BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Matematika 2.1.1.1. Latar Belakang Pelajaran Matematika Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menyebabkan perubahan yang sangat cepat dalam kehidupan manusia serta merubah pandangan serta kebiasaan hidup dari konservatif menjadi lebih kompetitif yang menawarkan berbagai kemudahan. Berkaitan dengan hal ini, untuk dapat bertahan dengan keadaan yang cepat sekali berubah, diperlukan kemampuan untuk memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi sehingga menjadi sebuah pengetahuan dan alat yang berguna. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang bersifat logic, sistematis dan kritis yang dapat dikembangkan dengan pembelajaran matematika. Dalam hal ini matematika memiliki peran yang sangat strategis dan central dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing (Ekawati, 2009:4). 2.1.1.2. Tujuan Pelajaran Matematika Mencermati peran sentral Matematika maka tujuan pembelajaran Matematika dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 adalah sebagai berikutt: a. Memahami
konsep
Matematika,
menjelaskan
keterkaitan
antar
konsep
dan
mengaplikasikan antar konsep atau algoritma secara luwes, akurat efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika. c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
7
8
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Permendiknas No.22 Tahun 2006). 2.1.1.3. Fungsi Pelajaran Matematika Menurut Ekawati, (2010) fungsi Matematika adalah sebagai media atau sarana siswa dalam mencapai kompetensi. Dengan mempelajari materi Matematika diharapkan siswa akan dapat menguasai seperangkat kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, penguasaan materi Matematika bukanlah tujuan akhir dad pembelajaran Matematika, akan tetapi penguasaan materi Matematika hanyalah jalan mencapai penguasaan kompetensi. Fungsi lain mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika sekolah. Dengan mengetahui fungsi-fungsi Matematika tersebut diharapkan kita sebagai guru atau pengelola pendidikan Matematika dapat memahami adanya hubungan antara matematika dengan berbagai ilmu lain atau kehidupan. Sebagai tindaklanjutnya sangat diharapkan agar para siswa diberikan penjelasan untuk melihat berbagai contoh penggunaan Matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam mata pelajaran lain, dalam kehidupan kerja atau dalam kehidupan sehari-hari. Namun tentunya harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, sehingga diharapkan dapat membantu proses pembelajaran matematika di sekolah. Siswa diberi pengalaman menggunakan Matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabeltabel dalam model-model Matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian Matematika lainnya. Bila seorang siswa dapat melakukan perhitungan, tetapi tidak tahu alasannya, maka tentunya ada yang salah dalam pembelajarannya atau ada sesuatu yang belum dipahami. Belajar Matematika juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu.
9
Dalam pembelajaran Matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Dengan pengamatan terhadap contoh-contoh diharapkan siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep. Selanjutnya dengan abstraksi ini, siswa dilatih untuk membuat perkiraan, terkaan, atau kecenderungan berdasarkan kepada pengalaman atau pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus (generalisasi). Di dalam proses penalarannya dikembangkan pola pikir induktif maupun deduktif. Namun tentu kesemuanya itu harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan siswa, sehingga pada akhirnya akan sangat membantu kelancaran proses pembelajaran Matematika di sekolah. Fungsi Matematika yang ketiga adalah sebagai ilmu pengetahuan, oleh karena itu, pembelajaran Matematika di sekolah harus diwarnai oleh fungsi yang ketiga ini. Sebagai guru harus mampu menunjukkan bahwa Matematika selalu mencari kebenaran, dan bersedia meralat kebenaran yang telah diterima, bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah. Dalam buku standar kompetensi Matematika Depdiknas, secara khusus disebutkan bahwa fungsi Matematika adalah mengembangkan kemampuan berhitung, mengukur, menurunkan rumus dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistika, kalkulus dan trigonometri. Metamatika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika, diagram, grafik, atau tabel. 2.1.1.4. Ruang Lingkup Pelajaran Matematika Ruang lingkup mata pelajaran matematika menurut Permendiknas No.22 Tahun 2006 meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Bilangan b. Geometri dan pengukuran c. Pengolahan data
10
2.1.1.5. Peran Pembelajaran Matematika Sesuai dengan tujuan diberikannya Matematika di sekolah, kita dapat melihat bahwa Matematika sekolah memegang peranan sangat penting. Anak didik memerlukan Matematika untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dapat berhitung, dapat menghitung isi dan berat, dapat mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menafsirkan data, dapat menggunakan kalkulator dan komputer. Selain itu, agar mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut, membantu memahami bidang studi lain seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi, geografi, ekonomi, dan sebagainya, dan agar para siswa dapat berpikir logis, kritis, dan praktis, beserta bersikap positif dan berjiwa kreatif (Astuti, 2011). Sebagai warga negara Indonesia yang berhak mendapatkan pendidikan seperti yang tertuang dalam UUD 1945, tentunya harus memiliki pengetahuan umum minimum. Pengetahuan minimum itu diantaranya adalah Matematika. Oleh sebab itu, Matematika sekolah sangat berarti baik bagi para siswa yang melanjutkan studi maupun yang tidak. Bagi mereka yang tidak melanjutkan studi, matematika dapat digunakan dalam berdagang dan berbelanja, dapat berkomunikasi melalui tulisan/gambar seperti membaca grafik dan persentase, dapat membuat catatan-catatan dengan angka, dan lain-lain. Kalau diperhatikan pada berbagai media massa, seringkali informasi disajikan dalam bentuk persen, tabel, bahkan dalam bentuk diagram. Dengan demikian, agar orang dapat memperoleh informasi yang benar dari apa yang dibacanya itu, mereka harus memiliki pengetahuan mengenai persen, cara membaca tabel, dan juga diagram. Dalam hal inilah Matematika memberikan peran pentingnya. Sejalan dengan kemajuan jaman, tentunya pengetahuan semakin berkembang. Supaya suatu negara bisa lebih maju, maka negara tersebut perlu memiliki manusia-manusia yang melek teknologi. Untuk keperluan ini tentunya mereka perlu belajar Matematika sekolah terlebih dahulu karena Matematika memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan teknologi itu sendiri. Tanpa bantuan Matematika tidak mungkin terjadi perkembangan teknologi seperti sekarang ini. Namun demikian, Matematika dipelajari bukan untuk keperluan praktis saja, tetapi juga
11
untuk perkembangan Matematika itu sendiri. Jika Matematika tidak diajarkan di sekolah maka sangat mungkin Matematika akan punah. Selain itu, sesuai dengan karakteristiknya yang bersifat hirarkis, untuk mempelajari Matematika lebih lanjut harus mempelajari Matematika level sebelumnya. Seseorang yang ingin menjadi ilmuwan dalam bidang Matematika, maka harus belajar dulu Matematika mulai dari yang paling dasar. Jelas bahwa Matematika sekolah mempunyai peranan yang sangat penting baik bagi siswa supaya punya bekal pengetahuan dan untuk pembentukan sikap serta pola pikirnya, warga negara pada umumnya supaya dapat hidup layak, untuk kemajuan negaranya, dan untuk matematika itu sendiri dalam rangka melestarikan dan mengembangkannya. 2.1.2. Metode Diskusi Kelompok Kecil 2.1.2.1. Pengertian Metode Diskusi Kelompok Kecil Gagne & Briggs mengemukakan dalam Ariyanti (2007:28) metode diskusi kelompok kecil adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil terdiri atas 3-6 siswa. Masing-masing kelompok kecil melaksanakan diskusi dengan masalah tertentu. Guru menjelaskan garis besar problem kepada kelas dan menggambarkan aspek-aspek masalah kemudian tiap kelompok (sindycate) diberi topik masalah yang sama atau berbeda-beda, selanjutnya masing-masing
kelompok
bertugas
untuk
menemukan
kesepakatan
jawaban
penyelesaiannya. Setiap kelompok bersidang sendiri-sendiri atau membaca bahan, berdiskusi, dan menyusun kesimpulan kelompok. Tiap-tiap kelompok mempresentasikan kesimpulan hasil sidang diskusi kelompoknya dalam sidang pleno untuk didiskusikan secara klasikal. Diskusi kelompok kecil sebagai metode pembelajaran adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan di antara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi kelompok kecil merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif. Manakala salah satu di antara siswa berbicara, maka siswa-siswa lain yang menjadi bagian dari kelompoknya aktif mendengarkan. Siapa yang
12
berbicara terlebih dahulu dan begitu pula yang menanggapi, tidak harus diatur terlebih dahulu. Dalam berdiskusi, seringkali siswa saling menanggapi jawaban temannya atau berkomentar terhadap jawaban yang diajukan siswa lain. Demikian pula mereka kadang-kadang mengundang anggota kelompok lain untuk bicara, sebagai nara sumber. Dalam penentuan pimpinan diskusi, anggota kelompok dapat menetapkan pemimpin diskusi mereka sendiri. Sehingga melalui metode diskusi, keaktifan siswa sangat tinggi. Hasil-hasil penelitian tentang penggunaan metode diskusi kelompok oleh Lorge, Fox, Davitz, dan Brenner (dalam Ariyanti, 2007:33) dapat disimpulkan dalam rangkuman berikut: a. Mengenai soal-soal yang berisiko, keputusan kelompok lebih radikal dari pada keputusan perorangan. b. Kalau ada pelbagi pendapat tentang sebuah soal yang masih baru, maka pemecahan kelompok lebih tepat daripada pemecahan perorangan; tetapi tidak selalu demikian kalau soalnya biasa-biasa saja. c. Kalau bahan persoalan bukan materi baru, dan anggota-anggota kelompok mempunyai keterampilan dalam memecahkan soal-soal sejenis, pemecahan kelompok lebih baik dari pemecahan oleh anggota masing-masing, tetapi kadang-kadang pemecahan anggota yang paling cerdas lebih baik lagi. d. Kebaikan utama diskusi kelompok bukanlah pengajuan banyak pendekatan, melainkan penolakan terhadap pendekatan yang tidak masuk akal. (Konklusi ini tidak berlaku untuk “brain storming””). e. Yang memperoleh keuntungan dari diskusi kelompok, ialah siswa-siswa yang lemah dalam pemecahan soal. f.
Superioritas kelompok merupakan fungsi dari kualitas tiap anggota kelompok. Sebuah kelompok dapat diharapkan memecahkan sebuah soal, kalau sekurang-ku rang nya satu anggota dapat memecahkan soal itu secara individual, sekalipun ia memerlukan lebih banyak waktu.
g. Dalam hal waktu, metode kelompok biasanya kurang efisien. Kalau anggota-anggota saling percaya dan bekerjasama dengan baik, maka kelompok dapat bekerja lebih cepat daripada kerja perorangan.
13
h. Kehadiran orang luar mempengaruhi prestasi anggota-anggota kelompok. Kalau kelompok itu bekerjasama secara harmonis, dan orang luar bergabung dengan kelompok, hal itu mempunyai pengaruh positif-, kalau kerja sama itu tidak harmonis, maka kehadiran itu merusak, jika dia hanya bertindak sebagai pendengar saja. i.
Dengan metode diskusi perubahan sikap dapat dicapai dengan lebih baik daripada kritik langsung untuk mengubah sikap yang diharapkan. Metode diskusi juga paling baik untuk memperkenalkan inovasi-inovasi atau perubahan.
j.
Kalau dipakai struktur pembahasan yang cocok dengan tugas, dan cukup waktu untuk meninjau persoalan dari segala segi, serta jika anggota-anggota tidak saling mengevaluasi, maka diskusi kelompok terbukti lebih kreatif daripada belajar perorangan. (Kondisi-kondisi ini terdapat pada "brain storming") Bertolak dari hasil-hasil penelitian tersebut di atas menyokong asumsi bahwa
keunggulan metode diskusi terletak pada efektivitasnya untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran tingkat tinggi dan tujuan pembelajaran ranch afektif. Karena itu, ada tiga macam tujuan pembelajaran yang cocok melalui penggunaan metode diskusi: (1) penguasaan bahan pelajaran, (2) pembentukkan dan modifikasi sikap, serta (3) pemecahan masalah. Pembentukkan dan modifikasi sikap merupakan tujuan diskusi yang berorientasi pada isu yang sedang berkembang. Diskusi yang bertujuan membentuk atau memodifikasi sikap ini, dimulai dengan guru mengajukan permasalahan atau sejumlah peristiwa yang menggambarkan isu yang ada dalam masyarakat (seperti: kolusi dalam suatu lembaga, pelecehan seksual, gerakan disiplin nasional, penggusuran, dan lain sebagainya). Guru atau pimpinan kelompok selanjutnya meminta pandangan dari anggota kelompok untuk menemukan alternatif-alternatif pemecahan masalah isu tersebut. Komentar-komentar terhadap masalah atau jawaban masalah dapat diberikan anggota kelompok maupun pimpinan kelompok. Selama diskusi berlangsung, pemimpin diskusi mencoba memperoleh penajaman dan klarifikasi yang lebih baik tentang isu tersebut dengan memperkenalkan contoh-contoh yang berbeda, dan menggerakkan para anggota diskusi mengajukan pernyataan-pernyataannya.
14
2.1.2.2. Pemecahan Masalah sebagai Tujuan Diskusi Kelompok Kecil Pemecahan masalah merupakan tujuan utama dari diskusi (Maier, dalam Darsono, 2008:57). Masalah-masalah yang tepat untuk pembelajaran dengan metode diskusi adalah masalah yang menghasilkan banyak alternatif pemecahan. Dan juga masalah yang mengandung banyak variabel. Banyaknya alternatif dan atau variabel tersebut dapat memancing anak untuk berfikir. Oleh karena itu, masalah untuk diskusi yang pemecahannya tidak menuntut anak untuk berfikir, misalnya hanya menuntut anak untuk menghafal, maka masalah tersebut tidak cocok untuk didiskusikan. Menurut Maiyer (dalam Darsono, 2008:61) dalam diskusi kelompok kecil, dapat meningkatkan siswa untuk berpartisipasi dalam memecahkan masalah. Untuk itu, bilamana guru menginginkan keterlibatan anak secara maksimal dalam diskusi, maka jumlah anggota kelompok diskusi perlu diperhatikan guru. Jumlah anggota kelompok diskusi yang mampu memaksimalkan partisipasi anggota adalah antara 3-7 anggota. Dari hasil pengamatan, kelompok diskusi yang jumlah anggotanya antara 3-7 itu saja, anggota yang diduga kurang berpartisipasi penuh berkisar 1-2 orang. Dalam diskusi dengan jumlah anggota yang relatif kecil memungkinkan setiap anak memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi. Masalah atau isu yang dijadikan topik diskusi hendaknya yang relevan dengan minat anak. Masalah diskusi yang cocok dengan minat anak dapat mendorong keterlibatan mental dan keterlibatan emosional siswa secara optimal. Melalui penggunaan metode diskusi kelompok kecil, siswa juga mendapat kesempatan untuk latihan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan untuk mengembangkan strategi berfikir dalam memecahkan masalah. Namun demikian pembelajaran dengan metode diskusi semacam ini keberhasilannya sangat bergantung pada anggota kelompok itu sendiri dalam memanfaatkan kesempatan untuk berpatisipasi dalam pembelajaran. Untuk meningkatkan proses diskusi, peranan pemimpin diskusi sangat menentukan. Pemimpin diskusi bertugas untuk mengklarifikasi topik yang tidak jelas. Jika diskusi tidak berjalan, pemimpin diskusi berkewajiban mengambil inisiatif dengan melontarkan ideide yang dapat memancing pendapat peserta diskusi. Demikian pula bila terjadi ketegangan dalam proses diskusi, tugas pemimpin diskusi adalah meredakan ketegangan. Tidak jarang
15
pendapat-pendapat dalam diskusi menyimpang dari topik utama, karena itu pemimpin diskusi bertugas untuk mengembalikan pembicaraan kepada topik utama diskusi. 2.1.2.3. Kegunaan Metode Diskusi Kelompok Kecil Diskusi kelompok kecil sebagai metode mengajar lebih cocok dan diperlukan apabila kits (guru) hendak memberi kesempatan kepada siswa: untuk mengekspresikan kemampuannya, berpikir kritis, menilai perannya dalam diskusi, memandang masalah dari pengalaman sendiri dan pelajaran yang diperoleh di sekolah, memotivasi, dan mengkaji lebih lanjut. Melalui diskusi kelompok kecil dapat dikembangkan keterampilan mengklarifikasi, mengkiasifikasi, menyusun hipotesis, menginterpretasi, menarik kesimpulan, mengaplikasikan teori dan mengkomunikasikan pendapat. Disamping itu, metode diskusi kelompok kecil dapat melatih sikap anak menghargai pendapat orang lain, melatih keberanian untuk mengutarakan pendapat, mempertahankan pendapat, dan memberi rasional sehubungan dengan pendapat yang dikemukakannya. 2.1.2.4. Prinsip Umum Penggunaan Metode Diskusi Kelompok Kecil Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan metode diskusi kelompok kecil, antara lain sebagai berikut: a. Perumusan masalah atau masalah-masalah yang didiskusikan agar dilakukan bersamasama dengan siswa. b. Menjelaskan hakikat masalah itu disertai tujuan mengapa masalah tersebut dipilih untuk didiskusikan. c. Pengaturan peran siswa yang meliputi pemberian tanggapan, saran, pendapat, pertanyaan, dan jawaban yang timbul untuk memecahkan masalah. d. Memberitahukan tata tertib diskusi. e. Pengarahan pembicaraan agar sesuai dengan tujuan. f.
Pemberian bimbingan siswa untuk mengambil kesimpulan (Darsono, 2008:74).
16
2.1.2.5. Keunggulan Metode Diskusi Kelompok Kecil Ada beberapa kelebihan metode diskusi kelompok kecil, manakala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. a. Dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam memberikan gagasan dan ide-ide. b. Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan. c. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. d. Dapat melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain. 2.1.2.6. Kelemahan Metode Diskusi Kelompok Kecil Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya. a. Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 orang siswa yang memiliki keterampilan berbicara. b. Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur. c. Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan yang direncanakan. d. Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran. 2.1.2.7. Langkah-Langkah Pembelajaran Menggunakan Metode Diskusi Kelompok Kecil Maiyer mengungkapkan bahwa langkah-langkah yang harus diterapkan dalam pembelajaran yang menggunakan metode diskusi kelompok kecil adalah sebagai berikut: a. Guru menjelaskan problem/masalah dan menggambarkan aspek-aspek masalah secara klasikal. b. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri atas 3-6 siswa tiap kelompok. c. Tiap kelompok diberi topik masalah yang sama atau berbeda-beda. d. Masing-masing kelompok melaksanakan diskusi untuk menemukan kesepakatan jawaban
17
penyelesaian masalah. e. Masing-masing kelompok menyusun kesimpulan kelompok. f.
Tiap kelompok melalui satu orang wakilnya mempresentasikan kesimpulan hasil diskusi kelompok di depan kelas.
g. Diskusi klasikal untuk membuat kesimpulan kelas. (Darsono, 2008:66) 2.1.3. Hasil Belajar Hasil belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri atas dua kata yaitu “hasil” dan “belajar” yang memiliki arti yang berbeda. Oleh karena itu untuk memahami lebih mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas dulu pengertian “hasil” dan “belajar”. Menurut Mulyono (1999:37), hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan keuletan, sungguh-sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya. Sementara itu, Arikunto dalam Mikarsa (1990:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diamati dan dapat diukur. Nasution (1995:25) mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak hanya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada individu tersebut. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut.. (1) kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa, (2) menambah keyakinan akan kemampuan dirinya, (3) hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatannya, membentuk prilakunya, bemanfat untuk mempelajarai aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainya, (4) kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha
18
belajarnya. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Hasil belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk kecakapan, kebiasaan, pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri seseorang yang belajar. Menurut Purwanto dalam Suhito (1997:26), evaluasi dalam pendidikan adalah penafsiran atau penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa menuju kearah tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam kurikulum. Hasil penillaian ini pada dasarnya adalah hasil belajar yang diukur. Hasil penilaian dan evaluasi ini merupakan umpan balik untuk mengetahui sampai dimana proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Berdasarkan analisa di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang menunjukkan kemampuan aktual yang dapat diukur secara langsung. Perubahan tingkah laku yang diperoleh sebagai hasil belajar adalah sebagai berikut: a. Perubahan yang terjadi secara sadar, maksudnya adalah bahwa individu yang menyadari dan merasakan telah terjadi adanya perubahan yang terjadi pada dirinya. b. Perubahan yang terjadi relatif lama. Perubahan yang terjadi akibat belajar atau hasil belajar yang bersifat menetap atau permanen, maksudnya adalah bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. c. Perubahan yang terjadi mencakup seluruh aspek tingkah laku. d. Perubahan yang diperoleh individu dari hasil belajar adalah meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku baik dalam sikap kebiasaan, keterampilan dan pengetahuan.
19
2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan Dalam penelitian ini peneliti mengkaji dua laporan penelitian sebagai bahan pertimbangan: Penelitian yang pertama (Devis Hendrawan:2011) berjudul Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Metode Diskusi pada Siswa Kelas 4 SDN Gununggede 03 Kabupaten Blitar (http//id.shvoong.com/social-sciences/education/
2132429-hendrawan-devis-peningkatan-hasil-
belajar-ips-melalui-metode-diskusi/#ixzz9O jdLuGKLC7). Dalam penelitian ini Hendrawan berpendapat bahwa pemilihan metode pembelajaran sangat penting untuk dipertimbangkan oleh guru karena metode pembelajaran yang tepat dapat membantu siswa dalam mempelajari materi. Selama ini guru kurang memahami pentingnya metode pembelajaran, sehingga siswa pasif dan bosan dalam pembelajaran hal itu terbukti dari 20 siswa kelas 4 SDN Gununggede 03 yang mendapat nilai di atas 70 sebanyak 11 anak. Berdasarkan hal tersebut tujuan penelitian Hendrawan ini adalah: 1) Mendeskripsikan penerapan metode diskusi pada pembelajaran IPS di kelas 4 SDN Gununggede 03 Kabupaten Blitar, 2) Mendeskripsikan peningkatan hasil belajar IPS melalui metode diskusi di kelas 4 SDN Gununggede 03 Kabupaten Blitar. Penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian terdiri dari dua siklus, tiap siklus terdiri dari tiga pertemuan. Instrumen dalam penelitian ini yaitu lembar observasi aktifitas siswa, tes, dan dokumentasi. Data direkam dengan instrumen tersebut. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dari pratindakan, siklus I, dan siklus II diketahui persentase peningkatan aktifitas siswa dan hasil belajar siswa mata pelajaran IPS kelas 4 SDN Gununggede 03 Kabupaten Blitar. Persentase aktifitas siswa pada siklus I pertemuan 1 meningkat sebesar 20%, pertemuan 2 meningkat sebesar 25%, pertemuan 3 meningkat sebesar 5%. Pada siklus II pertemuan 1 meningkat sebesar 10%, pertemuan 2 meningkat sebesar 15%, pertemuan 3 meningkat sebesar 15%. Persentase hasil belajar siswa pada siklus I pertemuan 1 meningkat sebesar 25%, kemudian pada pertemuan 2 meningkat 10%, dan pertemuan 3 meningkat 10%. Pada siklus II pertemuan 1 meningkat sebesar 5%, pertemuan ke 2 meningkat 10% dan pada pertemuan 3 meningkat sebesar 5%. Dengan
20
demikian Hendrawan menyimpulkan bahwa metode diskusi dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS di SD dan dapat meningkatkan kemampuan serta hasil belajar siswa. Penelitian yang ke dua (Siti Saleha Rumfot:2008) berjudul Penerapan Metode Diskusi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS pada Siswa kelas 4 SDN Kersikan Kecamatan
Gondangwetan
Kabupaten
Pasuruan
(http://id.shvoong.com/
social-
sciences/education/2132429-rumfot-saleha-penerapan-metode-diskusi-untukmeningkatkan-hasil-belaiar-mata-pelajaran-ips/#ijkl34jdLuFGTC7).
Dalam
laporan
penelitiannya, Rumfot memaparkan bahwa dalam mengajar IPS terdapat beberapa alternatif metode pembelajaran yang dapat dipilih. Guru hendaknya dapat menentukan metode yang tepat dapat digunakan dalam mengajar materi tertentu. Dalam pemelihan metode hendaknya selalu dipertimbangkan oleh guru agar siswa belajar IPS melalui sarana pertukaran pendapat, pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Disamping itu jugs, siswa diharapkan memiliki komitmen dan kesadaran terhadap berkomunikasi, bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk tingkat lokal maupun nasional dan global. Pembelajaran adalah suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu belajar lerluju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar berorentasi pada apa yang harus dilakukan boleh guru sebagai pemberian pembelajaran. Kedua aspek ini akan berkalaborasi secara terpadu menjasi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antar guru dengan siswa, serta antar siswa dengan siswa disaat pembelajaran sedang berlangsung sebagai penelitian berjumlah 38 orang anak. Oleh karena itu, setelah melihat hasil positif yang dicapai dengan pengaplikasian metode diskusi dalam pembelajaran IPS pada dua penelitian tersebut, penulis merasa perlu mencoba untuk mengadakan penelitian sejenis pada mata pelajaran lain, yaitu pembelajaran Matematika. Dari pertimbangan kedua penelitian tersebut diatas, maka peneliti di kelas 3 SD Sidomulyo Kecamatan Gunungwungkal yang ternyata hasilnya cukup memuaskan. Hal ini terbukti dari 22 siswa yang pada pra siklus hanya 6 siswa yang tuntas terjadi peningkatan pada siklus 1 menjadi 2 siswa saja yang tidak tuntas pada siklus 2. ketidaktuntasan 2 siswa ini lebih disebabkan karena kondisi anak yang mengalami keterbelakangan mental.
21
2.3. Kerangka Pikir
Prasiklus
Kondisi Awal
Guru belum menggunakan metode diskusi kelompok kecil
Tindakan
Penggunaan metode diskusi kelompok kecil
Siswa : Kurang memahami materi Hasil belajar rendah Siklus I Siklus II
Kondisi Akhir
Penggunaan metode diskusi kelompok kecil diduga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika
Skema Kerangka Pikir 2.4. Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka pikir yang telah diungkapkan maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “penggunaan metode diskusi kelompok kecil diduga dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa kelas 3 SD Negeri Sidomulyo 01 Kecamatan Gunungwungkal Kabupaten Pati semester I tahun pelajaran 2012/2013.