BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.
Kajian Teori
2.1.1. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah model yang menggunakan kinerja secara diskusi atau kelompok. Hal ini didukung oleh para pendapat para ahli Arihi, L. S (2009) dalam Iru dan Ode ( 2012:47) menjelaskan bahwa : “Menegaskan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran dalam kelompok- kelompok kecil, dengan anggota kelompok 3-5 orang, yang dalam menyelesaikan tugas kelompoknya setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi, sehingga setiap siswa selain mempunyai tanggung jawab individu, tanggung jawab berpasangan, juga mempunyai tanggung jawab kelompok”. Sedangkan menurut pendapat yang dikemukakan, Stahl (1999) dalam Iru dan Ode (2012:47) berpendapat bahwa : “cooperative learning is equated with any group activity or project since all members of these groups are expected to cooperative in order to comlete their assignments”. Berarti dalam pembelajaran kooperatif terjadi suatu aktifitas untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka”. Berdasarkan definisi para ahli peneliti dapat menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran menggunakan kelompok-kelompok kecil dalam pelaksanaannya, sehingga kelompok dapat meyelesaikan tugas untuk saling bertukar pikiran dalam membantu mempelajari materi pelajaran.
2.1.2. Hakikat Model Pembelajaran Menurut Darsono (2000:1), “belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensinya yang dibawa sejak
5
6
lahir”. Model pembelajaran berartikan pola-pola pembelajaran yang dilaksanakan berdasar acuan pembelajaran tertentu secara sistematis. Pemilihan penggunaan model-model pembelajaran dilakukan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran tertentu dan disesuaikan dengan dengan materi, kemampuan siswa, karakteristik siswa dan sarana penunjang yang tersedia. Maka model pembelajaran perlu dipertimbangkan (Iru dan Ode 2012:6) Berdasarkan definisi para ahli peneliti dapat menyimpulkan bahwa hakikat belajar adalah kegiatan pembelajaran yang sistematis untuk mengembangkan potensi dalam kehidupannya.
2.1.3. Model Pembelajaran Mind Mapping Buzan pada tahun 1970 memperkenalkan Mind Mapping. Menurut Buzan (2012:4) Mind Mapping adalah cara termudah untuk mendapatkan informasi kedalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak, Mind Mapping adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harafiah akan memetakan pikiran kita. Menurut Buzan (2012:9), “mind map merupakan sarana untuk menggali kreatifitas”. Mind Map menggunakan kemampuan otak akan pengenalan visual untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Dengan kombinasi warna, gambar, dan cabang-cabang yang melengkung, mind map lebih merangsang secara visual daripada metode pencatatan tradisonal, yang cenderung linear dan satu warna. Hal ini akan sangat memudahkan kita mengingat informasi Mind Map. Buzan (2012:15-16), Buzon menjelaskan adapun langkah-langkah dalam membuat Mind Map: (1) Mulailah dari bagian tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan mendatar, karena memulai dari tengah memberi kebebasan kepada otak untuk menyebar kesegala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan lebih bebas dan alami. (2) Gunakan gambar atau foto untuk ide sentral anda karena sebuah gambar bermakna seribu kata dan membantu kita menggunakan imajinasi. Sebuah gambar sentral akan lebih menarik, membuat kita tetap terfokus, membantu kita
7
berkonsentrasi, dan mengaktifkan otak kita. (3) Gunakanlah warna, karena bagi otak warna sangat menariknya dengan gambar. Warna membuat Mind Map lebih hidup, menambah energi kepada pemikiran kreatif dan menyenangkan. (4) Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabang-cabang tingkat dua dan tiga ke tingkat satu dan dua, dan seterusnya. Karena otak bekerja menurut asosiasi. Otak senang mengaitkan dua (atau tiga atau empat) hal sekaligus. Bila kita menghubungkan cabang-cabang, kita akan lebih mudah mengerti dan mengingat. Penghubungan cabang-cabang utama akan menciptakan dan menetapkan struktur dasar atau arsitektur pikiran kita. Ini serupa dengan cara pohon mengkaitkan cabang-cabangnya yang menyebar kebagian utama. Jika ada celah-celah kecil di antara batang sentral dengan cabangcabang utamanya atau diantara cabang-cabang utama dengan cabang dan ranting yang lebih kecil, alam tidak akan bekerja baik tanpa hubungan Mind Map anda, segala sesuatu (terutama ingatan dan pembelajaran) akan berantakan. Jadi buat hubungan. (5) Buatlah garis hubung yang melengkung, bukan garis lurus karena garis lurus akan membosankan otak dan bisa menarik bagi mata. (6) Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis, karena kata kunci tunggal memberi lebih banyak daya dan fleksibilitas kepada Mind Mapping. (7) Gunakan gambar seperti gambar sentral karena setiap gambar bermakna seribu kata dan akan lebih menarik”. Model Mind Mapping penggunaan peta pemikiran dimana pikiran bisa terkonsep dan terarah sehingga menemukan banyak contoh praktis yang membantu merencanakan dan memunculkan ide kreatif dan memunculkan ide baru. Iru dan Ode (2012 : 65) menjelaskan pengertian Mind Mapping bahwa: “Model Mind Mapping adalah menuliskan tema utama sebagai titik sentral/tengah dan memikirkan cabang-cabang atau tema turunan. Itu berarti setiap kali kita pelajari suatu hal maka fokus kita diarahkan pada apakah tema utamanya. Poinpoin penting dari tema yang utama yang sedang dipelajari,
8
mengembangkan dari setiap point penting tersebut dan mencari hubungan antara setiap poin”. Dengan cara ini, akan mendapatkan gambaran hal-hal apa saja yang kita ketahui dan area mendapatkan gambaran hal-hal apa saja yang telah kita ketahui dan area mana saja yang masih dikuasai dengan baik. Dengan Mind Mapping maka akan tercipta pandangan yang menyeluruh terhadap pokok permasalahan. Iru dan Ode (2012 : 65) Mind Mapping harus melibatkan 1)
Imajinasi (membayangkan dengan melibatkan lima indera)
2)
Asosiasi (menghubungkan)
3)
Repetesi (mengulang-ulang)
4)
Visualisasi (menggambarkan konsep atau materi yang ada)
gambar 2.1 Mind Mapping sumber Tony Buzan 2.1.3.1.Kelebihan dan Kekurangan Mind Mapping Mind Mapping siswa dapat meningkatkan 78% daya ingat. Menurut Buzon (2012:6) Karena Mind Mapping dapat membantu siswa : Merencana konsep rancangan Mind Mapping, berkomunikasi antara pemikiran dengan hasil yang tertuang dalam Mind Mapping, menjadi lebih kreatif,
menghemat
menyelesaikan
waktu
masalah
dalam
dalam
proses
proses
belajar,
pembelajaran,
memudahkan memusatkan
9
perhatian, menyusun dan menjelaskan pikiran-pikiran, mengingat dengan lebih baik, belajar lebih cepat dan efisien, melihat “gambar keseluruhan” berarti siswa belajar sesuatu secara menyeluruh. Beberapa penerapan praktis pemetaan pikiran diulas oleh Joyce Wycoff (Ade, 2009),”delapan manfaat pemetaan pikiran yang dijelaskan oleh Wycoff untuk pengembangan diri antara lain: dalam bidang penulisan, bidang manajemen projek, untuk memperkaya kegiatan curah gagasan, untuk mengefektifkan rapat, menyusun daftar tugas, melakukan presentasi yang dinamis, membuat catatan yang memberdayakan diri, untuk mengenali diri”. Menurut Kinarawati (2007), kekurangan Mind Mapping ada 3, yaitu: 1) Hanya murid yang aktif yang terlibat, karena ketika diskusi kelompok murid yang aktif senantiasa mendominasi dalam pekerjaan LKS yang diberikan Guru. 2) Tidak sepenuhnya murid yang belajar, karena adanya murid yang mendominasi dalam diskusi sehingga ada murid yang lebih santai atau tidak bekerja dengan aktif sehingga tidak memberikan kontribusi. 3) Mind Map murid bervariasi sehingga guru akan kewalahan memeriksa Mind Map murid, karena jumlah Mind Mapping tergantung jumlah gambar murid dikelas itu.
2.1.3.2.Sintaks Model Pembelajaran Mind Mapping. Iru dan Ode (2012:66), Iru da Ode menjelaskan langkah - langkah pembelajaran kooperatif Mind Mapping, antara lain : 1)
Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai.
2)
Guru mengemukakan konsep atau permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa melalui permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban yang diberikan.
3)
Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang.
4)
Tiap kelompok menginventaris atau mencatat alternatif jawaban hasil diskusi.
10
5)
Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusi dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai informasi yang dibutuhan guru.
6)
Dari data-data di papan, siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang diberikan guru.
2.1.4. Media Pembelajaran Perkembangan IPTEK menjadikan kecepatan dapat menunjang proses belajar sehingga menjadi lebih menarik dan efisien. Menurut Susilana dan Riyana (2009 : 7), “mengartikan media pembelajaran selalu terdiri atas dua unsur penting, yaitu unsur peralatan atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya (message/software)”. Sedangkan menurut Azsyad (2011: 4), “media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksudmaksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran”. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan membantu keefektifan proses pembelajaran dalam penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi dan minat
siswa,
media
pembelajaran
juga
dapat
membantu
siswa
meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan memadatkan informasi terbukti dalam Assosiation or Education and Communication Teknologi (AECT) (Ibrahim 2012:111),”mendefinisikan yaitu segala bentuk yang digunakan untuk suatu proses penyaluran informasi”. Sedangkan National Education Assosiation (NEA) (Ibrahim 2012:111), mendefinisikan sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang digunakan dengan baik dalam kegiatan belajar
mengajar, dapat
mempengaruhi efektifitas program pembelajaran. Berdasarkan
pengertian
media
pembelajaran
diatas
dapat
disimpulkan, media pembelajaran merupakan salah satu komponen pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar
11
mengajar yaitu mampu diterima siswa dalam penyampaian pelajaran dengan baik. Manfaat media secara umum menurut Susilana dan Riyana (2009:9) sebagai berikut ini : 1)
Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
2)
Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indera.
3)
Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.
4)
Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestetik.
5)
Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.
2.1.5. Media Gambar Menurut Musfiqon (2012:73), “media gambar adalah media yang merupakan reproduksi bentuk asli dalam dua dimensi, yang berupa foto atau lukisan”. Dari pengertian tadi dapat diartikan media gambar adalah hasil gambar yang diolah sedemikian rupa. Sedangkan menurut Susilana dan Riyana (2009:15), “media bahan cetak adalah media visual yang pembuatannya melalui pencetakan atau printing atau offset". Dari pendapat diatas dapat disimpulkan media gambar adalalah media dalam bentuk dua dimensi dari hasil cetakan yang diolah seperti aslinya sehingga dapat memunculkan unsul visual dalam sebuah gambar Susilana dan Riyana (2009:16), “mengemukakan kelebihan media gambar: (1) Dibandingkan dengan grafis, media foto ini lebih konkret, (2) Dapat menunjukkan perbandingan yang tepat dari objek yang sebenarnya, (3) Pembuatannya mudah dan harganya murah”. Adapun syarat-syarat pemilihan media gambat/foto yang baik, seperti yang dikemukakan Helmi Hasan, dkk., (2003: 42), adalah sebagai berikut: (1) Gambar melukiskan situasi yang sebenarnya berupa kasus nyata yang diambil dari TV atau koran di sebut autentik (2) Materi sederhana yang dibuat apa adanya (sesuai dengan realitas) dan jelas
12
menunjukkan poin-poin pokok (pesan dan informasi) dalam gambar (3) Gambar yang digunakan dapat dilihat/diamati dengan baik, secara kelompok maupun kelas siswa masih, (4) Gambar/foto mengandung gerak atau perbuatan, menunjukkan suatu kejadian/peristiwa secara utuh.
2.1.6. Hasil Belajar. Dimyati dan Mudjiono (2009:250) hasil belajar merupakan hasil proses belajar atau proses pembelajaran. Berarti hasil belajar diperoleh yang diperoleh dari proses pembelajaran seseorang itu sendiri. Sedangkan menurut Suprijono (2009:5), “hasil belajar adalah pola- pola peraturan, perbuatan nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan”. Definisi dari pendapat para ahli dapat disimpulkan, bahwa hasil belajar adalah hasil belajar yang diperoleh siswa dari proses suatu pembelajaran.
2.1.7. Hakekat IPA Permendiknas no. 22 tahun 2006 diharapkan ditingkat SD ada penekanan pembelajaran salingtemas (sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Wahyana (dalam Trianto, 2013: 136), ” mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam”. Perkembangan tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Dapat disimpulkan bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif, berhubungan dengan gejala-gejala alam.
13
2.1.8. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tabel 2.1 Standar dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 7. Memahami perubahan 7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan yang terjadi di alam dan kegiatan
manusia
yang
dapat
hubungannya
dengan mempengaruhinya.
penggunaan
sumber 7.6 Mengidentifikasikan proses daur air
daya alam.
yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan.
2.2.
Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Oktoyuana Hardian Perwitasari (2012) dengan judul ”Penggunaan Mind Map (peta pikiran) untuk meningkatkan pembelajaran IPA kelas V SDN Bareng 5 Malang” menunjukkan bahwa penerapan Mind Map dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Bareng 5 Malang. Perolehan rata-rata hasil belajar siswa meningkat, dari rata-rata refleksi awal ke siklus I sebesar 42,1% dari siklus I ke siklus II sebesar 26,7% dengan ketuntasan belajar 75%. Aktivitas belajar siswa juga meningkat dari 64,2 pada siklus I menjadi 74,4 pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 13,7%. Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, refleksi dan rencana perbaikan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Bareng 5 Malang dengan jumlah siswa 28 anak. Kemudian penelitian kedua yang ditulis oleh Saifudin, Maulana Hasan (2012) dalam skripsinya yang berjudul, “Upaya Peningkatan Hasil Belajar dan Kreativitas Siswa Melalui Pembelajaran Peta Konsep pada Mata Pelajaran IPS Kelas V SDN 02 Tuntang Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Terjadinya peningkatan hasil belajar belajar siswa
14
dan kreativitas siswa kelas V SDN Tuntang 02 pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial melalui metode peta konsep yang ditandai dengan meningkatnya ketuntasan hasil belajar siswa. Persentase yang tuntas dalam belajar hanya 43,75% dan setelah adanya tindakan pada siklus I meningkat menjadi 71,88% dan pada siklus II mengalami peningkatan lagi 90,625%. Begitu juga dengan kreativitas siswa yang ditandai dengan meningkatnya tingkat fleksibilitas berfikir siswa, panjang akal, berani berpendapat, rasa ingin tahu yang cukup besar. Pembelajaran melalui metode peta konsep disajikan dalam bentuk gambar peta konsep, diskusi kelompok dan soal evaluasi. Kelebihan dari penelitian ini adalah adanya kenaikan yang signifikan dari sebelum perlakuan ke siklus I hingga silus II. Kelemahan dari penelitian ini adalah belum adanya sumber belajar. Penelitian yang saya lakukan memiliki nilai tambah dalam konteks lokal yaitu mengadaptasi dari Buzon (2012:15-16), langkah-langkah membuat Mind Mapping pada langkah ke 2 yaitu menggunakan gambar atau foto untuk ide sentral, karena sebuah gambar bermakna seribu kata dan membantu kita menggunakan imajinasi. Sebuah gambar sentral akan lebih menarik, membuat kita tetap terfokus, membantu kita berkonsentrasi, dan mengaktifkan otak kita.
2.3.
Kerangka Pikir Berdasarkan uraian para ahli dan penelitian yang relevan tadi memungkinkan untuk penggunaan Mind Mapping pada mata pelajaran IPA. Di harapkan dengan penggunaan Mind Mapping oleh guru hasil belajar dan keaktifan siswa dituntut untuk muncul, karena Mind Mapping itu memungkinkan menggabugkan hal-hal terpisah menjadi satu. Dan pemikiran menjadi terarah atau fokus pada pemikiran dan akan tercipta pembelajaran hal yang mudah diingat dalam jangka panjang.
15
Guru Guru belum menerapkan model pembelajaran Cooperative tipe Mind Mapping.
Kondisi awal
Guru sudah menerapkan pembelajaran Cooperative tipe Mind Mapping.
Tinda kan
Diduga dengan menerapkan model pembelajaran Cooperative tipe Mind Mapping dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 4 Mukira 04
Kondisi Akhir
Siswa Hasil belajar IPA rendah..
Siklus I Menerapkan model pembelajaran Cooperative tipe Mind Mapping
Siklus II Menerapkan model pembelajaran Cooperative tipe Mind Mapping
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir 2.4.
Hipotesis Berdasarkan uraian kajian teoritis dan kerangka berpikir, maka dirumuskan hipotesis penelitiannya adalah melalui model pembelajaran Mind Mapping dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas V semester II SDN Mukiran 04 Kecamatan Kaliwungu, tahun pelajaran 2013/2014.