BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Pada Permendiknas no. 22 dijelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Untuk itu melalui pendidikan IPA siswa dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (Amalia Sapriati dkk, 2010:2.6). Amalia Sapriati dkk (2010:2.5) juga mengemukakan “siswa SD pada umumnya berada dalam usia yang masih senang bermain, senang melakukan kegiatan, memiliki rasa ingin tahu yang besar.. Dengan adanya pengalaman secara langsung dan dalam bentuk permainan, siswa akan merasa lebih senang akan dan lebih mudah menyerap materi yang diterima saat pembelajaran. Menurut Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari (2012:150) “IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan”. Dengan demikian sebaiknya pembelajaran IPA di sekolah khusunya di SD, dalam menyampaikannya siswa terlibat secara langsung, dalam suasana menyenangkan, melalui permainan serta terjalin kerjasama sesama siswa. Sebelum pembelajaran IPA dilaksanakan, diperlukan tujuan agar dapat diketahui kemampuan apa yang diinginkan dari siswa setelah melaksanankan pembelajaran. Melihat pada Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi menguraikan bahwa Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
7
8
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Sementara itu ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI menurut Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi meliputi aspek-aspek berikut: a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan, b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas, c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana, d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan (Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, 2012:150). Melalui Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, dapat ditentukan standar minimum yang ingin dicapai dalam suatu pembelajaran. Dari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dikembangkan menjadi beberapa indicator sebagai pengembangan lebih rinci lagi. Berikut ini adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran IPA kelas 3 semester 2:
9
Tabel 1 SK dan KD mata pelajaran IPA kelas 3 semester 2 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Energi dan Perubahannya
4.1 Menyimpulkan hasil pengamatan bahwa gerak benda dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran 4.2 Mendeskripsikan hasil pengamatan tentang pengaruh energi panas, gerak, getaran dalam kehidupan sehari-hari 4.3 Mengidentifikasi sumber energi dan kegunaannya
4. Memahami berbagai cara gerak benda, hubungannya dengan energi dan sumber energi
5. Menerapkan konsep energi 5.1 Membuat kincir angin untuk menunjukkan bentuk gerak energi angin dapat diubah menjadi energi gerak 5.2 Menerapkan cara menghemat energi dalam kehidupan sehari-hari Bumi dan Alam Semesta 6.
Memahami kenampakan permukaan bumi, cuaca dan pengaruhnya bagi manusia, serta hubungannya dengan cara manusia memelihara dan melestarikan alam
6.1 Mendeskripsikan kenampakan permukaan bumi di lingkungan sekitar 6.2 Menjelaskan hubungan antara keadaan awan dan cuaca . 6.3 Mendeskripsikan pengaruh cuaca bagi kegiatan manusia. 6.4 Mengidentifikasi cara manusia dalam memelihara dan melestarikan alam di lingkungan sekitar
(Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi)
2.1.2 Hasil Belajar 2.1.2.1 Definisi dan karakteristik belajar Gage dalam Isriani (2012:4) “belajar adalah proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat dari pengalaman”. Sementara itu dalam bukunya Slameto (2010:2) menjelaskan “belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungaanya”. Lain lagi menurut Gagne dalam Isriani Hardiani (2012:4) “belajar adalah suatu proses yang kompleks dan hasil kapabilitas, timbulnya
10
kapabilitas disebabkan stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar”. Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2011:2) “merupakan bentuk yang diperlihatkan siswa setelah menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar mengajar)”. Sementara menurut Suprijono dalam Muhamad Thobroni dan Arif Mustofa (2011:22) “hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan,
nilai-nilai,
pengertian-pengertian,
sikap-sikap,
apresiasi,
dan
ketrampilan”. Dengan demikian hasil belajar siswa pada hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku, hal ini sesuai dalam Nana Sudjana (2011:2) “Hasil belajar diperoleh dari kegiatan penilaian yaitu suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuantujuan intruksional telah dapat dicapai atau dikuasai oleh siswa. Karakteristik proses belajar menurut Agus Taufik, Hera L. Mikarsa, dan Puji L. Prianto (2011:5.5-5.6) ada 4, yaitu: pertama, perubahan itu bersifat intensional, artinya bahwa perbuatan yang terjadi harus bertujuan, disengaja dan disadari, bukan kebetulan. Kedua, perubahan itu positif, artinya bahwa perubahan belajar menuju kearah yang lebih baik atau lebih mantap sesuai dengan norma atau kriteria tertentu yang diharapkan atau sesuai dengan norma yang disepakati bersama guru dan siswa, menurut masyarakat, menurut kurikulum atau menurut kaidah ilmu pengetahuan tertentu. Ketiga, perubahan dalam arti belajar tersebut harus benarbenar merupakan hasil pengalaman, artinya perubahan yang ditunjukan atau yang dicapai oleh anak itu karena dia aktif melakukan sesuatu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Keempat, perubahan itu bersifat efektif, artinya perubahan yang dicapai oleh anak itu fungsional atau berguna untuk anak yang bersangkutan, baik untu memecahkan masalah pelajaran, maupun untuk memecahkan masalah sehari-haridan untuk melanjutkan sekolah ke tingkat selanjutnya. Pada dasarnya perubahan hasil belajar itu terwujud dalam bentuk perubahan pengetahuan (knowledge),
penguasaan perilaku yang ditentukan (kognitif, afektif, dan
psikomotor) dan perbaikan kepribadian (Agus Taufik, Hera L. Mikarsa dan Puji L. Prianto, 2011:5.12). Dari kajian teori-teori diatas penekanannya berbeda-beda. Ada yang lebih menekankan pada aspek pengetahuan, ada yang menekankan pada hasil perubahan perilaku dan ada juga yang lebih menekankan pada individualism. Tergantung pada pendekatan atau teori yang digunakan. Sebagai contoh, pendekatan behavioristik atau teori pengkondisisan (conditioning)
11
memilki prinsip belajar pendekatan kognitif atau teori pemrosesan informasi, demikian dengan teori perkembangan kognitif dari Piaget dalam Agus Taufik, Bermawy Mikarsa, dan Puji L. Prianto (2011:5.12). Kesemuanya itu dapat diartikan jika hasil belajar diperoleh setelah melakukan interaksi dengan individu lain baik secara kelompok maupunbukan kelompok atau per individu. Dari interaksi tersebut seseoarang akan mengamati dan menganalisa yang dapat dijadikan sebagai pengalaman dalam bentuk hasil belajar. Akan tetapi meski terdapat perbedaan dalam hal-hal tertentu, semua pendapat-pendapat tersebut memiliki prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar sangat banyak dan bervariasi tergantung pada sudut pandang teori atau pendekatan yang digunakan. Diantaranya merangkum dari Agus Taufik, Mikarsa, dan Prianto (2011:5.13-5.16) bahwa prinsip-prinsip belajar sebagai berikut: a. Belajar dapat membantu perkembangan optimal individu sebagai manusia utuh. b. Belajar sebagai proses terpadu harus memposisikan anak sebagai titik sentral. c. Aktifitas pembelajaran yang diciptakan harus membuat anak terlibat sepenuh hati, aktif menggunakan berbagai potensi yang dimilikinya. d. Belajar sebagai proses terpadu tidak hanya dapat dilakukan secara individual dan kompetitif melainkan juga dapat dilaksanakan secara kooperatif. e. Pembelajaran yang diupayakan oleh guru harus mendorong anak untuk belajar secara terus menerus. f. Pembelajaran disekolah harus memberi kesempatan kepada setiap anak untuk maju berkelanjutan sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kecepatan belajar masingmasing. g. Belajar sebagai proses yang terpadu memerlukan dukungan fasilitas fisik dan sekaligus dukungan sistim kebijakan yang kondusif. h. Belajar sebagai proses terpadu memungkinkan pembelajaran bidang studi dilakukan secara terpadu. i. Belajar sebagai proses terpadu memungkinkan untuk menjalin hubungan yang baik antara sekolah dengan keluarga. Sementara itu Muhamad Thobroni dan Ahamd Mustofa (2011:21-22) menurutnya prinsipprinsip belajar sebagai berikut: a) Perubahan perilaku sebagai hasil belajar; b) Belajar merupakan proses; c) Belajar merupakan bentuk pengalaman.
12
Dari kedua pendapat tentang prinsip-prinsip belajar dapat diketahui jika Agus Taufik, Hera L. MIkarsa dan Puji L. Prianto lebih menekankan pada proses interaksi, sedangkan Muhamad Thobroni dan ahmad Mustofa lebih seimbang antara sisi kognitif, afektif dan psikomotor. Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya yang bermakna sebagai pengalaman siswa sehingga dari proses interaksi tersebut menghasilkan perubahan tingkah laku yang diukur melalui kegiatan penilaian dalam bentuk hasil belajar. Dengan demikian bentuk hasil belajar dapat disimpulkan jika hasil belajar diperoleh dari proses interaksi dan hasil dari proses interaksi atau produk. Sementara hasil belajar yang diharapkan pada penelitian ini adalah keduanya. Jika hasil belajar yang diperoleh dari penelitian ini adalah berupa proses belajar selama interaksi dan hasil belajar setelah melakukan proses belajar.
2.1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar Pendapat para pakar tentang faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa di sekolah cukup berfariasi, antar pakar yang satu dengan yang lainnya mengemukakan rumusan yang berebeda-beda, tergantung pada penekanannya masing-masing. Abin Syamsudin dalam Agus Taufik, Hera L. Mikarsa dan Puji L. Prianto (2011:5.20-5.21) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut: Tiga faktor yang memepengaruhi proses dan hasil belajar siswa di sekolah, yaitu; faktor input, faktor proses dan faktor output. Faktor input (masukan) meliputi: (1) raw input atau masukan dasar yang menggambarkan kondisi individual anak dengan segala karakteristik fisik dan psikis yang dimilikinya, (2) instrument input (masukan instrumental) yang mencakup guru, kurikulum, materi dan metode, sarana dan fasilitas, (3) environmental input (masukan lingkungan) yang mencakup lingkungan fisik, geografis, social, dan lingkungan budaya. Faktor proses menggambarkan bagaimana ketiga jenis input tersebut saling berinteraksi satu sama lain terhadap aktifitas belajar anak. Faktor output adalah perubahan tingkah laku yang diharapkan terjadi pada anak setelah anak melakukan aktivitas belajar. Berbeda dengan rumusan di atas, Rochman Natawidjaja dalam Agus Taufik, Hera L. Mikarsa dan Puji L. Prianto (2011:5.21) disimpulkan sebagai berikut:
13
Lima unsur yang mempengaruhi kegiatan belajar siswa di sekolah, yaitu unsur tujuan, pribadi siswa, bahan pelajaran, perlakuan guru, dan fasilitas. Kegiatan belajar siswa merupakan perpaduan dari unsur-unsur tersebut. 1) Faktor siswa, anak harus diposisikan faktor sentral dari seluruh proses pembelajaran di sekolah. Faktor ini mencakup usia, kondisi, dan kesehatan fisik, kecerdasan, bakat, minat, motivasi dan ….2) Faktor guru, guru adalah faktor kunci dalam kegiatan belajar anak di SD sehingga peranannya sangat penting dalam keseluruhan program pendidikan di sekolah, karena guru adalah manajer pembelajaran. 3) Faktor tujuan adalah sesuatu yang harus dicapai setelah anak melakukan aktifitas belajar. Tujuan pembelajaran merupakan tingkah laku yang diharapkan dicapai setelah anak melakuakan proses belajar … 4) Faktor bahan pelajaran adalah sesuatu yang harus dan disiapkan sedemikian rupa oleh guru agar mudah diakses dan dipelajari oleh semua anak. …materi pelajaran harus dikemas dengan baik dengan menggunakan metode pembelajaran yang inovatif dan kreatif sehingga menantang anak untuk belajar dengan serius tapi menyenangkan. 5) Faktor ekonomis dan administrativ meliputi aspek sarana ruangan kelas, fasilitas, dan peralatan yang diperlukan dalam pembelajaran di sekolah, …. Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar siswa di sekolah tidak dapat dilihat satu persatu karena dalam praktiknya semua unsur tersebut terintegrasi dalam interaksi pembelajaran yang yang harus diupayakan. Pendapat dari Agus Taufik, Hera L. Mikarsa menjelaskan jika ketiga faktor saling berinteraksi agar dapat mengahsilkan hasil output setelah anak melakukan aktifitas belajar. Sedangkan Rochman Natawidjaya jika factor yang mempengaruhi hasil belajar lebih menekankan pada factor guru. Karena menurutnya guru adalah kunci utama keberhasilan dalam kegiatan belajar. Faktor–faktor yang mempengaruhi belajar pada siswa kelas 3 SDN Karangaren, jika melihat pada kedua pendapat para ahli sesuai dengan pendapat Rochman Natawidjaya yaitu faktor siswa, guru, tujuan, bahan pelajaran serta faktor ekonomis. Dari faktor siswa dapat diketahui jika siswa belum diposisikan sentra pembelajaran, pembelajaran masih berada sepenuhnya pada guru, sehingga siswa pasif. Kondisi ini menyebabkan siswa menjadi tidak bersemangat, merasa bosan dan jenuh dan pada akhirnya hasil belajar mereka banyak yang tidak mencapai batas KKM 70. Pada faktor guru, guru belum menggunakan metode yang dapat mengaktifkan siswa. Guru masih sering menggunakan metode lama atau metode konvensional, dimana pada metode ini yang digunakan hanya metode ceramah dan tugas.
14
Selain itu, factor tujuan pada pembelajaran di kelas 3 SDN Karangaren belum maksimal sepenuhnya disampaikan pada pembelajaran. Tujuan pembelajaran belum begitu diperhatiakan. Selam pembelajaran, guru hanya memperhatikan materi yang ada harus segera disampaikan. Factor bahan ajar selama ini juga tidak diperhatikan. Baik dari pengemasan maupun kreatifitas penyampaian materi. Alat peraga dan pendukung pembelajaran pada SDN Karangaren masih belum lengkap. Sehingga pembelajaran belum maksimal. Untuk itu, melalui penelitian ini semua factor yang mempengaruhi belajar harus diperhatikan dalam pembelajaran, agar hasil belajar dapat maksimal lebih baik.
2.1.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 2.1.3.1 Definisi jigsaw Pembelajaran kooperatif menurut Sugiyanto (2009:37) “adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Sedangkan Miftahul Huda (2012:32) “pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang mengacu pada dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar”. Salah satu model pembelajaran terpadu adalah jigsaw. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebuah tehnik pembelajaran kooperatif dimana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam pelaksanaan pembelajaran. Metode jigsaw menurut Miftahul Huda (2012:120) “adalah metode dimana siswa ditempatkan dalam kelompokkelompok kecil yang terdiri 5 anggota”. Setiap kelompok diberi informasi yang membahas salah satu topik dari materi pelajaran mereka saat itu. Dari informasi yang diberikan pada setiap kelompok ini, masing-masing anggota harus mempelajari bagian-bagian yang berbeda dari informasi tersebut. Misalnya, jika kelompok A diminta mempelajari informasi tentang bentuk energi maka, lima orang di dalamnya mempelajari bagian-bagian kecil dari energi seperti bentuk energi panas, energi bunyi, energi cahaya dan lainnya. Setelah mempelajari informasi tersebut dalam kelompoknya masing-masing, setiap anggota yang mempelajari bagian-bagian ini berkumpul dengan anggota-anggota dari
15
kelompok-kelompok lainnya yang juga menerima bagian-bagian materi yang sama. Jika anggota 1 dalam kelompok A mendapatkan tugas mempelajari energi panas, maka ia harus berkumpul dengan siswa 2 dalam kelompok B dan siswa 3 dalam kelompok C (begitu seterusnya) yang juga mendapat tugas mempelajari energi panas. Perkumpulan siswa yang memiliki bagian informasi yang sama ini dikenal dengan istilah “kelompok ahli” (expert group). Dalam kelompok ahli, masing-masing siswa saling berdiskusi dan mencari cara terbaik bagaimana menjelaskan bagian informasi itu kepada teman-teman satu kelompoknya yang semula. Selesai diskusi, semua siswa dalam kelompok ahli kembali ke kelompok semula, dan masing-masing menjelaskan bagian informasi tersebut kepada teman-teman satu kelompoknya. Jadi, dalam metode jigsaw, siswa bekerja kelompok selama dua kali , yakni dalam kelompok mereka sendiri dan dalam kelompok ahli. Setelah mereka menjelaskan bagiannya masing-masing kepada teman satu kelompoknya, mereka bersiap untuk diuji secara individu (biasanya dengan kuis).
2.1.3.2 Langkah-langkah pembelajaran jigsaw Sugiyanto (2009:45-46) memaparkan langkah-langkah jigsaw sebagai berikut: 1. Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri 4 atau 5 siswa dengan karakteristik yang heterogen 2. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. 3. Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memilki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut kelompok pakar (expert group). 4. Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula (home teams), untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. 5. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Miftahul
Huda
(2012:120-121)
mengemukakan
menggunakan model jigsaw sebagai berikut:
langkah-langkah
pembelajaran
16
1. Guru membagi topik pelajaran menjadi beberapa bagian/subtopik. 2. Sebelum subtopik-subtopik itu diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas pada pertemuan hari itu. Guru bisa menuliskan topik tersebut di papan tulis dan bertanya kepada siswa apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan kemampuan siswa agar lebih siap mengahadapi bahan pelajaran yang baru. 3. siswa dibagi dalam kelompok. 4. Bagian/subtopik pertama diberikan pada siswa/anggota 1, sedangkan siswa berikutnya menerima subtopik kedua. Demikian seterusnya. 5. Kemudian, siswa diminta membaca/mengerjakan bagian/subtopik mereka masingmasing. 6. Setelah selesai, siswa saling berdiskusi mengenai subtopik yang dibaca/dikerjakan masing-masing bersama rekan-rekan satu anggotanya. Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling melengakapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. 7. Khusus untuk kegiatan membaca, guru guru dapat membagi bagian-bagian sebuah cerita yang belum utuh kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian-bagian tersebut untuk memprediksikan apa yang dikisahkan dalam cerita tersebut. 8. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik tersebut. Diskusi ini bisa dilakukan antar kelompok atau seluruh siswa. Sementara itu Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, Sekar Ayu Aryani (2008:56) menuturkan langkah-langakh pembelajaran dengan metode jigsaw sebagai berikut: 1. Pilihlah materi yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen (bagian). 2. Bagi peserta didik menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah segmen yang ada. Jika jumlah peserta didik adalah 50, sementara jumlah segmen ada 5, maka masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang. Jika jumlah ini terlalu besar, bagi lagi menjadi 2, sehingga setiap kelompok terdiri dari 5 orang, kemudian setelah proses selesai gabungkan kedua kelompok pecahan tersebut. 3. Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi yang berbedabeda. 4. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompok. 5. Kembalikan suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan sekiranya ada persoalan-persoalan yang tidak dipecahkan dalam kelompok. 6. Beri peserta didik beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi. Dari pendapat Sugiyanto (2009) tentang langkah-langkah pembelajaran jigsaw dengan Miftahul Huda (2012) dan Hisyam Zaini, Bermawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani (2008) terdapat perbedaan. Menurut pendapat Sugiyanto (2009), pembagian kelompok berdasarkan
17
karakteristik yang heterogen. Baik dari segi akademik maupun jenis kelamin. Sedangkankan poin-poin lainnya memiliki kesamaan dari ketiga pendapat tersebut. Mulai dari pembagian materi menjadi beberapa sub materi, siswa mempelajari materi yang diberikan guru, siswa membentuk kelompok ahli yaitu kelompok yang terdiri dari anak-anak yang mempelajari materi sama untuk berdiskusi hingga siswa kembali ke kelompok asal untuk saling mengajari teman di kelompok asal. Jika langkah-langkah pembelajaran jigsaw diamati lebih detil, model pembelajaran jigsaw mempunyai kelebihan diantaranya siswa saling mengajari sehingga siswa akan merasa senang dalam belajar. Berdasarkan uraian pendapat di atas maka dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajaran jigsaw sebagai berikut: 1. Guru membagi topic menjadi beberapa sub bagian. 2. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, satu kelompok bisa terdiri dari 5-6 siswa yang heterogen. 3. Setiap siswa dalam satu kelompok mempelajari materi yang berbeda. 4. Siswa yang mempelajari materi sama membentuk kelompok ahli. 5. Siswa dalam tim ahli kembali ke kelompk awal. 6. Setiap siswa dalam tim menjelaskan/mengajari materi yang dipelajari kepada teman dalam satu tim. 7. Siswa diberi pertanyaan untuk mengecek pemahaman siswa terhadapa materi yang telah mereka pelajari. Skema pembelajaran jigsaw dapat digambarkan sebagai berikut:
18
Siswa 1 Siswa 6 Siswa 2 Siswa 5 Siswa 3 Siswa 4
Siswa 1 (kel. 1)
Siswa 2 (kel. 1)
Siswa 3 (kel. 1)
Siswa 4 (kel. 1)
Siswa 5 (kel. 1)
Siswa 6 (kel. 1)
Siswa 1 (kel. 2)
Siswa 2 (kel. 2)
Siswa 3 (kel. 2)
Siswa 4 (kel. 2)
Siswa 5 (kel. 2)
Siswa 6 (kel. 2)
Siswa 1 (kel. 3)
Siswa 2 (kel. 3)
Siswa 3 (kel. 3)
Siswa 4 (kel. 3)
Siswa 5 (kel. 3)
Siswa 6 (kel. 3)
Siswa 1 (kel. 4)
Siswa 2 (kel. 4)
Siswa 3 (kel. 4)
Siswa 4 (kel. 4)
Siswa 5 (kel. 4)
Siswa 6 (kel. 4)
Siswa 1 (kel. 5)
Siswa 2 (kel. 5)
Siswa 3 (kel. 5)
Siswa 4 (kel. 5)
Siswa 5 (kel. 5)
Siswa 6 (kel. 5)
Siswa 1 (kel. 6)
Siswa 2 (kel. 6)
Siswa 3 (kel. 6)
Siswa 4 (kel. 6)
Siswa 5 (kel. 6)
Siswa 6 (kel. 6)
Siswa 3 Siswa 4 Siswa 2 Siswa 5 Siswa 1 Siswa 6
Gambar 1 skema pembelajaran jigsaw
19
2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match 2.1.4.1 Definisi make a match Make a match dikembangkan oleh Lorna curran 1994 dalam Saiful Amin (2011). Make a match atau mencari pasangan menurut Hisyam Zaini (2008:67) “adalah strategi yang menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya”. Namun demikian materi barupun dapat diajarkan dengan strategi ini dengan catatan, peserta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan. Menurut Miftahul Huda (2012:135) dalam pembelajaran make a match, “siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan”. Sedangkan AM Haryadin (2012) dalam kutipannya, “model pembelajaran make a match adalah suatu tipe Model pembelajaran konsep”. Model pembelajaran ini mengajak murid mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan konsep melalui suatu permainan kartu pasangan. Lain halnya Saiful Amin (2011) mengemukakan bahwa “metode make a match adalah metode pembelajaran aktif untuk mendalami atau melatih materi yang telah dipelajari”. Setiap siswa menerima satu kartu. Kartu itu bisa berisi pertanyaan, bisa berisi jawaban. Selanjutnya mereka mencari pasangan yang cocok sesuai dengan kartu yang dipegang. Menurut Saeful Amin dalam blognya (2011) menjelaskan bahwa “ada 3 hal yang perlu dipahami dan lakukan, jika ingin menerapkan metode ini dengan baik. Pertama adalah tujuan pembelajaran make a match. Ke dua, persiapan yang perlu dilakukan. Ke tiga, sintaks atau langkah-langkah pembelajaran ketika menerapkan metode ini di kelas”. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran, sangat mempengaruhi dalam memilih metode pembelajan. Setidaknya Saeful Amin (2011) mengemukakan “ada tiga tujuan penerapan metode make a match yaitu: (1) pendalaman materi; (2) menggali materi; dan (3) untuk selingan”. Lebih dijelaskan lagi oleh Saeful Amin (2011) bahwa metode make a match pada mulanya dirancang untuk pendalaman materi. Siswa melatih penguasaan materi dengan cara memasangkan antara pertanyaan dan jawaban. Jika tujuan ini yang dipakai, maka harus membekali dulu siswa dengan materi yang akan dilatihkan. Dapat dengan menjelaskan materi, atau memberi tugas pada siswa untuk membaca materi
20
terlebih dahulu, sebelum menerapkan metode ini. Prinsipnya, siswa harus mempunyai pengetahuan tentang materi yang akan dilatihkan terlebih dahulu. Baru setelah itu menggunakan metode ini. Jika tujuannya untuk menggali materi, maka tidak perlu membekali siswa dengan materi, karena siswa sendiri yang akan membekali dirinya sendiri. Apabila metode make a match sebagai metode selingan, maka cukup melakukannya sesekali saja. Teknik yang dipakai sama dengan teknik mencari pasangan untuk mendalami materi. Tujuan penggunaan metode make a match dalam penelitian ini adalah sebagai pendalaman materi. Sehingga sebelum make a match dilaksanakan, siswa terlebih dahulu melaksanakan pembalajaran dengan menggunakan pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw. Tidak ada metode pembelajaran terbaik. Setiap metode pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Bisa jadi, suatu metode pembelajaran cocok untuk materi dan tujuan tertentu, tetapi kurang cocok untuk materi atau tujuan lainnya. Metode make a match demikian juga, mempunyai kelebihan dan kekurangan. Saiful Amin (2011) menerangkan kelebihan metode make a match sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik; karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan; meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari; dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, terutama jika; efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar;
2.1.4.2 Langkah-langkah pembelajaran make a match Langkah-langkah pembelajaran Make a Match menurut Rahmat Widodo (2009) adalah sebagi berikut : 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. 4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Artinya siswa yang kebetulan mendapat kartu ‘soal’ maka harus mencari
21
5. 6. 7. 8.
pasangan yang memegang kartu ‘ jawaban soal’ secepat mungkin. Demikian juga sebaliknya. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Demikian seterusnya sampai semua kartu soal dan jawaban jatuh ke semua siswa. Kesimpulan/penutup.
Dalam bukunya Miftahul Huda (2012:135) menjelaskan prosedur/langkah-langkah pembelajaran make a match sebagai berikut: 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa topic yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian). 2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya, pemegang kartu bertuliskan PERSEBAYA berpasangan dengan pemegang kartu SURABAYA, atau pemegang kartu SBY berpasangan dengan pemegang kartu PRESIDEN RI. 4. Siswa bisa juga bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memegang kartu yang berhubungan. Misalnya, pemegang kartu 3 + 3 membentuk kelompok dengan pemegang kartu 2 x 3 dan 12 : 2. Sedangkan Hisyam Zaini (2008:67) juga menjelaskan langkah-langkah metode make a match sebagai berikut: 1. Buatlah potongan-potongan kertas sejumlah peserta didik yang ada dalam kelas. 2. Bagi jumlah kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama. 3. Tulis pertanyaan tentang materi yang telah diberikan sebelumnya pada setengah kertas yang telah disiapkan. Setiap kertas berisi satu pertanyaan. 4. Pada separo kertas yang lain, tulis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang tadi dibuat. 5. Kocoklah semua kertas sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban. 6. Beri setiap peserta didik satu kertas. Jelaskan bahwa ini adalah akitivitass yang dilakukan berpasangan. Separo peserta didik akan mendapatkan soal dan separoh yang lain akan mendapatkan jawaban. 7. Minta peserta didik untuk menemukan pasangan mereka. Jika ada yang sudah menemukan pasangan, minta mereka untuk duduk berdekatan. Terangakn juga agar mereka tidak memberi tahu materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain. 8. Setelah semua peserta didik menemukan pasangan dan duduk berdekatan, minta setiap pasangan untuk membacakan soal yang diperoleh dengan keras kepada teman-teman yang lain. Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh pasangan-pasangan yang lain. 9. Akhiri proses ini dengan membuat klarifikasi dan kesimpulan.
22
Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran make a match untuk mendalami/melatih materi dari pendapat Saiful Amin (2011) diantaranya: 1. Pertama-tama Anda menyampaikan/mempresentasikan materi atau memberi tugas kepada siswa mempelajari materi di rumah. 2. Pecahlah siswa Anda menjadi 2 kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B. Mintalah mereka berhadap-hadapan. 3. Bagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B. 4. Sampaikan kepada siswa Anda bahwa mereka harus mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Anda perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang Anda berikan kepada mereka. 5. Mintalah semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya, mintalah mereka melaporkan diri kepada Anda. Catatlah mereka pada kertas yang sudah Anda persiapkan. 6. Jika waktu sudah habis, sampaikan kepada mereka bahwa waktu sudah habis. Bagi siswa yang belum menemukan pasangan, mintalah mereka untuk berkumpul tersendiri. 7. Panggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak. 8. Terakhir, Anda memberikan konfirmasi tentang kebenaran pasangan tersebut. 9. Panggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi. catatan: 1. Anda bisa memberikan hukuman yang mendidik pada siswa yang tidak menemukan pasangan atau menemukan pasangan ternyata salah. 2. Anda juga dapat memberikan skor pada pasangan yang berhasil menemukan pasangan.
Setelah siswa melaksanakan pembelajaran, untuk mengetahui pemahaman siswa tentang materi yang baru dipelajari maka peneliti melanjutkan pembelajaran dengan permainan make a match yaitu permainan mencari pasangan. 2.1.5 Langkah-langkah Penerapan Metode Jigsaw dan Make a Match dalam Pembelajaran IPA Penerapan pembelajaran dengan menggunakan metode yang kooperatif tipe jigsaw dan make a match dapat menciptakan suasana pembelajaran yang PAIKEM
23
(Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan), sesuai dengan program pemerintah yang sekarang ini sedang digalakan. Dalam pembelajaran atau tatap muka terdiri dari: pendahuluan, inti dan penutup. Dalam kegiatan inti, siswa berkesempatan untuk melakukan proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut tentang eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi: a. Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: 1. melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber; 2. menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya; 3. melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan 4. memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan. b. Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: 1. membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna; 2. memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; 3. memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut; 4. memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; 5. memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
24
6. memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok; 7. memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok; 8. memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; 9. memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
c. Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: 1. memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, 2. memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber, 3. memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan, 4. memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar: a. berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar; b. membantu menyelesaikan masalah; c. memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi; d. memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; e. memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif. Berdasarkan uraian di atas berikut ini penerapan jigsaw dan make a match dalam pembelajaran IPA sebagai berikut:
25
Tabel 2 Sintaks penerapan jigsaw dan make a match pada pembelajaran IPA Aspek Pendahuluan
Kegiatan inti Eksplorasi
Elaborasi
Konfirmasi
Pentup
Indikator 1. Memotivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran yang akan dilakukan. 2. Melakukan apersepsi dari pembelajaran sebelumnya 3. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan.
1. Guru menyampaikan materi secara garis besar dalam waktu yang singkat menggunakan alat peraga gambar-gambar kenampakan alam dan kondisi cuaca. 2. Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok dengan beranggotakan 5-6 siswa yang heterogen pada akademiknya. 3. Guru meminta setiap siswa dalam satu anggota kelompok untuk membaca dan mempelajari bagian materi yang diberikan. 4. Guru meminta siswa dari tiap tim untuk berkumpul dengan anggota tim lain yang mendapat materi serupa untuk membentuk tim ahli. 5. Guru meminta siswa berdiskusi tentang materi yang diterimanya dalam tim ahli. 6. Guru meminta siswa dalam tim ahli untuk kembali ke tim awal dan saling mengajari materi masing-masing yang telah didiskusikan dalam tim ahli. 1. Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok besar. 2. Pada kelompok pertama, siswa diberi kartu pernyataan dan pada kelompok kedua diberi kartu jawaban. 3. Setelah siswa menerima kartu, mereka mencari pasangan kartu yang tepat. 4. Setelah siswa menemukan pasangan kartunya, guru mencocokan pasangan kartu. 5. Guru memberikan bintang emas pada siswa yang menemukan pasangannya dan bintang merah pada siswa yang tidak menemukan pasangannya. 1. Guru memberikan penguatan dan penghargaan pada tim yang anggotanya memperoleh bintang emas terbanyak. 2. Guru menjelaskan pada kartu pernyataan yang belum ditemukan pasangannya. 1. Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan. 2. Guru bersama siswa melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.
26
2.2 Penelitian yang Relevan Siti Mukminatun (2010) pada penelitiannya yang berjudul “Upaya meningkatkan hasil belajar IPA melalui pembelajaran kooperatif model jigsaw pada siswa kelas IV SD Negeri 12 Sragen tahun pelajaran 2009/2010” hasil penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan model Jigsaw pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa di SD Negeri Sragen 12 Kabupaten Sragen. Supriyani Feriyati (2008) dalam judul “Jigsaw dan Group Investigation (GI) Ditinjau dari motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa” dapat disimpulkan: (1) ada pengaruh yang signifikan penggunaan metode pembelajaran terhadap hasil belajar siswa; (2) ada pengaruh yang signifikan motivasi belajar terhadap hasil belajar; (3) ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa. Selain itu, dapat diketahui bahwa metode pembelajaran yang efektif adalah metode Jigsaw. Ema Rakhmawati (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Make A Match Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Tematik Kelas 2 Di Sekolah Inklusi SD N Kalibanteng Kidul 03 Semarang Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang” hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Kooperatif Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar tematik kelas 2 pada sekolah inklusi SD N Kalibanteng Kidul 03 Semarang. 2.3 Kerangka Berfikir Seperti yang kita ketahui, bahwa IPA proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Namun demikian pembelajaran juga dapat dilakukan dengan proses pembelajaran yang menyenangkan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif, dimana banyak metode dan strategi yang dapat dilakukan untuk mengaktifkan peserta didik. Salah satu diantaranya adalah metode jigsaw dan make a match. Pada pembelajaran sebelumnya, kegiatan pembelajaran tradisional kadang masih terdapat siswa yang mendominasi, siswa tidak antusias, siswa kurang kritis dalam
27
menanggapi masalah, pemimpin kelompok ditentukan oleh guru, ketrampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung, sehingga susana pembelajaran menjadi membosankan dan menjenuhkan. Namun pada pembelajaran kali ini, semua peserta didik mengikuti pembelajaran dengan aktif, karena pada pembelajaran ini menuntut mereka untuk bekerjasama dengan kelompoknya. Selain itu, pada metode jigsaw, pembelajarannya dapat melibatkan seluruh peserta didik dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain. Siswa lebih banyak yang berpartisipasi, sehingga suasana lebih hidup dan menyenangkan. Keadaan pembelajaran yang seperti ini akan meningkatkan semangat belajar, lebih memberikan motifasi, siswa lebih kritis, dan pada akhirnya hasil belajar dapat meningkat mencapai KKM yang telah ditentukan. Setelah kegiatan jigsaw selesai, kegiatan dilanjutkan dengan permainan make a matc yaitu pembelajaran dimana siswa mencari pasangan sambil mengenal sutau konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan dalam Sugiyanto (2009:49). Dengan adanya permainan make a match akan menambah susasana pembelajaran yang menyenangkan. Berikut adalah skema pembelajarannya: KONDISI AWAL
Kegiatan pembelajaran bersifat tradisional/konvensional
Hasil belajar IPA meningkat
Siswa aktif, produktif, termotifasi, bersemangat, &
Gambar 2 skema kerangka berfikir
Penerapan jigsaw dan make a match: (1) Siswa membaca materi, (2) diskusi kelompok ahli, (3) mengerjakan LKS, (4) mengajar teman satu tim, (5) review dengan permainan make a match
Siswa pasif dan pembelajaran membosankan/ menjenuhkan
Hasil belajar rendah
TINDAKAN
28
2.4 Hipotesis Tindakan Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan make a match dengan langkah-langkah: 1.
Pembagian materi menjadi beberapa sub bagian
2.
Pembentukan kelompok yang heterogen
3.
Siswa mempelajari materi bagiannya yang diberikan guru
4.
Siswa yang mempelajari materi yang sama membentuk kelompok ahli
5.
Siswa kembali ke kelompok asal dan saling mengajari teman sekelompok
6.
Siswa dibagi menjadi 2 kelompok besar
7.
Siswa kelompok A diberi kartu pernyataan
8.
Siswa kelompok B diberi kartu jawaban
9.
Siswa saling mencari pasangan kartu masing-masing
diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 3 SDN Karangaren semester 2 tahun 2012-2013.