BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Consumer Well-Being 1.
Pengertian Consumer Well-Being Consumer well-being merupakan penggambaran kepuasan konsumen
dalam berbagai kebutuhan hidupnya (Lee dan Sirgy 1995). Menurut Lee,dkk (2002) , Consumer well-being adalah kesejahteraan, kebahagian, kualitas hidup seorang konsumen yang didapat dari seluruh proses konsumsi yang dilakukannya, yaitu meliputi proses akuisisi produk, proses kepemilikan produk, proses konsumsi produk, proses perawatan produk, dan proses pembuangan produk. Well-being disebut juga dengan "kesejahteraan". Menurut Allardt dalam buku yang ditulis oleh Konu dan Rimpela (2002, p.82) yaitu : "Well being is a state in which it is possible for a human being to satisfy his/her basic needs. In the indicator systems of well-being, both material and non material basic human needs have to be considered". Hal itu dapat diartikan bahwa well-being adalah suatu kondisi atau keadaan dimana seseorang mampu memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara materi maupun non materi. Dengan demikian peneliti dapat mengemukakan bahwa rasa puas dan bahagia juga sangat terkait dengan well-being. Seperti yang juga dikemukakan Lee dan Sirgy (1995) well-being dapat diartikan sebagai kebahagian dan berkaitan erat dengan kualitas hidup. Well-being seseorang
7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
dapat dianggap sebagai sebuah variabel dependen yang bisa didapat dari hasil dua variabel independen yaitu afeksi negatif (negative affect) dan afeksi positi (positive affect). Apabila dalam menghadapi suatu pengalaman atau peristiwa seseorang lebih mengembangkan positive affect, maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki derajat
well-being
yang lebih
positif/tinggi. Apabila respon terhadap suatu pengalaman atau peristiwa yang dihadapi seseorang dengan negative affect, dapat dikatakan derajat well-being orang tersebut negatif/rendah. (Bradburn, 1969). Konsep well-being jika dilihat dari pendekatan psikologis terdiri dari dua perspektif, yaitu psychological well-being/eudaimonis dan subjective well-being/hedonis(Ryan&Deci,2001).Perspektif eudamonis mendefinisikan well-being sebagai suatu tahapan atau tingkatan dimana seseorang telah mampu berfungsi secara maksimal dan mampu mengaktualisasikan dirinya. Sedangkan subjective well-being (hedonis) mengandung pemahaman bahwa well-being adalah merupakan sebuah pencapaian kesenangan atau kepuasan. Hal yang serupa juga disampaikan oleh Ryff (1989),yang mengemukakan tentang beberapa dimensi dari konsep psychological well-being yaitu : Selfacceptance. Positive relations with others, Autonomy. Environmental mastery. Purpose in life. Personal growth. Konsep Ryff tersebut salah satunya merujuk pada pandangan Maslow mengenai aktualisasi diri. Selain itu Ryff juga mengacu
pada pandangan Rogers tentang orang yang
berfungsi secara optimal/penuh (fully-functioning person) , pandangan Allport tentang kematangan ,serta kriteria positif individu yang bermental
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
sehat
yang dikemukakan oleh Johada.
Seseorang
yang memiliki
psychological well-being yang tinggi bisa dikatakan ia merupakan individu yang merasa puas dengan hidupnya, memiliki kondisi emosional yang positif,
mampu
melewati
pengalaman-pengalaman
buruk,
memiliki
hubungan yang positif dengan orang lain, mampu menentukan nasibnya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain, mampu mengontrol kondisi lingkungan sekitar, memiliki tujuan hidup yang jelas, dan mampu mengembangkan dirinya sendiri. (Ryff, 1989). Jika ditinjau dari perspektif pemasaran, kesejahteraan (well-being) konsumen dipengaruhi oleh usaha pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan/toko. Usaha pemasaran dan pelayanan yang diberikan tersebut memiliki kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan konsumen serta memberikan kebahagiaan/kepuasan pada kehidupan konsumen tersebut (Lee dan Sirgy,1995). Ditinjau dari perspektik ekonomi, menurut Deaton (2008) dan Stevenson dan Wolfers (2008) menyatakan bahwa well-being berbanding
lurus
dengan
tingkat
pendapatan.
Semakin
tinggi
pendapatannya, maka akan meningkat pula well-being kehidupannya. Dengan mengaitkan antara berbagai perspektif mengenai well-being diatas, maka konsep consumer well-being yang dikemukakan oleh Sirgy, dkk (2008) merupakan suatu konsep well-being yang diterapkan secara khusus pada konteks lingkungan tempat tinggal yang mencakup seluruh proses konsumsi dalam kehidupan seorang individu dalam perannya sebagai konsumen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
2.
Model-model Consumer Well-Being
Siew Meng Leong dkk (2015) mengemukakan bahwa penelitian tentang CWB mendapat banyak perhatian dari berbagai perhimpunan atau ilmuwan. Seperti halnya pengukuran terhadap well-being lain, CWB
biasanya diukur
dengan tingkat kepuasan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Lee dan Sirgy (1995) bahwa CWB merupakan bagian kehidupan yang penting pada individu karena mempengaruhi kepuasan hidupnya secara keseluruhan.
Terdapat
beberapa model pengukuran CWB, sebagaimana telah diidentiikasi sebelumnya oleh Sirgy,dkk (2007). Jenis-jenis model pengukuran CWB tersebut terdiri dari 15 model, yaitu sebagai berikut : a. Community-based Model Model ini memiliki pandangan bahwa CWB dapat ditingkatkan melalui kepuasan terhadap berbagai toko dan layanan perusahaan. Model ini mengukur kepuasan terhadap layanan perbankan, jasa penitipan anak, restoran , department store , supermarket ,dsb (Sirgy dkk, 2008). CWB yang dikembangkan dengan menggunakan model Community-based ini merupakan pengukuran tentang sejauh mana tingkat kepuasan seseorang konsumen terhadap seluruh proses konsumsi yang dilakukannya (Sirgy,dkk (2008). Dengan menggunakan model Communitybased ini, Sirgy,dkk (2008) bermaksud untuk melihat keadaan CWB konsumen dengan cara mengukur tingkat kepuasan konsumen terhadap seluruh proses konsumsi yang dilakukannya tersebut dengan
membagi
proses konsumsi
menjadi 5 dimensi ,yaitu : (1) kepuasan akuisisi barang/jasa (acquisition satisfaction) ,atau kepuasan belanja (2) kepuasan kepemilikan barang(possession
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
satisfaction), (3)kepuasan konsumsi (consumption satisfaction), (4) kepuasan pemeliharaan
(maintenance
satisfaction),
(5)
kepuasan
disposisi
atau
pembuangan barang (disposal satisfaction), dan (6) Kepuasan persiapan atau perakitan produk (preparation/assembly satisfaction). 1.1. Acquisition (Shopping) Satisfaction Merupakan pengukuran tentang sejauh mana tingkat kepuasan konsumen terhadap proses berbelanja yang dilakukannya. Responden ditanya tentang sejauh mana ia merasa puas atau tidak puas terhadap beberapa jenis tempat perbelanjaan atau toko yang ada di lingkungan tempat tinggalnya.. 1.2. Preparation (Assembly) Satisfaction. Merupakan pengukuran tingkat kepuasan konsumen terhadap proses perakitan atau persiapan barang yang sudah dibeli oleh konsumen hingga akhirnya barang tersebut siap untuk digunakan atau dikonsumsi. 1.3.Consumption (Product Use) Satisfaction. Dimensi ini mengukur tentang sejauh mana tingkat kepuasan konsumen terhadap proses konsumsi yang dilakukan oleh konsumen itu sendiri segera setelah ia membeli barang/produk itu dari toko. 1.4. Possession (Ownership) Satisfaction Dimensi ini mengukur tentang sejauh mana tingkat kepuasan konsumen terhadap barang atau produk yang dimilikinya. Dengan kata lain , konsumen diukur sejauh mana ia merasa puas atau tidak puas terhadap barang-barang yang sudah dibeli dan dimilikinya tanpa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
mempertimbangkan apakah barang yang dimilikinya tersebut digunakan atau tidak. 1.5.Maintenance (Repair) Satisfaction Dalam
dimensi
ini
kepuasan
konsumen
diukur
berdasarkan
pengalamannya ketika membutuhkan jasa perbaikan atau service terhadap barang yang dimilikinya. 1.6.Disposal Satisfaction Dimensi ini mengukur tentang seauh mana tingkat kepuasan konsumen terhadap proses pembuangan barang setelah barang tersebut selesai dikonsumsi. Hal tersebut juga berlaku pada barang-barang elektronik, yaitu sejauh mana konsumen dapat menemukan secara mudah tempat pembuangan akhir atau daur ulang ketika ia ingin membuang barang yang sudah tidak digunakannya lagi. b. Consumption Equity Model United Nations Development Program (dalam Leong dkk, 2015) mengemukakan bahwa model ini menelaskan tentang pengukuran terhadap CWB di tingkat makro. Model ini membandingkan jumlah total pengeluaran suatu negara. Semakin tinggi tingkat pengeluaran konsumsi dari negara tersebut, menunjukkan bahwa semakin tinggi pula consumer well-being-nya. c. Consumer Complaint Model Berdasarkan Better Business Bureau (dalam Leong dkk, 2015) Model ini menjelaskan tentang pengukuran kesejahteraan konsumen dilihat dari keluhankeluhan atau komplain dari konsumen yang ditujukan pada perusahaan atau suatu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
merk. Semakin tinggi tingkat komplain yang didapatkan maka itu menjukkan bahwa semakin rendah tingkat kesejahteraan konsumen. d. Quality Model Model ini mengukur tentang sejauh mana kualitas dan layanan suatu produk, termasuk juga mengukur tentang kehandalan , daya tahan , dan keamanan dari produk tersebut.Adanya kerusakan dan ketidakamanan dari produk tersebut akan mempengaruhi hasil dari CWB. e. Shopping Satisfaction Model Model ini mengukur kepuasan konsumen dilihat dari pengalaman belanja konsumen tersebut di pusat perbelanjaan. Kepuasan terhadap toko atau pusat perbelanjaan tersebut dapat mempengaruhi tingkat consumer well-being-nya. (Meadow,1983). Tingkat kepuasan konsumen diukur melalui beberapa hal berikut ini ,yaitu diantaranya kepuasan terhadap makanan, pakaian dan aksesoris, pelayanan kesehatan, rekreasi, transportasi, dan pendidikan. f. Possession Satisfaction Model Model ini menjelaskan tentang pengukuran kepuasan seseorang terhadap kepemilikan barang. Semakin tinggi tingkat kepuasan individu tersebut maka semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap seluruh kepuasan hidupnya (Sirgy dkk, 1998 ; Nakano dkk,1995). Pandangan cosumer well-being dalam model ini menggambarkan kepuasan terhadap kepemilikan suatu objek. g. Acquisition/ Possession Satisfaction Model Model ini adalah model yang mengukur kepuasan pendapatan (acquistion) dengan tingkat kualitas, harga barang, daya tarik toko setempat, kesopanan dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
pelayan toko, dan layanan pasca beli. Juga mengukur kepuasan dalam memiliki rumah ,mebel , mobil dan pakaian . Dengan kata lain, CWB model ini mengukur tingkat kepuasan konsumen terhadap pendapatan dan kepemilikan barang dan jasa. Day (1978, 1987), Leelakulthanit dkk (1991). h. Consumer/Product Life Cycle Model Model ini mengukur tingkat kepuasan konsumen terhadap pendapatan, kemilikan , konsumsi , pemeliharaan , dan pembuangan produk . CWB dengan model ini adalah gabungan dari kepuasan terhadap termpat perbelanjaan/pasar yang berbeda. Model ini telah digunakan untuk mengukur CWB mengenai transportasi pribadi dan perumahan. (Lee dkk,2002 ; Grzeskowiak dkk,2006). i. Cost of Living Model Model ini mengukur tentang harga dari waktu ke waktu.Kenaikan harga barang dan jasa dapat menurunkan/mengurangi daya beli masyarakat yang justru diperlukan untuk mempertahankan tingkat kualitas hidupnya j. Need Satisfaction Model Model ini mengertikan bahwa CWB bisa ditingkatkan jika suatu produk mampu memenuhi kebutuhan perkembangan manusia secara utuh .Model ini telah digunakan dalam pengukuran CWB terhadap transportasi pribadi. CWB akan meningkat jika kendaraan pribadi tersebut dapat memenuhi kepuasan konsumen meliputi : keselamatan , ekonomi , keluarga , sosial , harga diri , aktualisasi diri , pengetahuan , dan kebutuhan estetika/keindahan konsumen (Sirgy dkk, 2006a).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
k. Perceived Value Model CWB meningkat
seiring dengan meningkatnya kepuasan konsumen
terhadap berbagai aspek kehidupannya (seperti kepuasan terhadap kehidupan kerja,kepuasan yang ia dapat dari waktu luang, dan kehidupan dalam keluarga) berdasarkan manfaat produk dan biaya yang didapatkan dari setiap aspek tersebut . Model ini telah digunakan dalam kaitannya dengan Internet. (Sirgy dkk, 2006a). l. Bottom-up Spillover Model CWB dipengaruhi oleh spill over dari suatu peristiwa dalam beberapa aspek kehidupan terhadap kehidupan konsumen secara keseluruhan. Dengan demikian, kepuasan terhadap kepemilikan harta benda mempengaruhi kepuasan hidup. Model ini telah digunakan untuk rumah sakit dan layanan perjalanan atau travel. (Diener,1984 ; Sirgy, 2002). m. Marketer's Orientation Model Model ini memiliki pendapat bahwa CWB dipengaruhi oleh tindakan pemasar /penjual untuk meningkatkan kualitas hidup dari konsumen mereka (Lee,dkk, 1998). n. Materialism Model Dalam model ini, dijelaskan bahwa materialisme memiliki hubungan negatif dengan kebahagiaan atau kepuasan hidup. o. Globalization Model Model ini adalah pengukuran terhadap globalisasi dalam hal arus masuk dan arus keluarnya barang, jasa, modal, teknologi dan masyarakat. Model ini menyatakan baha globalisasi dapat meningkatkan CWB (Sirgy,dkk, 2004).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
3.
Dimensi Consumer Well-being Sirgy,dkk (2008) mengelompokkan Consumer well-being dengan
Community-based Model menjadi 6 dimensi yaitu: a.
Acquisition (Shopping) Satisfaction Dimensi ini mengukur tentang sejauh mana tingkat kepuasan
konsumen terhadap proses berbelanja yang dilakukannya. Dalam dimensi ini subjek ditanya tentang sejauh mana ia merasa puas atau tidak puas terhadap beberapa jenis tempat perbelanjaan atau toko yang ada di lingkungan tempat tinggalnya, ada 11 item pernyataan dalam dimensi ini, yaitu : kepuasan terhadap mall, kepuasan terhadap plaza, kepuasan terhadap department store, kepuasan terhadap toko diskon/ eceran/warung, kepuasan terhadap toko grosir, kepuasan terhadap toko obat/apotek, kepuasan terhadap toko barang-barang olahraga, kepuasan terhadap toko elektronik, kepuasan
terhadap butik
pakaian/toko baju, kepuasan terhadap toko mebel/furniture, kepuasan terhadap toko khusus lainnya misalnya seperti toko mainan atau toko yang khusus menjual barang untuk kado/hadiah. b.
Preparation (Assembly) Satisfaction. Dimensi ini mengukur tentang tingkat kepuasan konsumen
terhadap proses perakitan atau persiapan barang yang sudah dibeli oleh konsumen hingga akhirnya barang tersebut siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Dalam dimensi ini subjek ditanya tentang sejauh mana
ia
merasa
puas
atau
tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
puas
terhadap
proses
17
perakitan/persiapan dari beberapa barang yang pernah dibelinya,yaitu antara lain
barang elektronik , mebel, perlengkapan dapur,
transportasi pribadi, pakaian dan aksesoris, dan peralatan untuk taman. c.
Consumption (Product Use) Satisfaction. Dimensi ini mengukur tentang sejauh mana tingkat kepuasan
konsumen terhadap proses konsumsi barang atau penggunaan layanan yang ada di lingkungan setempatnya. Dalam dimensi ini subjek ditanya tentang sejauh mana ia merasa puas atau tidak puas terhadap penggunaan beberapa barang berikut ini yaitu : barang elektronik , mebel, perlengkapan dapur, transportasi pribadi, pakaian dan aksesoris, dan peralatan untuk taman, serta penggunaan
layanan
konsumen yaitu : Layanan asuransi, transportasi pribadi, restoran/klub malam, layanan kesehatan, layanan telepon, layanan listrik, layanan gas/bensin, layanan perumahan/real estate,layanan penitipan anak, panti jompo, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, Community College atau semacam akademi lokal, Universitas, Pendidikan berkelanjutan, layanan investasi, layanan hukum, hiburan, tontonan olahraga, stasiun TV, stasiun radio, dan kepuasan terhadap koran lokal. d.
Possession (Ownership) Satisfaction Dimensi ini mengukur tentang sejauh mana tingkat kepuasan
konsumen terhadap barang atau produk yang dimilikinya. Barangbarang tersebut antara lain : barang elektronik , mebel, perlengkapan dapur, transportasi pribadi, pakaian dan aksesoris, peralatan untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
taman, simpanan atau investasi, perumahan, dan kapal/boat sebagai sarana rekreasi pribadi. e.
Maintenance (Repair) Satisfaction Dalam dimensi ini kepuasan konsumen diukur berdasarkan
pengalamannya ketika membutuhkan jasa perbaikan atau service terhadap barang yang dimilikinya. Barang-barang tersebut antara lain yaitu barang elektronik , mebel, perlengkapan dapur, transportasi pribadi, pakaian dan aksesoris, dan peralatan untuk taman. f.
Disposition (Disposal) Satisfaction Dimensi ini mengukur tentang sejauh mana tingkat kepuasan
konsumen terhadap proses pembuangan barang setelah barang tersebut selesai dikonsumsi. Hal tersebut juga berlaku pada barangbarang elektronik, yaitu sejauh mana konsumen dapat menemukan tempat pembuangan atau tempat daur ulang barang secara mudah ketika ia ingin membuang barang yang sudah tidak digunakannya lagi, yaitu seperti : barang elektronik , mebel, perlengkapan dapur, transportasi pribadi, pakaian dan aksesoris, dan peralatan untuk taman.
4.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Consumer Well-Being
Menurut Goel (2012) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat consumer well-being seseorang, yaitu diantaranya : 1) Jenis kelamin, 2) usia, 3) pendidikan, 4)
pekerjaan, 5)
pendapatan keluarga per bulan, dan 6) status
perkawinan. Dari faktor-faktor tersebut diketahui salah satu faktor penentu tingkat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
CWB seseorang adalah pendapatan. Pendapatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kesejahteraan seseorang, hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Wolfers, Sacks, & Stevenson (2012) yang menyatakan bahwa pendapatan memainkan peran utama dalam menentukan kesejahteraan, dimana orang yang lebih kaya memiliki kesejahteraan lebih besar dari pada orang miskin Selain itu Diener dan Seligman (2004) juga mempertegas bahwa kesejahteraan seseorang memang diukur berdasarkan jumlah pendapatan yang diterima oleh individu tersebut. Semakin tinggi pendapatannya, maka kesejahteraan hidupnya juga akan sedikit meningkat.
B.
Pendapatan Kepala Keluarga 1.
Pengertian Pendapatan Menurut BPS (2015) pendapatan merupakan upah dan gaji atas jam
kerja atau pekerjaan yang telah diselesaikan, upah lembur, semua bonus dan tunjangan, perhitungan waktu-waktu tidak bekerja, bonus yang dibayarkan tidak teratur, penghargaan; dan nilai pembayaran sejenisnya. Pendapatan adalah imbalan yang diterima, baik berbentuk uang maupun barang, yang dibayarkan oleh perusahaan/kantor/majikan. Imbalan dalam bentuk barang dinilai dengan harga setempat. 2.
Kategori Pendapatan a.
Higher Income
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Di Indonesia, orang-orang yang memiliki pendapatan lebih dari Rp.10.000.000,- per bulan termasuk ke dalam kategori pendapatan yang tinggi. b.
Upper Middle Income Orang-orang dengan penghasilan lebih dari Rp.5.000.000,-
sampai dengan Rp.10.000.000,- per bulan termasuk kategori pendapatan menengah ke atas (Upper Middle Income). Orang-orang di kelas ini menempati posisi lebih tinggi di kantor mereka dan secara finansial lebih stabil dari orang lain. c.
Lower Middle Income Kelas menengah ke bawah merupakan kelompok dengan
penghasilan per bulannya yaitu lebih dari Rp.3.000.000,- sampai dengan Rp.5.000.000,- per bulan. Kelas menengah ke bawah berjuang untuk sampai ke tingkat kelas menengah ke atas, yang pada gilirannya bertujuan untuk memasuki kelas kaya atau elit. d.
Lower Income Pendapatan kurang dari Rp.3.000.000,-per bulan Termasuk
dalam kategori pendapatan rendah. (Source : World Bank, Indonesia Bureau of Statistic, the Economist Intelligence Unit)
C.
Kerangka Pemikiran Banyak sudah kajian mengenai Consumer well-being atau CWB, dari kajian
tersebut didapat ada 15 model CWB. Menurut perkembangan dari penelitian yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
dilakukan oleh Lee dan Sirgy (1995) model CWB yang terbaru dan lebih komprehensif dari yang sebelumnya yaitu Community-based Model.
Dengan
menggunakan model Community-based ini, Sirgy,dkk (2008) bermaksud untuk melihat keadaan CWB konsumen dengan cara mengukur tingkat kepuasan konsumen tersebut terhadap seluruh proses konsumsi yang dilakukannya,oleh karena itu Sirgy,dkk kemudian membagi proses konsumsi tersebut menjadi 5 dimensi ,yaitu : (1) kepuasan akuisisi barang/jasa (acquisition satisaction) ,atau kepuasan belanja (2) kepuasan kepemilikan barang (possession satisfaction), (3) kepuasan konsumsi (consumption satisfaction), perawatan
(maintenance
satisfaction),,dan
pembuangan barang (disposition satisfaction),
(4) kepuasan pemeliharaan/
(5)
kepuasan
disposisi
atau
(6) Kepuasan persiapan atau
perakitan produk (preparation/assembly satisfaction). Menurut salah satu penelitian yang dilakukan oleh salah satu peneliti terdahulu yaitu Goel (2012) di India tentang CWB Community-based Model, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada beberapa variabel yang berpengaruh terhadap CWB yaitu antara lain jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan
keluarga
bulanan,
dan
status
perkawinan.
Penelitian
Goel
mengemukakan bahwa pendapatan merupakan salah satu faktor penting terhadap tingkat kesejahteraan, semakin tinggi pendapatan, maka semakin positif persepsi konsumen terhadap tingkat kesejahteraan hidupnya. Penelitian tersebut dilakukan terhadap warga india dan Paul membaginya menjadi 4 kategori pendapatan yaitu : < Rs 20.000 , Rs 20.000 - Rs 40.000, Rs 40.001 - Rs 60.000 dan >Rs 60.000. Dari penelitian tersebut ditunjukkan bahwa kategori dengan pendapatan di atas Rs
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
60.000 memiliki tingkat CWB yang tinggi dan pendapatan di bawah Rs 20.000 memiliki tingkat CWB paling rendah. Salah satu asumsi mengenai alasan penyebab terjadinya perbedaan CWB pada tiap kategori pendapatan tersebut yaitu bisa jadi karena konsumen dengan tingkat pendapatan yang tinggi dapat dengan mudah memanfaatkan produk dan layanan yang berkualitas dan mereka mungkin memiliki pengalaman yang sangat baik terhadap produk dan layanan yang tersedia di pasar sehingga wajar saja jika mereka menunjukkan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan kategori pendapatan yang rendah. Berdasarkan penelitian yang telah ada tersebut peneliti ingin melakukan penelitian yang lebih menyeluruh dan menguji kembali tentang benar atau tidaknya adanya perbedaan keadaan consumer well-being pada masing-masing kategori pendapatan. Seperti yang dikemukakan oleh Sirgy dkk (2008) , consumer well-being dengan model community-based ini perlu dikembangkan dan digunakan untuk menguji validitas prediksi terhadap kesejahteraan konsumen terkait dengan lingkungan tempat tinggal dan tingkat kepuasan hidup. Peneliti ingin menguji perbedaan CWB pada masyarakat Kalideres berdasarkan
4
kategori pendapatan, yaitu : 1) higher income , 2) upper middle income, 3) lower middle income dan 4) lower income.
D.
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis yang diajukan
adalah sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Ha : Terdapat perbedaan Consumer well-being berdasarkan kategori pendapatan kepala keluarga Ho : Tidak terdapat perbedaan Consumer well-being berdasarkan kategori pendapatan kepala keluarga.
http://digilib.mercubuana.ac.id/