BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Kajian teori ini berisi tentang pustaka materi Model Pembelajaran Kooperatif, Group Investigation, Number Head Together, dan hasil belajar.
1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model Pembelajaran Kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran dengan membentuk siswa belajar kelompokkelompok kecil. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang kemampuannya heterogen. Pengelompokan heterogenitas (Lie, 2004) merupakan ciri-ciri yang menonjolkan dalam Model Pembelajaran Kooperatif. Model Pembelajaran Kooperatif adalah sebuah kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen dan Kauchak dalam PLPG, 2010). Slavin mengatakan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar (Isjoni, 2011:15). Slavin juga menyebutkan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif merupakan model pembelajaran dimana guru mendorong siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni (2011 : 19) menyebutkan pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar siswa sentries, humanistic, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya. Pembelajaran Kooperatif menurut Nurhadi (Thobroni dan Mustofa, 2011:287) adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih-asuh (saling tenggang 5
rasa) untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.
b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Roger dan David Johnson dalam Suprijono ( 2010:58) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap Model Pembelajaran Kooperatif. Model Pembelajaran Kooperatif mempunyai karakteristik yang sangat penting dalam proses kegiatan belajar agar hasil yang dicapai maksimal, karakteristik tersebut adalah sebagai berikut : 1) Positive Interdependence (saling ketergantungan positif) Saling ketergantunagn positif menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang telah ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang telah ditugaskan kepada kelompoknya. Penilaian yang didapat siswa adalah nilainya sendiri dan nilai kelompok. 2) Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan) Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Hal ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama, jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung untuk melakukan yang terbaik. 3) Face to face promotive interaction (interaksi promotif) Setiap anggota kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu dan berdiskusi. Kegiatan ini akan menghasilkan pemikiran, hasil pemikiran dari anggota kelompok akan lebih kaya dari pada hasil pemikiran seorang saja. Intinya adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing. 4) Interpersonal skill (komunikasi antaranggota) Ini bertujuan untuk membekali peserta didik dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling 6
mendengarkan dan kemampuan mereka mengutarakan pendapat mereka. 5) Group processing (pemrosesan kelompok) Pemrosesan kelompok mengandung arti menilai. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
c. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Pada dasarnya Model Pembelajaran Kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim dalam Isjoni (2011 : 27), yaitu: 1) Hasil belajar akademik Model pembelajaran ini mencakup tujuan sosial, selain itu juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Isjoni (2011: 27) mengatakan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain dari model pembelajaran ini adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan bagi siswa yang berasal dari latar belakang dan kondisi yang berbeda untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. 3) Pengembangan keterampilan sosial Tujuan ketiga dari model pembelajaran ini adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan berkolaborasi. Hal ini perlu dimiliki setiap siswa karena saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. 7
d. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan untuk bekerja sama. Menurut Suprijono (2010: 65) pembelajaran kooperatif memiliki enam fase, seperti pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Fase ke 1
3 3
Fase ke 4 5
6
Indikator
Perilaku Guru
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik Manyajikan informasi
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar
Mengorganisasikan peserta didik ke dalam tim-tim belajar
Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien
Indikator
Perilaku Guru
Membantu kerja tim dan belajar Mengevaluasi
Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok
Memberikan pengakuan atau penghargaan
e. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Konvensional Perbedaan antara belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Perbedaan Kooperatif dengan Konvensional Kelompok Belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif. Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar
Guru sering memberikan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
8
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya
Kelompok Belajar Kooperatif para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergiliran untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok. Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan. Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antara pribadi yang saling menghargai) Sumber : (trianto, 2007:43)
Kelompok Belajar Konvensional “mendompeng” “pemborong”.
keberhasilan
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pimpinannya dengan cara masing-masing. Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompokkelompok belajar. Penekanan sering penyelesaian tugas.
hanya
pada
f. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran kooperatif, menuntut siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan belajar. 9
Adapun keuntungan dari penggunaan metode pembelajaran kooperatif menurut Lickona dalam Koyan (2003) adalah sebagai berikut: (1) Mengajarkan nilai-nilai kerjasama, (2) Membangun masyarakat di dalam kelas, (3) mengajarkan dasar keterampilan hidup, (4) dapat meningkatkan prestasi akademik, (5) menawarkan suatu alternatif jalan keluar dan (6) memiliki potensi untuk memperlunak aspek negatif dari kompetisi. Kelebihan model pembelajaran koopertif menurut Karli dan Yuliariatiningsih (2002:72) yaitu: a. Melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis, b. Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa, c. Dapat mengambangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat, d. Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya, e. Siswa dilatih untuk kerja sama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelomponya, f. Membari kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya.
2. Group Investigation a. Pengertian Group Investigation (GI) Ide model pemebelajaran Group Investigation bermula dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar, yaitu untuk belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman (Santyasa, 2007). Dasar-dasar model Group Investigation dirancang oleh Hebert Thelen, selanjutnya diperluas dan diperbaiki oleh Sharan dan teman-temannya dari universitas Tel Aviv yang terletak di Ramat Aviv, Israel. Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI ini 10
melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam seleksi topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investagasi. Krismanto (2003:7), investigasi atau penyelidikan merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil benar sesuai dengan pengembangan yang dilalui siswa. Kegiatan belajar siswa diawali dengan pemecahan soal-soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada berbagai teori investigasi. Talmagae dan Hart (Krismanto, 2003: 7) menyatakan bahwa investigasi diawali oleh soal-soal atau masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajarnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru. Siswa dapat memilih jalan yang cocok bagi dirinya sendiri. Height (Krismanto, 2003: 7) menyatakan bahwa siswa bekerja dan mendiskusikan hasil dengan rekan-rekannya, maka suasana investigasi ini akan merupakan satu hal yang sangat potensial dalam menunjung pengertian siswa. Sejalan dengan Polya (Krismanto, 2003: 7) yang menyatakan bahwa mengajar untuk berpikir mengharuskan guru tidak hanya memberikan informasi, guru harus menempatkan diri sesuai dengan kondisi siswa dalam kelas, memahami apa yang ada dibenak siswa. Guru harus membangun kemampuan siswa mengolah atau menggunakan informasi yang diperoleh dengan bertanya: “mengapa” dan “bagaimana”, sehingga keaktifan siswa dan keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah akan meningkatkan rasa percaya diri siswa. Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI ini menuntut siswa memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI merupakan strategi belajar kooperatif yang menempatkan peserta didik ke dalam kelompok secara heterogen. Model pembelajaran tipe GI umumnya kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang siswa dengan karakteristik yang heterogen. Hal ini sependapat dengan Isjoni 11
(2011:58) yang menyatakan bahwa dalam Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI siswa dibagi ke dalam keompok yang beranggotakan 4-5 orang.
b. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Slavin, mengemukakan hal penting untuk melakukan model pembelajaran kooperatif tipe GI adalah: 1) Membutuhkan Kemampuan Kelompok Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas, kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja. 2) Rencana Kooperatif Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas. 3) Peran Guru Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Dalam Group Investigation siswa bekerja melalui enam tahap. Tahap-tahap dan komponen-komponennya dijabarkan berdasarkan Slavin (2009) terlihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Fase Fase 1. Mengidentifikasi topik dan mengatur kedalam kelompokkelompok penelitian
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Guru menyajikan beberapa masalah, masalah tersebut dapat berasal dari fenomena dari alam maupun kejadian sehari-hari.
Siswa mengidentifikasi dan membantuk kelompok-kelompok investigasi
12
Fase Fase 2. Merencanakan investigasi dalam kelompok
Fase 3. Melakukan investigasi
Fase 4. Menyiapkan laporan akhir
Fase 5. Mempresentasikan laporan akhir
Fase 6. Evaluasi
Kegiatan Guru Guru membimbing siswa untuk merencanakan tugas.
Kegiatan Siswa Siswa merencanakan tugas yang akan mereka pelajari.
Guru memperhatikan kemajuan diskusi tiap kelompok dan membantu bila ada kelompok yang mengalami kesulitan Guru memperhatikan kemajuan diskusi tiap kelompok dan membantu bila ada kelompok yang mengalami kesulitan
Siswa berdiskusi untuk mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat kesimpulan.
Guru membimbing dan mengkoordinasi kegiatan presentasi.
Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa
Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mereka akan membuat presentasi Beberapa kelompok maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil investigasi Siswa memberikan umpan balik mengenai topik yang mereka investigasi.
d. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Group Investigation merupakan tipe model pembelajarn kooperatif dimana siswa bekerja dalam sebuah kelompok menggunakan diskusi serta perencanaan. Pada tipe pembelajaran kooperatif ini siswa dikelompokkan oleh guru yang terdiri dari 4-5 orang anggota. Kelompok ini kemudian membagi topik-topik menjadi tugas pribadi dan melakukan kegiatan yang diperlukan untuk mempersiapkan laporan kelompok. Group Investigation mempunyai beberapa kelebihan yaitu: a) siswa menjadi mandiri dalam mencari informasi tentang materi yang akan dipelajari; b) siswa mempunyai jiwa kooperatif yang tinggi; c) siswa memiliki kemahiran dalam berkomunikasi dengan intelektual pembelajaran dalam mensintesis dan menganalisis; d) meningkatkan kemampuan sisw dalam berdiskusi (Setiaji, 2009:5)
13
3. Number Head Together a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Salah satu Model Pembelajaran Kooperatif yang dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa adalah Model Pembelajaran Kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1993 dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran (Rahmi, 2008). Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT merupakan variasi dari salah satu metode diskusi kelompok yang lebih banyak meminta keaktifan siswa. Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dapat menciptakan suasana koordinasi dimana siswa akan saling berkomunikasi, saling mendengarkan, saling berbagi, saling memberi dan menerima, yang mana keadaan tersebut akan memupuk jiwa, sikap, dan perilaku yang pada akhirnya mampu membawa dampak positif berupa peningkatan hasil belajar sebagai salah satu indikator keberhasilan yang dilakukan (Kusumojanto dan Herawati, 2009). Proses pembelajaran NHT masing-masing anggota kelompok harus paham dengan hasil kerja kelompoknya karena dalam presentasi, guru akan menyebutkan nomor siswa secara acak.
b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Langkah-langkah dalam pembelajaran tipe NHT menurut Hanafi dan Suhana (2010) adalah sebagai berikut : 1) Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor, 2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan, 3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya. 4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil diskusi, 14
5) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjukkan nomor yang lain, 6) Kesimpulan.
c. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT menurut Kusumojanto dan Herawati (2009) diantaranya adalah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mengembangkan rasa ingin tahu, meningkatkan rasa percaya diri, mengembangkan keterampilan untuk masa depan. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT diantaranya sebagai berikut: 1) Setiap siswa menjadi siap semua 2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. 4) Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok.
4. Hasil belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan suatu puncak dari proses pembelajaran. Hasil belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Sudjana (2010) mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku yang dimaksud adalah sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan-keterampilan (Suprijono, 2010:5). Hasil pembelajaran menurut Lindgren (Thobrini dan Mustofa, 2011 : 24) meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh siswa dalam menuntut suatu pelajaran yang menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar dalam waktu tertentu sesuai dengan kurikulum yang ditentukan. 15
Sudjana (2010) dalam bukunya menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klarifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Howard Kingsley (Sudjana, 2010:22) membagi 3 macam hasil belajar, yaitu (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita yang masingmasing dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Apabila semakin tinggi proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semkin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2010:3). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa merupakan suatu kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajar yang ditunjukkan melalui penguasaan pengetahuan, keterampilan, atau tingkah laku. Hasil belajar juga dapat dilihat dari hasil ulangan harian. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah hasil tes ulangan yang diberikan setelah proses pembelajaran selesai. Nilai hasil tes ulangan termasuk dalam ranah kognitif.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang paling penting adalah instrumenal input atau faktor-faktor yang disengaja dirancang dan dimanipulasikan yaitu: kurikulum atau bahan pelajaran, guru yang memberikan pengajaran, sarana dan fasilitas serta manajemen yang berlaku di sekolahyang bersangkutan (Purwanto, 1997:107). Di samping itu, masih ada lagi faktor lain 16
yang dapat mempengaruhi hasil belajar pada setiap orang dapat diikhtisarkan sebagai berikut: 1) Faktor dari luar a) Lingkungan Faktor yang mempengaruhi hasil belajar bila dilihat dari faktor lingkungan adalah faktor sosial dan faktor alam. b) Instrumenal Faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari instrumenal seperti kurikulum, pengajar, sarana dan fasilitas serta administrasi / manajemen. 2) Faktor dari dalam a) Fisiologi Faktor fisiologi yang mempengaruhi hasil belajar yaitu seperti kondisi fisik dan kondisi panca indera. b) Psikologi Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang berasal dari faktor psikologi adalah bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : a. Faktor-faktor yang bersumber dari manusia (faktor intern) Faktor-faktor dari diri manusia dapat diklarifikasikan menjadi 2 yakni faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis antara lain usi, kematangan dan kesehatan, sedangkan faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar. b. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia (faktor eksternal) Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang berasal dari luar diri siswa dibedakan menjadi 2 yaitu faktor manusia dan faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.
B. Penelitian yang Relevan 1.
Penelitian I Wayan Koyan (2003) yang berjudul Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Penalaran Verbal Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Pancasila dan 17
2.
3.
4.
5.
Kewarganegaraan (PPKn) yang menyatakan bahwa hasil belajar PPKn pada siswa yang diajar dengan metode pembelajaran kooperatif lebih baik daripada hasil belajar pada siswa yang diajar dengan metode pembelajaran nonkooperatif pada siswa kelas I SMU Negeri di Singaraja, yaitu dimana t hitung lebih besar daripada nilai t table pada taraf signifikansi 𝛼 = 0.05 atau dengan probabilitas 0.95 (th = 2.81 > ttab(095;94) = 1.67). Penelitian Rahmi (2008) yang berjudul Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam matematika yang menyatakan bahwa pengajaran menggunakan tipe NHT dapat mengajak banyak siswa untuk aktif dan termotivasi untuk memahami konsep-konsep dengan segera, sehingga dapat dilihat tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dan juga bermanfaat untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa Penelitian Tri Sardjoko (2010) yang berjudul Efektivitas Model pmebelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together dan Group Investigation pad Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Berprestasi Siswa SMA di Kabupaten Ngawi yang menyatakan bahwa siswa pada Model Pembelajaran Kooperatif tipe Number Head Together prestasi belajar matematika lebih baik daripada siswa pada Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation. Penelitian Rosi Salindri (2011) yang berjudul Eksperimentasi Model Pembelajaran Number Head Together dan Group Investigation pada Pembelajaran Mtematika Siswa SMA seKabupaten Wonogiri Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Tahun Ajaran 2010/2011 yang menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran Number Head Together menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama dengan penggunaan model pembelajaran Group Investigation pada materi pokok turunan fungsi. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhamad Zulinto (2011) yang berjudul Implementasi Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Dan Group Investigation (GI) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata 18
Pelajaran Kewirausahaan (Studi Pada Siswa Kelas XI Multimedia SMK Yadika Bangil menyatakan bahwa hasil pretest pada siklus I menunjukkan siswa yang belum tuntas sebanyak 15 siswa (36.59%) dan hasil posttest pada siklus I menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa, dimana jumlah siswa yang tuntas sebanyak 17 siswa (41.46 %). Hasil pretest siklus II menunjukkan siswa yang tuntas sebanyak 36 siswa (87.80%) dan untuk hasil posttest pada siklus kedua menunjukkan peningkatan hasil belajar dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 37 siswa (90.24%). Pembelajaran NHT dilakukan pada pertemuan pertama sedangkan pembelajaran GI dilakukan pada pertemuan kedua. Jadi, Implementasi model pembelajaran NHT dan GI dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI mengalami kenaikan yang terlihat dari hasil posttest pada siklus I dan hasil posttest pada siklus II. 6. Penelitian yang dilakukan oleh H. Sholeh Hidayat (2008) yang berjudul Efektivitas Strategi Pembelajaran dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar IPA menyatakan bahwa rerata skor hasil belajar IPA kelompok A1 = 30.38 secara signifikan lebih besar dari rerata skor hasil belajar IPA kelompok A2 = 27.63. Hipotesis pertama dalam penelitian ini menyatakan bahwa siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif mencapai hasil belajar IPA yang lebih tinggi dari siswa yang memperoleh pembelajaran dengan strategi pembelajaran ekspositori, dapat diterima. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka dibuatlah penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI dan tipe NHT pada siswa terutama kelas VII di SMP Negeri 10 Salatiga.
C. Kerangka Berfikir Hasil belajar matematika siswa SMP N 10 Salatiga cenderung masih dibawah KKM, hal ini disebabkan karena kemampuan matematika siswa yang tergolong rendah. Usaha yang dilakukan oleh guru untuk melatih meningkatkan kemampuan siswa yaitu dengan memberikan tugas kepada siswa melalui diskusi kelompok. Arena diskusi dalam kelas hanya didominasi oleh beberapa siswa saja, 19
sedangkan yang lain hanya mengikuti saja. Usaha yang dilakukan oleh guru belum menunjukkan hasil yang optimal. Perbaikan dalam pembelajaran perlu dilakukan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa, serta menjadikan pembelajaran matematika itu menyenangkan bagi siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dan tipe GI. Kedua tipe model pembelajaran ini menekankan pada siswa dalam dalam berkelompok dengan melakukan diskusi. Diharapkan dengan menerapkan tipe model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Tipe model pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran, selalu berpikir kritis karena siswa dibiasakan selalu memecahkan masalah sendiri sampai siswa menemukan jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Siswa akan lebih mudah memahami dan menguasai materi pada pelajaran matematika. Siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Siswa terlibat langsung dan aktif dalam setiap kegiatan di kelas sehingga suasana pembelajaran menarik dan tidak membosankan. Diharapkan dengan adanya penerapan tipe model pembelajaran kooperatif ini siswa dapat aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka skema kerangka berpikir seperti tampak pada gambar dibawah ini:
Kelompok eksperimen 1 (NHT) Kondisi awal siswa yang sama
Hasil belajar Kelompok eksperimen 2 (GI)
D. Hipotesis Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 20
H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diajar melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI dengan tipe NHT pada siswa kelas VII SMP Negeri 10 Salatiga. H1 : Terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diajar melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI dengan tipe NHT pada siswa kelas VII SMP Negeri 10 Salatiga.
21