BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Perspektif/Paradigma Kajian Setiap penelitian memerlukan paradigma teori dan model teori sebagai
dasar dalam menyusun kerangka pemikiran. Paradigma ibarat sebuah jendela tempat seseorang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya. Sebagian orang menyatakan paradigma (paradigm) sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Namun, secara umum paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana peneliti melihat realita, bagaimana mempelajari fenomena, cara-cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan (Chariri, 2009: 120). Dalam pandangan filsafat, paradigma merupakan pandangan awal yang membedakan, memperjelas, dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Hal ini membawa konsekuensi praktis terhadap perilaku, cara berpikir, intepretasi, dan kebijakan dalam pemilihan masalah. Paradigma memberi representasi dasar yang sederhana dari informasi pandangan yang kompleks sehingga orang dapat memilih untuk bersikap atau mengambil keputusan. Menurut Thomas Kuhn paradigma dipergunakan dalam dua arti yang berbeda yakni paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik, dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota masyarakat tertentu. Di sisi lain paradigma juga berarti menunjukkan pada sejenis unsur dalam konstelasi itu, pemecahan teka-teki yang konkrit, yang jika digunakan sebagai model atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan teka-teki sains yang normal yang masih tertinggal (Kuhn, 2002: 180). Thomas Kuhn (2002: 103) juga mengeksplisitkan bahwa perubahan paradigma dapat menyebabkan perbedaan dalam memandang realitas alam semesta. Realitas dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu, kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Denzin dan Lincoln (1994: 107) paradigma dipandang sebagai seperangkat keyakinan-keyakinan dasar (basic believes)yang berhubungan dengan yang pokok atau prinsip. Paradigma adalah representasi yang menggambarkan tentang alam semesta (world). Sifat alam semesta adalah tempat individu-individu berada di dalamnya, dan ada jarak hubungan yang mungkin pada alam semesta dengan bagian-bagiannya. Paradigma menurut Guba dan Lincoln (1994) dalam Hidayat (2004), mengajukan
tipologi
yang
mencakup
empat
paradigma:
positivisme,
postpositivisme, kritikal, dan konstruktivisme. Dikemukakan oleh Guba, bahwa setiap
paradigma
membawa
implikasi
metodologi
masing-masing
(http://www.scribd.com/doc/15252080/Paradigma-Konstruktivisme-ParadigmaKritikal diakses pada 30 Desember 2015 pukul 12.30 WIB). Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Paradigma konstruktivisme memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi karenanya,
konsentrasi
analisis pada paradigma
konstruktivisme
adalah
menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri. Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti. Paradigma konstruktivisme berbasis pada pemikiran umum tentang teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivisme. Littlejohn mengatakan bahwa paradigma konstruktivisme berlandaskan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya (Wibowo, 2011: 27). Sesuai dengan metodologi penelitian ini yakni penelitian kualitatif, maka dalam
penelitian
ini
peneliti
menggunakan
paradigma
konstruktivisme.
Universitas Sumatera Utara
Konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekannya. Asumsi ontologism pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu, realita juga dianggap sebagai konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks, dan waktu (Kriyantono, 2008: 51). Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilator yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksikan realitas sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti. Konstruktivisme (constructivism) mempunyai dampak yang luas sekali di bidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari George Kelly (Budyatna & Ganiem, 2011: 221) mengenai konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya menurut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya. Perbedaan-perbedaan yang dipersepsikan tidaklah alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan di dalam sistem kognitif individu. Kompleksitas kognitif memainkan peranan yang penting di dalam komunikasi. Konsep-konsep antarpribadi terutama penting karena konsep-konsep tersebut mengarahkan bagaimana kita memahami orang lain. Para individu berbeda dalam kompleksitas dengan mana mereka memandang individu lainnya. Bila seorang individu sederhana dalam arti kognitif, individu tersebut cenderung
Universitas Sumatera Utara
melakukan stereotip kepada orang lain, sedangkan bila individu lebih memiliki perbedaan secara kognitif, maka individu tersebut akan melakukan perbedaanperbedaan secara halus dan lebih sensitif. Secara umum, kompleksitas kognitif mengarah kepada pemahaman yang lebih besar mengenai pandangan-pandangan orang lain dan kemampuan yang lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam arti dapat memahami orang lain. Konstruktivisme
pada
dasarnya
merupakan
teori
pilihan
strategi
atau
strategychoicetheory. Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan mengklasifikasikannya
yang berkenaan
dengan
kategori-kategori
strategi
(Budyatna & Ganiem, 2011: 225).
2.2.
Kerangka Teori Fungsi teori dalam riset adalah membantu periset menerangkan fenomena
sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatian. Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Kriyantono, 2006: 45). Sebelum peneliti melakukan penelitian, hendaknya mengetahui teori-teori apa saja yang digunakan dalam menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah:
2.2.1. Komunikasi Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama makna. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Selain itu, kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community) yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas adalah sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas.
Universitas Sumatera Utara
Berbicara mengenai definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar maupun salah. Seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya mengevaluasinya.
untuk
menjelaskan
Beberapa
definisi
fenomena
yang
mungkin
terlalu
didefinisikan sempit,
dan
misalnya
“komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik”, atau lebih luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih” (Mulyana, 2007: 46). Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi satu dengan yang lainnya, yang pada gilirannya akan tiba saling pengertian yang dalam. Dari definisi ini juga dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses pertukaran pesan antar komunikan dan komunikator di mana menciptakan suatu kesepahaman bersama. (Roger dkk dalam Cangara, 2007:20).Komunikasi adalah istilah yang begitu populer di zaman sekarang ini. Manusia modern disuguhkan dengan pesan-pesan komunikasi dari berbagai jurusan, baik secara terang-terangan, halus, verbal maupun nonverbal. Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses mengubah perilaku orang lain atau communication is the process to modify the behavior of other individual (Effendy, 2007: 10). Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan menyampaikan dan penerimaan pesan dari pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan. Hal ini berarti bahwa komunikasi juga dipandang sebagai sebuah konsekuensi dari hubungan sosial (social relation). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain secara otomatis akan menimbulkan interaksi sosial (social interaction). Istilah komunikasi ini juga dapat dipandang dari segi pragmatisnya. Artinya bahwa komunikasi dalam arti pragmatis mengandung tujuan tertentu ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media massa seperti: surat kabar, radio, televisi, atau film, maupun media non masssa seperti: surat, poster, spanduk, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam pengertian ini bersifat intensional (intentional) dan
Universitas Sumatera Utara
mengandung tujuan dan tentunya terlebih dahulu harus dilakukan dengan sebuah perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang akan dikomunikasikan dari komunikator kepada komunikan dan pada komunikan yang
dijadikan
sasaran.
Intinya
bahwa
komunikasi
merupakan
proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain secara langsung untuk memberi tahu, merubah sikap, pendapat atau perilaku, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media.
2.2.2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi Berdasarkan pengertian yang ada, komunikasi dipandang tidak hanya sekedarmengelola suatu informasi tertentu. Fungsi komunikan bukan hanya menyampaikan berita untuk informasi saja, tetapi juga mendidik dan mempengaruhi agar khalayak melakukan suatu kegiatan tertentu, dan menghibur khalayak. Oleh sebab itulah, maka pengelolaan suatu informasi harus benar-benar terarah berdasarkan fungsi komunikasi tersebut. (Effendy, 2007: 31). Menyampaikan informasi (to inform) mengandung pengertian memberikan informasi kepada khalayak atau masyarakat. Hal ini dikarenakan perilaku menerima informasi merupakan perilaku ilmiah masyarakat. Ketika menerima informasi, masyarakat sejatinya akan merasa aman karena informasi merupakan sebuah kebutuhan dalam kehidupan ini. Mendidik (to educate)merupakan kegiatan komunikasi kepada masyarakat dengan memberikan berbagai informasi agar masyarakat menjadi lebih baik dan lebih maju khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Dalam arti luas, kegiatan mendidik ini artinya memberikan informasi yang dapat menambah kemajuan masyarakat dalam tataan komunikasi massa. Sedangkan kegiatan mendidik dalam arti sempit memberikan informasi dalam tatanan komunikasi kelompok pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas, dan lain sebagainya. Mempengaruhi
(to
persuade)merupakankegiatan
yang
memberikan
berbagai informasi kepada masyarakat di mana komunikasi sekaligus dijadikan sebagai sarana untuk mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang diharapkan berubah ke arah perubahan sikap dan perubahan perilaku sesuai dengan yang
Universitas Sumatera Utara
diharapkan oleh komunikator. Contohnya: dapat mempengaruhi khalayak melalui komunikasi dalam pemilihan umum (kampanye), propaganda dan lainnya. Menghibur (to entertain) merupakan salah satu bentuk kegiatan memberikan informasi kepada masyarakat atas ketidaktahuan mereka dan juga menjadi hiburan masyarakat. Contohnya: media-media yang menyediakan space khusus untuk hiburan melalui kegiatan dan pemanfaatan komunikasi tentunya”. Dari berbagai tujuan komunikasi tadi tentu saja komunikasi yang telah dijelaskan dapat dilihat juga berfungsi dalam hal perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change), dan perubahan perilaku (behavior change).
2.2.3. Strategi Komunikasi Manusia tidak menyadari bahwa setiap hari manusia selalu membuat “strategi”. Strategi tersebut digunakan kepada pihak lawan atau mitra kerja. Semua aktivitas yang berhubungan dengan komunikasi sudah tentu tidak asal jadi. Komunikasi
manusia
harus
direncanakan,
diorganisasikan,
dan
ditumbuhkembangkan agar menjadi komunikasi yang lebih berkualitas. Salah satu langkah
terpenting
dalam
berkomunikasi
adalah
menetapkan
“strategi
komunikasi”. Dalam banyak kasus, komunikasi manusia yang disebut sebagai strategi komunikasi yang baik adalah strategi yang dapat menetapkan atau menempatkan posisi seseorang secara tepat dalam komunikasi dengan lawan komunikasinya sehingga dapat mencapai tujuan komunikasi yang telah ditetapkan (Liliweri, 2011: 238). Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) dalam mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi (Effendy, 2005: 32). Kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani klasik, yaitu “stratos” yang artinya tentara dan kata “agein” yang berarti memimpin. Dengan demikian, strategi dimaksudkan adalah memimpin tentara. Lalu muncul kata “strategos”
Universitas Sumatera Utara
yang artinya pemimpin tentara pada tingkat atas. Jadi, strategi adalah konsep militer yang bisa diartikan sebagai seni perang para jenderal (the art of general), atau suatu rancangan yang terbaik untuk memenangkan peperangan. Dalam strategi ada prinsip yang harus dicamkan, yakni “tidak ada sesuatu yang berarti dari segalanya kecuali mengetahui apa yang akan dikerjakan oleh musuh, sebelum mereka mengerjakannya”. Strategi menghasilkan gagasan dan konsepsi yang dikembangkan oleh para praktisi. Oleh karena itu, para pakar strategi tidak saja lahir dari kalangan yang memilki latar belakang militer tapi juga dari profesi lain. Dalam menangani masalah komunikasi, para perencana dihadapkan pada sejumlah persoalan, terutama dalam kaitannya dengan strategi penggunaan sumber daya komunikasi yang tersedia untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Pemilihan strategi merupakan langkah krusial yang memerlukan penanganan secara hati-hati dalam perencanaan komunikasi, sebab pemilihan strategi salah atau keliru maka hasil yang diperoleh bisa fatal, terutama kerugian dari segi waktu, materi, dan tenaga (Cangara, 2013: 61). Berdasarkan hal yang dikemukakan oleh R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya Techniques for Effective Communication, menyatakan bahwayang menjadi tujuan sentral strategi komunikasi meliputi: to secure understanding, to establish acceptance, dan to motivate action. Artinya bahwa dalam kegiatan komunikasi seorang komunikator harus memastikan komunikan mengerti pesan yang diterimanya, setelah itu dibina dan didorong untuk melakukan sesuatu baik mengubah ataupun melanjutkan apa yang diinginkan komunikator (Effendy, 2005: 32). Kata strategos bermakna sebagai (Liliweri, 2011: 240): 1.
Keputusan untuk melakukan suatu tindakan dalam jangka panjang dengan segala akibatnya.
2.
Penentuan tingkat kerentanan posisi kita dengan posisi para pesaing (ilmu perang dan bisnis).
3.
Pemanfaatan sumber daya dan penyebaran informasi yang relatif terbatas terhadap kemungkinan penyadapan informasi oleh para pesaing.
4.
Penggunaan fasilitas komunikasi untuk penyebaran informasi yang menguntungkan berdasarkan analisis geografis dan topografis.
Universitas Sumatera Utara
5.
Penemuan titik-titik kesamaan dan perbedaan penggunaan sumber daya dalam pasar informasi.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari strategi komunikasi adalah (Liliweri, 2011: 240): 1.
Strategi yang mengartikulasikan, menjelaskan, dan mempromosikan suatu visi komunikasi dan satuan tujuan komunikasi dalam suatu rumusan yang baik.
2.
Strategi untuk menciptakan komunikasi yang konsisten, komunikasi yang dilakukan berdasarkan satu pilihan (keputusan) dari beberapa opsi komunikasi.
3.
Strategi berbeda dengan taktik, strategi komunikasi menjelaskan tahapan konkret dalam rangkaian aktivitas komunikasi yang berbasis pada satuan teknik bagi pengimplementasian tujuan komunikasi. Adapun taktik adalah satu pilihan tindakan komunikasi tertentu berdasarkan strategi yang telah ditetapkan sebelumnya.
4.
Tujuan akhir komunikasi, strategi berperan memfasilitasi perubahan perilaku untuk mencapai tujuan komunikasi manajemen.
Ketika membayangkan strategi komunikasi, maka ada tujuan yang ingin dicapai dan jenis materiil apa saja yang dipandang dapat memberikan kontribusi bagi tercapainya tujuan ini. Khusus untuk setiap tujuan tertentu yang berkaitan dengan aktivitas, maka tujuan komunikasi menjadi sangat penting karena meliputi, announcing, motivating, educating, informing, and supporting decision making (Liliweri, 2011: 248-249): 1.
Memberitahu (Announcing) Tujuan pertama dari strategi komunikasi adalah announcing, yaitu pemberitahuan tentang kapasitas dan kualitas informasi (one of the first goals of your communications strategy is to announce the availability of information on quality). Oleh karena itu, informasi yang akan dipromosikan sedapat mungkin berkaitan dengan informasi utama dari seluruh informasi yang sedemikian penting.
Universitas Sumatera Utara
2.
Motivasi (Motivating) Memotivasi artinya informasi yang diberikan untuk sasaran dapat memberikan akses cepat kepada hal-hal yang berhubungan dengan yang akan disampaikan. Informasi yang diberikan harus dipersiapkan matangmatang dan menggunakan beberapa media agar sasaran mendapatkan informasi yang jelas.
3.
Mendidik (Educating) Tiap informasi yang diberikan kepada sasaran harus bersifat mendidik. Misalnya, informasi tentang tips-tips penting yang sebelumnya belum diketahui oleh komunikan.
4.
Menyebarkan Informasi (Informating) Salah satu tujuan strategi komunikasi adalah menyebarkan informasi kepada masyarakat atau audiens yang menjadi sasaran. Diusahakan agar informasi yang disebarkan ini merupakan informasi yang spesifik dan aktual, sehingga dapat digunakan konsumen. Apalagi jika informasi ini tidak saja sekedar pemberitahuan, atau motivasi semata-mata tetapi juga mengandung unsur pendidikan atau disebut dengan strategy of informing.
5.
Mendukung Pembuatan Keputusan (Supporting Decision Making) Strategi komunikasi terakhir adalah strategi yang mendukung pembuatan keputusan. Dalam rangka pembuatan keputusan, maka informasi yang dikumpulkan, dikategorisasi, dan dianalisis sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan sebagai informasi utama bagi pembuatan keputusan.
Strategi komunikasi yang memadai baiknya untuk dijadikan pendukung strategi komunikasi ialah sesuai dengan formula yang dikemukakan Harold D. Lasswell (dalam Effendy, 1993: 301), yaitu mengandung: 1.
Who?
2.
Says What?
3.
In Which Channel?
4.
To Whom?
5.
With What Effect?
Universitas Sumatera Utara
Rumusan
Lasswell tersebut mengandung banyak pertautan yang
selanjutnya juga mempunyai teori-teori tersendiri. Sebagai contoh “persuation” yang merupakan kegiatan komunikasi yang mengharapkan “behavior change” meliputi berbagai teknik. Jika sudah tahu sifat-sifat komunikan, dan tahu pula efek apa yang akan dikehendaki dari mereka, memilih cara mana yang akan diambil untuk berkomunikasi sangatlah penting, karena ini ada kaitannya dengan media yang harus digunakan. 1.
Komunikasi tatap muka (face to face communication);
2.
Komunikasi bermedia (mediated communication).
Komunikasi tatap muka digunakan apabila komunikator mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) atau untuk komunikasi persuasif (Effendy, 1993: 300). Alasan utama mengapa para ahli komunikasi memfokuskan kepada strategi komunikasi ini dikarenakan strategi komunikasi dipandang memiliki fungsi ganda, baik secara makro (planned multimedia strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy) yakni menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, maupun instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal sekaligus menjembatani “kesenjangan budaya”. Oleh karena itu, keberadaan strategi komunikasi tidak terlepas dari suatu tujuan yang ingin dicapai. Hal ini ditujukan oleh suatu jaringan kerja yang membimbing tindakan yang akan dilakukan dan pada saat yang sama sehingga strategi akan mempengaruhi tindakan tersebut. Tindakan yang dibuat semata-mata sekedar untuk suatu taktik atau tanpa strategi dapat meningkat cepat namun sebaliknya dapat merosot kedalam masalah lain. Inilah pentingnya sebuah strategi untuk mencerminkan suatu pesan atau arahan visi yang ingin dicapai serta meminimalisir hambatan dalam berkomunikasi tentunya. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa strategi komunikasi yang dijalankan dalam sebuah kegiatan komunikasi tentu saja tidak akan terlepas dari hambatan-hambatan komunikasi. Hambatan-hambatan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1.
Hambatan Teknis
Universitas Sumatera Utara
2.
3.
Hambatan ini timbul karena lingkungan yang memberikan dampak pencegahan terhadap kelancaran pengiriman dan penerimaan pesan, dari sisi teknologi keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi akan semakin berkurang dengan adanya temuan baru di bidang teknologi komunikasi dan sistem informasi, sehingga saluran komunikasi dalam media komunikasi dapat diandalkan serta lebih efisien. Hambatan Semantik Hambatan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian atau ide secara efektif. Definisi semantik adalah studi atas pengertian yang diungkapkan lewat bahasa. Suatu pesan yang kurang jelas akan tetap menjadi tidak jelas bagaimanapun baiknya transmisi. Hambatan semantik dibagi menjadi 3 yaitu: a. Salah pengucapan kata atau istilah karena teralu cepat berbicara. b. Adanya perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang pengucapannya sama. Contohnya: beda daerah berbeda juga maknanya. c. Adanya pengertian konotatif atau perbedaan menafsirkan suatu makna yang menjadi kesepakatan bersama. Contohnya: semua setuju bahwa binatang anjing adalah binatang berbulu dan berkaki empat, sedangkan dalam makna konotatif banyak orang menganggap anjing sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat dan panjang ingatan. Untuk menghindari miss-komunikasi ini tentu saja seorang komunikator harus mampu memilih kata-kata yang tepat dan sesuai dengan karakteristik komunikannya, serta melihat dan mempertimbangkan kemungkinan penafsiran yang berbeda terhadap kata-kata yang digunakannya. Seperti pepatah yang mengatakan di mana tanah dipijak disitu tanah dijunjung. Hambatan Manusiawi Hambatan jenis manusiawi ini muncul dari masalah-masalah pribadi yang dihadapi orang-orang yang terlibat dalam komunikasi, baik komunikator maupun komunikan. Ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu: 1. Mendengar Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak informasi yang ada disekeliling kita, namun tidak semua kita dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar. 2. Mengabaikan informasi yang bertentangan dengan apa yang kita ketahui. 3. Menilai Sumber Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak kecil yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya. 4. Persepsi yang Berbeda Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan tidak sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan bisa menimbulkan pertengkaran diantara pengirim dan penerima pesan.
Universitas Sumatera Utara
5.
6.
7.
8.
Kata yang Berarti Lain Bagi Orang yang Berbeda Kita sering mendengar kata yang tidak sesuai dengan pengertian kita. Seseorang menyebut “datang sebentar lagi”, mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa berarti satu menit, lima menit, setengah jam, atau satu jam kemudian. Sinyal Nonverbal yang Tidak Konsisten Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi tidak melihat kepada lawan bicara, tetapi dengan aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi dengan kita mempengaruhi proses komunikasi yang berlangsung. Pengaruh Emosi Pengaruh emosi juga sangat berpengaruh dalam kelancaran komunikasi. Pada saat kondisi seseorang yang sedang marah akan kesulitan untuk menerima informasi. Apapun berita atau informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya dengan baik. Gangguan Gangguan ini bisa berupa suara bising pada saat kita berkomunikasi, jarak yang jauh, serta gangguan psikologis seseorang sebagai lawan bicara kita ketika berkomunikasi (http://www.academia.edu).
Ketika mengetahui hambatan tentu saja ada juga cara atau alternatif untuk mengurangi maupun mengatasi hambatan tersebut. Cara mengatasinya adalah sebagai berikut: 1. 2.
3.
Membuat suatu pesan secara berhati-hati, tentukan maksud dan tujuan komunikasi serta komunikan yang akan dituju. Meminimalkan gangguan dalam proses komunikasi, komunikator harus berusaha dapat membuat komunikan lebih mudah memusatkan perhatian pada pesan yang disampaikan sehingga penyampaian pesan dapat berlangsung tanpa gangguan yang berarti. Mempermudah upaya umpan balik antara si pengirim dan si penerima pesan. Hal ini berarti bahwa cara dan waktu penyampaian dalam komunikasi harus direncanakan dengan baik agar menghasilkan umpan balik dari komunikasi sesuai harapan (http://www.academia.edu).
2.2.4. Konflik Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupannya mereka tidak bisa hidup dan berkembang tanpa berhubungan dan bekerjasama dengan manusia lain. Salah satu cara terpenting untuk berhubungan dan bekerja sama dengan manusia lain adalah komunikasi. Kegiatan komunikasi tersebut dapat berlangsung baik itu dengan menggunakan media komunikasi maupun tanpa menggunakan sarana
Universitas Sumatera Utara
media yang dikenal dengan nama komunikasi antarpribadi atau interpersonal communication (Effendy, 1986: 9-10). Dalam menjalin hubungan dan kerjasama dengan orang lain seringkali terjadi ketidakserasian yang dipicu oleh berbagai hal. Konflik adalah salah satu bentuk ketidakserasian yang timbul saat melakukan hubungan dengan orang lain. Secara umum konflik biasanya terjadi karena adanya beberapa perbedaan persepsi atau ketidaksamaan alur pikir antara kedua belah pihak saat terlibat dalam hubungan interpersonal. Berkaitan dengan urusan konflik, komunikasi memiliki berbagai peran: (1) sebagai penjernih masalah di dalam hubungan yang tidak beres; (2) sebagai tempat mewujudkan konflik; dan (3) sebagai sesuatu yang netral. Dengan kata lain, tindakan seseorang di dalam berkomunikasi sering mengakibatkan timbulnya konflik. Selain itu, tindakan komunikasi juga merupakan pantulan dari adanya konflik serta usaha penanganannya (Chandra, 1992: 53). Selanjutnya, konflik memiliki banyak sekali makna atau definisi. Hal ini disebabkan karena banyaknya sudut pandang dan penafsiran yang berbeda-beda. Menurut Liliweri (2005: 249-250) yang dimaksud dengan konflik secara umum adalah: 1. Hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih yang memiliki atau merasa memiliki, sasaran-sasaran tertentu namun diliputi pemikiran, perasaan, atau perbuatan yang tidak sejalan. 2. Bentuk pertentangan yang bersifat fungsional, karena pertentangan semacam itu mendukung tujuan kelompok dan membaharui tampilan, namun disfungsional karena menghilangkan tampilan kelompok. 3. Bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok, karena mereka yang terlibat memiliki perbedaan sikap, kepercayaan, nilai atau kebutuhan. 4. Suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua pihak secara antagonis. 5. Proses mendapatkan monopoli ganjaran, kekuasaan, pemilikan, dengan menyingkirkan atau melemahkan para pesaing.
Universitas Sumatera Utara
Secara umum, konflik dapat terjadi karena berbagai macam sebab atau sumber, diantaranya: 1. Konflik Nilai Kebanyakan konflik terjadi karena perbedaan nilai. Nilai merupakan sesuatu
yang
menjadi
dasar,
pedoman,
tempat
setiap
manusia
menggantungkan pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang. 2. Kurangnya Komunikasi Konflik ini terjadi karena dua pihak kurang berkomunikasi. Kegagalan berkomunikasi karena dua pihak tidak menyampaikan pikiran, perasaan, dan tindakan sehingga membuka jarang perbedaan informasi diantara mereka yang dapat menyebabkan konflik. 3. Kepemimpinan yang Kurang Efektif atau Pengambilan Keputusan yang Tidak Adil Jenis konflik ini terjadi pada organisasi atau kehidupan bersama dalam komunitas dan masyarakat. 4. Ketidakcocokan Peran Konflik ini bisa terjadi di mana dan kapan saja, asal dalam sebuah organisasi. Ketidakcocokan peran itu terjadi karena dua pihak secara sangat berbeda mempersepsikan peran mereka masing-masing. 5. Produktivitas Rendah Konflik ini sering terjadi karena output dan outcome dari dua pihak atau lebih yang bekerja sama tidak atau kurang mendapat keuntungan. 6. Perubahan Keseimbangan Konflik ini terjadi karena perubahan keseimbangan yang dialami oleh dua pihak atau lebih. 7. Konflik yang Belum Terpecahkan Konflik ini terjadi karena ada konflik diantara dua pihak yang sebelumnya tidak dapat diselesaikan (Liliweri, 2005: 261-263).
Semua konflik memiliki kesamaan, baik yang terjadi di keluarga, sekolah, lingkungan agama, atau lingkungan bisnis. Indikator adanya kehadiran konflik adalah terdapatnya unsur-unsur di bawah ini (Chandra, 1992: 30):
Universitas Sumatera Utara
1. Adanya ketegangan yang diekspresikan. 2. Adanya sasaran/tujuan atau pemenuhan kebutuhan yang dilihat berbeda, yang dirasa berbeda, atau yang sesungguhnya bertentangan. 3. Kecilnya kemungkinan untuk pemenuhan kebutuhan yang dirasakan. 4. Adanya kemungkinan bahwa masing-masing pihak dapat menghalangi pihak lain dalam mencapai tujuannya. 5. Adanya saling ketergantungan.
2.2.5. Teori Dialektika Relasional Teori Dialektika Relasional (Relational Dialectics Theory) menyatakan bahwa hidup bercirikan ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan antara impulsimpuls yang kontradiktif. Selama beberapa tahun, Leslie Baxter dan beberapa orang rekannya mempelajari cara-cara yang kompleks mengenai bagaimana orang menggunakan komunikasi untuk mengelola atau mengatur kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan yang berpotensi mengganggu hubungan dengan orang lain pada waktu tertentu. Selama beberapa tahun, Baxter mempelajari gagasan Bakhtin mengenai dialog sebagai cara untuk dapat memahami lebih baik fluktuasi hubungan antara individu. Baxter menyusun teori yang dinamakannya “teori dialogis” (dialogical theory) berdasarkan berbagai konsep yang telah dikemukakan Bakhtin sebelumnya. Dengan kata lain, suatu hubungan didefinisikan atau ditentukan maknanya melalui suatu dialog di antara banyak suara. Namun pada saat yang sama, Baxter juga menjelaskan teorinya sebagai bersifat dialektis (dialectical), artinya bahwa suatu hubungan adalah tempat di mana berbagai pertentangan atau perdebatan pendapat (kontradiksi) dikelola atau diatur (Morissan, 2013: 309). Orang tidak selalu dapat menyelesaikan elemen-elemen kontradiktif dalam kepercayaan mereka, dan mereka memiliki kepercayaan yang tidak konsisten mengenai hubungan. Menurut Baxter, hubungan memiliki sifat yang dinamis, dan komunikasi pada dasarnya adalah upaya bagaimana orang mengelola persamaan dan perbedaan. Komunikasi juga menuntun kita untuk bersama-sama menuju kesamaan (similarity), namun komunikasi juga menciptakan, mempertahankan,
Universitas Sumatera Utara
dan mengelola berbagai perbedaan. Dengan menggunakan terminologi Bakhtin, komunikasi menciptakan berbagai kekuatan sentripental yang memberikan rasa keteraturan, sekaligus mengelola kekuatan sentrifugal yang mengarah pada perubahan.
Menurutnya,
gagasan
mengenai
hubungan
adalah
bersifat
multidimensional (Morissan, 2013: 311).
2.2.5.1. Asumsi Teori Dialektika Relasional Teori dialektika relasional memiliki asumsi pokok mengenai hidup berhubungan, yakni (West & Turner, 2008: 236-246): 1.
Hubungan Tidak Bersifat Linear Asumsi yang paling penting yang mendasari teori ini adalah pemikiran bahwa hubungan tidak terdiri atas fluktuasi yang terjadi antara keinginankeinginan yang kontradiktif.
2.
Hidup Berhubungan Ditandai dengan Adanya Perubahan Proses atau perubahan suatu hubungan merujuk pada pergerakan kuantitatif dan kualitatif. Sejalan dengan waktu dan kontraksi yang terjadi diseputar mana suatu hubungan dikelola.
3.
Kontradiksi
Merupakan
Fakta
Fundamental
dalam
Hidup
BerhubunganAsumsi yang ketiga menekankan bahwa kontradiksi atau ketegangan terjadi antara dua hal yang berlawanan tidak pernah hilang dan tidak pernah berhenti menciptakan ketegangan. Orang mengelola ketegangan dan oposisi ini dengan cara berbeda-beda tetapi kedua hal ini selalu ada dalam hidup berhubungan. 4.
Komunikasi Sangat Penting dalam Mengelola dan Menegosiasikan Kontradiksi-Kontradiksi dalam Hubungan Asumsi terakhir dari teori dialektika relasional berkaitan dengan komunikasi. Secara khusus teori ini memberikan posisi yang paling utama pada komunikasi. Sebagaimana yang telah diamati oleh Baxter dan Montgomery (1996), “dari perspektif dialektika relasi, aktor-aktor sosial memberikan kehidupan melalui praktek-praktek komunikasi mereka kepada kontradiksi-kontradiksi yang mengelola hubungan mereka”.
Universitas Sumatera Utara
Littlejhon dan Fross memberikan contoh, misalnya anda ingin menjadi orang yang sukses secara materi; punya rumah bagus, mobil bagus, dan seterusnya, tetapi anda memiliki nilai-nilai kemanusiaan dan lingkungan yang tinggi dalam diri anda yang membuat anda bertanya kembali mengenai tujuan awal anda tadi. Anda bertanya pada diri sendiri, “Apakah sebaiknya saya bekerja di kantor yang memberikan gaji besar, atau menjadi sukarelawan agar bisa membantu banyak orang yang hidupnya susah?” Situasi ini menimbulkan kontradiksi, dan kontradiksi ini menjadi hal yang serius karena anda menyadari bahwa untuk bisa mencapai tujuan kemanusiaan dan lingkungan (misalnya menolong orang miskin atau memperbaiki lingkungan hidup yang rusak) maka anda harus terlebih dahulu memperoleh kesuksesan materi (Morissan, 2013: 309310). Elemen-elemen berikut ini sangat mendasar dalam perspektif dialektis: Totalitas, Kontradiksi, Pergerakan, dan Praksis (Rawlins, 1992) dalam (West & Turner, 2008: 237) 1. Totalitas (Totality)menyatakan bahwa orang-orang dalam suatu hubungan saling tergantung. Ini berarti bahwa ketika sesuatu terjadi pada salah satu anggota dalam hubungan, maka anggota yang lain juga akan terpengaruh. 2. Kontradiksi (Contradiction)merujuk pada oposisi atau dua elemen yang bertentangan. Kontradiksi juga merupakan ciri utama dari pendekatan dialektika. Dialektika merupakan hasil dari oposisi-oposisi. 3. Pergerakan (Motion) merujuk pada sifat berproses dari hubungan dan perubahan yang terjadi pada hubungan itu seiring dengan berjalannya waktu. 4. Praksis (Praxis)berarti manusia adalah pembuat keputusan. Walaupun kita tidak sepenuhnya memiliki pilihan bebas dalam setiap kesempatan dan kita dibatasi oleh pilihan kita sebelumnya, oleh pilihan orang lain, dan oleh kondisi budaya dan sosial, kita tetap merupakan pengambil keputusan yang sadar sepenuhnya dan aktif. Non-linear yang dimaksud di sini adalah fluktuasi yang terjadi antara keinginan-keinginan yang kontradiktif.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Kerangka Pemikiran
KONFLIK
STRATEGI MERTUA
KOMUNIKASI
PEREMPUAN
MENANTU PEREMPUAN
PENYEBAB
Strategi Komunikasi
Konflik
Teori Dialektika Relasional
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara