsir sangat sulit untuk diukur. Walaupun pada dasarnya bisa saja dilakukan pengukuran untuk ketiga aspek tersebut, namun ia membutuhkan waktu yang tidak sedikit, khususnya pada aspek being, di mana proses pengukuran aspek ini harus dilakukan melalui pengamatan yang berkelanjutan sehingga diperoleh informasi yang meyakinkan bahwa seseorang telah benar-benar melaksanakan apa yang ia ketahui dalam kesehariannya secara rutin dan konsekuen. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berkesimpulan bahwa jenis hasil belajar itu meliputi 3 (tiga) ranah atau aspek, yaitu: 1) ranah kognitif (cognitive domain); 2) ranah afektif (affective domain); dan 3) ranah psikomotor (psychomotor domain). Untuk mengungkap hasil belajar pada ketiga ranah tersebut di atas diperlukan patokan-patokan atau indikator-indikator sebagai penunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat tertentu dari ketiga ranah tersebut.
21
Dalam hal ini Muhibbin Syah (2008:150) mengemukakan bahwa : Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data prestasi belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai indikator prestasi belajar sangat diperlukan ketika seseorang akan menggunakan alat dan kiat evaluasi. Menurut Muhibbin Syah (2008:150) “urgensi pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai jenis-jenis prestasi belajar dan indikator-indikatornya adalah bahwa pemilihan dan pengunaan alat evaluasi akan menjadi lebih tepat, reliabel, dan valid”. 6) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain; faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). a) Faktor Intern Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun
yang
dapat
digolongkan
ke
dalam
faktor
intern
yaitu
kecerdasan/intelegensi, bakat, minat dan motivasi. (1) Kecerdasan Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar. (2) Bakat Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Menurut Muhibbin Syah mengatakan bakat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.
22
(3) Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang. Menurut Winkel minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung
dalam bidang itu. Selanjutnya Slameto mengemukakan
bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang. Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri. Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya. (4) Motivasi Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Nasution mengatakan motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan Sardiman mengatakan bahwa motivasi adalah menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. b) Faktor Ekstern Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-
23
pengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya. Menurut Slameto, faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat. (1) Keadaan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Slameto bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia.
Adanya
rasa
aman dalam keluarga sangat penting dalam
keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar. Oleh karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan dimulai dari keluarga. Sedangkan sekolah merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan pendidikan informal ke lembaga-lembaga formal memerlukan kerjasama yang baik antara orang tua dan guru sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan prestasi belajar anak. Jalan kerjasama yang perlu ditingkatkan, dimana orang tua harus menaruh perhatian yang serius tentang cara belajar anak di rumah. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Karena anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar. (2) Keadaan Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil belajarnya. Menurut Kartono mengemukakan guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar. Oleh sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar.
24
(3) Lingkungan Masyarakat Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada. e.
Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur pada mata pelajaran matematika maka peserta didik akan semakin aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini akan berpengaruh pada pemahaman dan penguasaan materi pembelajaran yang telah dilaksanakan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika.
2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan 2.2.1 Laporan penelitian oleh Ratih Wulandari (2011) yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur pada Peserta Didik Kelas V MIN Mulur Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011”, Subyek dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas V MIN Mulur Sukoharjo tahun pelajaran 2010/2011 yang terdiri atas 15 siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: Penggunaan model pembelajaran tipe kepala bernomor struktur dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi peserta didik kelas V MIN Mulur Sukoharjo. Hal ini dapat terlihat pada kegiatan pembelajaran menulis deskripsi dengan meningkatnya keterampilan menulis deskripsi siswa. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan yaitu pada pra tindakan nilai rata-rata 58,6 dengan ketuntasan klasikal 33,3%. Pada siklus I menunjukkan nilai rata-rata kelas mencapai 72,45 dengan ketuntasan klasikal meningkat menjadi 69,9%. Pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 75,58 dan ketuntasan kalsikal menjadi 80%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kepala bernomor struktur dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi siswa kelas V MIN Mulur tahun pelajaran 2010/2011. (http://digilib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=showview&id=20256)
25
2.2.2 Laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahma Sopia (2011) yang berjudul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Kepala Bernomor Struktur Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa SMPN 3 Tangerang Selatan. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII SMPN 3 Tangerang Selatan. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa SMPN Tangerang Selatan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ketuntasan siklus 1 adalah 71,7%
dan siklus 2 sudah tuntas 100%. (dalam
http://www.google.com/#output=search&sclient=psyb&q=model+pembelajaran+kepala+bernomor+struktur&oq=model+pembelajaran+ke pala+bernomor+struktur) Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa, sehingga model pembelajaran ini dapat dijadikan alternatif pilihan dalam kegiatan pembelajaran.
2.3 Kerangka Pikir Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika perlu diupayakan perbaikan pembelajaran. Perbaikan pembelajaran harus diupayakan agar siswa yang semula pasif menjadi aktif. Pembelajaran matematika memiliki tingkat kesulitan sendiri maka dalam pemilihan model pembelajaran diupayakan agar mampu menampung perbedaan individual siswa dan mampu menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur mampu merubah pembelajaran yang semula siswa pasif dan bosan mengikuti pembelajaran matematika sehingga hasil belajarnya rendah menjadi pembelajaran yang berlangsung aktif, penuh perhatian, siswa senang belajar matematika sehingga hasil belajar siswa kelas VI SDN Jatisari 02 Kecamatan Subah Kabupaten Batang meningkat. Selanjutnya kerangka pikir penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
26
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berfikir
KONDISI AWAL
GURU Hanya menggunakan metode ceramah saja dan belum menggunakan alat peraga
SISWA Hasil belajar siswa rendah ≤ KKM sebanyak 69%
PEMBERIAN TINDAKAN
Pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dan model pembelajaran tipe kepala bernomor struktur
SIKLUS I Dengan menggunakan alat peraga dan model pembelajaran tipe kepala bernomor struktur hasil belajar meningkat
SIKLUS II Dengan menggunakan alat peraga dan model pembelajaran tipe kepala bernomor struktur hasil belajar ≥ KKM sebanyak 80%
KONDISI AKHIR
Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur dalam pembelajaran matematika maka hasil belajar siswa meningkat
2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka fikir tersebut di atas maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VI SDN Jatisari 02 Kecamatan Subah Kabupaten Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014.