BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Olahraga Futsal Olahraga futsal adalah olahraga yang dimainkan oleh dua regu yang masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan bola ke gawang lawan, dengan teknik manipulasi bola dengan menggunakan kaki. Permainan futsal dilakukan oleh lima orang pemain setiap tim berbeda dengan sepak bola konvensional yang pemainnya berjumlah sebelas orang setiap tim. Ukuran lapangan dan ukuran bolanya pun lebih kecil dibandingkan ukuran yang digunakan dalam sepak bola lapangan rumput. Aturan permainan dalam olahraga futsal dibuat sedemikian ketat oleh Federation of International Football Association (FIFA) agar permainan ini berjalan dengan fair play dan juga sekaligus untuk menghindari cedera yang terjadi. Ini disebabkan lapangan yang digunakan untuk pertandingan internasional bukan dari rumput, tetapi dari kayu atau rubber / plastik dengan ukuran lapangan yang lebih kecil dan jumlah pemain yang lebih sedikit. Permainan futsal cenderung lebih dinamis karena gerakan yang cepat (Lhaksana, 2012). Futsal merupakan olahraga yang dinamis, dimana pemainnya dituntut untuk selalu bergerak dan dibutuhkan keterampilan teknik yang baik serta determinasi yang tinggi. Dilihat dari segi teknik keterampilan futsal hampir sama dengan lapangan rumput, hanya perbedaan yang paling mendasar futsal banyak
8
9
mengontrol atau menahan bola dengan menggunakan telapak kaki (sole), karena permukaan lapangan yang keras para pemain harus menahan bola tidak boleh jauh dari kaki, jika jauh dari kaki dan dengan ukuran lapangan yang lebih kecil pemain lawan akan mudah merebut bola (Lhaksana, 2012) Futsal menuntut pemain memiliki kemampuan permainan yang mencakup offence-defence, skill / ability, power balance dan stamina / endurance. Intinya terdapat dua karakter permainan futsal, yaitu dinamis dan keseimbangan. Dinamis mencakup kemampuan improvisasi pergerakan transisi secara tim dari pola menyerang-bertahan atau bertahan-menyerang, karena jika hanya dilakukan secara monoton, maka kubu lawan akan dengan mudah untuk mengantisipasinya. Dinamis juga mencakup kemampuan pengolahan bola (skill / ability) secara individual, pergerakan pemain yang dinamis saat menguasai bola dengan melakukan shelding, keeping, zig-zag dan trik-trik lainnya, akan mempersulit lawan untuk membaca arah bola. Keseimbangan dalam permainan futsal mencakup kemampuan menyerang dan bertahan (offence-defence) setiap pemain yang harus sama baiknya. Keseimbangan juga mencakup kekuatan keseimbangan tubuh pemain (power balance) saat melakukan duel satu lawan satu, atau saat menjaga pengolahan bola tetap berada dalam penguasaan saat bola hendak direbut oleh lawan (Chandra, 2012) 2.1.1 Teknik Dasar Futsal Permainan futsal merupakan permainan olahraga beregu yang membutuhkan kerjasama tim dalam sebuah regu. Selain membutuhkan keterlibatan kerjasama antar individu dalam sebuah tim, permainan futsal
10
juga merupakan cabang olahraga yang memiliki unsur gerak yang kompleks. Dalam pelaksanaannya pada permainan futsal terlibat beberapa unsur penguasaan keterampilan diantaranya penguasaan keterampilan teknik, keterampilan taktik, keterampilan fisik, serta mental. Seorang pemain dalam permainan futsal dituntut untuk dapat menguasai teknik dasar yang baik hal ini dilakukan untuk mendapatkan efektivitas serta efesiensi dalam bermain futsal. Beberapa unsur gerak yang terlibat antaranya gerakan berlari, melompat, meloncat, menendang, menghentikan bola, menggiring bola, serta menangkap bola khusus bagi penjaga gawang. Selain itu gerakan saat bermain futsal memaksa pemain utuk berlari kesegala arah sehingga membutuhkan keseimbangan yang baik untuk mendapatkan performa yang baik (Ajis, 2014). Pemain futsal harus memiliki atau menguasai beberapa komponen teknik dasar yang harus diperhatikan seperti mengumpan (passing), menahan (kontrolling), menggiring (dribbling), mengumpan lambung (chipping) dan menembak (shooting). Passing digunakan paling banyak sepenjang permainan, dibandingkan dengan teknik dasar yang lain. Passing merupakan salah satu teknik dasar permainan futsal yang sangat dibutuhkan oleh setiap permain, karena dengan lapangan yang rata dan ukuran yang kecil dibutuhkan passing yang keras dan akurat. Controlling adalah kemampuan pemain saat menerima bola, kemudian berusaha mengusai bola sampai saat pemain tersebut akan melakukan gerakan selanjutnya terhadap bola. Gerakan selanjutnya tersebut seperti mengumpan, menggiring atau menembak ke
11
gawang. Teknik controlling dominan digunakan dengan kaki, meskipun dapat dilakukan dengan semua anggota badan selain tangan. Dribbling adalah kemampuan pemain dalam menguasai bola dengan baik tanpa dapat direbut oleh lawan, baik dengan berjalan, berlari, berkelok maupun berputar. Tujuan dribbling adalah untuk melewati lawan, mengarahkan bola ke ruang kosong, melepaskan diri dari kawalan lawan, membuka ruang untuk kawan, serta menciptakan peluang untuk melakukan shooting ke gawang. Shooting adalah tendangan kearah gawang untuk menciptakan gol. Shooting mempunyai ciri khas laju bola yang sangat keras dan cepat dan harus memadukan antara kekuatan dan akurasi tembakan. Shooting dapat dilakukan dengan semua bagian kaki, terutama pada punggung kaki, sisi kaki bagian dalam, dan sisi kaki bagian luar. Chipping adalah gerakan menendang bola yang lebih mengutamakan akurasi tendangan tanpa menggunakan kekuatan dan kecepatan tendangan. Gerakan menendang yang dimaksud lebih cenderung sebagai gerakan menyodok bola biasanya dilakukan untuk mengumpan maupun memasukan bola ke gawang lawan (Agus, 2009). Keseimbangan sangat diperlukan dalam melakukan teknik-teknik bermain futsal. Karena saat bergerak pemain dituntut untuk mempertahankan posisinya agar tidak jatuh dan mempertahankan bola tetap dalam penguasaan sehingga pemain dapat melakukan tugasnya untuk mengumpan bola bahkan menciptakan gol (Agus, 2009)
12
2.2 Keseimbangan Dinamis Keseimbangan diartikan sebagai kemampuan relative untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap gerakan disetiap segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem musculoskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktifitas secara efektif dan efisien (Indiraf, 2010). Keseimbangan
adalah
kemampuan
tubuh
untuk
mempertahankan
kesetimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar dan seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh yang lain bergerak (Irfan, 2010). Terdapat dua macam keseimbangan yaitu keseimbangan statis dan dinamis. Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam keadaan diam. Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak (Irfan, 2010). Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan selama transisi dari dinamis ke statis yang membutuhkan integrasi visual, vestibular, dan input proprioseptik untuk menghasilkan respon kontrol tubuh untuk berada dalam base of support (Distefano, 2009). Keseimbangan
13
dinamis adalah kemampuan untuk bergerak dan mengubah arah dari berbagai kondisi seperti berlari tanpa terjatuh (Clark, 2014). Kemampuan orang untuk bergerak dari satu titik atau ruang ke lain titik dengan mempertahankan keseimbangan, misalnya menari, berjalan, duduk dan berdiri, mengambil benda di bawah dengan posisi berdiri dan sebagainya. Kontrol postur dan gerakan terjadi karena aktivitas motorik somatik sangat bergantung pada pola dan kecepatan lepas muatan saraf motorik spinalis dan saraf homolog yang terdapat di nucleus motorik saraf kranialis (Irfan, 2010). Keseimbangan tubuh diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengontrol alat-alat bersifat neuromuscular. Menurut Frans dan Deutch dalam penelitian
Santika
(2014)
mendefinisikan
keseimbangan
tubuh
sebagai
kemampuan untuk mempertahankan equilibrium saat diam dan pada waktu melakukan gerakan. Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa keseimbangan tubuh adalah kemampuan seseorang dalam mempertahankan equilibrium tubuhnya dalam keadaan diam atau bergerak. Equilibrium itu sendiri dapat diartikan sebagai kualitas absolut, yang memiliki pengertian jumlah semua tenaga (force) yang bekerja saling berlawanan pada sebuah benda yang sama dengan nol. Kestabilan merupakan komponen penting dari keseimbangan, karena kestabilan adalah suatu komponen dalam menahan seluruh gaya yang mempengaruhi susunan tubuh manusia agar tetap seimbang. Gaya yang dimaksud adalah tenaga internal dan eksternal yang bekerja pada tubuh. Bekerjanya gaya yang dapat internal atau eksternal dimana gaya yang dihasilkan oleh tubuh yang
14
dikenakan oleh benda atau badan lain sedangkan gaya eksternal ialah gaya dari luar tubuh. Dalam kinesiologi, gaya internal ialah gaya otot-otot yang bekerja pada berbagai struktur badan. Gaya eksternal yang paling terkenal ialah berat atau gaya gravitasi (Santika, 2014). Keseimbangan tubuh digunakan dalam aktivitas gerak seperti berdiri, melompat, menendang dan banyak posisi tubuh melawan gaya gravitasi bumi. Untuk dapat mempertahankan posisi tertentu, gaya gravitasi harus dilawan melalui mekanisme motor dan sensori organ proprioseptif di sendi dan apparatus vestibular di dalam telinga. Aparatus vestibular mendeteksi perubahan sinyal mengaktifkan respon motor adaptif yang diperlukan dalam mempertahankan keseimbangan. Respon ini menyertakan otot pendukung dan postural dari anggota gerak dan tubuh serta otot penggerak kepala. Menurut Nala (2011) reseptor yang berada dalam telinga amat sensitif terhadap perubahan posisi kepala dan arah gerakan. Gerakan kepala
merupakan rangsangan bagi reseptor apparatus
vestibular. Rangsangan ini dikirim ke pusat pengatur keseimbangan tubuh yang ada di otak melalui urat saraf aferen. Setelah rangsangan diterima oleh otak, maka diperintahkan melalui saraf motorik kepada otot skeletal, agar otot ini mengadakan gerakan, kontraksi atau relaksasi untuk mengantisipasi keadaan, sehingga posisi tetap seimbang terkendali. Reseptor ini amat peka terutama terhadap perubahan percepatan linear (lurus) dan angular (berputar). Dalam olahraga fungsi alat vestibular ini amat berperan untuk ikut menjaga keseimbangan tubuh. Pusat keseimbangan tubuh pada otak juga menerima pancaran rangsangan dari saraf aferen mata, sehingga apa yang dilihat oleh mata
15
juga akan merangsang pusat keseimbangan yang ada di otak ini. Dengan demikian terjadi kerjasama yang amat erat antara mata dan pusat keseimbangan tubuh ini dalam mengatur keseimbangan tubuh (Santika, 2014). 2.2.1
Mekanisme Keseimbangan Dinamis Fisiologi keseimbangan dimulai sejak informasi keseimbangan tubuh
akan ditangkap oleh receptor vestibular, visual dan proprioseptik. Dari ketiga reseptor tersebut, reseptor vestibular yang punya kontribusi paling besar (50%) kemudian receptor visual dan yang paling kecil konstribusinya adalah proprioseptik. Ketika terjadi gerakan atau perubahan dari kepala atau tubuh, cairan endolimfe pada labirin akan berpindah sehingga hair cells menekuk. Terjadilah permeabilitas membrane sel berubah sehingga ion kalsium menerobos masuk ke dalam sel (infux), infux Ca menyebabkan depolarisasi dan juga merangsang pelepasan NT eksitator (glutamate), saraf aferen (vestibularis) dan pusat-pusat keseimbangan di otak (Rahayu, 2010) Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia memungkinkan kita untuk melakukan reaksi keseimbangan. Bagian paling penting adalah proprioseption yang menjaga keseimbangan. Kemampuan untuk merasakan posisi bagian sendi atau tubuh dalam bergerak (Brown, 2006). Beberapa jenis reseptor sensorik diseluruh kulit, otot, kapsul sendi, dan ligamen memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal pada setiap sendi dan akhirnya berpengaruh pada peningkatan keseimbangan. Konsep ini penting dalam pengaturan ortopedi klinis karena fakta bahwa meningkatkan kemampuan keseimbangan pada
16
atlet membantu mereka mencapai kinerja atletik yang unggul (Riemann, 2002). Proprioseption dihasilkan melalui respon secara simultan, visual, vestibular, dan sistem somatosensori, yang masing-masing memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas postural. Fungsi dari sistem somatosensori yang paling diperhatikan adalah peningkatkan proprioseption. Meliputi integrasi sensorik, motorik, dan komponen pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak. Sistem somatosensori mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi tulang rawan, dan geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap sendi. Mechanoreceptors sensorik khusus bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis yang terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Riemann, 2002). Mereka yang bertanggung jawab untuk proprioseption umumnya terletak di sendi, tendon, ligamen, dan kapsul sendi sementara tekanan reseptor sensitif terletak di facia dan kulit (Berbudi, 2014). Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem indera yang terdapat di tubuh manusia bekerja secara bersamaan jika salah satu sistem mengalami gangguan maka akan terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh (inbalance), sistem indera yang mengatur / mengontrol keseimbangan seperti visual, vestibular, dan somatosensoris (tactile & proprioceptive) (Berbudi, 2014). Sistem visual (penglihatan) memegang peran penting dalam sistem sensoris. Keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan
17
keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statis atau dinamis. Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2010). Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Berbudi, 2014). Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, gerakan kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi analis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensori ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mongontrol gerak mata, terutama ketika melihat objek yang begerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nucleus vestibular yang berlokasi di bidang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nucleus vestibular tetapi ke serebelum, formation retikularis, thalamus dan korteks serebri (Hakim, 2009). Nucleus
vestibular
menerima
masukan
(input)
dari
reseptor
labyrinthine, reticular formasi dan serebelum. Kelaran (output) dari nucleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medulla spinalis, terutama ke
18
motor neuron yang mempersarafi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural (Hakim, 2009). Sistem somatosensori mempunyai beberapa neuron yang panjang dan saling berhubungan satu sama lainnya yang mana sistem somatosensori memiliki tiga neuron yang panjang yaitu primer, sekunder dan tersier. Sistem somatosensori tersebar melalui semua bagian utama tubuh mamalia dan vertebrata lainnya. Terdiri dari reseptor sensori dan motorik (aferen) neuron di pinggiran (kulit, otot dan organ-organ misalnya), ke neuron yang lebih dalam dari sistem saraf pusat (Berbudi, 2014). Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang beragam yang terdiri dari reseptor dan pusat pengolahan untuk menghasilkan modalitas sensorik seperti sentuhan, temperatur, proprioception (posisi tubuh), dan nociception (nyeri). Reseptor sensorik menutupi kulit dan epitel, otot rangka, tulang dan sendi, organ, dan sistem kardiovaskular. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseption menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus (Willis, 2007). Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di
19
synovia dan ligamenum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Bebudi, 2014). Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh. Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu (Nugroho, 2011). Adaptive sistems merupakan kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan sesuai dengan karakteristik lingkungan. Lingkup gerak sendi juga merupakan komponen penting keseimbangan dimana kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerak yang memerlukan keseimbangan yang tinggi (Nugroho, 2011).
20
2.2.2
Komponen-komponen Keseimbangan Dinamis 1. Pusat Gravitasi (Center of Gravity - COG) Center of Gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pada semua benda baik benda hidup maupun mati, titik pusat gravitasi terdapat pada titik tengah benda tersebut, fungsi dari Center of Gravity adalah untuk mendistribusikan massa benda secara merata, pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan postur tubuh maka titik pusat gravitasi pun berubah, maka akan menyebabkan gangguan keseimbangan (Unstable). Titik pusat gravitasi selalu berpindah secara otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat, jika Center of Gravity terletak di dalam dan tepat ditengah maka tubuh akan seimbang, jika berada di luar tubuh maka akan terjadi keadaan unstable. Pada manusia gravitasi saat berdiri tegak terdapat pada 1 inchi di depan vertebrae sacrum 2 (Berbudi, 2014). Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu serta berat badan (Hakim, 2009).
21
2. Garis Gravitasi (Line of Gravity – LOG) Garis gravitasi (Line of Gravity) adalah garis imajiner yang berada vertical melalui pusat gravitasi. Derajat stabilitas tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan Base of Support (bidang tumpu) (Berbudi, 2014). Garis gravitasi didefinisikan sebagai sebagai imajiner yang melewati pusat objek gravitasi. Garis gravitasi lewat pusat goemetris dari base of support pada posisi keseimbang. Kontrol postur keseimbangan berdiri tegak membentuk garis gravitasi berakhir pada base-nya (Gambar 2.1) (Nugroho, 2011).
Gambar 2.1 Line of Gravity (Irfan, 2010) 3. Bidang Tumpu (Base of Support – BOS) Base of Support (BOS) merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi
22
tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi (Irfan, 2010). Posisi keseimbangan statis memiliki bsae of support yang luas, ketika tumpuan dipersempit cenderung sulit untuk menjaga garis
gravitasi
selama
hal
tersebut
dilakukan.
Berdiri
menggunakan satu kaki akan sulit jika dibandingkan dengan berdiri dua kaki. Hal tersebut terjadi karena garis gravitasi yang terkonsentrasi langsung di bawah satu kaki tersebut (Gambar 2.2) (Irfan, 2010).
Gambar 2.2 Base of Support (Irfan,2010) 4. Kekuatan Otot (Muscle Strength) Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau grup otot menghasilkan tegangan dengan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun secara statis. Kekuatan otot
23
dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat berkontraksi dan rileksasi dengan baik, jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor, dan lain sebagainya (Berbudi, 2014). Saat
otot
berkontraksi
muscular
junction
melepas
asetilkolin dan plate sehingga terjadi potensial aksi pada membran plasma sel otot. Asetilkoline membuat ion Na+ dapat masuk ke membran plasma sel otot sehingga terjadinya perubahan muatan yaitu depolarisasi. Impuls elektrik disebarkan pada membran plasma sel otot dan pada serabut sel otot melalui tubulus transverses ion Na bersifat impermeable terhadap membran plasma sel otot sedangkan ion K bersifat permeable terhadap membran plasma sel otot, sehingga dalam hal ini asetilkolin diperlukan. Ion Ca2+ dilepaskan oleh reticulum sarkoplasma melalui terminal sisterna, Ion Ca2+ berikatan dengan troponin. Tropomiosin bergeser binding site bergeser membuka kepala myosin dan aktin sehingga cros bridge terjadi. Energi yang digunakan
dari
hidrolosis
ATP-ADP,
digunakan
untuk
menggerakkan aktin ke pusat sarkormer, sehingga timbul kontraksi (Khoiriyah, 2014). Relaksasi terjadi jika Ion Ca2+ dipompa lagi masuk ke dalam reticulum sarkoplasma secara transport aktif dengan
24
bantuan ATP, sehingga binding site aktin kembali tertutupi oleh tropomiosin, cross bridge tidak dapat terjadi dan terjadi relaksasi (Khoiriyah, 2014).
2.2.3
Faktor-faktor Keseimbangan Dinamis 1. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang secara substansial meningkatkan penggunaan energi dan dapat berupa kegiatan sehari-hari (berjalan, mengerjakan pekerjaan rumah, berkebun) maupun aktivitas olahraga (berenang, dansa, sepakbola, fitness) Lord (dalam penelitian Husein, 2006) menyebutkan bahwa instabilitas postural semata-mata disebabkan oleh inaktivitas. 2. Jenis Kelamin Jenis kelamin dapat menjadi
faktor yang mempengaruhi
keseimbangan, walaupun sampai saat ini penyebabnya belum jelas. Era (dalam penelitian Husein, 2006) menyebutkan bahwa pria lebih cenderung mengalami instabilitas postural dibindangkan wanita, sedangkan peneliti lain seperti Oversall (dalam penelitian Husein, 2006) menemukan sebaliknya, yaitu bahwa wanita lebih banyak yang mengalami gangguan keseimbangan postural. Patofisiologi perbedaan keseimbangan pada gender ini belum jelas. Meskipun wanita rata-rata mempunyai ukuran serebelum yang lebih kecil dibandingkan pria dan secara fisik otot-ototnya
25
juga lebih kecil, tetapi wanita secara fisik mempunyai fleksibilitas sendi, gerakan dan koordinasi yang lebih baik dan lebih halus. Gerakan dan koordinasi yang lebih halus tersebut mungkin disebabkan karena wanita mempunyai substansia grisea otak, percabangan dendrit dan koneksi antar-neuron yang lebih banyak dibandingkan pria (meskipun ukuran otak wanita lebih kecil). Meskipun demikian penelitian lain tidak menemukan perbedaan antar jenis kelamin. 3. Usia Fungsi organ-organ keseimbangan mulai mengalami penurunan seiring dengan pertambahan usia. Pada anak usia 10 sampai dengan 12 peningkatan perkembangan keseimbangan meningkat dengan baik. Pada setiap usia anak terjadi peningkatan perkembangan keseimbangan. Secara teori perkembangan manusia manusia dimulai dari bayi, anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya akan masuk pada fase usia lanjut dengan umur di atas 60 tahun. Pada usia ini terjadilah proses penuaan secara alamiah (Husein, 2006). 4. Fungsi Kognitif Akhir-akhir ini beberapa penelitian menunjukkan penurunan fungsi kognitif berkaitan dengan penurunan fungsi keseimbangan, terutama keseimbangan dinamis.
26
5. Ketajaman Visual Ketajaman visual juga kadang-kadang disebut sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi keseimbangan. Penurunan ketajaman visus, persepsi kedalaman dan sensitifitas kontras berhubungan signifikan dengan jatuh dan dengan instabilitas postural (Husein, 2006). 6. Gangguan Proprioseptif Faktor lain yang perlu diperhatikan yang dapat menjadi faktor yang mempengaruhi keseimbangan postural adalah gangguan proprioseptif. Proprioseptif mempunyai peranan penting dalam keseimbangan karena fungsi proprioseptif merupakan faktor independen untuk terjadinya gangguan keseimbangan postural. Meskipun dengan fungsi visual yang baik, orang dengan gangguan proprioseptif secara bermakna mengalami instabilitas postural (Husein, 2006). 7. Index Massa Tubuh Index massa tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan dan tinggi badan seseorang dengan rumus : Berat Badan (Kg) IMT = Tinggi Badan2 (m) Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat kegemukan memiliki pengaruh yang besar terhadap performa empat komponen fitness
27
dan tes-tes kemampuan atletik. Kegemukan tubuh berhubungan dengan keburukan performa atlet pada tes-tes speed (kecepatan), encurance
(daya
tahan),
balance
(keseimbangan),
agility
(kelincahan) serta power (daya ledak) (Husein, 2006). 8. Psikologis Kepribadian olahragawan dalam lingkungan social tertentu sebagai kesatuan bio-sosial merupakan pusat pelatihan yang memungkinkan perkembangan prestasi baru. Situasi tertentu dapat berkonsentrasi secara maksimal akan mampu menyelesaikan pelatihan dengan baik. Kepercayaan akan kemampuan diri dapat meningkatkan keberanian dalam menyelesaikan pelatihan yang lebih sulit (Santika, 2014). 2.2.5 Pengukuran Keseimbangan Dinamis Keseimbangan dinamis dapat diukur dengan menggunakan Y Balance Test (Gambar 2.3) (Williams, 2014). Y balance Test adalah bentuk tes keseimbangan dengan jangkauan tiga arah yaitu anterior, posteromedial dan posterolateral. Tes ini juga baik untuk keterampilan keseimbangan komponen kognitif yang kuat.
Gambar 2.3 Y Balance Test (Williams, 2014)
28
Untuk melakukan tes peserta berdiri di centre of grid dengan satu kaki, kemudian kaki yang lain menjangkau garis satu per satu (anteriorposterolateral-posteromedial). Setelah menjangkau satu arah peserta dapat beristirahat 5 detik untuk melajutkan jangkauan berikutnya. Tes ini dilakukan dengan tiga kali percobaan dengan mengambil hasil jangkauan terbaik. Tes ini dikatakan gagal jika peserta kehilangan keseimbangan, kaki yang menjangkau menyentuh lantai dan tes ini dikatakn gagal pula jika kaki yang menapak keluar dari centre or grid (William, 2013). Gabungan dari hasil jangkauan ketiga arah tersebut dihitung dengan menggunakan perhitungan: (anterior + posteromedial + posterolateral) Nilai jangkauan =
x 100 (3 x panjang tungkai)
Intraclass correction coefficients (ICC) untuk tes ini reabilitas intratates nya berkisar 0,85 – 0,91 dan untuk reabilitas interrater berkisar 0,91 – 1,00 ( Plisky, 2009).
2.3 Core Exercise Core exercise merupakan latihan untuk memperkuat otot-otot inti. Jika otot-otot inti kuat dan fleksibel anggota gerak atau ekstrimitas akan bergerak dengan efisiensi yang lebih besar. Core muscle yang termasuk; rectus abdominalis, transversus abdominalis, obliqus internus abdominalis, obliqus externus abdomini, multifudus, erector spine, quadratus lumborum, dan diafragma. Diafragma adalah otot utama untuk menghirup napas pada manusia
29
dan lain sebagainya, sangat penting dalam memberikan kekuatan core stability saat bergerak dan mengangkat beban (Marguerite, 2013). Core Exercise dapat meningkatkan stabilitas postur yang baik, sehingga mendukung efisiensi gerakan pada lengan dan tungkai (ekstremitas). Ini berarti, seiring peningkatan kekuatan otot-otot inti juga menghasilkan peningkatan pada anggota gerak (Hemphill, 2012). Menurut Hemphill (2012), berdasarkan pergerakan tubuh core exercise terdapat dua macam yaitu, static core exercise dan dynamic core exercise. Static core exercise yaitu latihan otot-otot inti dengan kontraksi otot secara isometric atau dengan tanpa adanya gerakan tubuh. Otot-otot tidak memanjang atau memendek sehingga tidak ada nampak suatu gerakan yang nyata, meskipun demikian di dalam otot ada tegangan (tension) dan semua tenaga yang dikeluarkan di dalam otot diubah menjadi panas. Dynamic core exercise merupakan latihan otot-otot inti dilakukan secara aerobik yang melibatkan kinerja otot tubuh dalam gerak penuh dengan kontraksi isotonis. Dalam kontraksi isotonis akan tampak suatu gerakan dari anggotaanggota tubuh yang disebabkan oleh memanjang dan memendeknya otot-otot sehingga terdapat perubahan dalam panjang otot. Untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif harus melibatkan kinerja otot lengan, otot pinggang, dan perut dalam gerak penuh. Menurut Amen & Dobinson (2007), core exercise melibatkan sistem otot, sistem sendi, sistem saraf, dan terjadi dalam tiga bidang gerak. Saat melakukan gerakan kesalah satu bidang gerak tubuh, maka otot yang bekerja tidak murni
30
sebagai pencetus gerakan tersebut, tetapi dibantu oleh otot lain yang berada disekitar bidang gerak tersebut. Core exercise secara efektif harus melibatkan otot-otot yang meliputi abdominal muscles and back muscles (erector spine). Otot inti berkontribusi dalam efektivitas gerak ekstremitas (Larry, 2009). Berdasarkan pergerakan tubuh, fungsi core muscle dapat dibagi menjadi dua yaitu static core function dan dynamic core function (Quinn, 2013). Fungsi static core muscle
adalah kemampuan seseorang untuk
menyelaraskan dan menstabilitasi / menjaga tubuh tetap diam melawan dorongan kekuatan dari luar. Ketika atlet menembak menjaga tubuhnya tetap diam melawan dorongan tolakan yang ditimbulkan dari tembakan peluru. Fungsi dynamic core muscle adalah menjaga keseimbangan tubuh saat bergerak. Sebelum seseorang melakukan gerakan yang lebih dulu mesti dilakukan adalah menciptakan keseimbangan tubuh untuk menggerakkan anggota lainnya secara fungsional. Ketika berjalan di lereng, tubuh harus melawan gravitasi sambil bergerak dalam arah, dan menyeimbangkan dirinya sendiri di tanah yang tidak rata. Hal ini akan memaksa tubuh untuk menyesuaikan tulang dengan cara menyeimbangkan tubuh, sementara pada saat yang sama mencapai momentum melalui mendorong terhadap tanah yang berlawanan arah gerakan yang dikehendaki. Pada awalnya, mungkin tampak bahwa kaki adalah penggerak utama dari tindakan ini, tetapi tanpa keseimbangan kaki hanya akan menyababkan orang jatuh. Oleh karena itu, penggerak utama berjalan adalah stabilitas core muscle dan kemudian kaki bergerak stabil dengan menggunakan otot kaki.
31
Pada prinsipnya, core exercise adalah gerak penguatan dan penguluran yang bertujuan mengaktifkan otot-otot di daerah perut dan punggung bagian dalam. Dari prinsip tersebut, pada gerak flexi trunk otot agonisnya akan mengalami penguatan sedangkan antagonis mengalami penguluran. Begitu juga sebaliknya pada saat extensi trunk otot antagonisnya mengalami penguatan, sedangkan agonisnya mengalami penguluran (Amen, 2007). Otot-otot abdominal diperlukan untuk meningkatkan tekanan pada perut yaitu Intra Abdominal Pressure, untuk menopang trunk, menurunkan beban pada otot-otot spine, dan meningkatkan stabilitas trunk. Kontribusi diapraghma pada intra abdominal pressure penting sebelum menginervasi gerakan-garakan dari ektremitas atau anggota gerak, sehingga trunk menjadi stabil. Sedangkan pada abdominal yang terdiri dari muscle (m) tranversus abdominalis, m. obliqus internus abdominis, m. bliqus externus abdominis, dan m. rectus abdominalis. Kontraksi muscle (m) tranversus abdominalis meningkatkan intra abdominal pressure dan tekanan fascia thorakaolumbal (Clyton, 2012). Kontraksi otot abdominal akan meningkatkan bracing dari lumbar spine. M. rectus abdominalis dan m. oblique abdominal mengaktivasi pola pada gerakan anggota gerak bawah, sekaligus memberikan postural support sebelum anggota gerak bawah bergerak. Oleh karena itu, kontraksi yang meningkatkan tekanan intra abdominal terjadi sebelum gerakan segmen yang besar pada anggota gerak atas (Quinn, 2012). Pada segmen spine terjadi stabilisasi sebelum adanya gerakan-gerakan ada anggota gerak yang terjadi untuk membuat anggota gerak menjadi lebih stabil
32
dalam melakukan gerak dan aktivasi otot. Pada sebagian kecil short muscle seperti m. multifidus dan m. erector spine memberikan kontribusi stabilisasi pada colum vertebre mengikuti gerak tubuh dan fungsi untuk bekerja lebih efisien dalam mengontrol gerakan spine (Clark, 2012). Core exercise melibatkan sistem otot, sistem sendi, sistem saraf, dan terjadi dalam tiga bidang gerak. Dalam mempertahankan stabilitas pada semua bidang gerak, otot-otot teraktivasi dalam pola yang berbeda dari fungsi utamanya. Diantaranya m. quadratus lumborum fungsi utamanya sebagai stabilisator saat aktivasi dari bidang frontal. Aktivasi m. quadratus lumborum terjadi pada gabungan dengan flesi, ekstensi dan lateral fleksi untuk menopang spine dalam bidang gerak. Perang m. quadratus lumborum berlawanan dengan aktivasi diafragma. Otot diafragma merupakan otot utama untuk menghirup napas pada manusia dan sangat penting dalam memberikan kekuatan saat bergerak dan mengangkat benda (Willardson, 2007). Berdasarkan hasil penelitian Hasari (2012) core exercise dapat meningkatkan keseimbangan pada lansia, dan juga atlet untuk meningkatkan performa.
2.3.1
Core Exercise terhadap Kesimbangan Dinamis Core exercise dapat membentuk kekuatan otot-otot postural, hal ini
akan meningkatkan stabilitas pada trunk dan postur, sehingga dapat meningkatkan keseimbangan. Pada core exercise terjadi peningkatan fleksibilitas. Hal ini terjadi karena pada saat suatu otot berkontraksi, maka
33
terjadi penguluran atau stretch pada otot-otot antagonisnya atau otot berlawanan. Selain itu kekuatan fleksibilitas keduanya memiliki saling keterkaitan. Untuk membuat fondasi keseimbangan tubuh yang baik maka otototot core harus dilatih dengan benar, sehingga mempunyai kemampuan untuk menyangga batang tubuh kita dengan baik. Latihan-latihan memperkuat otototot core merupakan latihan yang dibe rikan pada fase awal latihan kekuatan, sebelum melatih tujuan latihan kekuatan lainnya seperti kekuatan daya tahan (strength endurance), kekuatan maksimal (maximal strength) dan kekuatan yang cepat (speed strength / power) (Hermawan, 2012). Memulai latihan core dapat dilakukan dengan menggunakan beban badan sendiri, kemudian bisa diangkat dengan mempersulit gerakan. Misalnya dari squat dengan satu kaki dipersulit dengan melakukan squat dengan satu kaki. Selain latihan menggunakan badan sendiri sudah latihan core dapat dibantu dengan beberapa alat seperti bola keseimbangan, balance disk, dan lain sebagainya (Hermawan, 2012). Jenis latihan kekuatan otot-otot core bermacam-macam, bisa menggunakan alat atau juga tanpa menggunakan alat / latihan kekuatan otot core dilakukan dengan melakukan 1-4 macam latihan dalam satu sesi dan beberapa kali pengulangan (Hermawan, 2012). Core Exercise merupakan co-activation dari otot-otot bagian dalam dari lower trunk untuk mengontrol perpindahan berat badan dan melangkah selam proses berjalan. Inisiasi awalan dalam persiapan bergerak selalu
34
didasari dari adanya tonus postural, seperti co-activation dari abdominal dan multifungdus untuk stabilisasi trunk dan kepala selama inisiasi tubuh atau fasilitasi angota gerak saat beraktivitas. Aktivasi core execise dipengaruhi oleh ventromedial sistem yaitu sistem untuk menangani daerah-daerah proksimal sebagai stabilisasi dimana banyak otot anti gravitasi yang tidak bekerja. Retikulospinalis dan vestibule sistem berkontribusi dalam stabilisasi midline, kontrol postur dan tonus. Sehingga membuat stabilisasi pada core untuk integrasi dari bagian proximal dan distal. Mekanisme otot-otot besar dalam core pusat (centre of core) membuat sebuah rigid cylinder dan sebuah gerakan besar dalam gangguan inersia tubuh yang berlawanan ketika masih dalam keadaan yang stabil dalam mobilisasi distal. Core pusat juga merupakan tempat motor terbanyak dari perkembangan tekanan dalam core tengah (central core), terdapat sedikit perubahan dalam rotasi mengitari pusat core (pusat tubuh/central core) untuk memberikan perubahan besar dalam rotasi di bagian-bagian distal. Perpindahan saat melangkah merupakan bagian dari aktivasi otot-otot core yang saling bersinergis. Aktivasi otot-otot core digunakan untuk menghasilkan rotasi spine. Core exercise dan kekuatan adalah komponen yang penting untuk memaksimalkan efisiensi keseimbangan dan fungsi pada gerakan upper dan lower ekstremitas. Core exercise adalah gambaran latihan untuk otot-otot abdominal dan pelvic region. Core exercise berfungsi meningkatkan keseimbangan dengan peningkatan kekuatan otot-otot khususnya otot area
35
lumbal spine (Kahle, 2009). Sehingga core exercise yang baik akan menstabilkan segmen vertebra kemudian gerak extremitas secara dinamis akan lebih efisien. Dinamik kontrol postural berperan dalam tugas fungsional yang berguna untuk gerakan fungsional. Aktivitas dinamik menyebabkan COG berpindah sebagai respon terhadap aktivitas muscular. Kontrol dinamik penting dalam banyak fungsi juga membutuhkan integrasi proprioseptif, ROM dan kekuatan karena keseimbangan dinamis penting dalam kehidupan sehari-hari. Jenis-jenis latihan core exercise yang akan digunakan yaitu: a. Plank Posisi tubuh tidur tengkurap di atas matras. Angkat tubuh dengan tangan. Gunakan siku untuk menopang. Posisi kaki tetap menempel. Tubuh harus dalam posisi lurus sempurna (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Plank (Clark, 2012)
b. Ball Madicine Pullover Throw Posisi awal berbaring di atas gym ball, dengan lutut ditekuk pada posisi 900 kaki menapak di lantai. Tangan memegang medicine ball lurus di
36
atas kepala lalu lemparkan medicine ball ke dinding lalu tangkap kembali bola dan kembali keposisi awal (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Ball Madicine Pullover Throw (Clark, 2012)
c. Front Madicine Ball Oblique Throw Berdiri berhadapan dengan teman, kaki dibuka selebar bahu dengan sedikit menekuk, medicine ball dipegang dengan rotasi trunk 900. Medicine ball dilempar tampa merubah posisi kaki (Gambar 2.6).
Gambar 2.6 Front Madicine Ball Oblique Throw (Clark, 2012)
37
2.4 Balance Exercise Balance exercise adalah latihan khusus yang ditujukan untuk membantu meningkatkan kekuatan otot pada ekstremitas bawah dan untuk meningkatkan sistem vestibular / keseimbangan tubuh. Organ yang berperan dalam sistem keseimbangan tubuh adalah balance proprioseption. Disampaikan oleh Nyoman (2007) bahwa balance exercise adalah suatu aktivitas fisik yang dilakukan untuk meningkatkan kestabilan tubuh dengan cara meningkatkan kekuatan otot anggota gerak bawah. Otak, otot dan tulang bekerja bersama-sama menjaga keseimbangan tubuh agar tetap seimbang dan mencegah terjatuh. Ketiga organ ini merupakan sasaran terpenting dan harus dioptimalkan pada latihan keseimbangan, untuk itu program latihan integrasi yang lengkap harus dipersiapkan dengan baik. Balance exercise adalah pelatihan keseimbangan, atletik, perkembangan otak, terapi, dan fungsi lain untuk pengembangan diri. Balance exercise tidak hanya pada usia muda tetapi pada usia tua agar terhindar dari jatuh, untuk koordinasi keterampilan motorik, weight distribution, core strength, mencegah cidera olahraga dan rehabilitasi setelah cedera pada beberapa bagian tubuh (Reynold, 2010). Berdasarkan penelitian Mc. Guane (2006) balance exercise ternyata dapat membantu mencegah terjadinya cidera dan mencegah dan resiko jatuh pada lansia, dan mencegah cidera serta meningkatkan performa atlit. Balance exercise bertujuan untuk melatih secara bertahap anggota gerak bawah seperti ankle, knee dan hip agar menjadi lebih kuat dan reaktif.
Reynolds (2010) mengatakan
38
balance exercise dapat membantu menguatkan otot-otot core, bukan hanya otot core saja tetapi dapat meningkatkan kekuatan otot ekstremitas bawah, dan sangat membantu dalam mencegah terjadinya cidera serta dapat meningkatkan performa atlit dan menjaga stabilitas postural. Balance
exercise
dapat
meningkatkan
kemampuan
tactile
&
proprioseption seseorang. Proprioceptive adalah persepsi sendi saat berada di ruang bebas dan terjadi pergerakan. Pada saat menutup mata, seseorang masih dapat menyentuh hidungnya dengan jari telunjuk. Melalui reseptor saraf di dalam sendi tubuh manusia, manusia dapat mengetahui yang sedang dilakukan. Contoh lain dari fungsi proprioseptive adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan tanah saat berjalan. Reseptor saraf dalam sendi pergelangan kaki menginformasi ke otak tentang struktur tanah, gundukan kecil dan lubang, memungkinkan seseorang untuk berjalan dengan cara yang halus. Memiliki proprioseptive yang efisien memungkinkan tubuh untuk beradaptasi dengan cara halus dengan lingkungannya. Kurangnya aktivitas fisik atau cidera sendi dapat mempengaruhi kualitas proprioseptive kita. Hal ini dapat dilatih melalui latihan yang tepat (Mc.Guine, 2006).
2.4.1
Balance Exercise terhadap Keseimbangan Dinamis Balance exercise merupakan serangkaian gerak yang dirancang untuk
meningkatkan keseimbangan postural, baik untuk keseimbangan statis maupun keseimbangan dinamis. Pada saat dilakukan serangkaian gerakan ini ada suatu proses di otak yang disebut central compensation, yaitu otak akan
39
berusaha menyesuaikan adanya perubahan sinyal sebagai akibat dari rangkaian gerakan ini untuk beradaptasi (Kaesler, 2007). Pengaruh balance exercise kecuali untuk meningkatkan kekuatan otot pada anggota gerak bawah dan sistem vestibular (keseimbangan tubuh) (Jowir, 2012) juga untuk meningkatkan keseimbangan postur. Banyak bentuk-bentuk balance exercise untuk meningkatkan keseimbangan. Dimana bentuk-bentuk latihan tersebut mampu memberikan perubahan fisiologis pada tubuh manusia yang lebih lanjut akan meningkatkan volume oksigen maksimum dan penurunan asam laktat. Selain itu, pengaruh untuk sistem muscular pada anggot gerak bawah adalah meningkatkan maximal muscular power
yaitu
meningkatnya
kekuatan
kontraksi
otot,
meningkatnya
penampang luas otot, asupan nutrisi ke dalam otot serta memberikan efek pemeliharaan daya tahan. Balance exercise juga memberikan efek pada sistem visual, vestibular, somatosensoris maupun muskularnya. Pada saat otot berkontraksi akan terjadi proses sintesa protein pada kontraktil otot yang berlangsung lebih cepat dari penghancurnya. Hal yang terjadi kemudian adalah bertambah banyaknya filament aktin dan myosin secara progresif di dalam myofibril. Selanjutnya myofibril
menjadi
meningkatkan
hipertropi. Serat
komponen
sistem
yang menjadi
metabolisme
hipertropi
fospagen
ATP
akan dan
fospokreatin, akibatnya akan terjadi peningkatan kemampuan sistem metabolisme aerob dan anaerob yang mampu meningkatkan energi dan kekuatan otot. Adanya peningkatan otot ini akan membuat tubuh semakin
40
kokoh dalam menopang badan, demikian juga saat menopang tubuh ketika mempertahankan geraknya (Rahayu, 2013). Jenis latihan balance exercise yang digunakan yaitu: a. Single Leg Squat Berdiri tegak dengan kaki selebar bahu, kedua tangan memegang pinggul. Angkat satu kaki dan secara perlahan-lahan jongkok seolah-olah duduk di kursi lutut 450, wajah tetap lurus ke depan tahan posisi beberapa detik lalu berdiri kembali secara perlahan dengan menjaga keseimbangan (Gambar 2.7).
Gambar 2.7 Single Leg Squat (Clark, 2014)
b. Single Leg Squat Touch Down Posisi awal berdiri tegak dengan kaki selebar bahu tangan memegang pinggang, angkat satu kaki dan perlahan-lahan jongkok lutut tidak lebih dari 450 kemudian tangan yang berlawanan memegang kaki tahan beberapa detik kemudian perlahan-lahan berdiri kembali ke posisi awal (Gambar2.8).
41
Gambar 2.8 Single Leg Squat Touch Down (Clark, 2014) c. Single Leg Romanian Deadlift Berdiri tegak lurus dengan kaki selebar bahu tangan memegang pinggang, Angkat satu kaki dan flexi trunk perlahan-lahan diikuti satu tangan memegang kaki yang menopang, kaki sedikit ditekuk 15 0 dan punggung tetap dalam posisi normal dan menghindari membungkuk (Gambar 2.9).
Gambar 2.9 Single Leg Romanian Deadlift (Clark, 2014)