BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2009 pasal 1 angka 1 “Kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan definisi pajak dalam Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapakan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
2.1.2
Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011;7) dalam pemungutan pajak yang terhutang dikenal beberapa sistem pemungutan pajak yaitu:
8
1) Official Assesment System Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku . 2) Self Assesment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku . 3) With Holding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.1.3
Pajak Penghasilan
2.1.3a
Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Mardiasmo (2011;135) Pajak Penghasilan (PPh)
adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.
9
2.1.3b
Subjek Pajak Penghasilan 1) Subjek PPh meliputi; a. Orang Pribadi b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. c. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi,
koperasi,
dana
pensiun,
persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga, bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif. d. Bentuk Usaha Tetap. 2) Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi: A. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari: a. Subjek Pajak orang pribadi, yaitu: i.
Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
10
ii.
Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subjek Pajak badan, yaitu: Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: i.
Pembentukannya
berdasarkan
ketentuan
peraturan perundang-undangan. ii.
Pembiayaannya
bersumber
dari
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. iii.
Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
iv.
Pembukuannya
diperiksa
oleh
aparat
pengawasan fungsional negara. c. Subjek Pajak warisan, yaitu: Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. B. Subjek Pajak luar negeri yang terdiri dari: a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat 11
kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di
Indonesia,
yang
dapat
menerima
atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek Pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek Pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.
12
2.1.3c
Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan
Yang tidak termasuk subjek pajak penghasilan adalah 1) Kantor perwakilan negara asing 2) Pejabat pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabatpejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersamasama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik 3) Organisasi-oragnisasi Internasional dengan syarat : a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat: a) Bukan warga Negara Indonesia b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
13
2.1.3d Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik Indonesia,
yang yang
berasal
dari Indonesia maupun
dapat dipakai
untuk
konsumsi
dari atau
luar untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
1)
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2)
Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3)
Laba usaha;
4)
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a) Keuntungan
karena
pengalihan
harta
kepada
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; b) Keuntungan pemegang
karena saham,
14
pengalihan sekutu,
atau
harta anggota
kepada yang
diperoleh
perseroan,
persekutuan,
dan
badan
lainnya; c) Keuntungan peleburan,
karena
likuidasi,
pemekaran,
penggabungan,
pemecahan,
pengambil
alihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; d) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat
pendidikan,
dan
badan
keagamaan,
badan
badan
sosial
termasuk
yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan
sepanjang
Peraturan
tidak ada
Menteri
hubungan
Keuangan,
dengan
usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan e) Keuntungan
karena
penjualan
atau
pengalihan
sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
5)
Penerimaan
kembali
pembayaran
pajak
yang
telah
dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
15
6)
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
7)
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8)
Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9)
Sewa
dan
penghasilan
lain
sehubungan
dengan
penggunaan harta; 10)
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11)
Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12)
Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13)
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14)
Premi asuransi
15)
Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16)
Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17)
Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18)
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
16
19)
2.1.3e
Surplus Bank Indonesia.
Objek Pph Bersifat Final:
1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; 2) Penghasilan berupa hadiah undian; 3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan
penyertaan
modal
pada
perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; 4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan 5) Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
2.1.3f Dikecualikan Dari Objek Pajak
1)
a.
Bantuan
atau
sumbangan,
termasuk
zakat
yang
diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, dan yang
17
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
b.
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi,
menjalankan
usaha
ketentuannya
diatur
atau
orang
mikro
pribadi
yang
kecil,
yang
dan
dengan
atau
berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
2) Warisan; 3) Harta
termasuk
setoran
tunai
yang
diterima
oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
18
5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; 6) Dividen
atau
bagian
laba
yang
diterima
atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal
pada
badan
usaha
yang
didirikan
dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan b) Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
7) Iuran
yang
diterima
atau
diperoleh
dana
pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 8) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 9) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
19
persekutuan,
perkumpulan,
firma,
dan
kongsi,
termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 10)
Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
11)
Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
12)
Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
13)
Beasiswa
yang
memenuhi
persyaratan
tertentu
yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 14)
Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya,
yang
ditanamkan
kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 15)
Bantuan
atau
santunan
yang
dibayarkan
oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu,
20
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.1.4
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurangan terhadap penghasilan neto orang pribadi atau perseorangan sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak yang menjadi objek Pajak Penghasilan yang harus dibayar Wajib Pajak. (Stiti Resmi,2013:96). 1) Besarnya PTKP setahun menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 162/PMK.011/2012: a. Rp. 24.300.000,00 untuk Wajib Pajak orang pribadi. b. Rp. 2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin. c. Rp. 24.300.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dengan syarat: i.
Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang PPh pasal 21, dan
ii.
Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain.
21
d.
Rp 2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang).
2.1.5
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Penghasilan Kena Pajak adalah penghasilan Wajib Pajak yang menjadi dasar untuk menghitung Pajak Penghasilan. Penghasilan Kena Pajak didapat dengan menghitung penghasilan bruto dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Apabila dalam menghitung penghasilan kena pajak, penghasilan bruto
setelah dikurangi dengan biaya
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan didapat kerugian,
kerugian
tersebut
dikompensasi
mulai
dengan
penghasilan tahun pajak berikutnya sampai dengan berturut-turut lima tahun.
2.1.6
Pajak Penghasilan Pasal 21 PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang di lakukan oleh orang pribadi, subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
22
1. Pemotong PPh Pasal 21 Adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban
untuk
melakukan
pemotongan
pajak
atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UndangUndang Pajak Penghasilan. Yang termasuk pemotong pajak PPh Pasal 21 adalah: a) Pemberi kerja Yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; b) Bendahara atau pemegang kas pemerintah, Termasuk bendahara atau pemegang kas pada pemerintah
pusat
termasuk
institusi
TNI/POLRI,
pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan kedutaan besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
23
c) Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; d) Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar : i.
Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
ii.
Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan
kegiatan
dan
jasa
yang
dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri; iii.
Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
e) Penyelenggara kegiatan, Termasuk badan pemerintah, organisasi
yang
bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak
24
orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. 2. Tidak Termasuk Sebagai Pemberi Kerja Yang Mempunyai Kewajiban Untuk Melakukan Pemotongan Pajak adalah: a) Kantor perwakilan negara asing; b) Organisasi-organisasi internasional sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan; c) Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan
orang
pribadi
untuk
melakukan
pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
3. Wajib Pajak Pph Pasal 21 A. Pegawai; B. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya; C. Bukan
pegawai
yang
menerima
atau
memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi: a) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
25
b) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi,pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara,
kru
film,
peragawan/peragawati,
pemain
foto
model,
drama,
penari,
pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; c) Olahragawan; d) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; e) Pengarang, peneliti, dan penerjemah; f) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; g) Agen iklan; h) Pengawas atau pengelola proyek; i) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; j) Petugas penjaja barang dagangan; k) Petugas dinas luar asuransi l) Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya; D. Peserta
kegiatan
yang
menerima
atau
memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:
26
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan,atau kunjungan kerja c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; e. Peserta kegiatan lainnya.
4. Tidak Termasuk Wajib Pajak Pph Pasal 21 A. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaan nya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama. B. Pejabat perwakilan organisasi internasional, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
27
5. Objek Pph Pasal 21 A. Penghasilan yang dipotong pph pasal 21 :
a) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur, b) Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya c) Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis, d) Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan, e) Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama
dan
dalam
bentuk
apapun
sebagai
imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan, f) Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah
28
atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. g) Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :
i.
Bukan wajib pajak
ii.
Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final
iii.
Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus.
B. Penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh pasal 21
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
29
penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja. d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. e. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan
6. Biaya Jabatan Dan Biaya Pensiun Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan pajak penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp. 6.000.000 setahun atau Rp. 500.000 sebulan. Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan pajak penghasilan bagi pensiunan ditetapkan sebesar 5% dari
30
penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 2.400.000 setahun atau Rp. 200.000 sebulan. 7. Tarif Pajak Dan Penerapannya I.
Tarif Pajak a) Wajib pajak orang pribadi dalam negeri Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Tarif Pajak Orang Pribadi Lapisan Penghasailan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000
5%
Diatas Rp. 50.000.000 sampai dengan
15%
Rp. 250.000.000 Diatas Rp. 250.000.000 sampai dengan
25%
Rp. 500.000.000 Diatas Rp. 500.000.000
30%
b) Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas Pengasilan Kena Pajak dari : i.
Bagi pegawai tetap : Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap adalah sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP.
31
Sedangkan
Penghasilan
neto
dihitung
seluruh
penghasilan bruto dikurangi dengan : a. Biaya jabatan b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai
kepada
dana
pensiun
yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari
tua
atau
dipersamakan
jaminan
dengan
dana
hari
tua
yang
pensiun
yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut :
PPh Pasal 21 = (Penghasilan netto - PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh = (Penghasil bruto – Biaya Jabatan – iuran pensiun dan iuran THT/JHT yang dibayar sendiri – PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh
8.
Tarif Pemotongan Pph Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan Yang Tidak Mempunyai Npwp Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP. Artinya jumlah PPh pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah PPh pasal 21 yang seharusnya
32
dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP. Pemotongan PPh Pasal 21 seperti ini hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak final.
9. Saat Terutang Saat terutang PPh Pasal 21 dibagi menjadi 2 yaitu, bagi penerima penghasilan dan pemotongan penghasilan. Bagi penerima penghasilan adalah pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan, sedangkan bagi pemotong PPh Pasal 21 adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan bersangkutan.
2.1.7
Pajak Penghasilan Pasal 23
1. Pengertian
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
33
2. Pemotong PPh Pasal 23:
a.
Badan pemerintah;
b.
Subjek pajak badan dalam negeri;
c.
Penyelenggaraan kegiatan;
d.
Bentuk Usaha Tetap (BUT);
e.
Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
f.
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
3. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
a) WP dalam negeri; b) BUT
4. Tarif dan Objek PPh Pasal 23
A. 15% dari jumlah bruto atas: a. Dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti; b. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21. B. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan. C. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
34
D. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu: a. Jasa penilai; b. Jasa aktuaris; c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; d. Jasa perancang; e. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT; f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas; g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; i. Jasa penebangan hutan j. Jasa pengolahan limbah k. Jasa penyedia tenaga kerja l. Jasa perantara dan/atau keagenan; m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan KPEI; n. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara; p. Jasa mixing film;
35
q. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi s. Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi t. Jasa maklon u. Jasa penyelidikan dan keamanan; v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; w. Jasa pengepakan; x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi; y. Jasa pembasmian hama; z. Jasa kebersihan atau cleaning service; aa. Jasa katering atau tata boga.
Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.
36
2.1.8
Pajak Penghasilan Pasal 26
1. Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong
atas
penghasilan
yang
bersumber
dari
Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
2. Pemotong PPh Pasal 26
a. Badan Pemerintah; b. Subjek Pajak dalam negeri; c. Penyelenggara Kegiatan; d. BUT; e. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
3. Tarif dan Objek PPh Pasal 26
A. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri berupa untuk penghasilan berupa : a. Dividen; b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
37
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; e. Hadiah dan penghargaan f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya. g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau h. Keuntungan karena pembebasan utang. B. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto untuk penghasilan berupa : a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri. C. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia; D. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. E. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
38
2.1.9
Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2
1. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah dan/atau Bangunan
Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002; b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 sebagaimana
telah
diubah
dengan
Keputusan
Menteri
Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002; c. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./ 2002; d. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./ 1996
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan (PPh) dengan tarif:
PPh (Final)
= 10% x Bruto
2. Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan Wajib Dibayar Pajak Penghasilan (Pph).
39
1) Pembayar atau Penyetor PPh
a. Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; b. Bendahara Pemerintah atau Pejabat yang melakukan pembayaran atau menyetujui tukar-menukar.
2) Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
A. Wajib Pajak Orang Pribadi, yayasan atau organisasi sejenis dan Wajib Pajak Badan baik merupakan usaha pokok maupun diluar usaha pokok yang mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan membayar PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan, kecuali: a. dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan; b. dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang, adalah nilai menurut risalah lelang.
Dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, PPh Final 5% dipotong oleh Bendahara Pemerintah atau pejabat yang berwenang. NJOP adalah NJOP menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), atau dalam hal SPPT belum
40
terbit,
adalah
NJOP
menurut
SPPT
tahun
sebelumnya.
Apabila tanah dan atau bangunan belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak, maka NJOP yang dipakai adalah NJOP menurut surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat.
Pph final = 5% X penghasailan bruto
3. Usaha Jasa Konstruksi 1) Pengertian
A. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan konstruksi; B. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. C. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
41
D. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
pelaksanaan
jasa
konstruksi
yang
mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build). E. Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
pengawasan
jasa
konstruksi,
yang
mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserah terimakan; F. Pengguna jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi; G. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa kontruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi maupun subsubnya; H. Nilai kontrak jasa konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam suatu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan;
42
2)
Subjek pajak
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha di bidang jasa konstruksi.
3)
Tarif
Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima
penghasilan
dari
jasa
konstruksi
dikenakan
Pajak
Penghasilan sebagai berikut :
Tabel 2.2 Tarif Pajak Atas Jasa Kontruksi
Bentuk pekerjaan
Klasifikasi usaha
Tarif
Sifat
Pelaksanaan kontruksi
Kecil
2%
Final
Pelaksanaan kontruksi
Menengah, besar
3%
Final
Pelaksanaan kontruksi
Tidak
4%
Final
4%
Final
6%
Final
memiliki
KLU Perencanaan atau Pengawasan Memiliki KLU Kontruksi Perencanaan atau Pengawasan Tidak Kontruksi
Memiliki
KLU
43