6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Hasil Belajar Dalam proses belajar mengajar, tipe hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai siswa
penting diketahui oleh guru, agar guru dapat merancang pengajaran secara tepat dan penuh arti. Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai. Ada banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Beberapa diantaranya yaitu Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) yang menyatakan bahwa “hasil belajar merupakan hasil dari suati interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”. Berdasarkan pengertian ini dapat kita ketahui bahwa hasil belajar tidak hanya dicapai melalui tindakan belajar yang dilakukan siswa, tetapi juga dari tindakan mengajar yang dilakukan guru. Oleh karena itu jika cara mengajar guru baik, maka akan sangat membantu siswa dalam mencapai hasil belajar yang optimal begitu juga sebaliknya. Hal ini juga didukung oleh Slameto (2010: 54-72) yang menyatakan: “Bahwa belajar tidak hanya dipengaruhi oleh 1 faktor saja tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri atas faktor jasmaniah (faktor kesehatan, cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, dan lain-lain) dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstern terdiri atas keluarga (cara mendidik orang tua, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, dan lain-lain), sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplinsekolah, alatpelajaran, dan lain-lain), dan masyarakat (kegiatan anak dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).” Sementara itu, menurut Bloom (1956) mengemukakan tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, apektif dan psikomotorik. Untuk aspek kognitif, Bloom menyebutkan 6 tingkatan yaitu, pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sistesis, dan evaluasi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya proses belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan baik yang menyangkut segi kognitif, apektif, maupun psikomotorik, sedangkan untuk mencapai perubahan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh peserta didik namun juga dari pendidik. Proses perubahan dapat terjadi dari yang paling sederhana sampai pada yang paling kompleks yang bersifat pemecahan masalah dan pentingnya peranan kepribadian dalam proses serta hasil belajar. 6
7
2.2
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Gagasan utama STAD (Student Team Achievement Division) menurut Slavin (2005:12)
adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Dari hal tersebut, dapat kita ketahui bahwa dalam pembelajaran STAD (Student Team Achievement Division), siswa diharapkan untuk bekerja sama agar seluruh siswa dapat menguasai materi yang diajarkan oleh guru. Secara garis besar langkah-langkah dalam STAD (Student Team Achievement Division) tertuang dalam 5 komponennya. Komponen-komponen tersebut menurut Slavin (2005:143) yaitu: a.
Presentasi Kelas Materi yang akan dilaksanakan dalam model pembelajaran STAD terlebih dahulu
diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas yang dilakukan oleh guru. Presentasi guru di dalam kelas harus fokus pada materi pembelajaran agar siswa tidak terlalu bingung dalam memahami materi yang akan diterapkan dalam model pembelajaran STAD. Siswa diupayakan memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis individual yang akan menentukan skor tim mereka. b.
Tim Tim yang dimaksud adalah tim heterogen dimana berisi sejumlah siswa yang berbeda-beda
baik itu dari segi prestasi, jenis kelamin, agama, dan sebagainya. Dalam tim ini, tiap siswa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas kelompok. Fungsi utama tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan tugas dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan yang telah dibagikan kepada tiap-tiap kelompok. Pembelajaran melibatkan pembahasan masalah bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalah pahaman jika salah satu dari anggota tim ada yang membuat kesalahan. c.
Kuis individual Sesuai dengan namanya, kuis yang dilaksanakan ini bersifat individual. Para siswa tidak
diperbolehkan saling bantu dalam mengerjakan kuis. Kuis individual diberikan setelah siswa bekerja di dalam tim. Nilai yang diperoleh dari kuis digunakan untuk skor kemajuan siswa.
8
d.
Skor Kemajuan Individual Skor kemajuan individual diberikan berdasarkan nilai awal siswa. Skor ini nantinya akan
dikontribusikan ke poin kelompok. Tujuan skor kemajuan ini adalah untuk memungkinkan siswa memberikan poin maksimum untuk kelompok mereka. Skor kemajuan ini akan dianggap adil karena yang dinilai adalah kemajuan yang dicapai siswa mengingat kemampuan tiap siswa berbeda, sedangkan dalam memberikan skor kemajuan individual ini Slavin (2005: 159) memberikan contoh: skor 5 bila nilai siswa turun lebih dari 10 poin dari skor awal; skor 10 bila nilai siswa turun 1-10 poin dari skor; skor 20 bila nilai siswa sama atau naik sampai 10 poin dari skor awal; dan skor 30 bila nilai siswa sempurna atau naik lebih dari 10 poin dari nilai awal. e.
Rekognisi Tim Rekognisi tim adalah bentuk penghargaan yang diberikan kepada tim-tim yang mencapai
kriteria tertentu. Penghargaan ini didasarkan pada skor yang telah diperoleh. Slavin memberikan contoh kriteria penghargaan yaitu jika rata-rata tim 15, maka penghargaan yang diberikan adalah tim baik, jika rata-rata 16 maka menjadi tim sangat baik, sedangkan jika rata-rata 17 akan mendapatkan penghargaan tim super. Namun Slavin juga menambahkan “Anda boleh saja mengubah kriteria ini jika Anda mau” (Slavin, 2005:160). Tentu saja ini menunjukkan adanya kebebasan dalam menentukan kriteria penghargaan. Sementara itu, penghargaan yang diberikanpun juga diberikan kebebasan sehingga bisa berupa sertifikat, kancing khusus untuk dikenakan, ataupun bentuk penghargaan lainnya. 2.3
Pembelajaran Kooperatif Menurut Isjoni (2009: 8), “pembelajaran kooperatif dapat diartikan belajar bersama-sama,
saling membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya”. Hal ini berarti diperlukan adanya kerjasama untuk menguasai dan mengerjakan materi yang diberikan dalam belajar pada model pembelajaran kooperatif. Selanjutnya, Isjoni (2009:9) menambahkan: “tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikanpendapat mereka secara berkelompok.Hal ini menunjukkan pembelajaran kooperatif dapat membangun siswa ke arah yang positif”.
9
Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah membangun siswa melalui kegiatan belajar dan bekerja sama dalam kerja kelompok.Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase (Agus Suprijono 2009:65). Tabel 2.1 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif FASE-FASE Fase 1: Present goals and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik Fase 2: Present information Menyajikan informasi Fase 3: Organize students into learning teams Mengorganisasir peserta didik ke dalam tim-tim belajar Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi
Fase 6: Provide recognition Memberikan pengakuan atau penghargaan
PERILAKU GURU Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal Memberikan penjelasan kepada perserta didik tentang cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok
(sumber: Agus Suprijono 2009:65) Berdasarkan Tabel 2.1 dapat kita lihat bahwa fase-fase yang harus dilakukan guru dalam pembelajaran kooperatif adalah mempersiapkan siswa dan menyampaikan tujuan pembelajaran, memberikan informasi tentang materi pelajaran, membagi siswa dalam kelompok, membimbing kelompok dalam mengerjakan tugas kelompok, menguji kemampuan dan daya serap siswa, dan memberikan penghargaan terhadap prestasi belajar yang telah dicapai. 2.4
Pembelajaran STAD dalam Pembelajaran Matematika SD Kegiatan pembelajaran yang baik tentunya adalah pebelajaran yang pemilihan model
pembelajarannya yang sesuai dengan mata pelajaran dan karakteristik siswa. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal diperlukan model pembelajaran yang tepat.
10
Menurut Slavin (2005: 12): “Model pembelajaran STAD telah digunakan dalam berbagai mata pelajaran mulai dari Matematika, Seni, Bahasa, Ilmu Sosial, dan Ilmu Pengetahuan Ilmiah lain, mulai dari kelas dua sampai perguruan tinggi.Lebih lanjut lagi, Slavin menambahkan STAD paling sesuai untuk mengajarkan bidang studi yang sudah terdefenisikan dengan jelas, seperti Matematika, berhitung, dan studi terapan, penggunaan dan mekanika bahasa, geografi dan kemampuan peta, dan konsep-konsep ilmu pengetahuan ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran STAD sesuai dan dapat dilakukan dalam pelajaran Matematika di SD.” Sementara itu, Isjoni (2009:21) menyebutkan “Teknik pembelajaran kooperatif sangat sesuai di dalam kelas yang berisi siswa-siswa yang mempunyai berbagai tingkat kecerdasan”. Pernyataan ini semakin menguatkan penelitian yang peneliti lakukan mengingat SD yang peneliti gunakan pun juga memiliki tingkat kecerdasan yang beragam. Hal ini juga menunjukkan bahwa pembelajaran STAD sesuai dan dapat dilakukan dalam pembelajaran Matematika di SD khususnya di SD Kanisius Cungkup Salatiga dimana peneliti menggunakannya sebagai tempat penelitian. 2.5
Pembelajaran Matematika Pengertian matematika menurut Glover (2006:9) yaitu “Matematika merupakan suatu
pelajaran mengenai angka-angka, pola-pola, dan bangun.Kita biasanya menggunakan Matematika untuk menyelesaikan beragam masalah”. Dari pernyataan ini dilihat bahwa Matematika adalah suatu ilmu yang secara khusus mempelajari tentang angka, pola, dan bangun. Ilmu ini sangat perlu dipelajari karena dengan menggunakannya ilmu Matematika kita bisa menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan kita yang berkaitan dengan angka, pola, dan bangun. Selanjutnya, berkaitan dengan pembelajaran Matematika, Gatot Muhsetyo (2011:1,2) menyebutkan: “terkait dengan pembelajaran Matematika, banyak kecenderungan baru yang tumbuh dan berkembang di banyak negara, sebagai inovasi dan reformasi model pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tantangan sekarang dan mendatang. Beberapa diantaranya adalah model-model contextual learning, cooperative learning, realistic mathemathic education (RME), problem solving, Mathematical investigation, guided discovery, open-ended (multiple solution, multiple method of solution), manipulative material, concept map, quantum teaching/learning, dan writing in mathematics.”
11
Dari hal ini dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran matematika bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai cara. 2.6
Bangun Datar Bangun datar adalah bagian dari bidang datar yang dibatasi oleh garis-garis lurus atau
lengkung (Imam Roji, 1997). Bangun datar dapat didefinisikan sebagai bangun yang rata yang mempunyai dua demensi yaitu panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai tinggi atau tebal (Julius Hambali, Siskandar, dan Mohamad Rohmad, 1996) Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa bangun datar merupakan bangun dua demensi yang hanya memiliki panjang dan lebar, yang dibatasi oleh garis lurus atau lengkung. Jenis bangun datar bermacam-macam, antara lain persegi, persegi panjang, segitiga, jajargenjang, trapesium, layang-layang, belah ketupat, dan lingkaran. Nama-nama bangun datar : 1. Persegi Panjang, yaitu bangun datar yang mempunyai sisi berhadapan yang sama panjang, dan memiliki empat buah titik sudut siku-siku. 2. Persegi, yaitu persegi panjang yang semua sisinya sama panjang. 3. Segitiga, yaitu bangun datar yang terbentuk oleh tiga buah titik yang tidak segaris.. Macam macamnya: segitiga sama sisi, segitiga sama kaki, segitiga siku-siku, segitiga sembarang. 4. Jajar Genjang, yaitu segi empat yang sisinya sepasang-sepasang sama panjang dan sejajar. 5. Trapesium, yaitu segi empat yang memiliki tepat sepasang sisi yang sejajar. 6. Layang-layang, yaitu segi empat yang salah satu diagonalnya memotong tegak lurus sumbu diagonal lainnya. 7. Belah Ketupat, yaitu segi empat yang semua sisinya sama panjang dan kedua diagonalnya saling berpotongan tegak lurus. 8. Lingkaran, yaitu bangun datar yang terbentuk dari himpunan semua titik persekitaran yang mengelilingi suatu titik asal dengan jarak yang sama. Jarak tersebut biasanya dinamakan r, atau radius, atau jari-jari. Rumus bangun datar:
12
Table 2.2 Rumus Bangun Datar No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Bangun Datar Persegi Persegi panjang Segitiga Trapezium Layang-layang Jajargenjang Belah ketupat Lingkaran
Rumus Luas Luas = s x s = s2 Luas = p x l Luas = ½ x a x t Luas = ½ x (s1 + s2) x t Luas = ½ x diagonal (d) 1 x diagonal (d) 2 Luas = a x t Luas = ½ x diagonal (d) 1 x diagonal (d) 2 Luas = π (pi) x jari-jari (r) 2 = πr2
Sifat-sifat bangun datar: 1.
Layang-layang = terbagi atas 2 digonal yang berbeda ukurannya.
2.
Persegi = semua sisi-sisinya sama panjang, semua sudut sama besar, kedua diagonal berpotongan tegak lurus dan sama panjang.
3.
Persegi panjang = sisi yang behadapan sama panjang, semua sudut sama besar.
4.
Belah ketupat = semua sisi-sisinya sama panjang, sudut yang berhadapan sama besar, kedua diagonalnya tidak sama panjang dan berpotongan tegak lurus.
5.
Jajar genjang = sisi yang berhadapan sama panjang, sudut yang berhadapan sama besar.
6.
Lingkaran = memiliki simetri lipat dan simetri putar yang tak terhingga jumlahnya.
2.7
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Kata penelitian terjemahan dari bahasa Inggris, research. PTK termasuk ke dalam rumpun
jenis penelitian tindakan yang pertama kali dikembangkan oleh Kurt Lewin dalam Aprudin (2012) berasumsi bahwa cara terbaik memajukan orang adalah dengan melibatkan mereka dalam penelitian mereka sendiri dan yang ada dalam kehidupan mereka sendiri. Penelitian tindakan kelas mengedepankan adanya kolaborasi dan partisipasi yang bersifat demokratis, antara peneliti dengan ssaran penelitian. Penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari classroom research, yaitu suatu action research yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Arikunto (2007) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Guru melakukan sebuah tindakan yang diamati secara terus
13
menerus dilihat dari plus minusnya, kemudian pengubahan kontrol sampai pada upaya maksimal dalam bentuk tindakan yang paling tepat. Ebbutt (Media Edukasi 2012) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktek penelitian oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan reflektif mereka mengenai hasil tindakan-tindakan tersebut. Penelitian ini mengacu pada penelitian PTK menurut Sunendar (2008) yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. 2.8
Model-Model Penelitian Tindakan Kelas Menurut Sukayatin dalam Aprudin (2012) terdapat beberapa model PTK yang
dikembangkan oleh pakar, yaitu: model Kurt Lewin, Model Ebbut, Model Kemmis & Mc Taggart, model Elliot, model Mc Kernan, model Hopkins.Penelitian tindakan kelas ini menggunakan model spiral dengan siklus yang berisi tahapan-tahapan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi (model Kemmis & Mc Taggart). Tahapan-tahapan dalam siklus tersebut terlihat pada Gambar 2.1. Observasi
Refleksi
Observasi
Refleksi Pelaksanaan
Perencanaan
Perencanaan
Pelaksanaan
Perencanaan
Gambar 2.1 Model Kemmis & Mc Taggart 2.9
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Wahyu Nugraha (2011) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan Pokok Bahasan Bangun Ruang melalui Model Student Team Achievement Division (STAD)
14
bagi Siswa Kelas IV SDN 1 Bowongso Kalikajar Wonosobo Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011”. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh model STAD terhadap hasil Belajar Siswa. Hal ini dapat dilihat dari tingkat ketuntasan belajar pada kondisi awal yaitu 40% kemudian pada penelitian siklus pertama menjadi 80%. Selanjutnya pada siklus kedua tingkat ketuntasan belajar menjadi 100%. Sedangkan untuk nilai rata-rata kelas meningkat dari pra siklus 53,9 menjadi 66,6 pada siklus I lalu menjadi 82,6 pada siklus II. 2) Sumari (2010) dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan KPK dan FPB dengan Menggunakan Pembelajaran Cooperative Learning Model STAD untuk Siswa Kelas IV SD Negeri Ngablak I Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Tahun2009/2010”. Hasil penelitian ini menunjukkan dengan menggunakan model STAD terdapat peningkatan Hasil Belajar siswa. Jumlah anak yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (65) hanya 3 dari 17 siswa pada kegiatan pra siklus menjadi 11 dari 17 siswa pada siklus I, kemudian pada siklus II prestasi belajat siswa lebih meningkat yaitu jumlah siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal mencapai 17 siswa. Dalam kedua hasil penelitian di atas, dapat kita lihat bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, hasil belajar yang diraih siswa dalam pelajaran Matematika dapat meningkat. 2.10 Kerangka Berpikir Pada dasarnya secara individu manusia itu berbeda-beda, demikian pula dalam memahami konsep-konsep akan dicapai melalui tingkat belajar yang berbeda-beda. Matematika sebagai ilmu yang sasarannya cenderung sulit diterima dan dipahami oleh siswa, menyebabkan siswa kurang berminat dalam memperlajari matematika, sehingga perlu model pembelajaran yang lebih bervariasi dalam pembelajaran matematika. Salah satu alternatifnya adalah dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Siswa seharusnya tidak hanya sebagai pendengar dan penerima pengetahuan saja dari guru ketika dalam prosespembelajaran, dan guru juga tidak hanya menyampaikan pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa, namun guru harus mampu mempengaruhi siswa untuk berfikir dan mampu menerapkan ilmu matematika yang dipelajari untuk menyelesaikan soal secara sistematis. Penerapan modelpembelajaran kooperatif tipe STAD di dalam kelas diharapkan akan membuat siswa lebih mengenal dan paham tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang diajarkan guru dan siswa terpancing untuk
15
berfikir, menganalisa, bertanya, dan mengevaluasinya kembali, sehingga dengan demikian siswa tersebut aktifberpatisipasi di dalam belajar. Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD guru berperan sebagai pemberi masalah dan memikirkan masalah yang sesuai dengan jangkauan pemikiran, jangan sampai masalah yang diberikan terlalu sulit atau terlalu mudah. Guru harus mampu membangkitkan kemauan siswa menyelesaikan soal yang diberikan, sehingga diharapkan keefektifan pembelajaran akan dicapai yaitu dengan tercapainya ketuntasan belajar siswa, tercapainya tujuan pembelajaran, dan tercapainya tingkat kemampuan siswa dalam menentukan luas bangun datar. Berdasarkan uraian di atas maka dapat digambarkan kerangka berfikir seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Pembelajaran masih bersifat konvensional.
Kondisi Awal
Tindakan
Pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Keaktifan dan hasil belajar siswa masih rendah.
Siklus I Keaktifan dan hasil belajar siswa meningkat.
Refleksi Siklus I
Kondisi Akhir
Diduga dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Siklus II Keaktifan dan hasil belajar siswa meningkat.
Refleksi Siklus II
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Berpikir PTK 2.11 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan: “Ada peningkatan hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan menentukan luas bangun datar siswa kelas V SD Kanisius Cungkup tahun ajaran 2015/2016.”