BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori Teori yang kuat diperlukan sebagai dasar analisis dalam melakukan sebuah
penelitian. Teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
2.1.1 Teori Atribusi Kajian tentang atribusi pada awalnya dilakukan oleh Heider tahun 1958. Teori atribusi berkembang dari tulisannya yang berjudul ‘’Native Theory of Action” yaitu kerangka kerja konseptual yang digunakan orang untuk menafsirkan, menjelaskan, dan meramalkan tingkah laku seseorang. Menurut Heider (1958), setiap individu pada dasarnya adalah seorang ilmuwan semu (pseudo scientist) yang berusaha untuk mengerti tingkah laku orang lain dengan mengumpulkan dan memadukan potongan-potongan informasi sampai mereka tiba pada sebuah penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab orang lain bertingkah laku tertentu. Atribusi dapat dibedakan sebagai berikut. 1) Atribusi Internal Perilaku seseorang timbul karena disebabkan oleh faktor-faktor internal seperti sikap, sifat-sofat tertentu, ataupun aspek-aspek internal yang lain.
9
2) Atribusi Eksternal Perilaku seseorang timbul karena disebabkan oleh keadaaan atau lingkungan di luar diri orang yang bersangkutan (Sarwono, 1999).
2.1.2 Sifat Machiavellian Sifat Machiavellian diperkenalkan oleh seorang ahli filsuf politik dari Italia bernama Niccolo Machiavelli. Machiavelli menganggap individu sebagai makhluk otonom yang tidak sepenuhnya terikat oleh norma-norma dan konvensi (McGuire, 2006). Nama Machiavelli kemudian diasosiasikan dengan hal yang buruk untuk menghalalkan cara dalam mencapai tujuan. Sifat Machiavellian merupakan suatu keyakinan atau persepsi yang diyakini tentang hubungan antar personal. Persepsi ini akan membentuk suatu kepribadian yang mendasari perilaku dalam berhubungan dengan orang lain. Sifat Machiavellian mempunyai kecenderungan yang negatif yaitu menunjukkan cara yang tidak etis dengan memanipulasi orang lain untuk mencapai tujuan. Di sisi lain, Machiavellian bersifat adaptif dalam artian bahwa meskipun mereka sering melanggar norma, akan tetapi mereka memanipulasi untuk menyajikan hasil yang terbaik (Czibor dan Bereczkei, 2012). Machiavellian tidak hanya berlaku pada tingkat manajemen puncak, melainkan untuk sebagian besar karyawan yang bekerja dalam organisasi (Kessler dkk., 2010). Individu yang memiliki sifat Machiavellian pada umumnya kurang bijaksana dan cenderung egois (Ozler, 2010).
10
Kepribadian machivellian adalah kepribadian yang memiliki komitmen ideologi dan moralitas yang rendah. Chrismastuti dan Purnamasari (2004) menyatakan bahwa individu dengan sifat Machiavellian tinggi cenderung lebih sering berbohong. Individu dengan sifat machiavellian tinggi akan lebih mungkin melakukan tindakan yang tidak etis dibandingkan individu dengan sifat Machiavellian rendah. Jones dan Kavanagh (1996) dan Richmond (2003) menemukan individu dengan sifat machiavellian tinggi akan lebih mungkin melakukan tindakan yang tidak etis dibandingkan individu dengan sifat Machiavellian renda Bagi profesi analis kepribadian Machiavellian merupakan hal yang menjadi ancaman bagi pihak bank. Hal ini karena profesi analis dituntut untuk mempunyai tanggung jawab etis yang lebih daripada tanggung jawab lainnya.
2.1.3 Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter (1966) seorang ahli teori pembelajaran social (Saleh, 2012). Locus of control merupakan kendali individu atas pekerjaan dan kepercayaan mereka terhadap keberhasilan diri. Locus of control merupakan suatu konstruk kepribadian yang menilai bagaimana individu mencapai kesuksesan ataupun kegagalan (Hans, 2000). Ciri pembawaan internal locus of control adalah mereka percaya bahwa hasil dari suatu aktivitas sangat tergantung pada usaha dan kerja keras orang itu
11
sendiri. Sedangkan orang dengan eksternal locus of control percaya bahwa kejadian dalam hidupnya berada diluar kontrolnya dan mereka yakin bahwa apa yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti takdir, keberuntungan, nasib dan peluang. Individu yang mempunyai sifat locus of control eksternal akan cenderung untuk melakukan tindakan manipulatif, dibandingkan dengan individu yang mempunyai sifat locus of control internal (Kurnia, 2002: 24). Oleh karena itu, auditor dengan eksternal locus of control lebih besar kemungkinan untuk memenuhi permintaan klien (Muawanah dan Indriantoro, 2001). Locus of control terbagi menjadi dua yaitu : 1) Individu dengan locus of control internal Seseorang yang memiliki locus of control internal cenderung menganggap bahwa keterampilan (skill), kemampuan (ability), dan usaha (effort) lebih menentukan apa yang mereka peroleh. 2) Individu dengan locus of control eksternal Seseorang yang memiliki Locus of control eksternal cenderung menganggap bahwa hidup mereka ditentukan oleh kekuatan dari luar diri mereka seperti nasib, takdir, keberuntungan, dan orang lain yang berkuasa.
2.1.4 Pengertian Profesionalisme Kalbers dan Fogarty (1995:72) dalam Wahyudi dan Aida (2006) menyatakan bahwa profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa
12
kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Mintz dan Messier, et al (2005:53) menyebutkan bahwa profesionalisme mengacu pada perilaku, tujuan, atau kualitas yang memberi karakteristik atau menandai suatu profesi atau orang yang profesional. Hardjana (2002:20) memberikan pengertian bahwa profesional adalah orang yang menjalani profesi sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Dalam hal ini ia dipercaya dan dapat diandalkan dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga dapat berjalan dengan lancar,baik dan mendatangkan hasil yang diharapkan. Tangkilisan
dalam
Ariani
(2010)
menjelaskan
bahwa
ukuran
profesionalisme diukur melalui keahlian yang dimiliki oleh seseorang yang sesuai dengan kebutuhan tugas yang dibebankan organisasi kepada seseorang. Alasan pentingnya kecocokan atau kesesuain antara disiplin ilmu atau keahlian yang dimiliki seseorang adalah karena jika keahlian yang dimiliki tidak sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya, maka itu berdampak pada ketidakefektifan organisasi. Menurut Hall dalam Lekatompessy (2003) profesionalisme berkaitan dengan dua aspek penting yaitu aspek struktural dan sikap. Aspek struktural yang karakteristiknya merupakan bagian dari pembentukan sekolah pelatihan, pembentukan asosiasi profesional dan pembentukan kode etik. Sedangkan aspek sikap berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme. Lima dimensi profesionalisme yang dikemukakan oleh Hall, antara lain :
13
1) Dedikasi terhadap profesi Dedikasi terhadap profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan
pengetahuan
dan
kecakapan
yang
dimiliki.
Tetap
melaksanakan profesinya meskipun imabalan eksentriknya berkurang. Sikap ini berkaitan dengan ekspresi dari pencurahan diri secara keseluruhan terhadap pekejaan dan sudah merupakan suatu komitmen yang kuat. 2) Kewajiban sosial Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional adanya pekerjaan tersebut. 3) Otonomi Sikap otonomi merupakan suatu pandangan seorang profesional yang harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain. Adanya intervensi yang datang dari luar dianggap sebagai hambatan yang dapat mengganggu otonomi profesional. Banyak orang menginginkan pekerjaan yang memberikan mereka hak, dan kewajiban istimewa untuk membuat keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian akan timbul melalui kebebasan yang diperoleh. 4) Keyakinan terhadap peraturan profesi Sikap ini merupakan keyakinan bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompeten dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. 5) Hubungan dengan sesama profesi
14
Para profesional menggunakan ikatan profesi sebagai acuan termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi, para profesional dapat mengembangkan profesinya.
2.1.5 Sistem Pengendalian Internal Sistem pengendalian internal adalah suatu sistem usaha yang dilakukan perusahaan yang terdiri dari struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran untuk menjaga dan mengarahkan jalan perusahaan agar bergerak sesuai dengan tujuan dan program perusahaan dan mendorong efisiensi serta dipatuhinya kebijakan manajemen. Sistem pengendalian internal yang handal dan efektif dapat memberikan informasi yang tepat bagi manajer maupun dewan direksi yang bagus untuk mengambil keputusan maupun kebijakan yang tepat untuk pencapaian tujuan perusahaan yang lebih efektif pula.
2.1.5.1 Tujuan Sistem Pengendalian Internal Menurut Mulyadi (2001) tujuan sistem pengendalian internal akuntansi adalah sebagai berikut. 1) Menjaga kekayaan perusahaan a. Penggunaan kekayaan perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah diterapkan.
15
b. Pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan dengan kekayaan yang sesungguhnya ada. 2) Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi a. Pelaksanaan transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan. b.
Pencatatan transaksi yang telah terjadi dalam catatan akuntansi
2.1.5.2 Struktur Pengendalian Internal Menurut Mulyadi dan Puradireja (2002), struktur pengendalian internal terdiri dari lima komponen yang meliputi: 1) Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran personel organisasi tentang pengendalian. 2) Penaksiran Risiko Penaksiran risiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi, analisis dan pengelolaan risiko entitas yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. 3) Informasi dan Komunikasi Komunikasi mencakup penyampaian informasi kepada semua personel yang terlibat dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas mereka berkaitan dengan pekerjaan orang lain, baik yang berada di dalam maupun di luar organisasi.
16
4) Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen dilaksanakan. 5) Pemantauan atau Pemonitoran Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu.
2.1.6 Kredit 2.1.6.1 Pengertian Kredit Kredit berasal dari kata credere yang artinya kepercayaan. Setiap pelaku ekonomi yang diberikan fasilitas kredit adalah orang yang dipercaya oleh kreditur. Kondisi ini setelah melalui proses penilaian atas beberapa aspek seperti kemauan, motivasi, dan kemampuan. Pemahaman ini perlu menjadi suatu perhatian karena kepercayaan yang diberikan oleh kreditur kepada debitur merupakan prestasi tersendiri. UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan menyebutkan bahwa “kredit adalah penyediaan uang atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan jangka waktu dan pemberian bunganya”.
17
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa dalam pemberian kredit terdapat beberapa hal yaitu pihak yang memberikan pinjaman dana disebut kreditur, dan pihak yang menerima pinjaman dana disebut debitur, penyediaan dana, perjanjian kredit, batas waktu kredit, suku bunga yang dipersyaratkan, serta risiko bagi kreditur sebagai akibat dari sejumlah penerimaan dana pada masa yang akan dating yang dihadapkan pada ketidakpastian.
2.1.6.2 Prinsip Pemberian Kredit Dalam hal pemberian kredit pihak bank harus mengedepankan pelaksanaan prinsip kehati-hatian (prudential). Prinsip ini merupakan suatu cara melakukan penelaahan yang mendalam terhadap kondisi calon debitur yang meliputi analisis terhadap character, capacity, capital, collateral, dan condition of economic. Kasmir (2002) menjelaskan sebagai berikut : 1) Character Adalah sifat atau watak seseorang dalam hal ini adalah calon debitur. Tujuan analisis ini adalah untuk memberikan keyakinan kepada pihak bank bahwa sifat atau watak dari calon debitur dapat benar-benar dipercaya. Keyakinan ini tercermin dari latar belakang calon debitur, baik latar belakang usaha yang dikelola maupun kehidupan pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup, keadaan keluarga, hobi dan status sosial. Karakter merupakan ukuran untuk menilai kemampuan calon debitur untuk mengembalikan fasilitas yang telah
18
diterima. Pribadi dengan karakter yang baik akan berusaha untuk mengembalikan fasilitas kredit yang telah diterima dengan cara yang wajar. 2) Capacity Tujuannya
adalah
untuk
melihat
kemampuan
calon
debitur
dalam
menyelesaikan fasilitas kredit yang dikaitkan dengan kemampuan mengelola usaha dalam menghasilkan keutungan. Sehingga pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam melunasi seluruh kewajiban sehubungan dengan penerimaan fasilitas kredit. 3) Capital Dalam pemberian fasilitas kredit, kreditur menutut agar calon debitur menyediakan sejumlah dana sebagai modal sendiri untuk membiayai suatu proyek atau aktifitas usaha. Dengan penyediaan dana sendiri berarti calon debitur akan merasa memiliki proyek atau usaha yang akan dibiayai sehingga muncul tanggung jawab untuk mengelola dengan baik. Dengan penyediaan dana sendiri, bank dapat mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki oleh calon debitur terhadap usaha atau proyek yang akan dibiayai. 4) Collateral Merupakan jaminan yang diberikan oleh calon debitur, baik yang bersifat fisik maupun yang tidak. Jaminan hendaknya melebihi jumlah atau nilai fasilitas kredit yang akan diberikan. Jaminan yang diterima kreditur harus dilihat aspek legalitasnya, sehingga bila terjadi suatu masalah jaminan dapat dengan mudah dicairkan. Fungsi jaminan merupakan jalan kelaur terhadap fasilitas kredit yang diberikan artinya jaminan kredit akan dicairkan bila berbagai cara untuk
19
penyelesaian kredit tidak berhasil dilakukan maka pencairan jaminan merupakan jalan keluar terakhir yang tidak bisa dihindari. 5) Condition of Economic Dalam menilai pemberian fasilitas kredit hendaknya juga menilai kondisi ekonomi sekarang dan yang akan dating sesuai dengan sektor yang akan dibiayai. Dalam kondisi ekonomi yang kurang stabil sebaiknya pemberian fasilitas kredit untuk sektor tertentu tidak diberika terlebih dahulu dan kalaupun diberikan sebaiknya memperhatikan prospek usaha di masa yang akan datang.
2.2
Pembahasan Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Hasibuan (2003) di Bank
Bumiputera Cabang Medan terhadap seluruh file debitur yang memperoleh fasilitas kredit modal kerja selama tahun 2001 sampai dengan 2002. Metode statistik yang dipergunakan untuk menganalisis pengaruh akuntansi terhadap persetujuan pemberian fasilitas kredit modal kerja, demikian juga pengaruhnya terhadap tingkat kolektibilitas kredit modal kerja adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian menyatakan bahwa informasi akuntansi dan bukan akuntansi tidak memberikan signifikansi linier terhadap persetujuan pemberian kredit modal kerja. Tetapi informasi ini berpengaruh terhadap tingkat kolektibilitas kredit modal kerja.
20
Handayani (2004) melakukan penelitian tentang pengaruh informasi akuntansi dan bukan akuntansi terhadap persetujuan kredit yasa griya pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Kantor Cabang Medan. Variabel yang digunakan adalah current ratio, cash ratio, debt to equity ratio, current liabilities to networth, sales margin, net operating margin, return on investment, return on equity, jaminan, porsi pembiayaan, calon konsumen, umur perusahaan, dan reputasi bisnis. Menghasilkan keputusan informasi akuntansi dan bukan akuntansi secara simultan berpengaruh terhadap persetujuan kredit yasa griya. Dan secara parsial tidak terdapat diantara variabel informasi akuntansi yang berpengaruh terhadap keputusan yasa griya sedangkan variabel informasi bukan akuntansi yang berpengaruh terhadap persetujuan kredit yasa griya adalah porsi pembiayaan dan calon konsumen. Karo-Karo (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh informasi akuntansi dan informasi bukan akuntansi terhadap pengambilan keputusan kredit pada PT. Bank Sumut Cabang Imam Bonjol Medan. Variabel yang digunakan adalah current ratio, quick ratio, return on investment, return on equity, net profit margin, dan debt to asset ratio, rasio pinjaman. Menghasilkan keputusan secara simultan informasi akuntansi dan informasi bukan akuntansi tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan kredit. Dan secara parsial hanya variabel net profit margin yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan kredit. Corzine dkk. (1999) meneliti sifat Machiavellian pada US bankers. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bankers di AS memiliki rasio Machiavellian yang relatif rendah. Bankers yang memiliki skor Machiavellian tinggi cenderung tidak
21
merasakan kepuasan kerja, karena mereka merasa telah mencapai tingkat karir yang tinggi dibandingkan bankers yang memiliki skor Machiavellian lebih rendah. Bankers dengan skala Machiavellian tinggi pada umumnya merasa bahwa peraturan perbankan yang ketat akan membatasi kemampuan perusahaan untuk maju. Sifat Machiavellian juga diteliti oleh Setiawan dan Mutmainah (2011) mengenai bentuk perilaku profesional akuntan publik. Hasil penelitiannya menemukan bahwa sifat Machiavellian memiliki pengaruh positif terhadap perilaku disfungsional. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi sifat Machiavellian, maka perilaku disfungsional juga tinggi. Purnamasari (2006) menyatakan bahwa sifat Machiavellian berhubungan negatif dengan independensi dan perilaku etis artinya individu yang memiliki sifat Machiavellian tinggi akan cenderung lebih menyetujui penyimpangan terhadap independensi dan cenderung berperilaku tidak etis. Chrismatuti dan Purnamasari (2004) juga menyatakan bahwa sifat Machiavellian mempunyai pengaruh yang relatif kecil terhadap sikap etis. Nadirsyah dan Zuhra (2009), Petronila dan Irawati (2006) dan Hidayat (2012) menemukan bahwa locus of control berpengaruh terhadap penerimaan penyimpangan perilaku. Individu harus mempunyai kesatuan LoC yang baik untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik karena hal tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menghindari perilaku disfungsional. Hidayat dan Handayani (2010) menyimpulkan bahwa interaksi antara locus of control dengan pertimbangan etis mempengaruhi perilaku dalam situasi konflik audit. Penelitian Kurnia (2002) juga menunjukkan bahwa locus of control akan berinteraksi dengan
22
desain organisasional dalam mempengaruhi keinginan individu untuk berperilaku manifulatif. Hasil penelitian yang bertentangan pada hasil penelitian Purnomo dan Lestari (2010) menyebutkan bahwa locus of control tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja UMKM. Tidak terdukungnya hipotesis pada penelitian diindikasikan karena mereka tidak memisahkan dua dimensi locus of control sehingga terjadi kekacauan dalam pengukuran dan pengujian anteseden dan konsekuennya. Gustati (2012) menyimpulkan bahwa secara simultan, locus of control internal dan locus of control eksternal berpengaruh signifikan terhadap penerimaan perilaku disfungsional. Individu harus mempunyai kesatuan locus of control yang baik untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik. Karena hal ini dapat berpengaruh secara signifikan dalam menghindari perilaku disfungsional dalam audit.
23