BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1. Mata Pelajaran Matematika 2.1.1.1 Hakikat Matematika Menurut Wahyudi dan Inawati (2011:5), “matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya”. Pendapat tersebut senada dengan Hudojo (2005:36) yang menyatakan
bahwa
“matematika
merupakan
gagasan
berstruktur
yang
hubungannya diatur secara logis, bersifat abstrak, penalarannya deduktif dan dapat memasuki wilayah cabang ilmu lainnya”. Sedangkan menurut Kline dalam Wahyudi dan Inawati (20011:2) “matematika bukan pengetahuan tersendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi keberadaanya karena untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam”. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak yang hubungannya diatur secara logis, penalarannya deduktif, dapat memasuki wilayah cabang ilmu lainnya dan juga berguna bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari. 2.1.1.2 Tujuan Mata Pelajaran Matematika Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006) mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut ini. 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika.
6
7
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 2.1.1.4 Ruang Lingkup Mata Pelajaran Matematika Kurikulum Tingkat Satuan Pendididkan (2006) menjelaskan bahwa ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data. Menurut Ismunamto (2011:24), bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk pecahan dan pengukuran. Menurut Walle (2006), geometri adalah cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual, cabang matematika yang menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata, suatu cara penyajian fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan suatu contoh sistem matematika, sedangkan pengukuran adalah bilangan yang mengindikasikan perbandingan antara sifat obyek (atau situasi atau kejadian) yang sedang diukur dan sifat yang sama dari satuan ukuran tertentu. Ismunamto (2011:90) menjelaskan bahwa engolahan data merupakan data yang diperoleh dari himpunan keterangan yang berbentuk angka, setelah itu disusun menurut besarnya dan kemudian diolah sehingga mengandung arti tertentu. Dari definisi para ahli mengenai bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data dapat disimpulkan bahwa keempat hal tersebut merupakan materi pokok yang dipelajari dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan definisi ahli di atas, dalam penelitian ini materi bangun datar termasuk dalam ruang lingkup geometri dan pengukuran.
8
2.1.1.3 Hakikat Pembelajaran Matematika Menurut Wahyudi dan Kriswandani (2013:13), pembelajaran matematika adalah proses yang dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika dan harus memberi peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.
Sedangkan
menurut
Muhsetyo
(2011:126),
“pembelajaran
matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari”. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa oleh guru melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. 2.1.2 Hasil Belajar 2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional sedangkan belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan (Purwanto, 2011:44-47). Pendapat tersebut senada dengan Mustamin (2010:37) yang menjelaskan bahwa dalam proses belajar mengajar, siswa mengalami pengalaman belajar, kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar tersebut merupakan hasil belajar. Sedangkan Gagne dalam Purwanto (2011:42) mendefinisikan “hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang diberikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang
9
terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori”. Hasil belajar dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Hasil belajar dipandang dari sisi siswa merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya (Dimiyati dan Mudjiono dalam Wibowo, 2011). Selain itu Depdiknas (2005) menyatakan “hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, umumnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru”. Berdasarkan beberapa pendapat tentang hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan atau hasil yang diperoleh siswa setelah mengalami dan atau menerima pengalaman dalam proses pembelajaran yang umumnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru. 2.1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Slameto (2003:54), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu: 1) Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor internal, yang meliputi : a)
Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
b) Faktor psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir. c)
Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk, sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan hilang.
10
2) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor eksternal, yang meliputi : a)
Faktor keluarga, keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar.
b) Faktor masyarakat, meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar. c)
Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah. Adapun pendapat lain menurut Munadi dalam Rusman (2012:124) terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi proses hasil belajar meliputi faktor internal dan eksternal, yaitu: 1) Faktor internal a)
Faktor fisiologis Secara umum kondisi fisiologis, seperti kondisi kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran.
b) Faktor psikologis Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motivasi, kognitif, dan daya nalar. 2) Faktor eksternal a)
Faktor lingkungan Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
11
b) Faktor Instrumental Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaannya dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru. Berdasarkan pendapat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor intern yaitu faktor dari dalam individu dan faktor ekstern yaitu faktor dari luar individu. Keduanya mempengaruhi dan ikut menentukan keberhasilan proses belajar. 2.1.2.3 Ranah Hasil Belajar Menurut teori Taksonomi Bloom dalam Abdurrahman (2003) hasil belajar terdapat tiga ranah antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor yaitu dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. 2) Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif memiliki lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi, dan karakterisasi dengan suatu nilai. 3) Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Ranah hasil belajar tersebut harus muncul dalam pembelajaran, maka yang akan diukur dalam penelitian ini mengarah pada ranah kognitif untuk melihat hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa didapat melalui penilaian yaitu tes evaluasi.
12
2.1.3 Model Quantum Teaching 2.1.3.1 Sejarah Quantum Teaching Tokoh utama di balik pembelajaran quantum adalah Bobbi DePorter kepala Learning Forum yaitu sebuah perusahaan pendidikan internasional yang menekankan perkembangan keterampilan akademis dan keterampilan pribadi. Bobbi DePorter adalah seorang ibu rumah tangga yang kemudian terjun di bidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran. Dialah perintis, pencetus, dan pengembang utama Quantum Teaching yang diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning, Multiple Intelegence, Experential Learning, dan Cooperative Learning (Hidayat, 2010). Quantum Teaching menawarkan suatu sintesis dari hal-hal seperti caracara baru untuk memaksimalkan dampak usaha pengajaran melalui perkembangan hubungan, pengubahan belajar, dan penyampaian kurikulum (DePorter, dkk. 2003:4). Quantum Teaching pertama kali diterapkan di SuperCamp sebuah sebuah program percepatan Quantum Learning yang ditawarkan Learning Forum. Dibantu oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg Simmons, Mike Hernacki, Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie, DePorter secara terprogram dan terencana mengujicobakan gagasan-gagasan Quantum Teaching kepada para remaja di SuperCamp yang terletak Kirkwood Meadows Negara Bagian California, Amerika Serikat selama tahun-tahun awal dasawarsa 1980-an. Hasilnya menunjukkan bahwa murid-murid yang mengikuti SuperCamp mendapat nilai lebih baik, lebih banyak berpartisipasi, dan merasa lebih bangga akan diri mereka sendiri (Vos Groenendal dalam DePorter, dkk 2003:4). 2.1.3.2 Hakikat Quantum Teaching Istilah “Quantum” dipinjam dari dunia ilmu fisika yang berarti interaksi yang menggubah energi menjadi cahaya. Maksudnya dalam Quantum Teaching, terjadi orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah
13
kemampuan dan bakat alami guru dan siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain (Syaefudin dalam Wijayanti, 2013) Quantum Teaching adalah pengubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya, menyertakan segala kaitan, interaksi, perbedaan yang memaksimalkan momen belajar, dan berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas Quantum Teaching menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan secara sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkunngan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara efektif penyajian dan keterlibatan aktif (DePorter, dkk 2003:3-5). Segala hal yang dilakukan dalam kerangka Quantum Teaching setiap interaksi dengan siswa, setiap rancangan kurikulum dan setiap metode intruksional dibangun di atas prinsip “Bawalah Dunia Mereka ke dalam Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke dalam Dunia Mereka”. Maksudnya mengingatkan guru untuk masuk ke dunia murid sebagai langkah pertama, caranya dengan mengaitkan materi pelajaran yang akan diberikan dengan sebuah peristiwa yang terjadi dalam kehidupan nyata mereka. Setelah kaitan terbentuk barulah guru memberikan pemahaman kepada siswa tentang materi yang akan diajarkan. Dengan pengertian dan pemahaman yang lebih luas, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan menerapkan pada situasi baru (DePorter, dkk. 2003:6). Pembelajaran model Quantum Teaching memadukan dua unsur, yaitu konteks dan isi dalam pembelajaran. Unsur konteks meliputi lingkungan yang menggairahkan, suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, dan rancangan belajar yang dinamis. Unsur Isi meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan untuk belajar dan keterampilan hidup. Konteks dan isi ini tidak terpisahkan, saling mendunkung, bagaikan sebuah orkestra yang memainkan simfoni (DePorter, dkk 2003:8-9).
14
2.1.3.3 Prinsip-Prinsip Quantum Teaching
DePorter, dkk (2003:7) menyatakan bahwa model Quantum Teaching memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap. Prinsip-prinsip ini mempengaruhi seluruh aspek Quantum Teaching”. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1) Segalanya Berbicara Segala sesuatu mulai lingkungan pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh guru, penataan ruang sampai sikap guru, mulai kertas yang dibagikan oleh guru sampai dengan rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran. 2) Segalanya bertujuan Semua yang terjadi dalam proses pengubahan energi menjadi cahaya mempunyai tujuan. Tidak ada kejadian yang tidak bertujuan. Baik siswa maupun guru harus menyadari bahwa kejadian yang dibuatnya selalu bertujuan. 3) Pengalaman sebelum pemberian nama Otak kita berkembang pesat dengan adannya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. 4) Akui setiap usaha Belajar mempunyai aturan. Belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. 5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan Perayaan adalah sarapan pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. Guru sebaiknya sering memberi hadiah kepada siswa yang berhasil dalam menyelesaikan tugas dengan cepat dan benar. Dengan pemberian hadiah berupa pujian, mereka akan merasa dihargai, sehingga mereka akan selalu berusaha agar dapat memecahkan masalah tugas yang diberikan.
15
Dalam Quantum Teaching juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran harus berdampak
bagi
terbertuknya
keunggulan
(DePorter,
dkk
2003:47-48)
mengatakan kunci keunggulan itu sebagai berikut: 1) Terapkanlah hidup dalam integritas Dalam pembelajaran, bersikaplah apa adanya, tulus, dan menyeluruh yang lahir ketika nilai-nilai dan perilaku menyatu. Hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar yang pada gilirannya mencapai tujuan belajar. 2) Akuilah kegagalan dapat membawa kesuksesan Kegagalan janganlah membuat cemas terus menerus dan diberi hukuman, karena kegagalan merupakan tanda bahwa seseorang telah belajar. 3) Berbicaralah dengan niat baik Niat baik berbicara dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi belajar pembelajar. 4) Tegaskanlah komitmen Disinilah perlu dikembangkan slogan: Saya harus menyelesaikan pekerjaan yang memang harus saya selesaikan, bukan yang hanya saya senangi. 5) Jadilah pemilik Mereka hendaklah menjadi manusia yang dapat diandalkan, seseorang yang bertanggungjawab. 6) Tetaplah lentur Pertahankan kemampuan untuk mengubah yang sedang dilakukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. 7) Pertahankanlah keseimbangan Dalam pembelajaran, pertahankan jiwa, tubuh, emosi, dan semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil pembelajaran efektif dan optimal.
16
2.1.3.4 Pembelajaran Model Quantum Teaching Kerangka pembelajaran model Quantum Teaching dikenal dengan TANDUR, yaitu Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan (DePorter dalam Chatib, 2012:195-196). 1) Tumbuhkan Guru mengikat siswa dengan pertanyaan pembuka yang memikat, lalu memberikan gambaran global pelajaran tersebut. selain itu, guru juga berusaha membangkitkan keingintahuan siswa, memberikan pandangan sekilas apa yang akan dipelajari tanpa mengungkapkan pelajaran tersebut terlalu banyak, mengajak siswa membangun hubungan, dan menyulut keinginan siswa untuk bereksplorasi. 2) Alami Guru memberikan suatu pengalaman atau satu aktivitas yang menunjukkan pelajaran tersebut kepada siswa. guru juga menciptakan satu kebutuhan untuk mengetahui dan satu pengalaman untuk menciptakan keingintahuan yang melibatkan emosi. Hal ini memungkinkan siswa untuk mendapatkan pengetahuan awal, membuat hubungan, dan menambah pemahaman yang berkaitan dengan isi pelajaran. 3) Namai Guru menetapkan data penting berkaitan pembahasan tertentu pada saat puncak perhatian dan juga mendiskusikan relevansinya terhadap kehidupan siswa. Lalu, guru juga menjelaskan pelajaran setelah pengalaman yang menggunakan keinginan alami siswa untuk menamai dan mendefinisikan pembelajaran baru. 4) Demonstrasikan Pada tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerjemahkan dan mengaplikasikan pengetahuan baru mereka pada situasi lain. Caranya, dengan memberikan aktivitas tambahan kepada siswa untuk mendemonstrasikan apa yang mereka ketahui dan membangun kepercayaan diri.
17
5) Ulangi Guru menancapkan pengetahuan dalam pikiran siswa, dengan melakukan kajian ulang untuk memperkuat hubungan sel saraf dan meningkatkan daya ingat. 6) Rayakan Pada tahap ini, lakukanlah kegiatan untuk merayakan keberhasilan siswa. perayaan sebagai penutup pembelajaran dengan memberikan hadiah atas usaha, kerajinan, dan kesuksesan siswa. 2.1.3.5 Model Quantum Teaching dalam Pembelajaran Sesuai Standar Proses Sesuai dengan ketentuan PP No. 41 tahun 2007 penyelenggaraan pembelajaran meliputi 3 tahapan yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir. 1) Kegiatan Awal Kegiatan awal merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. 2) Kegiatan Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar. Kegiatan ini dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan dan mampu memberikan ruang yang cukup bagi siswa. Dalam pelaksanaan kegiatan inti hendaknya sistematis melalui proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Melalui berbagai aktivitas dalam kegiatan inti ini siswa dapat menggali informasi mengenai materi pelajaran. Dan siswa memperoleh gambaran yang jelas mengenai berbagai kegiatan yang telah dilakukannya. 3) Kegiatan Akhir Kegiatan akhir adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran. Dalam kegiatan ini meliputi pembuatan rangkuman atau kesimpulan, penilaian, refleksi, dan tindak lanjut.
18
Sesuai dengan ketentuan Permendiknas No. 41 tahun 2007 yang diuraikan di atas, maka langkah-langkah pembelajaran menggunakan model Quantum Teaching adalah sebagai berikut: Tabel 1 Langkah-Langkah Pembelajaran Model Quantum Teaching sesuai Permendiknas No. 41 tahun 2007 No. Kegiatan 1.
Kegiatan Awal
2.
Kegiatan Inti
Penerapan TUMBUHKAN 1. Mempersiapkan siswa untuk siap menerima pelajaran. 2. Melakukan apersepsi atau motivasi. Apersepsi dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa mengenai materi yang akan dipelajari. Sedangkan motivasi adalah upaya guru untuk membangkitkan minat siswa dalam mengikuti pelajaran. 3. Menyampaikan tujuan pembelajaran serta manfaat materi pembelajaran ALAMI 4. Guru memberikan informasi awal tentang materi (eksplorasi) 5. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok (elaborasi) 6. Setiap kelompok diminta diskusi/mengerjakan LKS yang berhubungan dengan materi yang diberikan guru (elaborasi) NAMAI 7. Guru membimbing siswa dalam penamaan materi (memberi identitas, mengurutkan, mendefinisikan) (elaborasi) DEMONSTRASIKAN 8. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan/mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya dengan mendemonstrasikannya di depan teman-temannya (elaborasi) 9. Memberikan kesempatan kepada kelompok untuk memberikan tanggapan/pertanyaan (elaborasi) ULANGI 10. Guru menjelaskan secara ulang tentang materi yang telah dipelajari/bersama-sama membuat kesimpulan (konfirmasi) 11. Guru memberi soal evaluasi yang dikerjakan secara individual (konfirmasi)
19
3.
2.2
Kegiatan Akhir
RAYAKAN 12. Memberi rasa kegembiraan kepada siswa setelah berhasil dalam pembelajaran, bisa dengan memberikan penghargaan berupa pujian, tepuk tangan yang meriah atas kerja siswa selama proses pembelajaran, bernyanyi untuk menutup pelajaran.
Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian yang menerapkan model Quantum Teaching untuk
meningkatkan hasil belajar diantaranya: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Arif Nur Hidayat (2010) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Quantum untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perkalian pada Siswa Kelas II SDN Kragilan 2 Tahun pelajaran 2009/2010”. Hasil penelitian menunjukkan melalui penerapan model pembelajaran quantum dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi perkalian pada siswa kelas II SDN Kragilan 2, Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai rata-rata kelas yang pada tes awal hanya sebesar 60, pada siklus I meningkat menjadi 68, pada silus II naik menjadi 72,9, kemudian naik lagi pada siklus III menjadi 81,8. Sedangkan siswa yang belajar tuntas (nilai mencapai KKM 60) pada tes awal sebesar 58,8%, setelah dilaksanakan tindakan siklus I naik menjadi 70,6%, pada siklus II naik menjadi 82,4%, dan pada siklus III naik lagi menjadi 94,1%. 2. Penelitian yang dilakukan Rahmi Hidayah (2013) yang berjudul “Penerapan Model Quantum Teaching untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri 145 Pekanbaru”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Hal ini ditunjukkan dari siklus I rerata siswa meningkat dari 65,53 menjadi 74,12 dengan peningkatan sebesar 8,59 poin (13,1%). Pada siklus II rerata siswa meningkat dari 74,12 menjadi 79,75 dengan peningkatan sebesar 5,63 poin (7,59%).. 3. Isna Noor Izzati (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kuantum pada Siswa
20
Kelas IV SDN Banyuputih 04 Kecamatan Kalinyamat Kabupaten Jepara”. Menjelaskan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kuantum dapat meningkatkan hasil belajar siswa IPA pada siswa kelas IV SDN Banyuputih. Pada kondisi awal (sebelum menerapkan model pembelajaran kuantum) nilai rata-rata siswa adalah 5,5 dan siswa yang belajar tuntas (mencapai
KKM)
adalah
43,33%.
Setelah
menerapkan
model
pembelajaran kuantum, nilai rata-rata siswa dan siswa yang belajar tuntas meningkat. Pada Siklus I nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 6,47 dan siswa yang belajar tuntas menjadi 80%. Pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat lagi menjadi 7,33 dan siswa yang belajar tuntas menjadi 96,67%. Pada siklus III nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 8,4 dan 100% siswa dapat mencapai KKM (belajar tuntas). Penelitian di atas menunjukkan bahwa model Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran yang sama. Meskipun demikian perbedaannya dengan penelitian terdahulu adalah pada subjek penelitian karena peneliti berasumsi bahwa perbedaan subjek penelitian merupakan faktor lain yang akan mempengaruhi hasil belajar, selain itu fokus penelitian ini adalah penerapan model Quantum Teaching untuk meningkatkan hasil belajar matematika materi bangun datar siswa kelas 5 SDN Karangduren 04.
Hasil
belajar
dianggap penting karena
menunjukkan
keberhasilan suatu proses pembelajaran. 2.3
Kerangka Berpikir Selama ini pembelajaran di kelas 5 SDN Karangduren 04 masih belum
maksimal karena belum ada inovasi terhadap kondisi lingkungan kelas, model pembelajaran masih konvensional atau guru lebih banyak memberikan ceramah, sedangkan siswa kurang terlibat secara aktif dalam pembelajaran, sehingga siswa kurang termotivasi dan mengakibatkan siswa kesulitan memahami materi pelajaran yang diberikan guru. Kesulitan siswa dalam memahami materi pelajaran ini berdampak terhadap hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata nilai
21
ulangan harian siswa pada materi bangun datar yaitu 60,2 sedangkan KKM yang ditentukan adalah 65. Siswa yang telah mencapai KKM hanya 7 siswa (41%), sedangkan siswa yang masih di bawah KKM atau yang mendapat nilai dibawah 65 adalah 10 siswa (59%). Berdasarkan kajian teori, dapat diketahui salah satu upaya untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan penerapan model Quantum Taching. Model Quantum Teaching adalah model pembelajaran dengan pengubahan belajar yang meriah, berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, memaksimalkan
momen
belajar,
menciptakan
kegiatan
pembelajaran
menyenangkan dan melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran sehingga efektif
dalam
mencapai
tujuan
pembelajaran,
dengan
demikian
akan
meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Hasil belajar siswa rendah
Pembelajaran masih konvensional
Kondisi Awal
Pembelajaran dengan menerapkan model Quantum Teaching
Hasil belajar siswa lebih meningkat
Pemantapan Penerapan model Quantum Teaching
Hasil Belajar siswa meningkat
Gambar 1 Skema Kerangka Berpikir
2.4
Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir, maka peneliti dapat
membuat hipotesis tindakan yaitu penerapan model Quantum Teaching dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi bangun datar siswa kelas 5 SDN Karangduren 04 pada semester II tahun pelajaran 2013/2014.