BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat IPS Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu
mata pelajaran yang
diberikan mulai dari tingkat dasar sampai tingkat menengah. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/ MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah,dan Ekonomi. Melalui mata pelajaram IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga dunia yang cinta damai. Dimasa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan yang berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyasrakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disususun secara sistematis, komprehensif dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
2.1.1 Tujuan Pembelajaran IPS Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a.
Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
b.
Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis
dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c.
Memiliki komitmen dan kesadaran terhdap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
d.
Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global (KTSP 2006).
6
7
2.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPS Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek- aspek sebagai berikut : a.
Manusia, tempat, dan lingkungan.
b.
Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan.
c.
Sistem Sosial dan Budaya.
d.
Perilaku Ekonomi Sosial dan Kesejahteraan.
2.1.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum disetiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci disajikan Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, melalui tabel berikut ini. Matrik 2.1 SK dan KD Mata Pelajaran IPS Kelas IV Semester 1 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1. Memahami sejarah ,kenampakan
1.3 Menunjukkan jenis, persebaran, dan
alam, dan keragaman suku bangsa pemanfaatan sumber daya alam untuk di
lingkungan
kabupaten
dan kegiatan ekonomi.
provinsi.
2.2 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pebelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Anni, 2007: 5). Oleh karena itu pebelajar
mempelajari
pengetahuan tentang konsep. Maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Tujuan pembelajaran merupakan deskripsi tentang perubahan
8
tingkah laku yang diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi. (Gerlach dan Ely, 1980 dalam Anni, 2007: 5-6). Hasil belajar menurut Anni (2007: 4) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pebelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perilaku tergantung pada apa yang dipelajari oleh pebelajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 29) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Menurut Hamalik, hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan lain sebagainya. Berdasarkan beberapa uraian di atas maka dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar, yang diwujudkan berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Bloom B. S. ed. et al. (1956). Taxonomy of Educational Objectives:Hanbook 1, Cognitive Domain. New York: David Mckay. Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali digunakan oleh Benjamin S Bloom pada tahun 1956. .Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali kedalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Tujuan pendidikan dibagi kedalam tiga domain, yaitu: 1)
Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku - perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2)
Affective Domain (Ranah Afektif), berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3)
Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berlari, dan mengoperasikan mesin.
9
2.3 Pengukuran Tes adalah salah satu contoh instrumen atau alat pengukuran yang
paling
banyak dipergunakan untuk mengetahui kemampuan intelektual seseroang. Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Suryanto Adi, dkk, 2009). Penetapan angka kemampuan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara atau teknik yang sistematis, baik berhubungan dengan proses belajar. Teknik penetapan angka tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan belajar peserta didik terhadap pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Penilaian suatau kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun psikomotor (Balitbang Depdiknas, 2006).Secara umum teknik penilaian dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu teknik tes dan non tes. 1) Tes Tes biasa terdiri atas tes lisan (menurut jawaban secara lisan), tes tulisan (menurut jawaban secara tulisan), dan tes tindakan (menurut jawaban dalam bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk (a) objektif, dan juga yang disusun dalam bentuk (b) esai atau uraian (Poerwanti dkk, 2008: 4-4). 2) Bukan Tes (non tes) Bukan tes sebagai alat penilaian mencangkup observasi atau pengamatan, angket, kuesioner, interview (wawancara), skala penilaian, sosiometri, studi kasus, work sample analisis (analisa sampel kerja), task analisis (analisis tugas), checklists dan rating scales dan portofolio (Poerwanti dkk, 2008: 4.4).
2.4 Teknik Penilaian 1)
Tes tertulis Tes tertulis adalah teknik penilaian yang menuntut jawaban secara tertulis, baik berupa tes objektif dan uraian pada peserta didik di lembaga penyelenggara pendidikan ketrampilan. Ujian tertulis, untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan peserta didik berkenaan dengan
tugas/pekerjaan dengan cara
10
merespon secara tertulis tentang aspek-aspek yang diujikan (Poerwanti dkk, 2007: 4.4). 2)
Tes kinerja/ tindakan Tes kinerja adalah teknik penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan kemahirannya dalam melakukan kegiatan atau pekerjaan tertentu, misalnya kemahiran mengidentifikasi kerusakan pada alat-alat yang diperlukan untuk melakukan kinerja tertentu, bersimulasi, ataupun melakukan pekerjaan yang sesungguhnya. Tes kinerja dapat dilakukan untuk menilai proses, produk, serta proses dan produk. Tes kinerja untuk memperoleh data tentang kinerja atas bidang ketrampilan tertentu yang dipertunjukan oleh seseorang peserta didik. Penilai mengajukan sejumlah tugas atau pekerjaan untuk dilakukan oleh peserta didik dengan cara memperagakan cara perambatan panas melalui zat padat (Poerwanti dkk, 2007: 4.5).
3)
Tes lisan Tes lisan dilaksanakan melalui komunikasi langsung tatap muka antara peserta didik dengan seorang atau beberapa penguji. Pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan dan spontan. Ujian lisan, untuk memperoleh data tentang performansi tertentu, dengan cara berkomunikasi dua arah antara penilai atau guru dengan peserta didik melalui tanya jawab atau wawancara langsung, berkenaan dengan pemahaman, perilaku, kinerja, dan tugas tertentu yang berkaitan dengan materi pelajaran yang telah dipelajari (Poerwanti ddk, 2007: 4.5).
4)
Observasi Observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan cara mencatat hasil pengamatan terhadap objek tertentu. Pelaksanaan observasi dilakukan dengan cara menggunakan instrument yang sudah dirancang sebelumnya sesuai dengan jenis perilaku yang akan diamati dan situasi yang akan diobservasi, misalnya dalam kelas, waktu bekerja dalam bengkel/ laboratorium. Metode pencatatan, berapa lama dan berapa kali observasi dilakukan disesuaikan dengan tujuan observasi. Metode ini digunakan juga memeriksa proses melalui analisis tugas tentang beroperasinya suatu kegiatan/ pekerjaan tertentu maupun produk yang dihasilkannya. Penilaian atau guru dapat secara langsung mengamati dan mencatat perilaku yang muncul, dan dapat
11
juga menggunakan lembar observasi atau daftar ceklis mengenai aspek-aspek tugas atau pekerjaan tertentu yang akan diamati (Poerwanti dkk, 2007: 4.6). 5) Penugasan Penugasan adalah teknik yang menuntut peserta didik menyelesaikan tugas diluar kegiatan pembelajaran di kelas, laboratorium atau bengkel. Penugasan dapat diberikan dalam bentuk individual atau kelompok dan dapat berupa tugas rumah atau projek. Tugas rumah adalah tugas yang harus diselesaikan peserta didik di luar kegiatan kelas. Tugas projek adalah tugas yang melibatkan kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. Proyek, untuk memperoleh data tentang kinerja dalam rangka waktu tertentu, baik melalui pengawasan maupun tanpa pengawasan. Misalnya penilai mempersiapkan dan merancang suatu tugas/ pekerjaan tertentu untuk dikerjakan peserta didik kemudian hasil dari pekerjaanya dinilai (Poerwanti dkk, 2007: 4-6). 6) Penilaian portofolio Penilaia portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai hasil karya peserta didik. Portofolio adalah kumpulan karya peserta didik dalam bidang tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi dan kreativitas peserta didik. Portofolio, untuk memperoleh data dengan cara mengumpulkan bukti-bukti fisik yang bersifat pribadi, atau hasil karya dan pencapaian dijadikan sebagai dasar untuk menilai kinerja seseorang sebelum, dan setelah mengikuti pendidikan (Poerwanti dkk, 2007: 4.8). 7) Penilaian diri Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan
kelebihan
dan kekurangan dirinya. Penilaian diri untuk
memperoleh data tentang kelebihan dan kekurangan yang dimiliki peserta didik dan bersumber dari peserta didik sendiri. Dalam penilaian diri peserta didik menyampaikan sendiri secara jujur apa yang telah dikuasai setelah atau sebelum mengikuti pembelajaran. Bentuk penilaian diri adalah laporan tentang keadaan diri peserta didik yang disusun sendiri oleh peserta didik.Misal laporan tentang ketrampilan yang telah dikuasai dan yang belum dalam membuat tusuk rantai pada pelajaran ketrampilan (Poerwanti dkk, 2007: 4.10).
12
8) Penilaian antar teman. Penilaian antar teman merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan
temannya. Teknik
penilaian antar teman dilakukan dengan melakukan observasi terhadap temannya sendiri.Instrumen observasi, skala penilaian, dan daftar ceklist yang digunakan berisikan aspek-aspek kemampuan atau kelebihan dan kesulitan atau kekurangan temannya dalam mengerjakan suatu pekerjaan.Misal peserta didik diberi tugas untuk menilai kinerja temannya dalam merawat tanaman hias dengan menyiraminya mempergunakan sekala penilaian (Poerwanti dkk, 2007: 4.11). Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara pengukuran yang simetris melalui tes, observasi, sekala sikap atau penilaian portofolio. Dengan
demikian, hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes, pengamatan, diskusi, dan laporan.
2.5. Model Sains dan Teknologi Masyarakat (STM) Menurut Hidayati (2008: 6.39) model STM merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi dan masyarakat dengan tujuan agar peserta didik mampu memecahkan masalah dengan memanfaatkan sains dan teknologi serta kondisi masyarakat yang ada dilingkungan. Sedangkan menurut Depdiknas (2007: 227) model STM merupakan inovasi pembelajaran sains yang berorientasi bahwa sains sebagai bidang ilmu tidak terpisahkan dari realitas kehidupan masyarakat sehari-hari dan melibatkan siswa secara aktif dalam mempelajari konsep-konsep sains yang terkait. Dengan model STM diharapkan siswa memiliki pengalaman dengan proses ilmiah. Penerapan ilmu harus selalu dikembangkan agar pengetahuan yang diperoleh di sekolah menjadi relevan dengan kehidupan sehari-hari. Antara sains, teknologi, dan masyarakat sangat erat kaitannya. Kemajuan sains dan teknologi berdampak tarhadap kemajuan masyarakat, misalnya terjadi perubahan sosial, timbul masalah-masalah sosial, dan terjadi goncangan fisik maupun psikis di dalam masyarakat.Tujuan model STM adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam
13
masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah diambilnya (Iskandar, 1996: 25). Model STM dalam IPS tidak perlu disusun dalam tema baru, melainkan dapat disisipkan pada tema-tema yang telah ada. Dengan model STM ini dapat memberikan gambaran utuh tentang berbagai aspek kehidupan manusia. Tetapi harus diketahui bahwa dengan digunakannya model STM dalam pembelajaran IPS akan dibangun suatu dimensi baru, yang lebih menekankan pada segi pragmatis yang mengungkapkan hal-hal yang bermanfaat dan berhubungan langsung dengan aspek kehidupan siswa (Hidayati, 2008:6.40).
2.6 Langkah-langkah Penerapan Model STM dalam Pembelajaran Hidayati (2008: 6.34) mengemukakan tahap-tahap implementasi model STM dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1)
Tahap apersepsi (inisiatif, invitasi, dan eksplorasi) yang mengemukakan isu/ masalah actual yang ada di masyarakat.
2)
Tahap
pembentukan
konsep,
yaitu
siswa
membangun/
mengkonstruksi
pengetahuan sendiri, memiliki, observasi, eksperimen, dan diskusi. 3)
Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisis isu/ masalah yang telah dikemukakan diawal pembelajaran berdasar konsep yang telah dipahami siswa.
4)
Tahap pemantapan konsep, dimana guru memberikan pemahaman konsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa.
5)
Tahap evaluasi, dapat berupa avaluasi proses maupun evaluasi hasil. Menurut Robert E. Yager dalam Depdiknas (2007: 230) sintak model
pembelajaran STM adalah sebagai berikut: 1)
Fase 1 (Invitasi) Menggali isu atau masalah lebih dahulu dari peserta didik menghubungkan pembelajaran baru dengan pembelajaran sebelumnya, dan mengidentifikasi isu atau masalah dalam masyarakat yang berkaitan dengan materi yang diajarkan.
14
2)
Fase 2 (Eksplorasi) Merancang dan melakukan kegiatan eksperimen atau percobaan untuk mengumpulkan data, berlatih keterampilan proses sains, mengasah kerja ilmiah dan sikap ilmiah, serta diskusi kelompok untuk menghasilkan kesimpulan.
3)
Fase 3 (Pengajuan Eksplanasi dan Solusi) Siswa membangun sendiri konsep, siswa berdiskusi, dan solusi masalah yang dihadapi masyarakat yang terkait materi
yang diperoleh siswa semata-mata
berdasarkan informasi dari kegiatan eksplorasi. 4)
Fase 4 (Tindak Lanjut) Menjelaskan fenomena alam berdasarkan konsep yang disusun, menjelaskan berbagai aplikasi untuk memberikan makna, dan refleksi pemahaman konsep. Adapun tahap-tahap dari model STM (Poedjiadi, A, 2005), yaitu sebagai berikut: 1.
Tahap apersepsi yaitu mula-mula dikemukakan isu-isu atau masalah aktual yang ada dimasyarakat dan dapat diamati peserta didik.
2.
Tahap pembentukan konsep yaitu peserta didik membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui observasi, eksperimen, diskusi, dan lain-lain.
3.
Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah yaitu menganalisa isu-isu atau masalah yang telah dikemukakan diawal pembelajaran berdasarkan konsep yang telah dipahami sebelumnya.
4.
Tahap pemantapan konsep, yaitu guru memberikan pemantapan konsepkonsep agar tidak terjadi kesalahan pada diri pendidik.
5.
Tahap evaluasi, pada tahap ini pengguna portofolio atau data pribadi peserta didik sangat disarankan. Dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
STM yang baik harus memenuhi tahapan antara lain: Tahap apersepsi (inisiasi, invitasi), tahap pembentukan konsep (eksplorasi), tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, tahap pemantapan konsep dan tahap evaluasi.
15
2.7 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi, Retna Ambar (dalam jurnal L Education General. Edisi V dalam penelitiannya yang berjudul Peningatan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kompetensi Dasar Sistem Pencernaan Manusia Dengan Menggunakan Model STM di SDN 3 Mojo Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010 . Menyatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan terjadinya peningkatan aktifitas siswa dalam pembelajaran IPA ( Pratiwi, 2009). 2. Penelitian yang dilakukan oleh Kharisma Lestari dengan judul Penerapan Model STM Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN Umbulan Winongan Pasuruan yang dilakukan pada tahun 2009.dalam penelitian ini disimpulkan bahwa: penerapan STM dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN Umbulan Winongan Pasuruan ditunjukkan dengan skenario pembelajaran STM pada siklus I belum bisa dilaksanakan semua, tetapi pada siklus II skenario pembelajarsn telah dilaksanakan sesuai rancangan yang dibuat. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai ratarata pada pratindakan adalah 57,3 siklus I adalah 67,4 dan siklus II adalah 85,3. Kelemahan dari penelitian ini adalah pada siklus 1 pembelajaran masih banyak menyimpang dari skenario, sedangkan kelebihannya adalah pada siklus II pembelajarannya dapat di laksanakan sesuai rencana (Lestari,2009). 3. Penelitian lain dilakukan oleh Hakim, Muh Arif Rahman (dalam jurnal L Education General. Edisi V). Dalam penelitiannya yang berjudul Implementasi Metode STM Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Siswa Dalam Mengidentifikasi Alat Pernapasan Manusia Pada Pembelajaran IPA Kelas V di SD Negeri 1 Kemusu Boyolali Tahun Ajaran 2009/2010.Menyatakan bahwa hasil penelitiannya adanya peningkatan penguasaan materi IPA dalam pembelajaran. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa dengan kriteria ketuntasan siswa dari 24 siswa pada pembelajaran Pra Siklus ada 66,6% siswa yang belum menguasai materi/ belum tuntas, pada pembelajaran menggunakan metode STM pada siklus1 sampai siklus III, siklus 1 masih ada 62,1% siswa yang belum tuntas, sedangkan siklus II terdapat 37,5% siswa yang belum tuntas, dan siklus III telah mencapai taraf tuntas secara keseluruhan. Dari prosentasi siswa tersebut pada pembelajaran prasiklus 16 siswa belum tuntas, siklus I
16
menurun menjadi 15 siswa yang belum tuntas, sedangkan siklus II tinggal 9 siswa yang belum tuntas, sedangkan siklus III seluruh siswa yakni 24 siswa dapat mencapai taraf tuntas (Hakim, 2009). 4. Penelitian yang dilakukan oleh Panji Kusumah yang dilatar belakangi oleh hasil pengamatan peneliti terhadap pembelajaran IPS di kelas V SDN Panggungrejo Kota Pasurun pada tahun 2010. Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan beberapa siswa kelas V diperoleh berbagai permasalahan, yaitu: (1) dalam mengajar media yang digunakan guru hanya berupa gambar, (2) metode yang digunakan guru hanya ceramah dan tanya jawab, (3) guru tidak memberikan kesempatan siswa untuk menemukan sendiri pemecahan suatu masalah, (5) hasil belajar yang dicapai siswa pada kompetensi dasar daur air dan peristiwa alam secara klasikal hanya 56,7%. Untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi siswa dalam pembalajaran IPS khususnya tentang daur air dan peristiwa alam diterapkan pendekatan STM dimana siswa didorang dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran lebih bermakna dan mudah dipahami. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan STM oleh guru dapat dilakukan dengan baik dan mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 18% dari 72.5% menjadi 90,5%. Aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan dari pra tindakan ke siklus I sebesar 21% dan dari siklus I ke siklus II sebesar 13%. Hasil belajar siswa meningkat sebesar 15,64% dari pra tindakan ke siklus I dan dari siklus I ke siklus II meningkat sebesar 8,83% (Kusumah, 2010). 5. Widayati, Nanik, 2010. Peningkatan Belajar Operasi pecahan Melalui STM Mengacu Pada Model Spiral Dari Kemmis dan Taggart di Kelas 3 SDN Soko I Bojonegoro. Penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa kelas 3A SDN Soko I Bojonegoro yang ditunjukkan dari data peningkatan ketuntasan belajar pada siklus I yaitu 14 siswa tuntas dari 20 siswa dengan nilai 60 ke atas, sedangkan 6 siswa belum tuntas dengan nilai kurang dari 60. Jadi ketuntasan pra siklus I adalah 70%. Penerapan Pada siklus II 20 siswa tuntas semua. Sehingga ketuntaasan klasikal100% (Widayati, 2010). Berdasarkan beberapa hasil penelitian tindakan kelas terhadap penggunaan penerapan model STM di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model
17
STM dapat meningkatkan motivasi belajar, aktivitas siswa dalam pembelajaran, serta hasil belajar siswa . Sehimgga menjadi acuan peneliti untuk melakukan penelitian tindakan kelas ini dengan menggunakan penerapan model STM.
2.8 Kerangka Berpikir Berdasarkan latar belakang masalah, banyak permasalahan pelaksanaan standar isi mata pelajaran IPS, guru dalam menerapan pembalajaran lebih menekankan pada metode yang mengaktifkan dan berpusat pada guru, pembelajaran yang dilakuakan guru kurang kreatif, lebih banyak menggunakan metode ceramah dan kurang mengoptimalkan media pembelajaran. Sehingga siswa kurang kreatif dalam pembelajaran dan hasil belajar siswa rendah.Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka digunakan pembelajaran dengan model STM yang terdiri dari tahap apersepsi, tahap pembentukan konsep, tahap aplikasi konsep, tahap pemantapan konsep dan tahap evaluasi. Penerapan pembelajaran dengan model STM akan mendorong siswa mampu memecahkan masalah dengan memanfaatkan sains dan teknologi serta kondisi masyarakat yang ada dilingkungannya sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
18
Pembelajaran IPS Sumber Daya Alam
Pembelajaran STM
Pembelajaran Konvensional
Tahap Invitasi Siswa merumuskan masalah tentang sumber daya alam
Hasil Belajar Rendah Tahap pembentukan konsep 1. Siswa menyimak gambar tentang macam-macam sumber daya alam 2. Siswa mengidentifikasi tentang sumber daya alam
Tahap Aplikasi Konsep siswa memecahkan masalah tentangsumber alam daya
Penilaian Proses
Tahap pemantapan konsep 1. Siswa mempresentasikan hasil diskusi 2. Siswa lain memberi tanggapan
1. 2. 3. 4. 5.
Tahap Evaluasi Lembar kerja siswa Pengamat menyimak Pengamat diskusi Pengamat presentasi Tes formatif (penilaian hasil)
Hasil Belajar Meningkat
Gambar 1.1 Kerangka Perbandingan Konvensional dengan Pembelajaran menggunakan Pendekatan Model STM.
19
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, diduga melalui model STM dapat meningkatkan hasil belajar IPS Tentang Sumber Daya Alam pada kelas IV SDN 03 Bae Kecamatan Bae Kabupaten Kudus semester 1 tahun 2013/2014. 2.9 Hipotesis Tindakan Berdasarkan paparan di atas, penulis mengajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: Melalui penerapan model STM, hasil belajar IPS tentang Sumber Daya Alam pada siswa
kelas IV SDN 03 Kecamatan Bae Kabupaten Kudus semester 1 tahun
2013/2014 dapat ditingkatkan.