BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori 2.1.1 Belajar Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan bahkan persepsi manusia. Slameto (2003:2) “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dan lingkungan”. Winkel (2004:59) “belajar adalah suatu aktivitas mental atau fisikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas”. Morgan (1986:14) menyatakan bahwa “belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman”. Aunurrahman (2011:33) “belajar merupakan kegiatan penting setiap orang, termaksud di dalamnya bagaimana seharusnya belajar”. Sebuah survey memperlihatkan bahwa 82% anak-anak yang masuk sekolah pada usia 5 atau 6 tahun memiliki citra diri yang positif tentang kemampuan belajar mereka sendiri”. Tetapi angka tinggi tersebut menurun drastis menjadi 18% waktu mereka berusia 16 tahun. Konsekuensinya 4 dari 5 remaja dan orang dewasa melalui pengalaman belajarnya yang baru dengan perasaan ketidaknyamanan (Nichol, 2002:37).
8
9
Pendapat para ahli di atas tentang pengertian belajar dapat disimpulkan bahwa, belajar merupakan proses usaha seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Belajar juga memperoleh pengetahuan atau menguasai pengalamaan, mengingat, menguasai pengalaman, serta mendapatkan informasi atau menemukan.
2.1.2 Hasil Belajar Hasil belajar adalah kompetensi yang dimiliki siswa setelah ia memahami proses mendapat pengalaman belajarnya. Menurut Slameto (2003:2) “hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Menurut Hamalik (2008:30) “hasil belajar adalah bila seseorang telah belajarakan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”. Surjana (2010:22) “mengemukakan bahwa belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar”. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1994:250) “hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar”. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
10
Bloom (Agus Suprijono, 2012:6) “hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan,
ingatan),
comprehension
(pemahaman,
menjelaskan,
meringkas, contoh), application (menerapkan) analysis (menguraikan, menemukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evalutation (menilai). Domain efektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory pre-routine dan rountinized, psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Agus Suprijono (2012:5) “hasil belajar merupakan informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan”. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manifulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. Menurut Soedarto (1997:49) “hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh belajar yang diikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan”. Sudjana (1990:2) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar”. Pendapat ahli di atas tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil usaha yang dilakukan menghasilkan perubahan dinyatakan dalam bentuk tiga kemampuan yaitu kognitif, afektif, psikomotor. Hasil belajar juga kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar/proses belajar.
11
2.1.2.1 Pentingnya Hasil Belajar Untuk mengetahui perkembangan sampai di mana hasil belajar yang telah dicapai seseorang dalam belajar, maka harus dilakukan evaluasi. Untuk mencapai kemajuan yang harus dicapai maka harus ada kriteria (patokan) mengacu pada tujuan yang ditentukan sehingga dapat diketahui seberapa besar pengaruh strategi belajar mengajar terhadap keberhasilan belajar siswa. Kebersihan dalam belajar menurut W. Winkel (1989:82) “keberhasilan yang dicapai oleh siswa, yakni di sekolah yang mewujutkan dalam bentuk angka”. Rusman (2010:13) “penilaian dilakukan oleh guru terhadap
hasil
pembelajaran
untuk
mengukur
tingkat
pencapaian
kompentensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusun laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses belajar”. Berdasarkan pernyataan para ahli tentang hasil belajar, keberhasilan dalam belajar adalah keberhasilan yang diraih/capai oleh siswa dalam proses belajar maupun setelah proses pembelajaran, yakni di sekolah yang mewujutkan dalam bentuk angka dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
2.1.2.2 Pengukuran Hasil Belajar Menurut Syah (2005:142), pengukuran hasil belajar adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu dan proses tertentu. 2. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seseorang dalam kelompok kelasnya. 3. Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar, hasil yang baik pada umumnya menunjukan tingkat usaha yang efisien. 4. Untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitif (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar. 5. Untuk mengetahui tingkat dan hasil model mengajar yang digunakan dalam proses belajar mengajar.
12
Supratiknya (2012:21) “penilaian hasil belajar adalah kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan pelajaran telah dicapai atau dikuasai oleh murid dalam bentuk hasil belajar yang bisa mereka tujukan setelah menjalani kegiatan belajar mengajar “. (Sudjana, 2011:2) “Ada tiga istilah yang merujuk pada aktivitas-aktivitas utama dalam kegiatan penilaian kelas, yakni: (1) assesmen, (2) pengukuran, dan (3) evaluasi”. Prosedur teknik yang dimaksud bisa berupa pengukuran, pengukuran yang dimaksud adalah teknik tes dan nontes. Supraktik (2012:4) “aktivitas terakhir dalam rangkaian kegiatan penilaian kelas adalah evaluasi, yaitu “a process that comes after measurement is completed. It invilves making a value judgment or interprestation of the resulting data in a decision making context” (Chatterji, 2003:4). Maksudnya, evaluasi merupakan proses sesudah pengumpulan data atau informasi baik dengan teknik pengukuran (tes dan skala) maupun dengan teknik assesmen lain selesai dilakukan, bahkan sesudah data atau informasi tersebut selesai diolah. Pendapat ahli di atas dapat disimpulkan pengukuran hasil belajar adalah dengan mengunakan istilah tiga aktivitas yaitu: (1) assesmen, (2) pengukuran, (3) evaluasi serta pengumpulan datanya atau informasinya dengan teknik pengukuran tes dan skala.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern. Menurut Slameto (2003:54:-72) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu: 1. Faktor intern, yang terdiri dari tiga faktor berikut: 1) Faktor jasmaniah yang meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh. 2) Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. 3) Faktor kelelahan yang meliputi kelelahan jasmani dan rohani.
13
2. Faktor ekstern 1) Faktor keluarga yang meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. 2) Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. 3) Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, massa media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Menurut Sadiman (2007:39-47) “faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor intern (dari dalam) yaitu diri siswa dan faktor ekstern (dari luar) siswa”. Hal yang berkaitan dengan faktor diri siswa yaitu, faktor kemampuan,
motivasi,
minat,
perhatian,
sikap,
kebiasaan
belajar,
ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan spikis. Kehadiran faktor psikologis dalam belajar akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal. Dari pendapat para ahli di atas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut : 1. Faktor internal atau faktor dari dalam siswa seperti jasmaniah, rohaniah, minat, motivasi, ketekunan, cara belajar, kebiasaan, sikap, kondisi sosial ekonomi dan keadaan fisik dan fsikis. 2. Faktor eksternal faktor yang lingkungan yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang berasal dari lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut dapat diatasi apabila seorang guru mampu dan tetap berusaha menunjukan sikap terbuka untuk peserta didik dan orang tua serta lingkungan masyarakat untuk bekerjasama dalam mengelola pembelajaran sehingga tidak terpaku di sekolah khususnya di dalam kelas saja.
14
2.2
Model Pembelajaran Slameto
(2007:4)
“pembelajaran
adalah
proses
penguasaan
pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui belajar, mengajar dan pengalaman”. Suatu proses pengajaran dikatakan berhasil bila terjadi strukturisasi situasi perubahan tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku siswa pada saat
proses
pembelajaran
digunakan
sebagai
salah
satu
indikasi
terselenggaranya proses pembelajaran dengan baik. Tujuan setiap proses pembelajaran adalah diperolehnya hasil yang optimal. Hal ini akan dicapai apabila semua terlibat secara aktif baik pisik, mental, maupun emosional. Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat oprasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut
Arends “model
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya
tujuan-tujuan
pembelajaran,
tahap-tahap
dalam
kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas”. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
15
Ariends (1997:5) menyatakan “The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goald, syntax, environment, and management system”. Istilah model mengajarkan, mengarahkan pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya. Joyce (1992:5) menyatakan bahwa “setiap model pembelajaran mengarahkan kepada desain pembelajaran untuk membantu perserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai”. Soekatmo (2012:5) mengemukakan maksud dari “model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Dari penjelasan model pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa, model pembelajaran adalah menggambarkan penyelenggaraan proses belajar mengajar dari awal hingga akhir yang tersusun secara sistematis dengan prosedur yang berbeda.
2.2.1 Model Pembelajaran (STAD) Student Team Achievement Division (STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin di Johns Hopkins University dan merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model yang sangat mudah diterapkan dalam pembelajaran Matematika. Seperti dalam kebanyakan model pembelajaran kooparetif lainnya. Student Team Achievement Division (STAD) didasarkan pada prinsip bahwa para siswa belajar sama-sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar teman-teman dalam tim dan dirinya sendiri.
16
Dalam model Student Team Achievement Division (STAD) kelompok terdiri atas empat sampai lima siswa yang mewakili keseimbangan kelas dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras. Kelompok merupakan tampilan yang paling penting dari Student Team Achievement Division (STAD) yang penting pula bagi guru dalam rangka mengarahkan anggota masing-masing kelompok.
2.2.1.1 Langkah-Langkah Implementasi (STAD). Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) menurut Slavin (2005:143) yang terdiri dari lima komponen utama yaitu: persentasi kelas, tim, kuis, skor kemajemukan individu, dan rekonisi tim. Komponen atau langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tahap Penyajian Materi/Presentasi Kelas. Materi dalam Student Team Achievement Division (STAD) pertama-tama diperkenalkan dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau didiskusikan pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukan audiovisual. Bedanya persentasi kelas dengan pengajaran biasa hanya bahwa persentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit Student Team Achievement Division (STAD). Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.
17
2. Tahap Kerja Kelompok/Tim Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan
materinya,
tim
berkumpul
untuk
mempersentasikan lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan
bersama,
membandingkan
jawaban,
dan
mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan. Tim adalah figur yang paling penting dalam Student Team Achievement Division (STAD) pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotannya. Tim ini memberikan dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang dihasilkan seperti hubungan antarkelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa. 3. Kuis Setelah guru memberikan persentasi dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individu. Pada siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga tiap siswa bertanggung materinya.
jawab
secara
individual
untuk
memahami
18
4. Skor Kemajuan Individu Gagasan dibalik skor kemajuan individu adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikana skor “awal”, yang diperboleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpilkan point untuk tim mereka berdasarkan tingkatan kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka. 5. Rekognisi Tim/Penghargaan Tim akan mendapatkan sertifikasi atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) dikembangkan oleh Slavin di Universitas John Hopkins. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecahkan menjadi kelompok dengan anggota empat sampai lima orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri atas laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota
tim
menggunakan
lembar
kegiatan
atau
perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajaran dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui diskusi dan kuis. Sintaks model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) dalam Chotimah (2007) sebagai berikut : 1. Guru membentuk kelompok yang anggotanya empat sampai lima orang secara heterogen. 2. Guru menyajikan pelajaran.
19
3. Guru memberikan tugas pada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. 4. Peserta didik yang bisa mengerjakan tugas/soal mengerjakan kepada anggota kelompok lainnya sehingga semua anggota dalam kelompok itu mengerti. 5. Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab kuis/pertanyaan peserta didik tidak boleh saling membantu. 6. Guru memberikan penghargaan (rewards) kepada kelompok yang memiliki nilai/poin tertinggi. 7. Guru memberikan evaluasi. 8. Penutup. Dari sintaks model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) di atas dapat ditentukan proses pembelajaran, guru menentukan jumlah
kelompok
dan
kelompoknya
harus
heterogen,
guru
mempersiapkan/menyajikan materi pembelajaran, guru memberikan tugas pada
masing-masing kelompok dan siswa
mengerjakannya secara
berkelompok dan setiap anggota kelompok mendapatkan tugas masingmasing. Dalam model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) ini, proses pembelajarannya terdiri tugas, tugas kelompok dan tugas individu, dimana tugas kelompok dikerjakan berkelompok, peserta kelompok membantu satu sama lain. Tugas individu disini peserta didik tidak boleh saling membantu. Dalam model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) bagi tugas kelompok maupun tugas individu bagi nilainya tertinggi akan mendapatkan penghargaan (rewards).
2.2.1.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran (STAD) Suatu strategi pembelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD). Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) mempunyai beberapa keunggulan (Slavin, 1995:17) diantaranya sebagai berikut :
20
1. Siswa bekerjasama dalam mencatat tujuan dengan menjunjung tinggi normal-normal kelompok. 2. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama. 3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatkan kemampuan mereka dalam berpendapat. Selain keunggulan tersebut pembelajaran model Student Team Achievement Division (STAD) juga memiliki kekurangan-kekurangan, menurut Dess (1991:411) diantaranya sebagai berikut : 1. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum. 2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif. 3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif. 4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerjasama. Kekurangan-kekurangan yang ada pada pembelajaran kooperatif masih dapat diatasi atau diminimalkan. Pengunaan waktu yang lebih lama dapat diatasi dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruangan kelas sesuai kelompok yang dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas. Pembelajaran kooperatif memang memerlukan kemampuan khusus guru, namun hal ini dapat diatasi dengan mengunakan latihan terlebih dahulu. Sedangkan kekurangan-kekurangan terakhir dapat diatasi dengan memberikan pengertian kepada siswa bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, siswa merasa perlu bekerjasama dan berlatih bekerjasama dengan belajar secara kooperatif.
21
Kekurangan
model
pembelajaran
kooperatif
Student
Team
Achievement Division (STAD) menurut Slavin (Nurasma 2006:2007) yaitu : Kontribusi rendah menjadi kurang siswa berpartisipasi tinggi akan mengarah pada ke kecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.
2.2.1.3
Penerapan
(STAD)
Dalam
Pembelajaran
Matematika
Berdasarkan Standar Proses. Standar proses pendidikan dapat diartikan sebagai suatu bentuk teknis yang merupakan acuan atau kriteria yang dibuat secara terencana atau didesain dalam pelaksanaan pembelajaran (UU No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah). Masih mengacu pada UU tersebut (UU No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah), hal-hal yang diatur dalam standar proses terdiri dari perencanaan proses pembelajaran yang meliputi menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompentensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran materi pembelajaran, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajar; pelaksanaan proses pembelajaran di mana halhal yang harus diperhatikan antara lain rombongan (peserta) belajar maksimal, beban kerja minimal guru, buku pelajaran, dan pengelolaan kelas; penilaian hasil pembelajaran tujuannya digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik, digunakan untuk menyusun laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
22
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik dan terpogram dengan menggunakan tes dalam bentuk tes tertulis maupun tes lisan, dan nontes dalam bentuk pengamatan kerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan produk, portofolio dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan standar penilaian pendidikan dan panduan penilaian kelompok mata pelajaran; serta pengawasan proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara pemantauan, supervisi, evaluasi dan pelaporan. Berdasarkan pada
hal
yang telah dipaparkan,
maka
dalam
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) pada mata pelajaran Matematika pada siswa SD kelas V, standar kompentensi dan kompentensi dasar (SK/KD), adalah SK/KD mata pelajaran Matematika kelas V pada semester II pada materi sifat-sifat bangun datar, indikator pencapaian, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan penilaian yang dilakukan, serta bentuk penilaian yang dilakukan antara lain dijabarkan dalam RPP berkarakter. Berdasarkan sintaks di awah ini dapat kita ketahui tahapan-tahapan serta langkah-langkah dalam proses pembelajaran model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD). Memberikan gambaran bagaimana semestinya penerapan pembelajaran yang harus dilakukan, mulai dari kegiatan awal, apersepsi dan motivasi. Kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi, konfirmasi), serta kegiatan akhir. Dalam kegiatan akhir tindakan guru: membimbing siswa menyampaikan pembelajaran dan menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam. Kegiatan Awal 1. Memberikan salam 2. Mengajak siswa berdoa 3. Absensi 4. Menanyakan kesiapan siswa untuk mengikuti pembelajaran 5. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin disampaikan 6. Apresepsi : guru meminta siswa memperhatikan benda-benda di depan yang sudah disediakan guru dan menanyakan bagaimana bentuknya?
23
7. Hipotesis : jawaban siswa 8. Motivasi : guru memotivasi siswa dengan menginformasikan cara belajar yang akan ditempuh dalam proses pembelajaran dalam model (STAD). Kegiatan Inti Eksplorasi 1. Guru tanya jawab dengan siswa mengenai banyak sisi dan banyak sudut pada segitiga. 2. Guru membentuk kelompok yang beranggota 4-5 orang secara heterogen. 3. Guru membagikan LKS masing-masing kelompok. Elaborasi 1. Siswa bekerja dalam kelompok mengerjakan tugas yang disediakan oleg guru. 2. Guru memantau kerja masing-masing kelompok dan mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan. 3. Perwakilan kelompok maju ke depan untuk mempersentasikan hasil kerja kelompok dan guru bertindak sebagai fasilitator. 4. Guru
memantau
siswa
yang
mengalami
kesulitan
dalam
mempersentasikan hasil kerja kelompoknya. 5. Guru mengoreksi hasil kerja kelompok siswa. Konfirmasi 1. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum jelas dari materi yang disampaikan. 2. Guru memberikan motivasi berupa pujian kepada siswa yang belum berhasil dalam proses pembelajaran. 3. Guru memberikan soal evaluasi. Kegiatan akhir 1. Guru membimbing siswa menyimpulkan pembelajaran. 2. Guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam.
24
2.3
Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Penelitian
dilakukan
dalam
rangka
peningkatkan
kualitas
pembelajaran matematika Student Team Achievement Division (STAD) diantaranya adalah : 1. Basuki (2010) dalam penelitian “Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas Datar Melalui Permainan” menyatakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Metode permainan dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas VI SD Negeri Soroyuden dalam perhitungan luas gabungan bangun datar. 2) Pembahasan soal gabungan bangun datar memerlukan pengetahuan awal tentang luas bangun datar tunggal. 3) Perlunya pemahaman tentang sisi-sisi sejajar yang berukuran pada diri siswa, sehingga siswa dapat meningkatkan panjang sisi yang belum diketahui. 4) Metode permainan membuat siswa lebih “rela” menerima pelajaran karena pembelajaran tersaji dalam situasi yang menyenangkan. Beberapa kajian yang relevan di atas, pengunaan model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) sangat memuaskan dalam ketercapaian hasil belajar siswa dalam pembelajaran.
2.4 Kerangka Berpikir Pembelajaran
matematika
seringkali
menggunakan
model
pembelajaran yang berupa ceramah/penjelasan, dan kemudian diberi contoh serta tugas. Pembelajaran matematika ini berpusat pada guru, dan tanggung jawab serta kekuasaan dalam pembelajaran sepenuhnya berada ditangan guru. Menurut Nur (Evrieta, 2010:22) mengatakan bahwa “pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya masih berada pada pendidikan matematika konvensional yang banyak ditandai oleh strukturalistik dan mekanistik”. Guru merupakan sumber informasi dan siswa menjadi pasif. Hal yang dilakukan siswa adalah menerima, mencatat, dan menghafalkan materi yang diberikan guru
serta mengerjakan soal-soal latihan.
Pembelajaran yang demikian lebih mementingkan penguasaan akademik dan kurang memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam matematika.
25
Selain itu, pembelajaran yang demikian belum menanamkan dan mengajarkan konsep matematika sehingga siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika sehingga dapat berdampak pada hasil belajar matematika siswa yang rendah. Dalam mengajarkan pelajaran Matematika terutama materi sifat-sifat bangun datar. Dibutuhkan konsep dasar teori yang tepat dalam menyampaikan pelajaran tersebut. Konsep dasar teori yang dipilih harus sesuai dan cocok serta harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Terutama dalam penyampaian materi matematika. Sebab dalam pelajaran matematika menggunakan penalaran pada pola dan sifat, serta melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika serta memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dalam penerapan model Student Team Achievement Division (STAD) proses pembelajaran mempunyai keungulan dan dipastikan dapat meningkatkan hasil belajar, keungulannya; siswa bekerjasama dalam mencatat tujuan dengan menjunjung norma-norma kelompok, siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama, aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk meningkatkan keberhasilan kelompok, interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat. Pembelajaran model Student Team Achievement Division (STAD) siswa sangat dilibatkan dalam proses pembelajaran, siswa lebih mudah menemukan dan memahami materi-materi yang dianggap sulit apabila mereka saling bekerjasama dengan temannya untuk menyelesaikan masalah. Melalui kerjasama akan terjalin rasa bekerjasama, komunikasi, mereka saling berbagai pengetahuan yang dimiliki mereka masing-masing sehingga terjadi pemahaman yang sama dalam persoalan-persoalan yang mereka diskusikan. Ini akan membawa dampak pada peningkatkan hasil belajar.
26
Model ceramah (pembelajaran yang berpusat pada guru membuat siswa tidak aktif dalam pembelajaran).
Rendahnya hasil belajar
Model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD).
Diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa
Siswa lebih aktif dan dapat memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran
Kerangka Berpikir
2.5
Hipotesis Berdasarkan kajian-kajian teori dan kerangkan berpikir, maka hipotesis tindakan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Pengaruh Pembelajaran Model Student Team Achievement Division (STAD) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Kauman Kidul Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. 1. Diduga melalui penerapan Student Team Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Kuman Kidul Salatiga.
27
Berdasarkan kajian teori, kajian penelitian yang relevan dan kerangka berfikir yang telah diuraikan di atas maka hipotesis awal dirumuskan. 1. Hipotesis Deskriptif Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa kelas V SD menggunakan model Student Team Achievement Division (STAD). 2. Hipotesis Statistik Secara statistik hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut: :
=
.
Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa kelas V SD menggunakan model Student Team Achievement Division (STAD). :
≠
Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa kelas V SD menggunakan model Student Team Achievement Division (STAD).