20
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian Paradigma atau paradigm (Inggris) atau paradigme (Perancis), istilah tersebut berasal dari bahasa Latin, yakni para dan deigma. Secara etimologis, para berarti (di samping, di sebelah) dan deigma berarti (memperlihatkan, yang berarti model, contoh, arketipe, ideal). Deigma dalam bentuk kata kerja deiknymai berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. Berdasarkan uraian tersebut, paradigma berarti di sisi model, di samping pola atau di sisi contoh. Paradigma juga bisa berarti sesuatu yang menampakkan pola, model atau contoh (Bagus dalam Pujileksono, 2015: 25). Menurut Denzin dan Lincoln (dalam Hajaroh, 2013: 2) Paradigma dipandang sebagai seperangkat keyakinan-keyakinan dasar (basic believes) yang berhubungan dengan yang pokok atau prinsip. Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan dan sifat dasar bahan kajian. Paradigma penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum. Konseptualisasi, kategorisasi dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian. Paradigma kualitatif mencanangkan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para idealis yang memberikan suatu tekanan pada pandangan yang terbuka tentang kehidupan sosial dan paradigma kualitatif ini memandang kehidupan sosial sebagai kreatifitas bersama individu-individu. Oleh karena itu, melalui paradigma kualitatif dapat menghasilkan suatu realitas yang dipandang secara objektif dan dapat diketahui yang melakukan interaksi sosial (Ghony dan Almanshur, 2012: 73). Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangnya terhadap dunia. R. Bailey berpendapat bahwa paradigma merupakan jendela mental (mental window) seseorang untuk melihat dunia (Wibowo, 2011: 27).
Universitas Sumatera Utara
21
Dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan suatu pola, model, atau cara berpikir seseorang terhadap sesuatu. Sedangkan paradigma penelitian merupakan pola, model atau cara berpikir peneliti terhadap permasalahan yang diteliti. 2.1.1
Paradigma Post Positivism Pada penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma post positivism
karena (Salim, 2001: 40 dalam Mariska, 2016: 5) menjelaskan post positivisme sebagai berikut: Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan Positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologi aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal, yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu secara metodologi pendekatan eksperimental melalui metode triangulation yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori.
2.2 Kerangka Teori Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001 : 39). Berdasarkan hal tersebut, fungsi teori dalam riset atau penelitian adalah membantu peneliti menerangkan fenomena sosial dan fenomena yang dialami yang menjadi pusat perhatiannya. Teori adalah himpunan konsep, definisi dan proporsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala tersebut (Kriyantono, 2008 : 43). Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah : 2.2.1
Public Speaking Istilah retorika lebih dahulu lahir dibandingkan dengan istilah public
speaking, namun definisi dari keduanya memiliki makna yang sama. Istilah public speaking berawal dari para ahli retorika, yang mengartikan sama yaitu seni (keahlian) berbicara atau berpidato (Olii, 2008 : 2). Berbicara merupakan alat
Universitas Sumatera Utara
22
komunikasi yang paling efektif dan efisien. Secara sederhana, public speaking dapat didefinisikan sebagai proses berbicara kepada sekelompok orang dengan tujuann memberikan informasi, mempengaruhi ataupun menghibur audiens. Public sepaking juga dapat didefinisikan sebagai proses berbicara kepada sekelompok orang secara sengaja serta ditujukan untuk menginformasikan, mempengaruhi ataupun menghibur pendengar (Yanuarita, 2012 : 9). Whitman dan Boase (1983) mengatakan dalam penggunaannya yang lebih kontemporer, public speaking berfungsi untuk menarik perhatian, menghibur, memberikan informasi, mempertanyakan suatu perkara, membujuk, meyakinkan, memberikan
rangsangan,
memberikan
kritikan,
membentuk
kesan,
memperingatkan, membangun semangat, memberikan intruksi, menyajikan sebuah penelusuran, menggerakan massa dan menyamarkan suatu perkara (Mulyana, 2009 : 2). Public Speaking adalah kemampuan seseorang untuk berbicara di depan umum dengan benar sehingga pesan dapat dengan jelas tersampaikan dan tujuan bicara bisa langsung didapatkan (Hilbram, 2012 : 6). Kemampuan public sepaking diperlukan untuk seseorang yang berbicara di depan dua orang atau lebih. Menurut Verderber dan Sellnow (2008) Public speaking ini didefinisikan sebagai percakapan-presentasi secara oral yang biasanya disampaikan secara formaldalam kondisi audiensnya dihimpun dalam konteks yang formal untuk mendengarkan atau selama percakapan informal. Menurut Verderber, Verderber, and Sellnow (2008 : 15) Public speaking ini didefinisikan sebagai percakapan—presentasi secara oral yang biasanya disampaikan secara formal—dalam kondisi audiensnya dihimpun dalam konteks yang formal untuk mendengarkan atau selama percakapan informal. Secara bahasa, public speaking berasal dari dua kata dalam bahasa Inggris, public dan speaking. Dalam kamus Bahasa Inggris-Indonesia, John Echols dan Hasan Sadily mengartikan public adalah umum, publik, dan masyarakat. Speaking bermakna ‘bicara’ atau ‘pembicaraan’. Bila digabungkan, public speaking bisa diartika bicara publik atau pembicaraan di depan publik (Utami, 2013 : 13-14).
Universitas Sumatera Utara
23
Secara sederhana, public speaking dapat didefinisikan sebagai proses berbicara kepada sekelompok orang dengan tujuan untuk memberi informasi, mempengaruhi (mempersuasi) dan/atau menghibur audiens. Banyak orang menyebut public speaking sebagai “presentasi”. Seperti layaknya semua bentuk komunikasi, berbicara di depan publik memiliki beberapa elemen dasar yang paralel dengan model komunikasi yang dikemukakan oleh Laswell yakni komunikator (pembicara), pesan (isi presentasi), komunikan (pendengar/ audiens), medium, dan efek (dampak presentasi pada audiens). Tujuan berbicara di depan publik bermacam-macam, mulai dari mentransmisikan informasi, memotivasi orang, atau hanya sekedar bercerita. Public speaking berakar dari tradisi politik peradaban Yunani Kuno. Untuk itu public speaking tidak pernah lepas dari aspek politik. Hal ini dilihat dalam public speaking ada tujuan untuk mempengarui dan mengarahkan. Dalam bahasa Yunani public speaking berasal dari kata ητορικός (Retorika), yang berarti “Pidato”.
Retorika
berkaitan
juga
dengan
berkata
dan
berucap.
(http://rickyanggili.blogspot.co.id) Istilah retorika dapat ditemukan dalam perbendaharaan bahasa Inggris dengan kata rhetoric yang berarti “kepandaian berbicara atau berpidato” (Echols, 1975 : 485). Sementara Hornby dan Pranwell (1961 : 364) menjelaskan retorika sebagai seni menggunakan kata-kata secara mengesankan, baik lisan maupun tulisan, atau berbicara degan banyak orang dengan menggunakan pertunjukan dan rekaan. Webster’s Tower Dictionary (1957 : 230) menyatakan rhetoric sebagai seni menggunakan bahasa secara efektif. Retorika dalam bahasa Belanda dikenal istilah retorica sebagai ilmu pidato dalam arti pemakaian kata-kata dengan gaya yang indah (Wojowasito, 1981 : 541). Sedangkan, dalam Bahasa Inggris dikenal pula istilah public speaking yang artinya sama dengan retorika. Demikian pula maknanya, yaitu berbicara atau berpidato di depan umum dengan pronsip menggunakan segala teknik dan strategi komunikasi demi berhasilnya memengaruhi orang banyak (Carnegie, t.t.: 11).
Universitas Sumatera Utara
24
Teori-teori retorika atau public speaking itu mulai dikenal orang setelah mereka merasa perlu berbicara yang efektif (Devito, 1984 : 3) untuk bisa memengaruhi orang atau orang-orang lain dalam arti mengubah sikap, sifat, pendapat dan tingkah laku orang atau orang-orang lain itu; dan ini berawal pada tahun 3000 SM (Kustadi, 2009 : 25-26)
1. Elemen-Elemen dalam Public Speaking Berikut ini penulis akan menguraikan elemen-elemen didalam membangun keberhasilan public speaking (retorika) : a. Elemen-elemen didalam membangun keberhasilan public speaking (retorika) menurut buku yang berjudul “Retorika Modern” karangan Jalaluddin Rakhmat (2011), yaitu : (1) Pembicara harus mampu memilih topik dan tujuan Topik yang baik harus sesuai dengan kriteria topik yang telah ditentukan. Topik yang baik harus sesuai dengan latar belakang pengetahuan pembicara, menarik minat pembicara dan minat pendengar, harus jelas ruang lingkup pembatasannya, harus sessuai dengan waktu dan situasi serta harus ditambah dengan bahan yang lain (2) Pembicara harus merumuskan judul Pembicara merumuskan judul dengan memperhatikan tiga syarat, yaitu, judul harus relevan, judul harus provoaktif, dan judul harus singkat. Judul harus relevan adalah pembicara harus mampu menghubungkan antar satu pokok bahasan dengan bahasan lainnya. Kemudian, judul harus provokatif adalah pembicara harus mampu menimbulkan hasrat keingintahuan serta antusiasme pendengar. Terakhir, judul harus singkat adalah pembicara harus menyusun kalimat judul pidato yang mudah diingat dan mudah diteima maksud dan tujuannya.
Universitas Sumatera Utara
25
(3) Pembicara harus menentukan tujuan Pembicara juga harus menentukan tujuan umum dan khusus dari pidato, dimana tujuan khusus pidato merupakan penjabaran dari tujuan umum. (4) Pembicara harus mampu menyusun pidato Pembicara menyusun pidato dengan menggunakan prinsipprinsip seperti kesatuan (unity), pertautan (coherence), titik berat (emphasis). (a) Kesatuan (unity) Komposisi yang baik harus merupakan kesatuan yang utuh, yang meliputi kesatuan dalam isi, tujuan, dan sifat (mood). Pada isi, harus ada gagasan tunggal yang mendominasi seluruh uraian, yang menentukan dalam pemilihan bahan-bahan penunjang. Komposisi juga harus mempunyai satu macam tujuan. Satu tujuan di antara yang tiga -memberitahukan, mempengaruhi, dan menghibur- harus dipilih. Kesatuan juga harus tampak dalam sifat pembicaraan (mood). Sifat pembicaraan mungkin serius, informal, formal, anggun, atau bermain-main. (b) Pertautan (coherence) Pertautan
menunjukkan
urutan
bagian
uraian
yang
berkaitan satu sama lain. Pertautan menyebabkan perpindahan dari pokok yang satu kepada pokok yang lainnya berjalan lancar. Sebaliknya, hilangnya pertautan menimbulkan gagasan yang tersendat-sendat atau pendengar tidak akan mampu menarik gagasan pokok dari seluruh pembicaraan. Untuk memelihara pertautan dapat dipergunakan tiga cara, yaitu : Pertama, ungkapan penyambung (connective phrases) adalah sebuah kata atau lebih yang digunakan untuk merangkaikan
bagian-bagian,
kedua,
paralelisme
ialah
mensejajarkan struktur kalimat yang sejenis dengan ungkapan yang sama untuk setiap pokok pembicaraan, dan ketiga, gema
Universitas Sumatera Utara
26
(echo) berarti kata atau gagasan dalam kalimat terdahulu diulang kembali pada kalimat baru. (c) Titik berat (emphasis) Bila kesatuan dan pertautan membantu pendengar untuk mengikuti dengan mudah jalannya pembicaraan, titik-berat menunjukkan mereka pada bagian-bagian penting yang patut diperhatikan. Hal-hal yang harus dititikberatkan bergantung kepada isi komposisi pidato, tetapi pokok-pokoknya hampir sama. Gagasan utama (central ideas), ikhtisar uraian, pemikiran baru, perbedaan pokok, hal yang harus dipikirkan khalayak adalah contoh-contoh bagian yang harus dititik beratkan, atau ditekankan. Titik-berat dalam tulisan dapat dinyatakan dengan tanda garis bawah, huruf miring atau huruf besar. Dalam uraian lisan, ini dinyatakan dengan hentian, tekanan suara yang dinaikkan, perubahan nada, isyarat dan sebagainya. (5) Pembicara harus memuat garis-garis besar pidato Garis-garis besar pidato dapat memudahkan pembicara untuk memasuki kegiatan retorika serta dapat memberikan petunjuk dan arah yang akan dituju pembicara dalam kegiatan pidato (6) Pembicara harus dapat memilih kata-kata Pembicara harus menggunakan kata-kata yang jelas agar audiens tidak menerima makna yang ganda (ambigu). Dalam menggunakan kata-kata yang jelas, pembicara memilih istilah yang spesifilk,
kata-kata
yang
sederhana,
serta
menggunakan
pengulangan dan pernyataan kembali gagasan yang sama dengan kata yang berbeda. Selain kata-kata yang harus jelas, pembicara juga harus menggunakan kata-kata yang tepat, misalnya dengan menghindari kata-kata klise, tidak menggunakan bahasa yang pasaran, menghindari kata-kata yang tidak sopan, tidak menggunakan penjulukan, dan tidak menggunakan eufimisme (ungkapan yang
Universitas Sumatera Utara
27
lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar) yang berlebihan. (7) Pembicara harus mampu membuka pidato Pembicara merupakan
harus
bagian
kelangsungan membangkitkan
mengetahui yang
pidato.
bahwa
penting
Oleh
perhatian,
karena
dan itu,
memperjelas
membuka
pidato
menentukan
dalam
pembicara
harus
latar
belakang
pembicaraan serta menciptakan kesan yang baik mengenai pembicara. (8) Pembicara harus mampu menyampaikan isi pidato Setelah membuka pidato, pembicara harus menyampaikan isi pidatonya. Namun terlebih dahulu pembicara harus mampu mengatasi kecemasan berkomunikasi. Dalam menyampaikan isi pidato, pembicara harus mampu memelihara kontak visual dan kontak mental dengan audiens, menggunakan lambang-lambang auditif, dan memperhatikan olah visual. (9) Pembicara mampu menutup pidato Pembicara
juga
harus
mampu
menutup
pidatodengan
menjelaskan seluruh tujuan komposisi, memperkuat daya persuasi, mendorong pemikiran, dan tindakan yang diharapkan, menciptakan klimaks dan menimbulkan kesan terakhir yang positif. Selain itu, pembicara harus mampu menyimpulkan dan mengemukakan ikhtisar.
b. Elemen-elemen didalam membangun keberhasilan public speaking (retorika) menurut buku yang berjudul “The Art of Public Speaking” karangan Stephen Lucas (2001), yaitu : (1) Persiapan sebelum pidato Banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum berpidato. Misalnya,
pembicara
harus
mengetahui
banyak
hal
yang
berhubungan dengan topik yang akan disampaikan. Hal ini dapat diperoleh dari pengalaman dan pengetahuan serta mempersiapkan
Universitas Sumatera Utara
28
riset tambahan agar topik yang akan disampaikan menjadi menarik. Setelah menentukan topik, pembicara harus menentukan tujuan umum dan tujuan khusus dari pidato tersebut. Pada tahap mempersiapkan pidato, pembicara juga harus menganalisis khalayak dengan melihat bagaimana psikologi audiens, demografis audiens, situasional audiens dan mengadaptasi audien.
Setelah
selesai
menganalisis
khalayak,
pembicara
mengumpulkan materi untuk membuat isi pidato dengan cara melakukan penelitian kepustakaan, mencari informasi melalui internet, dan bahkan melakukan wawancara bila diperlukan. (2) Menyusun isi pidato Pembicara menyusun kata sambutan atau pengantar pidato merupakan langkah awal dalam penyusunan sebuah pidato. Kemudian, pembicara menyusun kalimat untuk menguraikan isi pokok dari pidato. Biasanya dalam uraian ini terdapat garis-garis besar pidato yang dapat mempermudah pembicara dalam menyajikan isi pidato yang akan disampaikan. Selain itu, pembicara juga harus menyusun kalimat kalimat yang menarik dalam membuka dan mengakhiri pidato. (3) Menyajikan pidato Pembicara mengguakan bahasa yang jelas dan tepat merupakan kunci utama dalam menyajikan sebuah pidato. Penggunaan bahasa yang jelas dan tepat pada saat menyajikan pidato akan memudahkan audiens untuk menerima maksud dan tujuan dari pembicara. Menggunakan alat bantu visual juga mempermudah pembicara dalam menyajikan isi pidato.
c. Elemen-elemen didalam membangun keberhasilan public speaking (retorika) menurut buku yang berjudul “A Pratical English For Public Speaking” karangan Yayan G.H Mulyana (2009), yaitu :
Universitas Sumatera Utara
29
(1) Pembicara Pembicara yang baik harus dapat menemukan topik yang menarik untuk disampaikan. Selain memilih topik, pembicara juga harus menentukan tujuan umum dan tujuan khusus dari pidato yang
akan
disampaikan.
Setelah
itu,
pembicaraharus
memperhatikan penampilan dan teknik vikal seperti melatih intonasi suara, tekanan (stress), pelafalan ataupun pengucapan, serta melatih volume dan kecepatan suara. (2) Saat atau kesempatan pada saat menyampaikan pidato (occasion) Sebuah pidato harus sesuai dengan situasi atau kesempatan ketika pidato itu akan disampaikan. Kesempatan yang berbeda menentukan tujuan yang berbeda pula. (3) Khalayak (audience) Khalayak atau audiens merupakan salah satu elemen penting dalam public speaking yang harus benar-benar dipahami. Seorang pembicara juga harus memperhatikan audiens dengan cara menganalisis audiens tersebut dengan sebaik mungkin.
d. Elemen-elemen didalam membangun keberhasilan public speaking (retorika) menurut buku yang berjudul “Public Speaking” karangan Helena Olii (2008),yaitu : (1) Pembicara harus menentukan topik dan tujuan Menentukan topik yang baik dapat dibuat melalui pengalaman pribadi, hobi dan keterampilan, berdasarkan pendapat pribadi, berdasarkan peristiwa hangat dan pembicaraan publik, berdasarkan kilasan biografi, berdasarkan kejadian khusus, atau berdasarkan minat khalayak. Setelah mengetahui topik yang akan dibahas, kemudian pembicara harus menetukan tujuan dari pidato yang akan disampaikan.
Universitas Sumatera Utara
30
(2) Pembicara harus mampu menganalisis situasi dan publik Pembicara
harus
mampu
menganalisis
situasi
dengan
memperhatikan jenis pertemuan, tempat pertemuan, fasilitas, dan waktu pertemuan. Pada tahap menganilisis publik, pembicara juga harus dihadapan dengan hal-hal umum dan hal-hal khusus. Hal-hal umum yang dihadapi pembicara, yaitu usia halayak, agama khalayak, serta adat dan budaya khalayak. Sedangkan halhal khusus, yaitu mengenai motivasi hadir khalayak dan tingkat pengetahuan
khalayak
yang
tertarik
terhadap
topik
yang
dikemukakan pembicara. (3) Pembicara harus memperhatikan cara membuka pidato Pembicara harus memiliki pedoman dalam membuka pidato. Seperti membuka pidato menggunakan salam, mengucapkan rasa syukur, atau memperkenalkan diri. Pedoman tersebut juga harus didukung dengan pemilihan kata yang tepat untuk mendukung pidato, serta disesuaikan dengan isi pidato yang akan disampaikan. Tidak hanya itu, pembicara juga harus melakukan persiapan sebelum menyampaikan pidato, seperti penampilan yang tidak berlebihan dalam berpakaian, pembicara juga harus berjalan ke arah podium dengan percaya diri, pembicara harus membuat kontak mata dengan audiens secara merata, pembicara juga harus mampu mengontrol alat bantu (mikrofon) dengan baik. (4) Pembicara harus memperhatikan cara menutup pidato Pembicara dapat dikatakan sukses apabila pembicara mampu menutup pidato dengan baik. Pada umumnya, menutup pidato dapat dilakukan dengan menyimpulkan isi pidato. Dari beberapa elemen-elemen Public Speaking yang penulis kutip dari beberapa buku, maka penulis menyimpulkan elemen-elemen public speaking, yaitu sebegai berikut : a. Pembicara (Speaker) Dalam
public
speaking
pembicara
adalah
orang
yang
menyampaikan pesan atau informasi melalui ceramah yang relatif lama
Universitas Sumatera Utara
31
dan tidak mendapatkan interupsi dari audiens. De Vito (2011 : 4) mengatakan, “In public speaking you deliver a relatively long speech and usually are not interrupted”. Public speaker adalah pusat dari transaksi pesan yang terjadi. Menurut De Vito, “You and your speech are the reason for the gathering”. Hal ini sangat berbeda dengan percakapan pada umumnya yang biasanya terjadi hubungan timbal balik yang terkadang terjadi secara berulang-ulang. Pada praktiknya di lapangan, seorang public speaker tidak hanya berbicara saja, namun juga harus memiliki keterampilan untuk berinteraksi dan mengontrol percakapan dengan khalayak yang terjadi sesekali sehingga pesan yang disampaikkan menjadi hidup. Percakapan pada kegiatan public speaking dianggap berhasil, jika kahalayak menegri hingga memberi respon yang sesuai dengan keinginan dan tujuan pembicara. b. Tahap Persiapan Banyak
hal
yang
harus
dipersiapkan
sebelum
pembicara
melakukan public speaking. Caranya dengan memastikan atau mengetahui lebih dulu apa yang ingin pemicara sampaikan dan tingkah laku apa yang diharapkan dari khalayak. Pada tahap persiapan, ada tiga hal yang harus dilakukan, yaitu : (1) Memilih topik dan tujuan Sebelum berpidato, pembicara harus mengetahui lebih dulu apa yang akan pembicara sampaikan dan tingkah laku apa yang diharapkan dari audiens. Tahap persiapan merupakan dimana pembicara harus mengetahui banyak hal yang berhubungan dengan topik yang akan disampaikan. Hal ini dapat diperoleh dari pengalaman dan pengetahuan serta hingga mempersiapkan riset tambahan agar topik yang akan disampaikan menarik. Kritera topik yang baik, yaitu topik harus sesuai dengan latar belakang pengetahuan pembicara, topik harus menarik minat pembicara, topik harus menarik minat pendengar, topik harus sesuai dengan minat pendengar, topik harus terang ruang-lingkup dan
Universitas Sumatera Utara
32
pembatasnya, topik harus sesuai dengan waktu yang tersedia dan situasi yang terjadi, dan topik harus dapat ditunjang dengan bahan lain. Topik harus sesuai dengan latar belakang pengetahuan pembicara adalah topik yang memberikan kemungkinan pembicara lebih tahu daripada audiens atau khalayak. Pembicara lebih ahli dibandingkan dengan kebanyakan pendengar. Topik harus menarik minat pembicara adalah dimana topik yang enak dibicarakan atau ditampilkan tentu saja adalah topik yang paling disenangi pembicara atau topik yang paling menyentuh emosi pembicara. Topik yang disenangi pembicara membuat pembicara lebih menguasai topik dan membuat pembicara menikmati kegiatan pembicara dalam public speaking. Topik harus menarik minat pendengar adalah dimana dalam berpidato atau public speaking, pembicara berbicara atau menampilkan topik untuk orang lain atau audiens. Jika tidak ingin ditinggalkan oleh audiens atau diacuhkan oleh audiens, pembicara harus berbicara atau menampilkan sesuatu yang yang diminati audiens. Walaupun hal-hal yang menarik perhatian itu sangat tergantung pada situasi dan latar belakang audiens atau khalayak, namun hal-hal yang bersifat baru dan indah, dan hal-hal yang menyentuh rasa kemanusiaan, petualangan, konflik, ketegangnan, ketidakpastian, hal yang berkaitan dengan keluarga, humor, rahasia, atau hal-hal yang memiliki manfaat nyata bagi audiens adalah topik-topik yang akan menarik perhatian. Topik harus sesuai dengan pengetahuan pendengar dimana topik yang baik jika tidak dapat dicerna oleh khalayak, maka topik tersebut bukan saja tidak menarik, bahkan dapat membingungkan khalayak. Oleh karena itu, sebelum pembicara menentukan topik, pembicara harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana tingkat pengetahuan khalayak yang menjadi sasaran pidato. Gunakanlah bahasa, gaya bahasa, dan istilah-istilah yang dimengerti oleh khalayak.
Universitas Sumatera Utara
33
Topik harus terang ruang-lingkup dan pembatasnya dimana topik yang baik tidak boleh terlalu luas, sehingga setiap bagian hanya memperoleh ulasan sekilas saja. Topik harus sesuai dengan waktu dan situasi adalah dimana pembicara harus memilih topik yang sesuai dengan waktu yang tersedia dan situasi yang terjadi. Topik harus dapat ditunjang dengan bahan yang lain adalah dimana pembicara juga harus melengkapi topik dengan sumbersumber rujukan untuk memilih topik dalam berpidato. Bisa berupa kitab, buku, pencarian di internet, perkataan ahli yang sesuai. (2) Merumuskan judul Bila topik adalah pokok yang akan diulas, maka judul adalah nama yang diberikan untuk pokok bahasan itu. Seringkali judul telah dikemukakan lebih dahlu kepada khalayak, karena itu judul perlu dirumuskan lebih dahulu. Judul yang baik harus memenuhi tiga syarat, yaitu relevan, provoaktif, dan singkat. Relevan adalah judul pidato harus memiliki hubungan dengan pokok-pokok
bahasan.
Provoaktif
adalah
judul
pidato
dapat
menimbulkan hasrat ingin tahu dan antusiasme khalayak. Sedangkan singkat adalah, judul mudah ditangkap maksudnya oleh khalayak. (3) Menentukan tujuan Ada dua macam tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pidato biasanya dirumuskan dalam tiga hal, yaitu pidato informatif, pidato persuasif dan pidato rekreatif. Pidato informatif ditujukan untuk menambah pengetahuan khalayak. khalayak diharapkan dapat memperoleh penjelasan, menaruh minta, dan memiliki pengertian terhadap persoalan yang disampaikan pembicara. Pidato persuasif ditujukan agar khalayak mempercayai sesuatu untuk melakuaknnya. Keyakinan, tindakan dan semangat adalah bentuk reaksi audiens yang diharapkan pembicara. sedangkan pidato rekreatif bertujuan untuk memberikan perhatian, kesenangan, dan humor kepada khalayak.
Universitas Sumatera Utara
34
Sedangkan tujuan khusus ialah tujuan yang dapat dijabarkan dari tujuan umum. Pada tahap merumuskan topik dan tujuan, pembicara harus memperhatikan dan menganalisis khalayak seperti melihat psikologi khalayak, demografi khalayak,
situasional khalayak dan
mengadaptasi khalayak. c. Tahap Penyusunan Setelah tahap persiapan, pembicara melakukan tahap penyusunan. Penyusunan yang baik, dapat memperlihatkan pembagian pesan yang jelas, sehingga memudahkan pengertian, mempertegas gagasan pokok dan menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran secara logis. Dalam tahap penyusunan ada lima hal yang harus dilakukan, yaitu : (1) Membuat garis-garis besar Garis-garis besar pidato adalah peta bumi bagi pembicara yang akan memasuki daerah kegiatan retorika. Garis-garis besar akan memberikan petunjuk terhadap penampilan pembicara saat pidato. Menurut Alan. H Monroe, terdapat tiga garis besar saat berpidato, yaitu
garis
besar
lengkap
dimana
diperlukan
dalam
proses
pengembangan pidato dan digunakan pembicara yang bukan ahli dalam penyajiannya. Pikiran-pikiran pokok ditulis dengan kalimatkalimat yang sempurna, dan di bawahnya disertakan lengkap bahanbahan yang digunakan untuk memperjelas uraian. Pembicara yang membaca garis besar lengkap, maka khalayak pun dapat mengetahui gambaran isi pidato itu secara keseluruhan. Garis besar singkat dimana diperlukan hanya sebagai pedoman atau pengingat saja. Biasanya digunakan oleh pembicara yang ahli dalam penyajian pidato. Garis besar singkat di dalamnya hanya ditulis inti-inti pembicaraan saja. Garis besar alur teknik dimana dapat ditulis sejajar dengan garis besar lengkap diletakan pada kertas lain. Jenis garis besar ini dijelaskan teknik-teknik pidato seperti gaya bahasa, cara penyajian fakta, daya tarik motif, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
35
(2) Memilih kata-kata Pendengar mengetahui bahwa pembicara yang baik selalu pandai dalam
pemilihan
mengungkapkan,
kata-kata. tetapi
juga
Kata-kata
bukan
memperhalus,
saja dan
dapat bahkan
menyembunyikan kenyataan. Selain itu, kata-kata juga dapat mencerminkan tingkah laku dan struktur sosial pembicara. Rumusan dalam memilih kata-kata oleh Glenn. R. Capp dan Richard Capp Jr., yaitu pertama, kata-kata harus jelas yang berarti bahwa kata-kaa yang dipilih tidak boleh menimbulkan arti ganda (ambigues), tetap dapat mengungkapkan gagasan secara cermat. Kedua, kata-kata harus tepat yang berarti kata-kata yang digunakan harus sesuai dengan kepribadian pembicara, jenis pesan, keadaan khalayak, dan situasi komunikasi. Ketiga, kata-kata harus menarik yang berarti kata-kata harus menimbulkan kesan yang kuat, hidup dan merebut perhatian khalayak. (3) Membuka pidato Pembukaan pidato adalah bagian penting dan menentukan. Kegagalan dalam membuka pidato akan menghancurkan seluruh komposisi presentasi pidato. Tujuan utama pembukaan pidato ialah membangkitkan perhatian, memperjelas latar belakang pembicaraan dan menciptakan kesan yang baik bagi pembicara (4) Menyampaikan isi pidato Penyampaian dan pelaksanaan pidato adalah unsur terpenting. Kecemasan dalam berbicara sering kali menghilangkan keterampilan, percaya diri dan kredibilitas pembicara saat melakukan kegiatan public speaking. (5) Menutup pidato Permulaan dan akhir pidato adalah bagian-bagian yang paling menentukan. Jika permulaan pidato harus dapat mengantarkan pikiran dan menambatkan perhatian pada pokok pembicaraan, maka penutup pidato harus memberikan fokus pada pikiran dan perasaan khalayak pada gagasan utama atau kesimpulan penting dari seluruh isi pidato.
Universitas Sumatera Utara
36
Karena itu penutup pidato harus dapat menjelaskan seluruh tujuan komposisi, memperkuat daya perusasi, mendorong pemikiran dan tindakan yang diharapkan, menciptakan klimaks dan menimbulkan kesan terakhir yang positif. d. Tahap Penyajian Pelaksanaan, dan penyajian public speaking merupakan unsur terpenting. Kecemasan berbicara sering kali menghilangkan keterampilan, kepercayaan diri dan kredibilitas pembicara saat melakukan kegiatan public speaking. Prinsip penyajian dalam public speaking, yaitu pertama, kontak visual dan kontak mental dengan khalayak. Kedua, olah vokal yaitu, mengeluarkan
suara
memberikan
makna
tambahan
atau
bahkan
membelokan makna kata, ungkapan atau kalimat. Ketiga, olah visual yaitu, berbicara dengan menggunakan wajah, tangan dan tubuh pembicara. Selain tiga hal diatas, prinsip penyajian public speaking oleh pembicara juga perlu memperhatikan unsur pesan komunikasi yang disampaikan. Unsur pesan komunikasi tersebut ialah pesan verbal dan pesan nonvebal. Pesan verbal dalam pemakaiannya menggunakan bahasa. Pesan verbal didefenisikan yaitu, sebagai seperangkat kata yang telah disusun secara terstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti. Namun, pada praktiknya, sebenarnya yang memiliki tujuan dalam public speaking adalah pembicaranya. Pesan merupakan isi atau bungkus dari tujuan yang sudah ditetapkan oleh pembicara sendiri. Untuk menguasai pesan bahasa tertentu, pembicara harus menguasai fonologi (mengajarkan bunyi kata), sintaksis (membentuk kalimat), dan semantik (mamahani kata atau gabungan kata). Pesan nonverbal atau komunikasi nonverbal secara harfiah adalah komunikasi tanpa kata. Komunikasi nonverbal selain berfungsi untuk menggantikan komunikasi verbal dan juga berfungsi untuk memperkuat maksud dari komunikasi verbal, bahkan memiliki pengaruh yang lebih
Universitas Sumatera Utara
37
besar dari pada komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal adalah cara yang paling dominan untuk menyampaikan makna dari satu orang ke orang yang lain. Hal ini dikarenakan komunikasi nonverbal lebih jujur dan otentik dari pada komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam presentasi, dimana penyampaiannya bukan dengan kata-kata maupun surara, tetapi melalui gerakan-gerakan anggota tubuh yang sering dikenal dengan istilah bahasa isyarat atau body languange. Selain itu juga, penggunaan komunikasi nonverbal dapat melalui kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan penggunaan simbol-simbol. Menurut
Mark
Knapp
(1978)
pesan
nonverbal
dalam
berkomunikasi memiliki fungsi untuk meyakinkan apa yang diucapkan, menunjukan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan katakata, menunjukan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya, dan menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum sempurna. Jenis
komunikasi
non
verbal
terdiri
dari
tujuh
macam
(Adityawarman, 2003 : 137) yaitu komunikasi visual, komunikasi sentuhan, komunikasi gerakan tubuh, komunikasi lingkungan, komunikasi penciuman, komunikasi penampilan, dan komunikasi citarasa. Komunikasi visual merupakan salah satu bentuk komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan berupa gambar-gamber, grafik-grafik, lambanglambang, atau simbol-simbol. Komunikasi visual biasanya menggunakan gambar-gambar yang relevan, dan penggunaan warna yang tepat, serta bentuk yang unik akan membantu mendapatkan perhatian pendengar. Dibanding dengan hanya mengucapkan kata-kata saja, penggunaan komunikasi visual ini akan lebih cepat dalam pemrosesan informasi kepada pendengar.
Universitas Sumatera Utara
38
Ilmu yang mempelajari tentang sentuhan dalam komunikasi nonverbal sering disebut Haptik. Pukulan, mengelus, sentuhan dipunggung dan lain sebagainya merupakan beberapa contoh dari bentuk komunikasi yang menyampaikan suatu maksud dan tujuan tertentu dara orang yang menyentuhnya. Komunikasi gerakan tubuh atau merupakan bentuk komunikasi nonverbal seperti melakukan kontak mata, ekspresi wajah, isyarat dan sikap tubuh. Gerakan tubuh digunakan untuk menggantikan suatu kata yang diucapkan. Dengan gerakan tubuh, seseorang dapat mengetahui informasi yang disampaikan tanpa harus mengucapkan suatuu kata seperti menganggukan kepala yang berarti setuju. Komunikasi lingkungan yaitu dimana lingkungan dapat memiliki pesan tertentu bagi orang yang melihat atau merasakannya. Contoh : jarak, ruang, temperatur dan warna. Ketika seseoramg menyebutkan “jaraknya sangat jauh”, “ lingkungannya panas” dan lain-lain, berarti seseorang tersebut menyatakan demikian karena atas dasar penglihatan dan perasaan kepada lingkungan tersebut. Komunikasi penciuman merupakan salah satu bentuk dimana penyampaian pesan atau informasi melalui aroma yang dapat dihirup oleh indera penciuman. Komunikasi penampilan adalah dimana seseorang yang memakai pakaian yang rapi atau dapat dikatakan penampilan yang menarik, sehingga mencerminkan kepribadiannya. Hal ini merupakan bentuk komunikasi yang menyampaikan pesan kepada orang yang melihatnya. Komunikasi citarasa merupakan salah satu bentuk komunikasi, dimana penyampaian suatu pesan/informasi melalui citarasa dari suatu makanan atau minuman. Dapat dikatakan bahwa citarasa dari makanan atau minuman menyampaikan suatu maksud atau makna. Berbagai studi yang pernah dilakukan sebelumnya, komunikasi nonverbal dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
39
(a) Kinesic Kinesic adalah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan badan, gerakan-gerakan badan dapat dibedakan atas emblems, ilustrator, affect display, regulator, dan adaptory. Emblems adalah isyarat yang mempunyai arti langsung pada simbol yang dibuat oleh gerakan badan. Misalnya mengangkat jari “V” yang artinya victory atau menang. Mengangkat jempol artinya yang terbaik bagi orang Indonesia, tapi terjelek bagi orang India. Ilustrators adalah isyarat yang dibuat oleh gerakan-gerakan badan untuk menjelaskan sesuatu, misalnya besarnya atau tinggi rendahnya suatu objek yang dibicarakan. Affect Displays atau komunikasi wajah adalah isyarat yang terjadi karena adanya dorongan emosional
sehingga berpengaruh
pada dorongan
emosional sehingga berpengaruh pada ekspresi muka, misalnya tertawa, menangis, tersenyum, sinis, dan sebagaiannya. Regulators adalah gerakan-gerakan tubuh yang terjadi pada daerah
kepala,
misalnya
mengangguk
tanda
setuju
atau
menggeleng tanda menolak. Adaptory adalah gerakan badan yang dilakukan sebagai tanda kejengkelan. Misalnya menggerutu, mengepalkan tinju keatas meja dan sebagaiannya. (b) Gerakan mata (eye gaze) Mata adalah alat komunikasi yang paling berarti dalam memberi isyarat tanpa kata. Mark Knapp dalam risetnya menemukan empat fungsi utama gerakan mata, yaitu untuk memperoleh umpan balik dari seorang lawan bicaranya, untuk menyatakan terbukanya saluran komunikasi dengan tibanya waktu untuk bicara, sebagai sinyal untuk menyalurkan hubungan, dimana kontak mata akan meningkatkan frekuensi bagi orang yang saling memerlukan. Sebaliknya orang yang merasa malu akan erusaha untuk menghindari kontak mata, dan sebagai pengganti jarak fisik.
Universitas Sumatera Utara
40
(c) Sentuhan (touching) Sentuhan adalah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan. Menurut bentuknya sentuhan badan dibagi atas tiga macam, yakni pertama, kinesthetic yaitu, isyarat yang dutunjukkan dengan bergandengan tangan satu sama lain, sebagai simbol, keakraban atau kemesraan. Kedua, Sociofulgal yaitu, isyarat yang ditunjukan dengan jabat tangan atau saling merangkul. Ketiga, thermal yaitu,isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan yang terlalu emosional sebagai tanda persahabatan yang begitu intim. Misalnya menepuk punnggung karena sudah lama tidak bertemu. (d) Paralanguage Paralanguage adalah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara sehingga dapat memahami sesuatu dibalik apa yang diucapkan. Seperti, kecepatan berbicara, volume, ritme, dan bentuk-bentuk vokal seperti, tertawa, rintihan, dan sebagainya (e) Diam Sikap diam dapat mengirimkan petunjuk nonverbal mengenai situasi komunikasi. Sikap diam juga membantu menyediakan umpan balik, menginformasikan baik penerima maupun pembicara mengenai kejelasan ide atau pentingnya hal tersebut dalam interaksi interpersonal secara keseluruhan. (f) Postur tubuh Postur
tubuh
sama
pentingnya
dengan
wajah
dalam
menyatakan emosi. Seperti di Jepang, bungkukan yang sangat dalam menandakan rasa hormat. (g) Kedekatan dan ruang (progximity and spatial) Kedekatan
adalah
kode
nonverbal
yang
menunjukkan
kedekatan dari dua objek yang mengandung arti. Menurut Edward T.Hall (1959) membagi kedekatan menurut teritori atas empat macam, yaitu, pertama, wilayah intim, yakni kedekatan yang
Universitas Sumatera Utara
41
berjarak antara 3-18 inchi. Kedua, wilayah pribadi, kedekatan yang berjarak antara 18 inchi sampai 4 kaki. Ketiga, wilayah sosial, kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12 kaki. Keempat, Wilayah umum (publik), kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12 kaki atau sampai suara kita terdengar dalam jarak 25 kaki. (h) Artefak dan visualisasi Artefak adalah benda apa saja yang dihasilkan oelh kecerdasan manusia. Bidang studi mengenai hal ini disebut objektika (objectics). (i) Warna Warna
sering
digunakan
untuk
menunjukan
susasana
emosiaonal dan citarasa. Seperti, warna merah muda sebagai warna feminin, warna biru adalah warna maskulin, atau warna putih adalah warna positif, suci, atau bersih. (j) Waktu Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam
komunikasi
nonverbal.
Penggunaan
waktu
dalam
komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu (punctuality). Konsep waktu ada dua, yaitu waktu monokronik alah sangat menghargai waktu dan waktu polikronik adalah menggunakan waktu lebih santai. (k) Bunyi Sebagai tekanan suara yang dikeluarkan dari mulut untuk menjelaskan ucapan verbal. Misalnya bersiul, bertepuk tangan, bunyi terompet, letusan senjata, beduk, dan sebagaiannya. (l) Bau Digunakan untuk melambangkan status seperti kosmetik. Baubau tertentu juga dapat mengingatkan pada seseorang atau sesuatu yang khusus.
Universitas Sumatera Utara
42
Dilihat dari fungsinya, komunikasi nonverbal mempunyai beberapa fungsi. Paul Ekman menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal (Mulyana, 2003 : 315), seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yakni pertama, Emblem adalah gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan “saya tidak sungguh-sungguh”. Kedua, ilustrator yaitu, pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan. Ketiga, regulator yaitu, kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakana ketidaksediaan berkomunikasi. Keempat, penyesuaian yaitu kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Kedipan mata merupakan respon yang tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan. Kelima, affect display yaitu, pembesaran pupil mata menunjukan peningkatan emosi, isarat wajah lainnya menunjukan perasaan takut, terkejut atau senang. Sedangkan fungsi komunikasi non verbal menurut Mark. L. Knapp (Rakhmat, 2004 : 287) ada lima fungsi pesan komunikasi non verbal yang perlu diperhatikan dalam public speaking, yaitu : (a) Repetisi berfungsi untuk mengulang pesan verbal. Misalnya, menganggukan
kepala
ketika
mengatakan
“ya”,
atau
menggelengkan kepala ketika mengatakan “tidak”. (b) Kontradiksi berfungsi untuk menunjukan makna yang bertentangan atau berlawanan atau juga dapat membantah pesan verbal. Misalnya seorang dosen menyatakan jika ia memiliki waktu untuk berbicara kepada seorang mahasiswa, tetapi matanya berulang kali menatap kearah jam tangannya. (c) Substitusi
berfungsi
untuk
menggantikan
lambang-lambang
verbalk jadi berdiri sendiri. Misalnya, menggantikan kata-kata haru dengan linangan air mata.
Universitas Sumatera Utara
43
(d) Aksentuasi erfungsi untuk menekankan, memperteguh atau melengkapai pesan verbal. Misalnya, melambaikan tangan seraya mengucapkan “selamat tinggal”. (e) Komplemen berfungsi untuk meregulasi pesan verbal. Misalnya, melirik kearah jam tangan menjelang kuliah berakhir, sehingga dosen menyadari untuk mengakhiri perkuliahan. e. Khalayak atau Audience Penerima adalah pihak yang memperoleh pesan atau stimulus yang dikirimkan oleh sumber. Secara garis besar, penerima dapat terbagi menjadi penerima aktif dan penerima pasif. Penerima pasif adalah orang yang hanya menerima stimulus yang datang kepadanya, tanpa memberikan tanggapan serta umpan balik (feedback). Sedangkan, penerima aktif adalah orang yang tidak saja menerima stimulus yang datang kepadanya, tetapi juga memberikan tanggapan atau feedback secara aktif (berkelanjutan) kepada pengirim. Berbeda dengan percakapan yang biasanya audiennya hanya 1 atau sedikit orang, public speaking memiliki khalayak yang relatif besar. Pada umumnya, khalayak yang dapat terhitung sebagai public audience adalah 10-12 orang sampai ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang. Khalayak dalam public speaking ada dua macam. Pertama, adalah immediate audience atau khalayak langsung, yakni mereka yang dikenai langsung oleh pesan yang disampaikan oleh pembicara. Kedua, adalah remote audience atau khalayak jarak jauh adalah mereka yang terkena dampak tidak langsung oleh pesan yang disampaikan oleh pembicara. Semakin besar pengaruh seorang pembicara, maka semakin besar juga remote audience yang dipengaruhinya. Karena khalayak adalah pihak yang dipengaruhi oleh pesan dalam public speaking, pembicara harus benar-benar memperhatikan siapa khalayaknya. Khalayak dalam studi komunikasi bisa berupa individu, kelompok, dan masyarakat. Pembicara harus dapat mengetahui karakter khalayak sebelum proses public speaking berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
44
Beberapa aspek yang harus diketahui oleh seorang komunikator menyangkut tentang penerima, yaitu : (dalam Cangara 2006) (1) Aspek sosiodemografis. Dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, populasi, lokasi, tingkat pendidikan, bahasa, agama, pekerjaan, ideologi, pemilikan media. (2) Aspek profil psikologis. Dilihat dari emosi, bagaimana pendapatpendapat mereka, adakah keinginan mereka yang perlu dipenuhi, adakah selama ini mereka menyimpan rasa kecewa, frustasi, atau dendam. (3) Aspek karakteristik perilaku penerima. Dilihat dari hobi, nilai dan norma, mobilitas sosial, dan perilaku komunikasi. Menurut Rogers dalam Cangara 2006, mengenai kesediaan penerima untuk menerima ide antara lain disebabkan karena empat hal, yakni pertama, adanya kepentingan ganda yang dapat diperoleh oleh kedua belah pihak, yakni antara sumber dan penerima (overlopping of interest). Kedua, pesan itu memberi pemecahan pada masalah yang dihadapi oleh khalayak (problem solving). Ketiga, khalayak percaya komunikator yang menyampaikan pesan itu memiliki kompetisi dan kreadibilitas yang tinggi. Keempat, khalayak percaya bahwa pesan itu dapat membuat perubahan sebagaimana yang diinginkan oleh khalayak. Foktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan informasi menurut Brent D. Ruben (1984) (Cangara, 2006 : 144), yaitu ; (1) Penerima.
Dilihat
berdasarkan
keterampilan
berkomunikasi,
kebutuhan, tujuan yang diinginkan, sikap, nilai, kepercayaan, kebiasaan, kemampuan untuk menerima, dan kegunaan pesan. (2) Pesan. Dilihat dari tipe dan model pesan, karakteristik dan fungsi pesan, struktur pengelolaan pesan, dan kebaharuan (aktualitas) pesan. (3) Sumber. Dilihat berdasarkan kereadibilitas dan kompetensi dalam bidang yang disampaikan, kedekatann dengan penerima, motivasi dan perhatian,
kesamaan
dengan
penerima
(homophily),
cara
penyampaiannya, dan daya tarik.
Universitas Sumatera Utara
45
(4) Media. Dilihat berdasarkan tersedianya media, kehandalan (daya liput) media, kebiasaan menggunakan media, tempat dan situasi.
1.6 Kerangka Konsep Kerangka adalah hasil pemikiran rasional yang merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan menghantarkan peneliti pada perumusan hipotesa. Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh yang diperoleh dari pengamatan. Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada hipotesis (Nawawi, 2001 : 40).
Comic Stand Up Indo Medan
Public Speaking : -Pembicara -Tahap Persiapan -Tahap Penyusunan -Tahap Penyampaian -Khalayak Kualitas comic dalam penampilan open mic
Universitas Sumatera Utara