BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Berdasarkan Keputusan Bersama 3 Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri,
Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor : 139 Tahun 1997; 902/Kpts/PL.420/9/97; 03/SKB/M/IX/1997 tertanggal 12 September 1997 tentang penyelengaraan tempat pelelangan ikan, bahwa yang disebut dengan Tempat Pelelangan Ikan adalah tempat para penjual dan pembeli melakukan transaksi jual beli ikan melalui pelelangan dimana proses penjualan ikan dilakukan di hadapan umum dengan cara penawaran bertingkat. Tempat Pelelangan Ikan adalah disingkat TPI yaitu pasar yang biasanya terletak di dalam pelabuhan / pangkalan pendaratan ikan, dan di tempat tersebut terjadi transaksi penjualan ikan/hasil laut baik secara lelang maupun tidak (tidak termasuk TPI yang menjual/melelang ikan darat). Biasanya TPI ini dikoordinasi oleh Dinas Perikanan, Koperasi atau Pemerintah Daerah. TPI tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut: tempat tetap (tidak berpindah-pindah), mempunyai bangunan tempat transaksi penjualan ikan, ada yang mengkoordinasi prosedur lelang/penjualan, mendapat izin dari instansi yang berwenang (Dinas Perikanan/Pemerintah Daerah 1999). Berdasarkan Ditjen. Perikanan (1994a), setelah ditimbang ikan diletakkan ditempat pelelangan ikan. Juru lelang melaksanakan lelang ikan berdasarkan informasi karcis timbang sesuai urutan nomor bongkar. Menurut Anonimous (1994), kegiatan pelelangan ikan diadakan setiap hari pada jam-jam tertentu yang diatur oleh kepala pelelangan. Pelelangan ikan dapat dimulai setelah memenuhi syarat. Pelelangan ikan dilakukan dengan sistem penawaran meningkat yaitu penawaran dimulai dari harga awal yang telah ditetapkan sebelum dilakukan pelelangan sampai mencapai harga penawaran tertinggi dari calon pembeli. Apabila pada harga penawaran awal tidak ada calon pembeli, maka juru lelang menurunkan harga penawaran secara bertahap dibawah harga awal sampai ada penawaran dari calon pembeli.
7
8
Berdasarkan Perda Jawa Barat No.5 tahun 2005 Pasal 5 (www.pikiran rakyat.com) menetapkan, penyelenggaraan pelelangan ikan harus memiliki izin dari gubernur. Pemberian izin dimaksudkan untuk pembinaan, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan pelelangan ikan. Izin diberikan kepada KUD Minasari yang memenuhi syarat, yaitu yang memenuhi kriteria sehat pengurus, sehat organisasi dan sehat manajemen. Jika di lokasi TPI tidak terdapat KUD Minasari yang memenuhi syarat, penyelenggaraan pelelangan ikan dapat diberikan kepada Dinas yang menangani perikanan pada kabupaten/kota setempat dan hanya bersifat sementara. Tata cara pelaksanaan pelelangan ikan ditetapkan lebih lanjut oleh gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tata cara pelaksanaan pelelangan antara lain meliputi pencucian, penyortiran, penimbangan, pelabelan, penawaran secara bebas dan meningkat. Berdasarkan Peraturan Gubernur tentang pelaksanaan Perda Jawa Barat No.5 tahun 2005 (www.pikiran rakyat.com) tentang penyelenggaraan dan retribusi tempat pelelangan ikan pada pasal 2 mengenai tata cara pelaksanaan pelelangan ikan, yakni : 1.
Semua hasil penangkapan ikan di laut harus dijual secara lelang di TPI.
2.
Hasil penangkapan ikan yang merupakan komoditas ekspor, pelaksanaan pelelangannya harus diprioritaskan, serta penanganannya secara khusus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
3.
Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT). Penerapan Sistem Rantai Dingin. Sedangkan berdasarkan pasal 3 nya menetapkan pelaksanaan pelelangan ikan di TPI harus dilakukan sebagai berikut : 1.
Hasil penangkapan ikan di laut yang akan dilelang dalam keadaan bersih, telah disortir menurut jenis, ukuran, mutu dan dimasukkan ke dalam wadah.
2.
Dilakukan penimbangan oleh juru timbang di TPI dan diberi label yang menyatakan jenis, jumlah/berat ikan dan nama pemilik.
3.
Ikan yang berkategori busuk atau secara organoleptik tidak layak dikonsumsi manusia, tetap harus dilelang dan ditempatkan secara khusus.
9
4.
Lelang dilaksanakan melalui penawaran secara bebas dan meningkat dengan penawar tertinggi sebagai pemenang.
5.
Kepada pemenang lelang dan pemilik ikan diberi karcis lelang dan rekapitulasinya dengan ketentuan sebagai berikut :
Bagi pemenang lelang dipergunakan untuk perhitungan membayar pada kasir TPI atas ikan yang dibelinya dan sebagai tanda bukti bahwa ikan yang dibawanya merupakan hasil pembelian dari TPI. Bagi pemilik ikan sebagai dasar perhitungan penerimaan pembayaran dari kasir TPI atas ikan yang dilelang serta sebagai bukti untuk catatan, perhitungan, tabungan dan simpanannya. Menurut UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pada pasal 41 disebutkan bahwa Pemerintah mengatur tata niaga ikan dan melaksanakan pembinaan mutu hasil perikanan. Tujuan pengaturan tata niaga oleh Pemerintah agar proses tata niaga ikan berjalan tertib sehingga nelayan sebagai produsen dan pembeli akan memperoleh manfaat dan saling menguntungkan. Salah satu bentuk pengaturan yang telah diatur oleh Pemerintah adalah mewajibkan semua ikan hasil tangkapan agar dilakukan proses pelelangan ikan kecuali ikan-ikan untuk ekspor, ikan-ikan dalam jumlah kecil untuk konsumsi nelayan, ikan-ikan hasil tangkapan untuk penelitian. Dengan demikian proses pelelangan ikan ini ditujukan untuk pengaturan tata niaga ikan di dalam negeri. Sistem pelelangan ini ditujukan untuk hasil tangkapan ikan yang dijual bukan untuk tujuan ekspor. Dari aspek ekonomi, dengan proses pelelangan ikan maka nelayan dapat diuntungkan dengan adanya harga jual ikan standar. Selain itu pembeli memperoleh keuntungan karena harga beli ikan yang cukup wajar. Sedangkan Pemerintah Daerah mendapat keuntungan berupa Pendapatan Asli Daerah. Kemudian masyarakat secara tidak langsung juga akan merasakan denyut nadi perekonomian yang meningkat akibat adanya aktivitas kegiatan pelelangan ikan. Di dalam transaksi penjualan ikan antara nelayan dengan pedagang ikan pada umumnya posisi nelayan lemah dan harga ikan biasanya ditentukan oleh pedagang ikan sehingga harga ikan menjadi lebih rendah atau murah. Situasi tersebut
10
menunjukan terjadinya kegagalan pasar dikarenakan transaksi penjualan ikan hanya menguntungkan pedagang ikan dan merugikan nelayan.
2.2
Fungsi, Tujuan dan Manfaat TPI Kompleksitas pemasaran produk ikan yang dihasilkan dari upaya
penangkapan akan membuat nilai jual yang diperoleh produsen (nelayan) dan konsumen akhir sangat jauh berbeda. Kesenjangan ini akan menimbulkan dampak negatif yang kurang baik bagi perkembangan perekonomian pada bidang perikanan. Agar hasil pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan bisa baik, maka TPI harus dapat dikembangkan fungsinya dari service centre menjadi marketing centre. Keberhasilan pengembangan ini akan melahirkan suatu mata rantai pemasaran (market channel) yang teguh dan menciptakan growth centre dalam menghadapi dan mengantisipasi perdagangan bebas yang bakal diterapkan di Indonesia pada akhirnya akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat khususnya nelayan. Menurut petunjuk Operasional, fungsi TPI antara lain adalah: a. Memperlancar kegiatan pemasaran dengan sistem lelang. b. Mempermudah pembinaan mutu ikan hasil tangkapan nelayan c. Mempermudah pengumpulan data statistik. Berdasarkan sistem transaksi penjualan ikan dengan sistem lelang tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan perusahaan perikanan serta pada akhirnya dapat memacu dan menunjang perkembangan kegiatan penangkapan ikan di laut. Hal ini terlihat pada hasil evaluasi Direktur Bina Prasarana Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan 1994 yang antara lain menyatakan bahwa : a. Laju peningkatan volume pendaratan ikan lebih tinggi dari pada laju peningkatan penangkapan dan ini berarti fungsi dan peran pelabuhan perikanan sebagai sentra produksi semakin nyata. b.
Laju peningkatan volume pendaratan ikan lebih tinggi dari laju frekuensi kunjungan kapal berarti usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan lebih efisien.
11
c.
Laju peningkatan volume penyaluran es lebih tinggi dari pada voleme pendaratan yang berarti meningkatnya kesadaran akan mutu ikan segar yang harus dipertahankan. Manfaat diadakannya pelelangan ikan di TPI antara lain adalah:
a. Perolehan harga baik bagi nelayan secara tunai dan tidak memberatkan konsumen. b. Adanya pemusatan ikatan-ikatan yang bersifat monopoli terhadap nelayan.
2.3
Fungsi dan Peranan Pemerintah Pembangunan dan penyediaan fasilitas prasarana perikanan dan dalam hal
ini Pelabuhan Perikanan yang dibangun oleh Pemerintah cq. Direktorat Jenderal Perikanan dalam menunjang perkembangan kegiatan penangkapan ikan di laut adalah sesuai dengan amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 41 yang isinya sebagai berikut : a.
Pemerintah menyelenggarakan dan membina pelabuhan perikanan.
b.
Menteri menetapkan: 1.
Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional.
2.
Klasifikasi pelabuhan perikanan dan suatu tempat yang merupakan bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan.
3.
Persyaratan dan atau standart teknis dan akreditasi kompetensi dalam perencanaan, pembangunan, operasional, pembinaan dan pengawasan pelabuhan perikanan.
4.
Wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan, dan pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh Pemerintah.
c.
Setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan harus mendaratkan ikan tangkapannya di pelabuhan perikanan yang ditetapkan.
d.
Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan yang tidak melakukan bongkar muat ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud
12
pada ayat d. dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin atau pencabutan izin. Sedangkan menurut Penjelasan atas UU RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada Pasal 41 tersebut di atas adalah sebagai berikut :
Ayat (1) :
Dalam rangka pengembangan perikanan, Pemerintah membangun dan membina pelabuhan perikanan yang berfungsi, antara lain sebagai tempat tambat labuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan, tempat pemasaran dan distribusi ikan, tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan, tempat pengumpulan data tangkapan, tempat pelaksanaan penyuluhan serta pengembangan masyarakat nelayan, dan tempat untuk memperlancar kegiatan operaional kapal perikanan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “bongkar muat ikan” adalah termasuk juga pendaratan ikan. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1995), bahwa fungsi dari pelabuhan perikanan adalah sebagai berikut : a.
Pusat pengembangan masyarakat nelayan; Sebagai pusat pengembangan dan sentra kegiatan masyarakat nelayan, Pelabuhan Perikanan diarahkan dapat mengakomodir kegiatan nelayan baik nelayan setempat maupun nelayan pendatang.
b.
Tempat berlabuh kapal perikanan; Pelabuhan Perikanan yang dibangun sebagai tempat berlabuh (landing) dan tambat/merapat (mouring) kapalkapal perikanan, berlabuh/ merapatnya kapal perikanan tersebut dapat melakukan berbagai kegiatan misalnya untuk mendaratkan ikan (unloading), memuat perbekalan (loading), istirahat (berthing), perbaikan apung (floating repair) dan naik dock (docking). Sehingga sarana atau fasilitas pokok pelabuhan perikanan seperti dermaga bongkar, dermaga muat, dock/slipway menjadi kebutuhan utama untuk mendukung aktivitas berlabuhnya kapal perikanan tersebut.
c.
Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan; Sebagai tempat pendaratan ikan hasil tangkap (unloading activities) Pelabuhan Perikanan selain memiliki fasilitas dermaga bongkar dan lantai dermaga (apron) yang cukup memadai,
13
untuk menjamin penanganan ikan (fish handling) yang baik dan bersih didukung pula oleh sarana / fasilitas sanitasi dan wadah pengangkat ikan (basket). d.
Tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan; Pelabuhan Perikanan dipersiapkan untuk mengakomodir kegiatan kapal perikanan, baik kapal perikanan tradisional maupun kapal motor besar serta untuk kepentingan pengurusan administrasi persiapan ke laut dan bongkar ikan, pemasaran / pelelangan dan pengolahan ikan hasil tangkap.
e.
Pusat penanganan dan pengolahan mutu hasil perikanan.
f.
Prinsip penanganan dan pengolahan produk hasil perikanan adalah bersih, cepat dan dingin (clean, quick and cold). Untuk memenuhi prinsip tersebut setiap Pelabuhan Perikanan harus melengkapi fasilitas–fasilitasnya seperti fasilitas penyimpanan (cold storage) dan sarana / fasilitas sanitasi dan hygien, yang berada di kawasan Industri dalam lingkungan kerja Pelabuhan Perikanan.
g.
Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan.
h.
Dalam menjalankan fungsi, Pangkalan Pendaratan Ikan dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI), pasar ikan (fish market) untuk menampung dan mendistribusikan hasil penangkapan baik yang dibawa melalui laut maupun jalan darat.
i.
Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan; Pengendalian mutu hasil perikanan dimulai pada saat penangkapan sampai kedatangan konsumen. Pelabuhan Perikanan sebagai pusat kegiatan perikanan tangkap selayaknya dilengkapai unit pengawasan mutu hasil perikanan seperti laboratorium pembinaan dan pengujian mutu hasil perikanan (LPPMHP) dan
perangkat
pendukungnya,
agar
nelayan
dalam
melaksanakan
kegiatannya lebih terarah dan terkontrol mutu produk yang dihasilkan. j.
Pusat penyuluhan dan pengumpulan data.
k.
Untuk meningkatkan produktivitas, nelayan memerlukan bimbingan dan penyuluhan, baik secara tehnis maupun managemen usaha yang efektif dan efisien.
Sebaliknya
untuk
membuat
langkah
kebijaksanaan
dalam
14
pembinaan masyarakat nelayan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, selain data primer yang didapat melalui penelitian, maka data sekunder juga diperlukan. Untuk itu, maka didalam kawasan Pelabuhan Perikanan juga bisa digunakan untuk penyuluhan dan pengumpulan data. l.
Pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan; Pelabuhan Perikanan sebagai basis pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya ikan. Kegiatan pengawasan tersebut dilakukan dengan pemeriksaan spesifikasi teknis alat tangkap dan kapal perikanan, ABK, dokumen kapal ikan dan hasil tangkapan. Sedangkan kegiatan pengawasan di laut, Pelabuhan Perikanan dapat dilengkapi dengan pos/pangkalan bagi para petugas pengawas yang akan melakukan pengawasan di laut.
2.4
Nelayan Nelayan menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 adalah orang yang
mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut. Wahyuningsih (1997) nelayan dapat dibagi tiga jika dilihat dari sudut pemilikan modal, yaitu: a.
Nelayan juragan, Nelayan ini merupakan nelayan pemilik perahu dan alat penangkap ikan yang mampu mengubah para pelayan pekerja sebagai pembantu dalam usahanya menangkap ikan di laut. Nelayan jurgan ada tiga macam
yaitu nelayan juragan laut, nelayan juragan darat
yang
mengendalikan usahanya dari daratan, dan orang yang memiliki perahu, alat penangkap ikan dan uang tetapi bukan nelayan asli, yang disebut tauke (toke) atau cakong. b.
Nelayan pekerja, yaitu nelayan yang tidak memiliki alat produksi dan modal, tetapi memiliki tenaga yang dijual kepada nelayan juragan untuk membantu usaha penangkapan ikan di laut.
15
c.
Nelayan pemilik, Merupakan nelayan yang kurang mampu, nelayan ini hanya mempunyai perahu kecil untuk keperluan dirinya sendiri dan alat penangkap ikan sederhana, karena itu disebut nelayan perorangan. Berdasarkan teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan,
orientasi
pasar
dan
karakteristik
hubungan
produksi,
Satria
(2002)
menggolongkan nelayan ke dalam empat kelompok yaitu: 1.
Peasant-fisher atau nelayan tradisional yang biasanya bersifat subsistem, menggunakan alat tangkap yang masih tradisional seperti dayung, sampan yang tidak bermotor dan hanya melibatkan anggota keluarganya sendiri sebagai tenaga kerja utama.
2.
Post-peason fisher, Dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju atau modren. Meski masih beroperasi di wilayah pesisir, tetapi daya jelajahnya lebih luas dan memiliki surplus untuk diperdagangkan di pasar.
3.
Commersial-fisher, yakni nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan keuntungan. Skala usahanya telah besar, yang dicirikan dengan banyaknya jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dan membutuhkan keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat tangkapannya.
4.
Industrial-fisher, yang memiliki ciri-ciri : 1) diorganisasi dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan agro industri di negara maju; 2) lebih padat modal; 3) memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari pada perikanan sederhana; dan 4) menghasilkan produk ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor. Nelayan berskala besar ini umumnya memiliki organisasi kerja yang kompleks dan benar-benar berorientasi pada keuntungan.
2.5
Kesejahteraan Nelayan Undang-undang No. 11 Tahun 2009, kesejahteraan sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Kesejahteraan rakyat diamati dari berbagai aspek yang spesifik,
16
yaitu kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, pengeluaran rumah tangga, perumahan, dan aspek sosial ekonomi lainnya. Hasil-hasil studi tentang tingkat kesejahteraan hidup dikalangan masyarakat nelayan, telah menunjukkan bahwa kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi atau ketimpangan pendapatan merupakan persoalan krusial yang dihadapi nelayan dan tidak mudah untuk diatasi. Sumber daya perikanan merupakan salah satu aspek yang sangat potensial bagi masyarakat khususnya nelayan, namun pada kenyataanya masih banyak nelayan yang masih belum dapat meningkatkan hasil tangkapannya, sehingga tingkat pendapatan nelayan tidak meningkat. Masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dan berprofesi sebagai nelayan merupakan salah satu kelompok maysarakat yang melakukan aktivitas usaha dengan mendapat sumber pengahasilan dari kegiatan nelayan itu sendiri. Banyaknya tangkapan tercemin pula pendapatan yang tinggi dan pendapatan tersebut sebagian besar digunakan untuk konsumsi keluarga. Dengan demikian tingkat konsumsi keluarga dan kebutuhan minimum sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterimanya. Tabel 1. Keluarga Sejahtera Berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 2005 No
Komponen
Kualitas/Kriteria
Jumlah
Skor
Kebutuhan I
MAKANAN DAN MINUMAN 1. Beras Sedang
Sedang
10 kg
2
Sedang
0.75 kg
2
b. Ikan Segar
Baik
1.2 kg
3
c. Telur Ayam
Telur ayam ras
1 kg
2
Baik
4.5 kg
3
4. Susu bubuk
Sedang
0.9 kg
2
5. Gula pasir
Sedang
3 kg
2
6. Minyak goreng
Curah
2 kg
2
7. Sayuran
Baik
7.2 kg
3
2. Sumber Protein : a. Daging
3. Kacang-kacangan : tempe/tahu
17
Tabel 1. Keluarga Sejahtera Berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 2005 No
Komponen
Kualitas/Kriteria
Jumlah
Skor
Kebutuhan 8. Buah-buahan (setara
Baik
7.5 kg
3
Sedang
3 kg
2
Celup/Sachet
4 Dus isi 25
2
pisang/pepaya) 9. Karbohidrat lain (setara tepung terigu) 10. Teh atau Kopi
= 75 gr 11. Bumbu-bumbuan
Nilai 1 s/d 10
15%
2
12. Celana panjang/ Rok
Katun/sedang
6/12 potong
2
13. Kemeja lengan pendek/blouse
Setara katun
6/12 potong
2
14. Kaos oblong/ BH
Sedang
6/12 potong
2
15. Celana dalam
Sedang
6/12 potong
2
16. Sarung/kain panjang
Sedang
1/12 helai
2
Kulit sintetis
2/12 pasang
2
Karet
2/12 pasang
2
100cm x 60 cm
2/12 potong
2
Sajadah, mukena
1/12 paket
2
21. Sewa kamar
Sederhana
1 bulan
2
22.Dipan/ tempat tidur
No.3 polos
1/48 buah
2
23. Kasur dan Bantal
Busa
1/48 buah
2
24. Sprei dan sarung bantal
Katun
2/12 set
2
25. Meja dan kursi
1 meja/4 kursi
1/48 set
2
26. Lemari pakaian
Kayu sedang
1/48 buah
2
27. Sapu
Ijuk sedang
2/12 buah
2
JUMLAH II
SANDANG
17. Sepatu 18. Sandal jepit 19. Handuk mandi 20. Perlengkapan ibadah JUMLAH III
PERUMAHAN
28. Perlengkapan makan
18
Tabel 1. Keluarga Sejahtera Berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 2005 No
Komponen
Kualitas/Kriteria
Jumlah
Skor
Kebutuhan a. Piring makan
Polos
3/12 buah
2
b. Gelas minum
Polos
3/12 buah
2
c. Sendok garpu
Sedang
3/12 pasang
2
29. Ceret aluminium
Ukuran 25 cm
1/24 buah
2
30. Wajan aluminium
Ukuran 32 cm
1/24 buah
2
31. Panci aluminium
Ukuran 32 cm
2/12 buah
2
Alumunium
1/12 buah
2
16 sumbu
1/24 buah
2
34. Minyak tanah
Eceran
10 liter
2
35. Ember plastic
Isi 20 liter
2/12 buah
2
36. Listrik
450 watt
1 bulan
2
25 watt/15 watt
6/12 (3/12)
2
32. Sendok masak 33. Kompor minyak tanah
37. Bola lampu pijar/neon
buah 38. Air Bersih
Standar PAM
2 meter
2
kubik 39. Sabun cuci IV
Cream/deterjen
1.5 kg
2
Tabloid/4 band
4 buah/
2
PENDIDIKAN 40. Bacaan/radio
(1/48) JUMLAH V
KESEHATAN 41. Sarana Kesehatan a. Pasta gigi
80 gram
1 tube
2
b. Sabun mandi
80 gram
2 buah
2
c. Sikat gigi
Produk lokal
3/12 buah
2
d. Shampo
Produk lokal
1 botol 100
2
ml e. Pembalut atau alat cukur
Isi 10
1 dus/set
2
19
Tabel 1. Keluarga Sejahtera Berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 2005 No
Komponen
Kualitas/Kriteria
Jumlah
Skor
Kebutuhan 42. Obat anti nyamuk 43. Potong rambut
Bakar
3 dus
2
Di tukang
6/12 kali
2
Angkutan umum
30 hari (PP)
2
Daerah sekitar
2/12 kali
2
cukur/salon JUMLAH VI
TRANSPORTASI 44. Transportasi kerja dan lainnya JUMLAH
VII REKREASI DAN TABUNGAN 45. Rekreasi 46. Tabungan
(2% dari nilai 1
s/d 45) Kriteria untuk masing-masing klasifikasi adalah sebagai berikut: 1. Tingkat kesejahteraan tinggi : nilai skor 132-165. 2. Tingkat kesejahteraan layak : nilai skor 110-131. 3. Tingkat kesejahteraan tidak layak : nilai skor < 89.
2.6
Pelayanan Jasa Pelayanan menurut Lovelock didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang
menciptakan dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dan tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut. Sedangkan pengertian pelayanan menurut Kotler yaitu setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Pelayanan dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kinerja yang menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima. Sehingga pelayanan itu sendiri
20
memiliki nilai tersendiri bagi pelanggan dalam hubungannya dengan menciptakan nilai-nilai pelanggan. Christian Gronroos (1992) mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu : 1. Menjaga dan memperhatikan , bahwa pelanggan akan merasakan karyawan dan sistem opersional yang ada dapat menyelesaikan problem mereka. 2. Spontanitas,
dimana
karyawan
menunjukkan
keinginan
untuk
menyelesaikan masalah pelanggan. 3. Penyelesaian masalah, karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan harus memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas berdasarkan standar yang ada, termasuk pelatihan yang diberikan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik. 4. Perbaikan, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus mempunyai personel yang dapat menyiapkan usah-usaha khusus untuk mengatasi kondisi tersebut.
2.7
Harga Jual Harga jual adalah sejumlah kompensasi (uang ataupun barang) yang
dibutuhkan untuk
mendapatkan sejumlah kombinasi
barang atau
jasa.
Perusahaan/seseorang selalu menetapkan harga produknya dengan harapan produk tersebut laku terjual dan boleh memperoleh laba yang maksimal. Hansen dan Mowen (2001) mendefinisikan “harga jual adalah jumlah moneter yang dibebankan oleh suatu unit usaha kepada pembeli atau pelanggan atas barang atau jasa yang dijual atau diserahkan”. Menurut Mulyadi (2001) “pada prinsipnya harga jual harus dapat menutupi biaya penuh ditambah dengan laba yang wajar. Harga jual sama dengan biaya produksi ditambah mark-up”. Harga jual adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan/seseorang untuk memproduksi suatu barang atau jasa ditambah dengan persentase laba yang diinginkan perusahaan/seseorang, karena itu untuk mencapai laba yang diinginkan oleh perusahaan/seseorang salah satu cara yang dilakukan untuk menarik minat
21
konsumen adalah dengan cara menentukan harga yang tepat untuk produk yang terjual. Harga yang tepat adalah harga yang sesuai dengan kualitas produk suatu barang dan harga tersebut dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.