9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Model Cooperative Learning 1.
Pengertian Model Cooperative Learning Model pembelajaran cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil yang memungkinkan siswa untuk saling bekerja sama agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal.Menurut Hosnan (2014: 235), cooperative learning merupakan suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih, dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Model pembelajaran cooperative learning adalah konsep yang lebih luas, meliputi semua jenis kerja kelompok, termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru (Suprijono, 2013: 4). Model pembelajaran cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama diantara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi produktivitas dan perolehan belajar (Etin Solihatin dalam Hosnan, 2014: 235).
10
Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran (Slavin, 2011:4). Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif berlangsung dalam interaksi saling percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok memberikan memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa siswa dengan tujuan agar siswa dapat bekerja sama dan saling membantu satu sama lain.
2.
Langkah-langkah Penerapan ModelCooperative Learning Menurut Hosnan (2014: 245), langkah-langkah pembelajaran cooperative learning dijelaskan dalam tabel berikut. Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran cooperative learning. Langkah
Indikator
Tingkah Laku Guru
Langkah 1.
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
Langkah 2.
Menyajikan informasi.
Guru menyajikan siswa.
informasi
kepada
11
Langkah 3.
Mengorganisasi kan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar. Membimbing kelompok belajar.
Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
Langkah 5.
Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Langkah 6.
Memberikan penghargaan.
Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
Langkah 4.
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok-kelompok belajar.
Adapun langkah-langkah cooperative learningyang dijelaskan oleh Stahl dan Slavin (dalam Solihatin & Raharjo, 2009) sebagai berikut. a) langkah pertama, yang dilakukan oleh guru adalah merancang program pembelajaran; b) langkah kedua, dalam aplikasi pembelajaran di kelas guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa dalam belajar secara bersama dalam kelompok-kelompok kecil; c) langkah ketiga, dalam melakukan observasi terhadap kegiataan siswa guru mengarahkan dan membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama kegiatan belajar berlangsung; d) langkah keempat, guru memberikan kesempatan kepada siswa dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya”. Berdasarkan paparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa langkahlangkah model pembelajaran kooperatif, diawali dengan penyampaian tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok belajar, evaluasi, dan terakhir guru memberikan penghargaan.
12
3.
Prinsip-prinsip Model Cooperative Learning Menurut Hamdayama (2014: 64), terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yakni sebagai berikut: a. Prinsip ketergantungan positif Untuk tercipta kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya.Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin diselesaikan manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugasnya. b. Tanggung jawab perseorangan Karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggota, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. c. Interaksi tatap muka Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. d. Partisipasi dan komunikasi Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi.Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak.
4.
Macam-macam Tipe ModelCooperative Learning Terdapat beberapa jenis model pembelajaran cooperative learning diantaranya adalah Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, Group Investigation, Two Stay Two Stray (TSTS), Team Game Tournament (TGT), Number Head Together (NHT), Think Pair Share (TPS), dan Snowball Throwing.
Terdapat beberapa model pembelajaran yang telah disebutkan di atas, peneliti memilih model cooperative learning tipe snowball throwing untuk
13
memperbaiki proses pembelajaran. Model ini menekankan pada keaktifan dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, siswa dituntut untuk berperan secara aktif, sehingga proses pembelajaran tidak lagi bersifat monoton dan hanya berpusat pada guru.
B. Model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing 1.
Pengertian Model Snowball Throwing Model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pendekatan kontekstual (CTL).Snowball throwing yang menurut asal katanya berarti „bola salju bergulir‟ dapat diartikan sebagai model pembelajaran dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran.Model snowball throwing ini memadukan pendekatan komunikatif, integratif, dan keterampilan proses. Model pembelajaran snowball throwing merupakan model pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan peserta didik untuk bekerja sama dengan sesama peserta didik. Hubungan kerja sama itu menimbulkan persepsi positif tentang apa yang dilakukan peserta didik untuk mencapai keberhasilan belajar. Snowball secara etimologi berarti bola salju, sedangkan throwing artinya melempar. Snowball throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju. Metode pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari
14
kertas, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Snowball throwing adalah suatu metode pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru, kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh (Arahman dalam Hamdayama, 2014: 158). Snowball throwing merupakan salah satu model pembelajaran aktif (active learning) yang dalam pelaksanaannya banyak melibatkan siswa (Bayor dalam Hamdayama, 2014: 158). Snowball Throwing adalah paradigma pembelajaran efektif yang merupakan rekomendasi UNESCO, yakni: belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be) (Depdiknas, 2001: 5). Sedangkan menurut Huda (2014)model pembelajaran snowball throwing melatih murid untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilemparlemparkan kepada murid lain. Murid yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model snowball throwing merupakan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada murid lain, murid yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya. Model ini bertujuan untuk membuat siswa lebih aktif dan kreatif, model ini menekankan siswa
15
untuk berfikir secara ilmiah dan mampu menyelesaikan setiap masalah dalam pembelajaran melalui situasi yang menyenangkan.
2.
Kelebihan dan Kekurangan Model Snowball Throwing a.
Menurut Hamdayama (2014: 161), kelebihan model snowball throwing adalah sebagai berikut: 1) Suasana pembelajaran menjadi menyenangkan karena siswa seperti bermain dengan melempar bola kertas kepada siswa lain. 2) Siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir karena diberi kesempatan untuk membuat soal dan diberikan pada siswa lain. 3) Membuat siswa siap dengan berbagai kemungkinan karena siswa tidak tahu soal yang dibuat temannya seperti apa. 4) Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. 5) Pendidik tidak terlalu repot membuat media karena siswa terjun langsung dalam praktik. 6) Pembelajaran menjadi lebih efektif. 7) Aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dapat tercapai.
b.
Sedangkan kekurangan model snowball throwing menurut Hamdayama (2014: 161), adalah sebagai berikut: 1) Sangat bergantung pada kemampuan siswa dalam memahami materi sehingga apa yang dikuasai siswa hanya sedikit. Hal ini dapat dilihat dari soal yang dibuat siswa biasanya hanya seputar materi yang sudah dijelaskan atau seperti contoh soal yang telah diberikan. 2) Ketua kelompok yang tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu menjadi penghambat bagi anggota lain untuk memahami materi sehingga diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk siswa mendiskusikan materi pelajaran. 3) Tidak ada kuis individu maupun penghargaan kelompok sehingga siswa saat berkelompok kurang termotivasi untuk bekerja sama tapi tidak menutup kemungkinan bagi guru untuk menambahkan pemberian kuis individu dan penghargaan kelompok. 4) Memerlukan waktu yang panjang. 5) Murid yang nakal cenderung untuk berbuat onar. 6) Kelas sering kali gaduh karena kelompok dibuat oleh murid.
16
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa snowball throwing adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang berupa permainan secara kelompok dan memiliki ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru, kemudian setiap kelompok membuat pertanyaan dan akan dilempar pada kelompok lain. Pada pembelajaran kooperatif, tipe Snowball Throwing ini, siswa melakukan kompetisi antar kelompok.Dengan adanya kompetisi ini, sekiranya dapat mendorong peserta didik untuk lebih bersemangat dalam belajar.
3.
Langkah-langkah Penerapan Snowball Throwing Menurut Huda (2014: 227) langkah-langkah model pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut: a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masingmasing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. c. Masing-masing ketua kelompok kembali kekelompoknya masingmasing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada teman sekelompoknya. d. Masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. e. Siswa membentuk kertas tersebut seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 5 menit. f. Setelah siswa mendapat satu bola, ia diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas tersebut secara bergantian. g. Guru mengevaluasi dan menutup pembelajaran. Sedangkan
menurut
Hamdayama
(2014:
160),
langkah-langkah
pelaksanaan snowball throwing adalah sebagai berikut: a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan, dan KD yang ingin dicapai. b. Guru membentuk siswaberkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
17
c. Masing-masing ketua kelompok kembali kekelompoknya masingmasing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. d. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. e. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 5 menit. f. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk seperti bola tersebut secara bergantian. g. Evaluasi h. Penutup Berdasarkan kajian di atas, peneliti menyimpulkan model snowball throwing (melempar bola) adalahjenis pembelajaran kooperatif yang didesain seperti permainan melempar bola, dimana dalam model ini anak diperintah untuk membuat soal pada selembar kertas, lalu membentuk kertas itu menjadi seperti bola, kemudian bola tersebut dilemparkan kepada temannya untuk dijawab. Model ini bertujuan untuk memancing kreativitas dalam membuat soal sekaligus menguji daya serap materi yang disampaikan oleh ketua kelompok. Adapun langkah-langkah model snowball throwing(modifikasi Hamdayama, 2014: 160) dalam penelitian iniyaitu 1) guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok (satu kelompok terdiri dari 4-5 orang), 2) guru memanggil ketua kelompok, untuk mengamati gambar dengan semua anggota kelompok, 3) ketua kelompok kembali kekelompoknya dan menjelaskan tugas yang diberikan oleh guru kepada teman sekelompoknya, 4) guru memberi masing-masing siswa satu lembar kertas untuk menuliskan pertanyaan yang dibuatnya dari hasil pengamatan pada gambar yang telah diberikan, 5) siswa membentuk kertas tersebut menjadi seperti bola dan dilemparkankepada teman dari kelompok lain selama ± 5 menit, 6)setelah
18
semua siswa mendapat satu bola kertas, siswa diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang tertulis pada kertas tersebut, 7) siswa mendiskusikan jawabannya dengan teman sekelompoknya, 8) siswa menyampaikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas, 9) siswa dari kelompok lain diberi kesempatan memberikan tanggapan, 10) siswa menyimpulkan hasil belajar yang telah dilakukan
C. Media Pembelajaran 1.
Pengertian Media Pembelajaran Kata “media” berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium”, yang secara harfiah berarti “perantara atau pengantar”. Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Menurut Hamiyah dan Jauhar (2014: 260), media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri siswa. Menurut Sanjaya (2014: 61), media pembelajaran adalah segala sesuatu seperti alat, lingkungan, dan segala bentuk kegiatan yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan, mengubah sikap atau menanamkan keteramoilan pada setiap orang yang memanfaatkannya. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara media dan media pembelajaran terletak pada pesan atau isi yang ingin disampaikan. Artinya alat apapun itu asal berisi tentang pesan-pesan pendidikan
termasuk
ke
dalam
media
pendidikan
atau
media
19
pembelajaran.Dan dapat kita ketahui bahwa media pembelajaran tidak terbatas pada alat saja seperti TV, radio CD, dan lain sebagainya, akan tetapi meliputi pemanfaatan lingkungan baik yang didesain atau tidak untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran digunakan untuk menambah pengetahuan, mengunah sikap atau digunakan untuk menanamkan keterampilan tertentu pada diri siswa.
2.
Fungsi Penggunaan Media Pembelajaran Menurut Sanjaya (2014: 73), media pembelajaran memiliki beberapa fungsi sebagi berikut: a. Fungsi komunikatif. Media pembelajaran digunakan untuk memudahkan komunikasi antara penyampai pesan dan penerima pesan. b. Fungsi motivasi. Pengembangan media pembelajaran tidak hanya mengandung unsur artistik saja akan tetapi juga memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran sehingga dapat lebih meningkatkan gairah siswa untuk belajar. c. Fungsi kebermaknaan. Melalui penggunaan media, pembelajaran akan lebih bermakna, yakni pembelajaran bukan hanya dapat meningkatkan penambahan informasi berupa data dan fakta sebagai pengembangan aspek kognitif tahap rendah, akan tetapi dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk menganalisis dan mencipta sebagai aspek kognitif tahap tinggi. d. Fungsi penyamaan persepsi. Melalui pemanfaatan media pembelajaran, diharapkan dapat menyamakan persepsi setiap siswa, sehingga setiap siswa memiliki pandangan yang sama terhadap informasi yang disuguhkan. e. Fungsi individualitas. Pemanfaatan media pembelajaran berfungsi untuk dapat melayani kebutuhan setiap individu yang memiliki minat dan gaya belajar yang berbeda. Berdasarkan
uraian
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa,
media
pembelajaran memiliki beberapa fungsi, yaitu: fungsi komunikatif, motivasi, penyamaan persepsi, dan individualitas.
20
3.
Jenis-jenis Media Pembelajaran Ada beberapa jenis media pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Menurut Sanjaya (2008: 213), terdapat beberapa jenis media pembelajaran yakni: 1) media grafis (visual diam), 2) media proyeksi, 3) media audio, dan 4) media komputer. Berdasarkan beberapa jenis media pembelajaran di atas, peneliti memilih media grafis sebagai media yang dapat membantu untuk memperbaiki proses pembelajaran. Diharapkan dengan menggunakan media grafis dapat menciptakan pembelajaran yang lebih aktif dan dapat menarik minat siswa.
4.
Pengertian Media Grafis Graphics berasal dari bahasa Yunani: Graphikos yang berarti melukis atau menggambarkan dengan garis-garis (Withic & Schuler dalam Sanjaya, 2014: 157). Dalam konteks media pembelajaran, media grafis adalah media yang dapat mengomunikasikan data dan fakta, gagasan serta ide-ide melalui gambar dan kata-kata (Sanjaya, 2014: 157). Menurut Sanjaya (2008: 213), media grafis dapat diartikan sebagai media yang mengandung pesan yang dituangkan dalam bentuk tulisan, huruf-huruf, gambar-gambar, dan simbol-simbol yang mengandung arti. Media ini termasuk kategori media visual nonproyeksi atau disebut juga visual diam yang berfungsi untuk menyalurkan pesan dari pemberi ke penerima pesan (dari guru kepada siswa). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media grafis merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam
21
pembelajaran, media grafis yang berupa gambar, diagram, dan lain-lain yang memiliki arti dan dapat mengomunikasikan pesan dari guru kepada siswa.
5.
Jenis-jenis Media Grafis Ada beberapa jenis media grafis yang sering digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Sanjaya (2008: 213) media grafis memiliki beberapa jenis yaitu: a) Gambar atau foto merupakan salah satu media grafis paling umum digunakan dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena gambar atau foto memiliki beberapa kelebihan, yakni sifatnya konkret, lebih realistis dibandingkan dengan media verbal; dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang apa saja, baik untuk usia muda maupun tua; murah harganya dan tidak memerlukan peralatan khusus dalam penyampaiannya. b) Diagram adalah gambar yang sederhana yang menggunakan garis-garis dan simbol-simbol untuk menunjukkan hubungan antara komponen atau menggambarkan suatu proses tertentu. c) Bagan adalah media grafis yang didesain untuk menyajikan ringkasan visual secara jelas dari suatu proses yang penting. d) Poster adalah media yang digunakan untuk menyampaikan suatu informasi, saran atau ide tertentu, sehingga dapat merangsang keinginan yang melihatnya untuk melaksanakan isi pesan tersebut. e) Grafik adalah media grafis berupa garis atau gambar yang dapat memberikan informasi mengenai keadaan atau perkembangan sesuatu berdasarkan data secara kuantitatif. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media grafis dalam konteks media pembelajaran adalah media berupa tulisan, huruf-huruf, gambar-gambar, dan simbol-simbol yang dapat mengomunikasikan data, fakta, gagasan serta ide-ide yang menyangkut tentang informasi dalam pembelajaran. Media grafis dalam penelitian ini adalah membantu mengingat suatu materi yang diaplikasikan ke dalam suatu media, mempercepat siswa untuk memahami materi pembelajaran IPS, dan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep dari materi sehingga tujuan pembelajaran dapat
22
dicapai. Adapun indikator dalam pemilihan media grafis yaitu: 1) menyajikan pesan, informasi, saran atau ide-ide dalam pembelajaran, 2) bersifat sederhana, 3) warna tulisan harus jelas dan menarik, 4) media diletakkan pada tempat strategis yang dapat dilihat oleh siswa, 5) media disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran.
D. Belajar 1.
Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu siswa. Belajar merupakan salah satu factor yang sangat dominan dan berpengaruh dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu.Sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Belajar adalah proses perubahan prilaku/pribadi seseorang berdasarkan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungannya yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar (Hamiyah & Jauhar, 2014: 4). Menurut Surya (dalam Hosnan, 2014: 183) Belajar dapat diartikan sebagai “suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”. Hosnan (2014: 183) mengungkapkan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan secara psikologis maupun secara fisiologis.
23
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah aktivitas yang mengakibatkan adanya perubahan dari seseorang baik secara tingkah laku, pola pikir, sikap, maupun pengetahuan sebagai hasil dari latihan atau pengalaman.
2.
Pengertian Aktivitas Belajar Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan perubahan pengetahuanpengetahuan, nilai-nilai sikap, dan keterampilan pada siswa sebagai latihan yang dilaksanakan secara sengaja (http://eprints.uny.ac.id). Kegiatan dalam proses belajar mengajar guru, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan pelajaran jika dari aktivitas itu sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikiran diolah lalu dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda atau siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, menimbulkan diskusi dengan guru. (Slameto, 2003:36). Menurut Sagala (2010:124),mempelajari psikologi berarti mempelajari tingkah laku manusia, baik yang teramati maupun yang tidak teramati. Segenap tingkah laku manusia mempunyai latar belakang psikologis. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental (Sanjaya, 2010: 132). Aktivitas belajar dapat dilakukan secara psikologis maupun secara fisiologis. Aktivitas yang bersifat psikologis, yaitu aktivitas yang merupakan proses mental, misalnya aktivitas berpikir, memahami, menyimpulkan, menyimak, menelaah, membandingkan, membedakan, mengungkapkan,
24
menganalisis, dan sebagainya. Sedangkan aktivitas yang bersifat fisiologis yaitu aktivitas yang merupakan proses penerapan atau praktik, misalnya melakukan eksperimen atau percobaan, latihan, kegiatan praktik, membuat karya (produk), apresiasi dan sebagainya. Menurut Sanjaya (2009: 141), keaktifan siswa ada yang secara langsung dapat diamati, seperti mengerjakan tugas, berdiskusi, mengumpulkan data, dan lain sebagainya dan yang tidak bisa diamati seperti kegiatan mendengarkan dan menyimak. Sedangkan menurut Kunandar (2010: 277), aktivitas siswa merupakan keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, fikiran, perbuatan dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan pembelajaran. Menurut Paul D. Dierich (dalam Hamalik, 2008: 172), aktivitas belajar dibagi menjadi delapan kelompok, yaitu sebagai berikut. a) Kegiatan-kegiatan visual, yaitu membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. b) Kegiatan-kegiatan lisan (oral), yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi, dan interupsi. c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan, yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendnegarkan suatu permainan, atau mendengarkan radio. d) Kegiatan-kegiatan menulis, yaitu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, dan mengerjakan tes, serta mengisi angket. e) Kegiatan-kegiatan menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, dan pola. f) Kegiatan-kegiatan metrik, yaitu melakukan percobaan, memilih alatalat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, serta menari dan berkebun. g) Kegiatan-kegiatan mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubunganhubungan, dan membuat keputusan. h) Kegiatan-kegiatan emosional, yaitu minat, membedakan, berani, tenang, motivasi, dan lain-lain.
25
Berdasarkan kajian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan siswa secara individual yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru, yang ditunjukkan siswa berupa kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan sikap, minat, perhatian, dan keterampilan dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan
pembelajaran.
Adapun
indikator
aktivitas
siswa
yaitu
mengemukakan pendapat berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, membuat catatan
(rangkuman)
penjelasan
teman
dalam
diskusi
kelompok,
menyampaikan penjelasan kepada teman dalam diskusi kelompok, menulis pertanyaan yang dibuatnya, menyampaikan hasil diskusi kedepan kelas, menanggapi hasil yang dikemukakan oleh kelompok lain, melakukan kegiatan refleksi, dan menyimpulkan hasil pembelajaran.
3.
Pengertian Hasil Belajar Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran adalah hasil belajar yang berupa penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang telah diperoleh pada mata pelajaran yang diujikan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Nashar (2004: 77), bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Seiring dengan pendapat tersebut Sudjana (2010: 22), mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
26
Keller dalam Nashar (2004: 77), memandang hasil belajar sebagai keluaran dari berbagai masukan.Berbagai masukan tersebut menurut Keller dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu masukan pribadi (personal inputs)
dan
masukan
yang
berasal
dari
lingkungan
(environment
inputs).Sedangkan Nasution dalam Kunandar (2010: 276) mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar sering disebut dengan istilah “scholastic achievement” atau “academic achievement” adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angkaangka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar (Briggs dalam Ekawarna, 2013: 69). Menurut Suprijono (2013: 5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Arikunto (1990: 102), yang dimaksud dengan hasil belajar adalah suatu hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses pengajaran yang dilakukan oleh guru. Hasil belajar ini biasanya dinyatakan dalam bentuk angka, huruf.Atau kata-kata baik, sedang, kurang, dan sebagainya.Menurut Bloom (dalam Sudjana, 2010: 22-23) mengungkapkan bahwa: a. Ranah kognitif yaitu berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, sintesis, dan evaluasi. b. Ranah afektif yaitu memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, kerja sama, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya. 1) Jujur adalah perilaku untuk menjadikan seseorang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
27
2) Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh terhadap peraturan. 3) Tanggung jawab adalah sikap seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai makhluk sosial, individu, dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. 4) Kerja sama adalah sikap baik dalam pergaulan dalam perilaku seseorang. 5) Peduli adalah sikap seseorang dalam memberikan tanggapan terhadap suatu perbedaan. 6) Percaya diri adalah kondisi mental seseorang yang memberikan keyakinan kuat untuk berbuat atau bertindak. c. Ranah psikomotor siswa menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak yang beriman dan berakhlak mulia. Berdasarkan kajian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa dari proses belajar, berbagai masukan baik masukan dari diri pribadi dan masukan yang berasal dari lingkungan, serta perubahan perilaku dan sikap siswa setelah mengikuti kegiatan belajar dengan melibatkan aspek kognitif, afektif, dan keterampilan psikomotor. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan pengetahuan serta perubahan yang dapat membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi siswa.kemampuan-kemampuan tersebut dapat diukur dan biasanya dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf. Adapun indikator ranah kognitif yaitu memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis. Indikator pada ranah afektif yaitu sikap percaya diri, saling menghargai, dan jujur. Sedangkan indikator ranah psikomotor yaitu menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan logis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat,
28
dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak yang beriman dan berakhlak mulia.
4.
Kinerja Guru Guru merupakan suatu profesi atau jabatan fungsional dalam bidang pendidikan dan pembelajaran atau seseorang yang menduduki dan melaksanakan tugas dalam bidang pendidikan dan pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia Pasal 39 ayat 3 menyatakan bahwa pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru. Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan) Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya pada ayat 8 dinyatakan bahwa penilaian kinerja guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya. Uno (2007: 72) mengungkapkan bahwa secara konseptual kinerja guru adalah kecakapan yang dimiliki oleh guru yang diindikasikan dalam tiga kompetensi yaitu pedagogik, profesional, sosial, dan personal. Hal tersebut sejalan dengan Depdiknas (2008: 21) yang menyatakan bahwa hal yang berkaitan dengan kinerja guru, wujud prilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.
29
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja guru adalah segala kegiatan guru baik kegiatan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik yang dilandasi dengan kecakapan dan kompetensi seorang guru.Kompetensi yang dimaksud mencangkup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.
E. Pembelajaran IPS 1.
Pengertian Pembelajaran IPS Mata pelajaran IPS merupakan salah satu pelajaran pokok yang diajarkan pada semua jenjang Sekolah Dasar. Ilmu Pengetahuan Sosial(IPS) mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Kosasih Djahiri (dalam Sapriya, 2007: 7) mengungkapkan bahwa IPS merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan. Sedangkan menurut Sapriya (2007: 1) pengertian IPS adalah suatu program pendidikan yang mengintegrasikan secara interdisiplin konsep-konsep ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan pendidikan kewarganegaraan.
30
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan.
2.
Pembelajaran IPS di SD Sesuai dengan tujuan lembaga Sekolah Dasar, IPS di SD tidak bersifat keilmuan melainkan bersifat pengetahuan. Ini berarti bahwa yang diajarkan bukanlah teori-teori sosial melainkan hal-hal yang bersifat praktis yang berguna bagi dirinya dan kehidupannya kini maupun masa yang akan datang dalam berbagai lingkungan dan aspek sosial yang berlainan. Pembelajaran IPS bersipat pembekalan (pengetahuan, sikap dan kemampuan) mengenai seni berkehidupan. Pembelajaran IPS di SD berbeda dengan jenjang SMP maupun SMA, pada jenjang SD IPS diberikan secara terpadu yang mencakup materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut. a) Manusia, tempat, dan lingkungan b) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan c) Sistem sosial dan budaya d) Perilaku ekonomi, dan kesejahteraaan
31
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS di SD menekankan pada ruang lingkup sekitar siswa yang dikemas dengan pokok bahasan tertentu. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat mengetahui nilai-nilai sosial dalam masyarakat dan dapat menjadi bagian dari warga negara yang baik.
3.
Tujuan Pembelajaran IPS di SD Mata pelajaran IPS disekolah dasar marupakan program pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memilki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 tercantum bahwa tujuan IPS adalah : a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. b) Memilki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c) Memilki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. d) Memilki kemampuan untuk berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS di SD bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menguasai ilmu-ilmu sosial yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat khususnya
32
lingkungan sekitar siswa sehingga siswa mampu memecahkan masalahmasalah sosial yang dihadapi.
F. Penilaian Autentik Istilah autentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel.Jadi, penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Berdasarkan permendikbud No. 66 tahun 2013 tentang standar penilaian, penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai, mulai dari proses hingga keluaran (output) pembelajaran. Penilaian autentik (authentic assessment) mencakup ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Nurhadi (dalam Sunarti, 2014: 27), mengemukakan bahwa karakteristik penilaian autentik sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Melibatkan pengalaman nyata (involves real-word experience). Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. Mencakup penilaian pribadi (self assessment) dan refleksi. Lebih menekankan pada keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta/teori. Berkesinambungan. Terintegrasi. Dapat digunakan sebagai umpan balik. Kriteria keberhasilan dan kegagalan diketahui siswa dengan jelas.
33
Sejalan dengan pendapat di atas, adapun teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan berdasarkan Permendikbud No. 66 Tahun 2013 sebagai berikut. 1. Penilaian kompetensi sikap Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat” (peer evaluation) oleh siswa dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antar siswa adalah daftar cek atau skala penelitian (ratingscale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik. a) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indra, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. b) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri. c) Penilaian antar siswa merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan brupa lembar penilaian antar siswa. d) Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan siswa yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. 2. Penilaian kompetensi pengetahuan Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. a) Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran. Bentuk uraian atau esai yang menuntut siswa mampu mengingat, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi materi yang sudah dipelajari. b) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan. c) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan tugas. 3. Penilaian kompetensi keterampilan Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut siswa mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penelitian (ratingscale) yang dilengkapi rubrik. a) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
34
b) Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. c) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya siswa dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun wkatu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya. d) Penilaian kinerja, jika guru meminta siswa menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya. Instrumen dapat berupa daftar cek (checklist), catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative record), skala penilaian (rating scale), memori (memory approach). Berdasarkan uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa penilaian otentik adalah penilaian yang dilakukan selama maupun sesudah proses pembelajaran. Penilaian otentik menjadi salah satu ciri dalam implementasi kurikulum 2013. Penilaian otentik dilaksanakan untuk memperoleh nilai produk dan hasil pembelajaran.
G. Kerangka Pikir Kerangka pikir dari peneliti berupa input (kondisi awal), dan output (kondisi akhir) kondisi awal yang menjadi sebab dilaksanakannya penelitian ini adalah terdapat masalah dalam pembelajaran IPS pada saat pembelajaran berlangsung, yakni: 1) Pembelajaran masih bersifat satu arah atau berpusat pada guru (teacher centered), 2) Guru belum dapat menerapkan model pembelajaran yang menarik minat siswa, 3) Rendahnya aktifitas siswa berperan aktif dalam pembelajaran, 4) Guru belum optimal dalam penggunaan media pembelajaran yang tersedia, 5) Guru masih kurang dalam menerapkan pembelajaran secara berkelompok, 6) Rendahnya hasil belajar siswa yang dibuktikan dengan presentase siswa yang mencapai KKM, yaitu 33%.
35
Untuk meningkatkan proses pembelajaran dapat menerapkan model pembelajaran yang dapat melatih siswa untuk lebih aktif, kreatif, dan interaktif yakni model snowball throwing yakni model pembelajaran yang di dalamnya banyak melibatkan siswa, dimana siswa bertugas untuk membuat pertanyaan kemudian diberikan kepada teman, selanjutnya siswa menjawab pertanyaan yang dibuat oleh temannya. Media grafis digunakan untuk mendukung dalam penyampaian materi agar siswa lebih tertarik dan termotivasi dalam proses pembelajaran. Diharapkan setelah penggunaan model snowball throwing dengan media grafis, dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan dalam bagan kerangka pikir sebagai berikut.
36
Input Pembelajaran masih bersifat satu arah atau berpusat pada guru (teacher centered). Metode ceramah yang masih banyak digunakan guru, guru lebih banyak membaca dan menyampaikan materi tanpa melibatkan siswa. Siswa cenderung pasif di dalam kelas sehingga tidak adanya timbal balik dengan apa yang sudah disampaikan oleh guru. Guru belum menerapkan pembelajaran yang inovatif, guru hanya membaca materi dari buku dan duduk di depan kelas. Guru belum menerapkan model snowball throwing dengan media grafis pada pembelajaran. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS yang dibuktikan dengan persentase siswa yang mencapai KKM, yaitu 33%.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Proses Penerapan model snowball throwing dengan grafis Pikir Gambar 2.1 Bagan media Kerangka 1. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. 2. Guru memanggil ketua kelompok, untuk mengamati gambar dengan semua anggota kelompok. 3. Ketua kelompok kembali kekelompoknya dan menjelaskan tugas yang diberikan oleh guru kepada teman sekelompoknya. 4. Guru memberi masing-masing siswa satu lembar kertas untuk menuliskan pertanyaan yang dibuatnya dari hasil pengamatan gambar yang telah diberikan. 5. Siswa membentuk kertas tersebut menjadi seperti bola dan dilemparkan kepada teman dari kelompok lain selama ± 5 menit. 6. Setelah semua siswa mendapat satu bola kertas, siswa diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang tertulis pada kertas tersebut. 7. Siswa mendiskusikan jawabannya dengan teman sekelompoknya. 8. Siswa menyampaikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. 9. Siswa dari kelompok lain diberi kesempatan memberikan tanggapan. 10. Siswa menyimpulkan hasil belajar yang telah dilakukan.
1. 2. 3. 4. 5.
Output Persentase jumlah siswa aktif pada setiap siklus mengalami peningkatan, sehingga siswa yang aktif mencapai ≥75% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut. Jumlah siswa yang mencapai nilai “≥66” dalam ranah kognitif, ≥75% dari jumlah siswa yang ada di dalam kelas tersebut. Jumlah siswa yang mencapai predikat “B (Terampil)” dalam ranah psikomotor, ≥75% dari jumlah siswa yang ada di dalam kelas tersebut. Jumlah siswa yang mampu mencapai predikat “B (Baik)” dalam ranah afektif, ≥75% dari jumlah siswa yang ada di dalam kelas tersebut. Peningkatan nilai rata-rata kelas pada setiap siklus.
Gambar 2.1 Bagan kerangka pikir
37
H. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka di atas, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Apabila dalam pembelajaran IPS menerapkan model cooperative learning tipesnowball throwingdengan media grafissesuai dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IVBSD Negeri 1 Totokaton Tahun Pelajaran 2014/2015”.